"Tuan Ozkhan...."Sekujur tubuh Shanum menegang, manakala Ozkhan menatapnya penuh tanya dan tanpa ekspresi sama sekali. Bahkan, pria itu seakan-akan sedang menguliti Shanum. 'Bagaimana ini? Bagaimana aku menjelaskannya pada Tuan Ozkhan.' Shanum membatin cemas, hingga kedua telapak tangannya saling meremas di depan perut dan terasa sangat dingin. Sedingin tatapan Ozkhan. "Ayah." Panggilan Ghul membuat Ozkhan terkesiap, dan segera mengalihkan perhatian pada putrinya yang sedari tadi memeluk lututnya. Ozkhan tersenyum sambil mengusap kepala Ghul, lalu membungkuk untuk mengecup puncak kepala putrinya. "Hai mawarku." Diangkatnya tubuh mungil Ghul ke gendongan lalu menciumi pipinya yang memerah. Ghul terkekeh geli karena bulu-bulu halus di rahang sang ayah mengenai kulitnya. Melihat pemandangan interaksi ayah dan anak di hadapan, membuat hati Shanum menghangat. Tawa Ghul seolah mencairkan suasana yang beberapa waktu lalu menegang. "Ghul!" Suara Numa terdengar dari kejauhan. Bola mat
Berada dalam situasi semacam ini sungguh tak pernah sekalipun terlintas di kepala Shanum. Bayangkan saja, dia dipaksa oleh keadaan untuk satu mobil dengan lelaki yang dia sukai, beserta istri sahnya dan putrinya.Perasaan Shanum campur aduk. Di satu sisi dia canggung setengah mati, di sisi lain dia bisa memandang Ozkhan dari jarak sedekat ini, tetapi tidak bisa dia gapai lantaran ada jarak tak kasat mata yang menghalangi.Kerinduan Shanum terobati, meski dia tidak bisa bebas mengungkapkannya pada Ozkhan. Dengan ini, dia pun bisa melihat dengan jelas—bagaimana interaksi antara atasannya itu dengan istri dan anaknya.Sejauh ini, Shanum berpendapat bahwa sikap Ozkhan lebih hangat pada sang anak ketimbang pada sang istri. Atasannya itu sangat dingin dan datar, padahal Numa sudah berusaha untuk bersikap mesra.Setelah hampir satu jam perjalanan menuju tempat pesta, akhirnya mereka pun tiba. Sopir turun lebih dulu karena dia hendak membukakan pintu untuk Numa. Sementara Ozkhan menyusul turu
Shanum mendatangi aula yang tidak terlalu dipenuhi oleh para tamu undangan, terlihat bingung karena dia mencari keberadaan Ghul. Berbaur dengan orang-orang kaya nampaknya sangat tidak cocok untuknya yang memiliki jiwa introvert. Dia justru merasa tidak nyaman."Nona, sepertinya Nona Ghul sedang bersama Tuan Baris," ucap Hanife, pandangannya mengarah pada Ghul yang sedang bersama kakeknya."Mana?" Manik Shanum mengikuti arah pandang Hanife. "Itu ayahnya Tuan Ozkhan, bukan?" tanyanya, masih memerhatikan interaksi antara Ghul dan Tuan Baris yang menurutnya tidak terlalu buruk. Justru terlihat sekali kalau Tuan Baris menyayangi cucunya itu."Ya."Senyum Shanum terukir melihat Ghul yang nampak begitu akrab dan dekat dengan kakeknya. Ghul terlihat sangat riang.'Tuan Baris sepertinya begitu menyayangi Ghul,' batin Shanum.Akan tetapi, perbedaan menonjol muncul ketika Tuan Ahmed datang. Pria bertongkat itu terlihat tak acuh pada Ghul yang jelas-jelas ada di depan mata."Kenapa aku merasa kal
"Kamu serius? Lalu, apakah pelakunya sudah diproses hukum?" Terselip rasa sesal di hati Ozkhan karena tidak maksimal dalam membantu perempuan yang dia tolong pada hari itu. Seharusnya, dia bisa menunggu sampai korban pulih. Namun, karena urusan yang begitu mendesak, Ozkhan pun belum sempat melihat si korban tersebut secara langsung. Malam itu dia pergi terburu-buru, lalu menyerahkan si korban kecelakaan tersebut pada Hakkan. "Yang aku dengar tidak, karena korban sama sekali tidak mengingat apa yang terjadi sebelum dia mengalami kecelakaan. Dia hanya mengingat kalau mobil yang dikendarainya mengalami rem blong. Karena itu polisi tidak bisa menindaklanjuti kasusnya," papar Hakkan."Keluarganya? Ke mana keluarganya? Seharusnya salah satu keluarganya yang mengupayakan supaya pelaku bisa dihukum berat." Raut Ozkhan nampak geram setelah mendengar pemaparan Hakkan. Seandainya saja dia bisa kembali bertemu perempuan itu, Ozkhan pasti akan membantunya untuk mengungkap kasus pembunuhan bere
Beberapa saat sebelumnya....Langkah Shanum begitu cepat karena dia sudah tidak tahan dengan desakan buang air kecil. Dia tidak terlalu kesulitan mencari karena sudah tersedia toilet di aula yang kini sedang diadakan pesta."Ah, itu toiletnya."Bergegas Shanum makin mempercepat langkahnya, ketika menemukan tempat tujuannya. Namun, tiba-tiba langkahnya memelan saat terdengar suara seseorang sedang berbincang dari dalam.'Kenapa ada suara pria di toilet khusus wanita?'Awalnya Shanum merasa kesal karena ada seorang pria di dalam toilet khusus wanita. Dan karena hal itu, dia pun terpaksa menunda masuk ke dalam toilet yang nampak sepi itu.Perbincangan di dalamnya lama kelamaan membuat Shanum bergidik—merasa jijik.'Apa yang mereka lakukan di dalam sana? Mereka gila berbuat mesum di tempat umum?' batin Shanum yang sangat merasa kesal lantaran percakapan kedua orang di dalam toilet yang mengarah ke hal-hal mesum.Namun hal yang lebih membuat syok ketika dia baru menyadari satu hal, yakni s
"Sebelum pergi, kamu tidak ingin menemui Ozkhan dulu?" Numa bertanya pada pria yang baru saja memberinya kepuasan yang luar biasa. Usai bercinta di dalam toilet, ibu dari Ghul itu menyempatkan untuk membenahi riasan wajah yang cukup berantakan serta tampilannya yang kacau. Dia memoles lipstik warna merah di bibirnya yang sedikit membengkak akibat ulah lelakinya. Keenan menutup botol obat tetes mata setelah menggunakannya pada sepasang matanya yang selalu memakai lensa kontak. Efek dari penyakit genetik yang diidap sejak lahir, mengharuskan pria tiga puluh delapan tahun itu memakai lensa kontak di waktu-waktu tertentu. Apalagi ketika malam hari dan di acara penting seperti sekarang ini. Pertanyaan Numa barusan tak perlu memerlukan waktu untuk dijawab. "Tentu aku ingin menemuinya. Aku harus mengucapkan selamat pada suami sekaligus temanku, bukan?" Keenan menjawab santai seakan dia tak pernah merasa bersalah sedikit pun pada Ozkhan. Padahal jelas-jelas dia selama ini menjadi selingkuh
Ozkhan kembali bergabung dengan para kerabat seusai menemui Shanum. Saat ini perasaannya sudah jauh lebih tenang setelah mengetahui kondisi perempuan yang dia sayang ternyata baik-baik saja.Berada di pesta ini sebenarnya membuat Ozkhan merasa sangat bosan. Jujur dia merasa lelah karena baru saja kembali dari perjalanan bisnis. Keinginan untuk bersantai pun harus dikesampingkan terlebih dahulu, gara-gara dia terpaksa menuruti kemauan istrinya yang egois. Ck!"Ayah." Ghul memanggil sang ayah.Ozkhan menoleh ke arah putrinya yang digendong oleh Sira sedang melangkah menghampiri. Bila diperhatikan, Ghul nampaknya sudah lelah dan sepertinya mengantuk. Pria itu lantas memilih undur dari percakapan dengan kerabatnya, lalu mendekat pada Ghul."Ada apa, Sayang?" tanya Ozkhan, mengambil alih Ghul dari gendongan Sira ke tangannya. Dia menggendong putrinya, mengusap-usap punggung Ghul dengan lembut. "Kamu mengantuk?"Ozkhan menebak sebab Ghul tidak menjawab dan nampak sudah tidak memiliki energi
Setelah mendapat laporan dari sang asisten, Ozkhan bergegas mengakhiri panggilan.'Ke mana Shanum?'Benak Ozkhan bertanya-tanya, dengan pandangan kosong ke segala arah. Berusaha tetap tenang kendati pikirannya kalut bukan main.Sementara perhatian ketiga orang di hadapan masih tertuju pada Ozkhan. Mereka memandang penuh pertanyaan.Numa memilih mendekat, dan bertanya lebih dahulu. "Ada apa, Sayang? Siapa yang menelepon?""Emir." Ozkhan menjawab singkat."Emir asistenmu?" sambung Hakkan.Ozkhan mengangguk. Kepikiran Shanum membuat dada pria itu terasa sesak, dan lantas mengendurkan lilitan dasi yang terasa mencekik."Memang dia bilang apa?" tanya Hakkan lagi."Dia tidak bisa menghubungi Shanum," kata Ozkhan.Sepasang alis Hakkan naik, merasa asing dengan nama tersebut. "Shanum? Siapa Shanum?" tanyanya sambil melirik Numa yang mendadak pucat."Dia sekretaris Ozkhan." Numalah yang menjawab pertanyaan Hakkan."Sekretaris Ozkhan?""Hmm." Numa mengangguk, kemudian meminta penjelasan lebih r
Beberapa jam kemudian...Perasaan Ozkhan sungguh merasa tidak nyaman, setelah beberapa waktu yang lalu lelaki itu mengetahui—jika ayah Shanum adalah seseorang yang pernah dia kenal. Tak hanya itu, Ozkhan pun merasa serba salah saat ini ketika berhadapan dengan Shanum. Dia seakan ragu untuk bersikap seperti biasa, padahal jelas-jelas dia mengetahui segalanya. Ketika memutuskan untuk mencari tahu, Ozkhan tentunya tidak bertanya lebih dulu. Ozkhan pikir, dia ingin memberi Shanum kejutan, saat waktunya sudah tepat. Akan tetapi, dia justru yang terkejut. 'Ternyata benar, apa yang dikatakan orang kalau dunia ini sangat sempit. Aku tidak pernah menyangka akan dipertemukan oleh putri dari Tuan Kemal. Shanum, apa yang harus aku katakan padamu. Aku seperti kehilangan muka di hadapanmu. Aku sungguh merasa malu.' Ozkhan terus melamun, sambil memandangi wajah cantik Shanum yang sedang menikmati teh. Pandangan lelaki itu terlihat kosong, tetapi sorot matanya menyiratkan suatu penyesalan yang me
Sembilan tahun yang lalu~"Ayah, bagaimana? Apa kita berhasil mendapatkan yayasan itu? Kalau kita gagal mendapatkannya, maka aku pun akan gagal mendapatkan Ozkhan." Numa begitu bersemangat ketika mendengar sang ayah hendak menjodohkannya dengan Ozkhan—lelaki incarannya sejak dulu. Namun, ketika keluarga Baris meminta syarat, perasaan perempuan itu menjadi khawatir. Berbeda dengan putrinya, Tuan Ahmed justru terlihat santai dan tenang. Dia seakan tidak terlalu memikirkan syarat dari calon besannya tersebut. Pasalnya, diam-diam dia sudah berhasil membuat yayasan itu menjadi miliknya. "Pernikahanmu dan Ozkhan pasti akan terlaksana," ucap Tuan Ahmed, penuh percaya diri sambil mengeluarkan sesuatu dari laci meja kerja. "Itu artinya?" Manik Numa memicing, memerhatikan sang ayah yang kini mengulurkan sebuah map padanya. "Itu apa, Ayah?" "Lihatlah sendiri." Tanpa bertanya lagi, Numa pun bergegas mengambil map warna hitam tersebut. Dia membukanya, lalu mengeja tulisan pada bagian depan l
"Jadi, suamimu setuju dengan tawaran Tuan Ozkhan? Dia setuju menceraikanmu? Gila! Suamimu benar-benar sudah gila, Shanum!"Elis terkejut dengan apa yang diceritakan Shanum mengenai Orhan, yang tidak berpikir panjang hanya demi uang. Di sisi lain, dia prihatin dengan hidup Shanum, yang berurusan dengan lelaki berengsek dan serakah macam Orhan.Shanum meraup raut murungnya, hatinya kecewa dengan kenyataan pahit ini. Dia menyesal karena pernah mencintai Orhan, yang sama sekali tidak pernah menghargainya."Dia memang sudah gila, Elis. Sejak awal dia memang tidak pernah menganggapku sebagai istri. Dia hanya menganggapku sebagai mesin uang.""Laki-laki seperti itu pantasnya di tembak mati saja. Andai dia suamiku, sudah sejak lama dia sudah menjadi arwah." Decakan Elis sangat keras."Aku sendiri masih tidak menyangka, jika aku pernah menikahi pria semacam itu."Elis mengusap-usap pundak Shanum, yang makin terlihat murung dan sedih. "Kamu terlalu baik untuknya, Shanum. Memang sudah seharusnya
Shanum tentu terkejut dengan pertanyaan Ozkhan barusan. Dirinya hampir tak bisa berkata-kata. Hanya sepasang maniknya yang menatap wajah serius di hadapan. Menikah? Apa lelaki ini serius dengan perkataannya, pikir Shanum. Ozkhan menyadari keterkejutan yang tercetak jelas di wajah wanitanya ini. Sampai-sampai Shanum tak berkedip sedikit pun. "Shanum?" panggilnya, menyentuh pipi Shanum dengan punggung tangan. Shanum terhenyak, lantas buru-buru menjawab, "Ya?" Sepasang maniknya berkedip lugu, sambil menggigit bibir bawah. Sikap Shanum membuat Ozkhan gemas. Lelaki itu lantas meraih tangan Shanum, dan menuntunnya ke meja mini bar. "Lebih baik kita duduk." Ozkhan meminta Shanum supaya duduk di stollbar, agar dia bisa bicara dengan santai dan nyaman. Shanum pun menurut, duduk di stollbar sambil memerhatikan Ozkhan yang saat ini sedang mengambil botol white wine di rak kaca. Sejurus kemudian, Ozkhan mengambil dua gelas berkaki tinggi dari pantry. Ozkhan membuka botol wine di tangan meng
"Shanum, minumlah." Elis menyodorkan segelas air dingin untuk Shanum, yang terlihat sedang tidak baik-baik saja sejak tiba beberapa waktu yang lalu..Shanum mengambil gelas air yang disodorkan Elis. "Terima kasih, Elis." Lantas dia meneguk air tersebut dengan perlahan sampai tersisa separuh, kemudian dia meletakkan gelas tersebut di meja makan.Elis menatap kasihan pada Shanum, lalu dia duduk di samping perempuan kesayangan Ozkhan itu. Elis turut kesal atas apa yang dilakukan oleh Numa pada Shanum, dan dia cukup lega karena mantan majikannya itu tidak berhasil dengan rencananya."Aku mengira kalau tadi aku akan ketahuan, Elis." Debaran jantung Shanum masih belum stabil akibat insiden tak terduga yang dia alami.Hampir ketahuan oleh Numa merupakan hal yang tidak pernah terbayangkan di benak Shanum."Bagaimana bisa nyonya Numa tahu segalanya soal mobil Tuan Ozkhan?" gumamnya."Itu bukan suatu hal yang sulit baginya, Shanum," sahut Elis, membuat Shanum sontak menatap perempuan yang menget
Pedro tak berhenti berupaya untuk menghindari kejaran mobil yang dia sangka Keenan dan Numa, dengan mempercepat laju mobil yang dikendarainya. Belum lagi mobil lain yang turut mengejar. Ketiga mobil tersebut saling berkejaran di jalanan yang lengang dan sepi. Sementara itu di kursi penumpang, seseorang yang menjadi target sedang dalam keadaan takut serta panik. Shanum nampak terlihat sangat gusar sekaligus cemas. Dia tidak mengerti—kenapa tiba-tiba ada yang mengikutinya sampai senekat ini. "Pedro sebenarnya siapa mereka? Kenapa mereka mengejar kita?" tanya Shanum yang sudah tidak bisa menahan diri sebab situasi, yang kian mengkhawatirkan. Pedro menoleh ke belakang sekilas, lalu berkata dengan ragu, "Sepertinya mereka itu Tuan Keenan dan Nyonya Numa, Shanum." Bola mata Shanum seketika membelalak. "A-apa? Jadi, yang di dalam mobil itu nyonya Numa?" Sejurus kemudian Shanum menoleh ke belakang untuk sekadar memastikan. Beruntung kaca mobil yang dibeli Ozkhan cukup gelap dan tidak tem
Di sebuah apartemen~Sepasang kekasih tengah mengadu kasih di sebuah kamar apartemen mewah bercahaya temaram. Terlihat sang wanita lebih dominan dalam permainan panas tersebut. "Oh, Keenan ...." Numa melenguh panjang seiring klimaks yang dia raih begitu terasa nikmat luar biasa. Tubuh langsing itu ambruk di dada bidang lelakinya disertai deru napas memburu dan bersahutan. Keenan menyeringai setelah dia pun mendapat kepuasan dari wanitanya yang datang mendadak tanpa mengabari terlebih dahulu. Dia mengecup puncak kepala Numa, sambil mengusap-usap punggung telanjang berpeluh itu. Sejenak keduanya saling meresapi sisa-sisa kenikmatan dalam diam. Keenan membiarkan Numa terkulai di atas dadanya. Namun, keheningan tersebut tak berlangsung lama sebab tiba-tiba dering ponsel menggema. Numa yang hapal dengan dering ponsel miliknya bergegas menoleh pada nakas, lalu dia meraih benda pipih itu. Nama si pemanggil membuat perempuan itu lekas menjawab panggilan tersebut. "Halo? Ada apa?" Numa
"Ada keperluan apa kamu ke tempat kantor saya?"Ozkhan langsung pada intinya ketika sosok pria tak tahu malu, yang dua bulan lalu tega menjual istrinya sendiri pada pria lain sudah berdiri di hadapan. Kedatangan Orhan ke tempat ini pastinya menimbulkan rasa ketidaksukaan di diri Ozkhan. Apalagi, lelaki itu dengan percaya dirinya mencari Shanum, yang jelas-jelas belum bisa ditemui dengan sesuka hati. "Maaf, kalau kedatangan saya sudah mengganggu Anda, Tuan ... Ozkhan," kata Orhan setelah cukup puas memerhatikan suasana di dalam ruangan Ozkhan, yang menurutnya sangat luas dan mewah. Orhan lantas tersenyum tipis sekilas, melirik Emir yang setia berdiri di pintu ruangan itu. Kemudian, Orhan beralih pada Ozkhan yang sedari tadi memasang raut tak suka. Gerak-gerik Orhan membuat Ozkhan makin jengah, dan tak betah berlama-lama. Dia harus mengingatkan lelaki tak tahu diri ini sekali lagi—mengenai kesepakatan yang sudah dia setujui dua bulan lalu. "Kalau tujuan kamu datang ke sini untuk me
"Apa kamu yakin kalau itu plat nomor mobil baru suami saya?" tanya Numa yang saat ini sedang melakukan panggilan telepon, dengan seseorang yang dia sewa untuk mencari tahu keberadaan mobil Ozkhan yang baru."Saya cukup yakin, Nyonya."Belum reda rasa panas akibat menahan kesal lantaran sang suami diam-diam membeli mobil, yang Numa pikir untuknya. Kini dia harus menelan kenyataan—jika Ozkhan benar-benar memiliki seseorang yang spesial.Numa mendapat alamat apartemen yang dibeli Ozkhan dari temannya. Dan yang sangat mengejutkan ialah apartemen tersebut sudah dihuni oleh seseorang. Mobil yang dibeli Ozkhan pun ada di basement gedung itu. "Fotokan dan kirimkan secepatnya ke saya," titah Numa, sambil memijat pelipis yang tidak berhenti berdenyut sejak tadi malam. "Baik, Nyonya."Panggilan diputus lebih dulu oleh Numa, kemudian selang beberapa detik sebuah pesan bergambar masuk. Numa bergegas membuka foto yang dia minta pada orang suruhannya.Ketika melihat penampakan foto mobil yang terp