Sore itu cuacanya terlihat sangat cerah. Namun, berbanding terbalik dengan proses pemakaman yang dihadiri oleh seluruh anggota keluarga Muchtar, yang berlangsung hening. Tak ada isak tangis yang biasa terdengar. Nampaknya, masing-masing anggota keluarga terlihat tegar menerima duka ini.Sementara itu di sisi lain yakni di sebuah mobil yang letaknya tidak jauh dari lokasi pemakaman, Shanum rupanya tidak berani menampakkan diri di sana. Dia memilih berada di dalam mobil bersama Elis.Canggung rasanya apabila dia terlalu nekad muncul bersama Ozkhan. Shanum juga tidak siap menerima konsekuensi dari hubungan yang saat ini sedang dia jalani—menjadi wanita simpanan atasannya."Sepertinya yang menghadiri pemakaman hanya orang-orang terdekat saja," ucap Shanum, yang sedari tadi melihat prosesi pemakaman tersebut dari dalam mobil.Wajah-wajah orang yang berada di depan makam tidak familiar di ingatan perempuan itu. Dari beberapa orang yang ada di sana, Shanum hanya mengenal Numa. Lainnya dia ti
"Asisten saya sudah mentransfer sejumlah uang yang saya janjikan ke rekeningmu. Saya juga sudah mengurus visa baru untukmu. Kamu bisa meninggalkan negara ini secepatnya."Ozkhan nampak serius berbicara pada seseorang yang dia hubungi satu menit yang lalu. Dia selalu menepati janji pada orang-orang yang bersedia bekerja sama dengannya. Dan kali ini orang suruhannya itu telah melakukan tugasnya dengan sangat baik. Tentunya, Ozkhan wajib memberikan apresiasi untuk hasil yang maksimal dan memuaskan."Terima kasih, Tuan. Senang bekerja sama dengan Anda. Saya akan pergi malam ini ke tempat yang sangat jauh.""Saya harap kamu tidak meninggalkan jejak.""Pasti. Tidak akan ada yang curiga dengan kematian ibu tiri Anda. Saya bisa menjaminnya.""Bagus." Ozkhan menyeringai mendengarnya, lantas buru-buru mengakhiri pembicaraan sebab ada seseorang yang mendekatinya. "Saya tutup teleponnya."Ozkhan memasukkan ponsel ke saku jas, sambil melirik sang ibu yang sudah berada di sampingnya.Nyonya Jihan m
"Tuan, tolong saya. Saya mohon …"Saat ini di sebuah kamar hotel seorang perempuan berpenampilan acak-acakan sedang merengek pada seorang pria berparas datar dan dingin.Bukan tanpa alasan perempuan itu merengek meminta pertolongan pada pria yang dikenalnya. Terlebih, setiap hari dia bertemu pria dingin tersebut.Seandainya dia tak lagi sedang dalam keadaan terdesak. Mana mungkin dia berani meminta hal yang sangat-sangat mustahil dan terkesan murahan."Shanum, apa kamu yakin?" Pria beralis tebal dan bermanik hitam itu mencoba meyakinkan sekali lagi. "Saya tidak ingin kamu menyesalinya setelah ini," tegasnya.Perempuan bernama Shanum itu mengangguk cepat. "Saya yakin, Tuan. Yakin seribu persen. Dari pada saya harus menderita semalaman gara-gara obat sialan itu, lebih baik saya … saya minta bantuan sama Tuan Ozkhan."Keputusan berat yang harus diambil Shanum, setelah dirinya dijebak oleh suaminya sendiri. Sial! Hidupnya benar-benar sial setelah menikah dengan Orhan—suaminya yang tak tah
Beberapa jam sebelumnya..."Kamu pakai ini, Sayang. Aku mau malam ini kamu terlihat berbeda."Orhan menyodorkan paper bag warna cokelat bertuliskan nama brand merk baju terkenal, pada sang istri—Shanum.Kening Shanum mengernyit heran, sebab jarang-jarang suaminya itu memberinya sesuatu. Apalagi, barang-barang mahal seperti itu. "Ini apa, Orhan? Apa ini hadiah untukku?" tanyanya sambil menerima pemberian Orhan, lalu mengintipnya. "Gaun?""Ya." Orhan menyeringai, karena Shanum terlihat sangat bahagia menerima pemberiannya. "Anggap saja itu hadiah dariku, karena malam ini adalah hari jadi kita."Bola mata bulat Shanum berbinar seketika, merasa jika sang suami telah berubah. Perempuan itu langsung menghambur—memeluk sang suami. "Terima kasih, Orhan.""Sama-sama, Sayang. Semoga kamu suka dengan hadiahku.""Tentu. Apa pun yang kamu beri, aku pasti menyukainya." Perasaan Shanum tak dapat dijabarkan lagi, saking senangnya dia mendapat hadiah.Pelukan itu cukup singkat, Orhan langsung meminta
"Kapan dia pergi? Kenapa dia tidak membangunkanku," gumam Ozkhan.Ketika terbangun, Ozkhan tak mendapati Shanum di sampingnya. Perempuan itu pergi tanpa berpamitan sekaligus meninggalkan banyak pertanyaan dalam benak lelaki tiga puluh delapan tahun itu.Di bawah kucuran air shower, Ozkhan merenung. Sekelebat adegan-adegan panas yang dia lalui bersama dengan sang sekretaris tiba-tiba muncul di ingatan, membuat Ozkhan merasakan sesuatu yang tidak dapat dijabarkan dengan kata-kata.Desahan frustrasi meluncur dari bibir Ozkhan. "Pasti dia berpikir yang tidak-tidak tentangku. Sial! Harusnya semalam aku bisa mengontrol diri."Kekesalan muncul dalam benak Ozkhan, sebab dia merasa apa yang dilakukannya pada Shanum kemungkinan sudah keterlaluan. Kemarahan akan sesuatu membuat dia kehilangan kendali.Beberapa foto yang dikirimkan orang kepercayaannya menjadi pemicu. Ozkhan sadar, jika seharusnya dia tak melampiaskannya pada Shanum."Semua ini gara-gara wanita itu. Dia pikir, aku tidak pernah me
Dari hotel, Ozkhan sengaja langsung berangkat ke kantor. Selain dia tidak suka mondar-mandir, Ozkhan juga sedang ingin menghindari istrinya.Namun, ketika melewati meja sekretaris, Ozkhan tak melihat keberadaan Shanum di sana. Padahal, biasanya sekretarisnya itu selalu datang tepat waktu dan paling awal darinya.Seketika, Ozkhan pun kepikiran masalah semalam.'Apa dia juga berniat libur hari ini?'Belum lama Shanum bekerja dengan Ozkhan. Dan sekarang, dia malah terlibat masalah pribadi yang sangat sensitif. Entah harus bagaimana Ozkhan mengambil sikap setelah ini.Ozkhan menduduki kursi, tak lama kemudian asisten kepercayaannya masuk."Selamat pagi, Tuan." Emir memberi salam hormat pada atasannya dengan anggukan kecil.Sementara Ozkhan hanya membalasnya dengan anggukan sambil mengeluarkan ponsel dari saku jas. Raut dan sorot matanya begitu datar seperti biasa."Sepertinya hari ini Shanum izin tidak masuk, Tuan," ucap Emir, sekadar memberi informasi pada sang atasan.Informasi barusan
Orhan dan Shanum langsung memasuki lift, sementara Emir masih mengikuti keduanya dengan sangat hati-hati. Beruntungnya di dalam lift tak hanya mereka bertiga yang berada dalam ruangan berjalan itu. Sebelumnya, sudah ada empat orang yang ada di dalamnya.Agar tidak ketahuan, Emir berinisiatif memakai masker yang selalu dia bawa ke mana pun saat sedang menjalani misi seperti ini. Tugasnya tak hanya menjadi asisten Ozkhan, tetapi dia merangkap menjadi mata-mata. Maka dari itu, tugas semacam ini bisa dengan mudah dia kerjakan.Dari tempatnya berdiri yang hanya berjarak beberapa jengkal saja dengan Shanum, Emir bisa mengamati gerak-gerik pasangan itu. Dari yang Emir lihat, jika Shanum hanya diam dan memasang raut cemas sekaligus khawatir.Sikap Orhan pun tak lepas dari pantauan Emir. Lelaki berambut ikal itu begitu bengis pada sang istri. Dari caranya memperlakukan Shanum yang tidak sewajarnya membuat Emir menjadi makin penasaran."Jaga sikap kamu, Shanum. Aku tidak mau kamu membuat kesala
'Tuan Ozkhan?'Manik Shanum melebar, seakan-akan hendak loncat dari cangkangnya. Kedatangan Ozkhan adalah sesuatu yang tidak pernah terpikirkan.Apa aku sedang bermimpi?Kenapa tiba-tiba ada Tuan Ozkhan di sini?Kenapa tiba-tiba dia tertarik menawarkan kesepakatan dengan Orhan?Masih ada banyak pertanyaan yang berjejalan di kepala perempuan dua puluh sembilan tahun itu. Namun, Shanum tidak ingin terlalu larut dalam pikiran-pikiran tidak penting tersebut.Saat ini yang terpenting adalah dia bisa kembali bebas dari pria kejam yang mungkin sedang menunggunya."Anda siapa lagi?"Pertanyaan itu meluncur dari mulut Orhan, sementara maniknya menatap tajam pria menjulang di hadapan. Dan yang paling menarik perhatian, tatapan pria parlente itu tak lepas menatap Shanum.'Siapa dia sebenarnya? Kenapa dia menatap Shanum seperti itu?' Orhan membatin kesal."Bisa kita bicara di tempat lain?" kata Ozkhan."Tidak bisa. Untuk apa saya menuruti perintah Anda? Siapa Anda?" sungut Orhan.Barulah Ozkhan m
"Asisten saya sudah mentransfer sejumlah uang yang saya janjikan ke rekeningmu. Saya juga sudah mengurus visa baru untukmu. Kamu bisa meninggalkan negara ini secepatnya."Ozkhan nampak serius berbicara pada seseorang yang dia hubungi satu menit yang lalu. Dia selalu menepati janji pada orang-orang yang bersedia bekerja sama dengannya. Dan kali ini orang suruhannya itu telah melakukan tugasnya dengan sangat baik. Tentunya, Ozkhan wajib memberikan apresiasi untuk hasil yang maksimal dan memuaskan."Terima kasih, Tuan. Senang bekerja sama dengan Anda. Saya akan pergi malam ini ke tempat yang sangat jauh.""Saya harap kamu tidak meninggalkan jejak.""Pasti. Tidak akan ada yang curiga dengan kematian ibu tiri Anda. Saya bisa menjaminnya.""Bagus." Ozkhan menyeringai mendengarnya, lantas buru-buru mengakhiri pembicaraan sebab ada seseorang yang mendekatinya. "Saya tutup teleponnya."Ozkhan memasukkan ponsel ke saku jas, sambil melirik sang ibu yang sudah berada di sampingnya.Nyonya Jihan m
Sore itu cuacanya terlihat sangat cerah. Namun, berbanding terbalik dengan proses pemakaman yang dihadiri oleh seluruh anggota keluarga Muchtar, yang berlangsung hening. Tak ada isak tangis yang biasa terdengar. Nampaknya, masing-masing anggota keluarga terlihat tegar menerima duka ini.Sementara itu di sisi lain yakni di sebuah mobil yang letaknya tidak jauh dari lokasi pemakaman, Shanum rupanya tidak berani menampakkan diri di sana. Dia memilih berada di dalam mobil bersama Elis.Canggung rasanya apabila dia terlalu nekad muncul bersama Ozkhan. Shanum juga tidak siap menerima konsekuensi dari hubungan yang saat ini sedang dia jalani—menjadi wanita simpanan atasannya."Sepertinya yang menghadiri pemakaman hanya orang-orang terdekat saja," ucap Shanum, yang sedari tadi melihat prosesi pemakaman tersebut dari dalam mobil.Wajah-wajah orang yang berada di depan makam tidak familiar di ingatan perempuan itu. Dari beberapa orang yang ada di sana, Shanum hanya mengenal Numa. Lainnya dia ti
Ada banyak sekali panggilan masuk dari Numa, ketika Ozkhan baru sempat mengecek ponsel di pagi harinya. Lelaki itu terlihat baru saja selesai mandi dan sudah sangat rapi.Pesan singkat dari sang istri cukup membuat Ozkhan menyeringai kecil di kursinya.[Ozkhan, ibumu meningal dunia tadi malam. Aku pergi lebih dulu ke rumah duka. Kamu bisa menyusul.]Begitulah kira-kira isi pesan tersebut. Ozkhan lantas membalasnya.[Aku ke sana agak siang.]Setelah membalas pesan, Ozkhan kemudian menghubungi Emir yang kebetulan masih berada di sana."Siapkan mobil, setelah sarapan kita ke rumah duka."Shanum yang kebetulan berada di sana sontak memandang Ozkhan. Pun dengan Elis yang sedang menuangkan susu ke gelas majikannya. Kedua perempuan itu lantas saling memandang satu sama lain, dengan raut penasaran.Karena tak ingin didera penasaran, Shanum pun memberanikan diri untuk bertanya, "Siapa yang meninggal, Tuan?""Ibu saya," jawab Ozkhan tanpa terlihat sedih sama sekali di wajahnya yang tegas dan ta
Tak pernah jantung Shanum berdebar sekencang ini. Beberapa hari bersama dengan sang atasan, membuatnya selalu merasa nyaman dan aman. Perlakuan lelaki yang sedang membopongnya ini begitu lembut.Ozkhan menurunkan Shanum perlahan begitu tiba di kamar mandi yang luasnya dua kali lipat dari kamarnya yang ada di rumah.Selanjutnya, Shanum membantu Ozkhan meloloskan kancing kemeja lelaki itu mulai dari atas. Tatapan keduanya beradu, sorot mendambakan begitu kentara.Jemari Ozkhan tak tinggal diam. Mengusap wajah Shanum yang sangat lugu dan cantik tanpa riasan. Dia tak pernah mengira akan memiliki sekretarisnya dengan leluasa."Kamu sangat cantik, Shanum," puji Ozkhan, membuat Shanum tersenyum. "Bagaimana bisa kamu mempunyai wajah yang sesempurna ini. Saya sangat beruntung bisa memilikimu, Shanum." Ibu jari Ozkhan membelai bibir Shanum yang terlihat selalu menggoda."Apa sekarang Tuanku ini pandai menggombal?" Kedua telapak Shanum masih aktif. Melepas kemeja hitam dari tubuh kekar atasannya
Elis terlihat sibuk menyiapkan makan malam untuk Shanum. Perempuan berusia empat puluh tahun itu benar-benar menjaga Shanum seperti dia menjaga orang terdekatnya.Apa lagi saat dia mengetahui jika perempuan kesayangan sang majikan tengah sakit. Elis dengan segenap hati berjanji akan merawatnya.Sejak dia dihubungi oleh Ozkhan malam itu, Elis mengira jika perempuan yang sedang dilindungi oleh majikannya hanya sekretaris biasa. Namun, siapa sangka, jika si Tuan majikannya yang terkenal penurut dan pendiam, rupanya memiliki perasaan tak biasa terhadap sekretarisnya.Awalnya Elis ragu membantu Ozkhan, mengingat jika majikannya yang terkenal dingin itu adalah keturunan dari Tuan Baris yang terkenal keji dan kejam. Ozkhan hampir gagal membujuk Elis.Akan tetapi, entah kenapa ketika Ozkhan mengatakan jika dia membutuhkan bantuan Elis untuk menjaga seseorang. Hati Elis tergugah dengan sendirinya, kendati dia sama sekali belum pernah bertemu dengan Shanum.Dan pada hari ini, Elis tidak menyesa
Ozkhan baru sempat mengecek ponsel, setelah hampir dua jam dia meeting dengan para pemegang saham di perusahaan ayahnya.Belakangan ini Ozkhan harus ekstra hati-hati serta bekerja keras untuk mengambil hati orang-orang yang selama ini berada di sisi Tuan Baris. Ozkhan memerlukan dukungan untuk mencapai tujuannya.Muak karena selama ini dia hanya dijadikan boneka oleh sang ayah dan kakaknya yang tidak berguna. Kali ini Ozkhan akan memutar balik keadaan demi membalas rasa sakit yang diperoleh ibunya di rumah itu."Ada pesan dari Shanum." Senyum Ozkhan terukir samar ketika melihat pesan dari sekretarisnya.Pesan dari Shanum dibaca oleh Ozkhan. Lelaki itu kemudian segera mengetik pesan balasan.[Saya penasaran, Shanum. Saya ingin mendengar ceritanya langsung dari kamu. Tunggu saya malam ini.]Selesai mengirim pesan, Ozkhan lantas kembali fokus pada laporan yang baru saja dikirim oleh asistennya. Beberapa Minggu ke depan lelaki itu akan ke luar kota untuk meninjau lokasi.."Apa lebih baik
Setelah hampir dua bulan tidak menginjakkan kaki ke kamar ini, perasaan Shanum kian berkecamuk. Bisa menatap sang ibu dari jarak dekat seperti ini, dan melihatnya baik-baik saja, sudah sangat cukup bagi Shanum.Namun, meski sang ibu tak mengenalinya, Shanum tetap akan menghampiri dan memberinya pelukan. Rasa rindu sudah menumpuk di dada.Mendengar suara langkah kaki mendekat, perempuan yang separuh rambutnya berwarna putih itu mengalihkan perhatian kepada seseorang yang nampak asing di ingatan. Sorot matanya penuh dengan pertanyaan.Nyonya Dilara—ibunda Shanum mengerutkan kening, lantas bertanya, "Siapa Anda?"Langkah Shanum seketika berhenti dengan jarak kurang dari satu meter dari tempat sang ibu berdiri. Di tengah rasa sesak yang melanda, perempuan itu berusaha tersenyum manis."Saya... Shanum. Anda masih ingat saya?" ujar Shanum.Nyonya Dilara mengerjap, mencoba mengenali wajah Shanum yang memang tidak dia ingat sama sekali. Dia pun menggeleng, membuat Shanum hanya bisa menghela p
Langkah Ozkhan sontak berhenti. Dia membeku di tempatnya kemudian mendesah frustrasi. Apa yang dikatakan Numa sudah Ozkhan perkirakan sebelumnya. Sang istri pasti akan menyinggung masalah tersebut.Ozkhan lantas berbalik, dengan raut datar dan tatapan yang selalu dingin, lelaki itu berkata, "Aku akan menunggu kabar itu. Secepatnya."Numa jelas tak menyangka jika respon Ozkhan akan demikian. Dia mengira sang suami akan berkata sebaliknya. "Itu pasti. Kamu tunggu saja," balasnya dengan nada bicara penuh percaya diri.Sepasang alis Ozkhan naik, terkesan dengan kepercayaan diri istrinya. Tanpa berminat membalas, lelaki itu berbalik untuk melanjutkan niatnya, yang ingin mandi.Sepeninggal Ozkhan, otot-otot wajah Numa yang awalnya menegang perlahan mengendur. Terdengar helaan panjang dari perempuan berbaju tidur itu.Jujur saja dia sendiri tidak terlalu berharap dengan apa yang terjadi tempo hari. Mengingat usianya yang memasuki usia rentan.Lagipula, selama ini Numa dan kekasihnya memilih
Mobil yang membawa Ozkhan berhenti di halaman rumah bergaya Eropa klasik. Dia sengaja pulang lebih cepat lantaran merindukan Ghul—putrinya.Emir keluar lebih dulu, kemudian membukakan pintu untuk Ozkhan."Kamu boleh langsung pulang. Terima kasih untuk hari ini," kata Ozkhan.Emir hanya mengangguk, lantas menunggu Ozkhan melangkah masuk, baru dia kembali ke mobil dan segera pergi dari sana.Pelayan wanita membukakan pintu untuk majikannya yang kemarin tidak pulang. Rautnya nampak tegang. "Selamat malam, Tuan," sapanya, seraya menunduk sekilas.Ozkhan dapat membaca ketegangan di wajah pelayannya. Pasti ada sesuatu yang terjadi di dalam sana. Akan tetapi, dia memilih untuk tidak bertanya, dan hanya membalas sapaan dengan anggukan.Dan firasatnya benar. Baru satu langkah kakinya melangkah. Dari arah ruang tamu sudah terdengar keributan.prang!Suara pecahan menyambut kedatangannya beserta suara teriakan Numa yang tengah memaki pelayan."Bodoh! Kalian semua tidak becus bekerja! Apa susahnya