Sepulang dari kediaman sang mertua, Numa justru tidak langsung kembali ke rumahnya. Malam ini dia benar-benar sedang butuh hiburan karena sikap Ozkhan yang dingin padanya.Numa meminta sopir untuk mengantarnya ke apartemen seseorang yang selama ini menjadi tempat pelampiasannya. Seseorang yang pastinya selalu pandai menghiburnya."Kamu bisa langsung pulang," kata Numa, sambil membuka pintu mobil lalu turun.***"Kamu?" Keenan terpaku mendapati Numa tahu-tahu datang tanpa mengabarinya lebih dulu. Pria itu kebetulan baru saja selesai mandi dan masih mengenakan bathrobe.Aroma sabun menembus penciuman Numa. Wajah segar Keenan yang baru mandi membuat Numa terpesona sejenak. "Boleh aku masuk?" tanyanya."Tentu. Masuklah."Keenan membuka pintu unitnya lebar-lebar—mempersilakan istri Ozkhan itu masuk. Dia mengamati sejenak situasi di lorong tersebut, memastikan tidak ada orang yang melihat Numa mendatanginya. Setelah dirasa aman, Keenan lantas buru-buru menutup pintu unitnya."Kamu sendirian
'Selama ini saya hanya boneka.'Kalimat tersebut tak berhenti terngiang di telinga Shanum sejak hari itu. Ya, Shanum tak mengira jika Ozkhan dengan mudah dan gamblang menceritakan perihal kehidupannya yang tak seindah di mata orang.Ada banyak hal yang dikorbankan demi semua itu. Jabatan, nama besar, uang dan kekuasaan. Atasannya itu rela mengalah dan berjalan sesuai kehendak ayahnya selama ini.Menjalankan peran sebagai putra kedua dan memegang kendali kerjaan bisnis milik sang ayah. Peranan Ozkhan dalam perusahaan hanyalah sebatas kesepakatan sementara. Tuan Baris memanfaatkan kelemahan Ozkhan yakni Nyonya Jihan agar sang anak menerima kesepakatan yang dia tawarkan.Secara hukum Ozkhan tidak bisa mewarisi harta serta kekayaan ayahnya lantaran statusnya yang lahir di luar nikah. Oleh sebab itu ayahnya yang licik dan picik menggunakan kesempatan tersebut untuk menjadikan Ozkhan Direktur sementara lantaran putra tertuanya tidak memiliki skill dalam dunia bisnis.'Pernikahan saya dan Nu
"Bagaimana kabar ibumu, Shanum?" tanya Numa, setelah beberapa waktu lalu Shanum tiba, kemudian duduk di hadapannya.Istri dari Ozkhan itu sengaja menyewa ruang privasi di restoran tersebut, lantaran tidak ingin ada seseorang yang melihat keberadaannya di tempat ini. Terutama orang-orang yang tidak menyukainya."Ibu saya baik-baik saja, Nyonya. Meski masih harus dalam perawatan dan pengawasan," jawab Shanum, dengan nada bicara terbilang santai, kendati dadanya tak berhenti berdebar.Berada di situasi yang sudah menjadi keputusannya, membuat Shanum mau tak mau harus menjalaninya tanpa menimbulkan kecurigaan. Numa adalah istri dari pria yang disukai oleh Shanum."Memang ibumu sakit apa, Shanum? Kenapa membutuhkan pengawasan dan perawatan?" Numa nampak penasaran dengan kondisi ibunya Shanum."Ibu saya menderita demensia, Nyonya. Dan untuk sekarang ibu saya terpaksa saya rawat di panti jompo," ungkap Shanum, yang rautnya mendadak murung.Numa pun buru-buru memegang tangan Shanum yang berad
Ajakan Numa pada Shanum rupanya sungguh-sungguh. Selesai dengan urusan gaun, istri Ozkhan itu membawa Shanum ke rumah.Rumah bergaya klasik Eropa dengan tiga lantai itu membuat Shanum sempat ternganga karena takjub. Ini adalah kali pertama dia menginjakkan kaki ke rumah pribadi atasannya.'Rumah Tuan Ozkhan indah sekali dan sangat besar.' Shanum membatin sambil melangkah memasuki area pintu utama.Pandangan perempuan itu terus mengedar ke seluruh penjuru rumah bercat putih gading. Ada beberapa pria berjas hitam yang berseliweran di sana. Shanum mengira jika orang-orang tersebut merupakan penjaga yang sedang bertugas."Shanum," tegur Numa."Ya?" Shanum menyudahi ketakjubannya untuk sementara.Di hadapan Shanum saat ini sudah ada dua orang pelayan yang berdiri di depan pintu, yang ukurannya sangat tinggi dan kokoh. Dia mengerjap lantaran seperti sedang disambut di sebuah hotel mewah."Ayo masuk," ajak Numa, memegang sekilas pundak Shanum lalu menuntunnya untuk masuk.Kaki Shanum melangk
'Aku mau yang warna hitam, Bibi.'Sejak saat itu Shanum terus memikirkan Ghul. Menarik kesimpulan jika putri satu-satunya Ozkhan itu mempunyai masalah di penglihatannya."Apa aku berlebihan membuat kesimpulan sendiri? Tapi, bagaimana kalau asumsiku ternyata benar? Ghul benar-benar mengalami masalah di penglihatannya?"Inginnya dia tidak berasumsi berlebihan. Namun, melihat Ghul tadi, Shanum merasa kasihan."Apa Nyonya Numa dan Tuan Ozkhan tahu mengenai kelainan penglihatan Ghul?"Dan kini, Shanum makin penasaran. Bagaimana jika Ozkhan dan Numa tidak tahu menahu mengenai putri mereka? Bukankah hal itu akan merugikan Ghul?Shanum meraup wajah serta membuang napas kasar—merasa frustrasi. Dia sungguh ingin memberi tahu Ozkhan dan Numa, tetapi dia tidak tahu—bagaimana cara mengatakannya. Shanum takut apabila kedua orang itu tidak memercayainya."Apa aku harus memastikannya sekali lagi agar aku tidak dikira bicara omong kosong? Ya. Mungkin aku harus menguji Ghul sekali lagi supaya aku bisa
Tepat pukul dua siang, Shanum tiba di sekolah Ghul. Di saat bersamaan, Ghul keluar dengan diantar oleh salah satu guru.Shanum lantas bergegas berlari menghampiri Ghul. "Ghul!" panggilnya sambil melambaikan tangan.Ghul menyeringai melihat Shanum berlari ke arahnya. "Bibi Shanum!""Dia siapa, Ghul?" tanya guru di sebelah Ghul, karena dia takut jika muridnya dijemput oleh seseorang yang tidak dikenal."Itu Bibi Shanum, Mis. Sekretaris ayah Ghul," cicit Ghul, dengan raut semringah.Guru perempuan itu tersenyum, dan merasa lega.Shanum sudah berdiri di hadapan Ghul, lantas mengulurkan tangan—memperkenalkan diri. "Saya Shanum. Nyonya Numa meminta saya menjemput Ghul."Guru itu membalas uluran tangan Shanum, sambil tersenyum. "Silakan. Tadi Ghul sudah mengatakan pada saya.""Terima kasih." Shanum melepas jabatan tangan lebih dulu, kemudian membungkuk dan beralih mengulurkan tangan pada Ghul. "Ayo, Ghul. Kita pulang," ajaknya.Ghul menyeringai lebar, lalu menggenggam tangan Shanum. "Ayo Bib
"Tuan Ozkhan...."Sekujur tubuh Shanum menegang, manakala Ozkhan menatapnya penuh tanya dan tanpa ekspresi sama sekali. Bahkan, pria itu seakan-akan sedang menguliti Shanum. 'Bagaimana ini? Bagaimana aku menjelaskannya pada Tuan Ozkhan.' Shanum membatin cemas, hingga kedua telapak tangannya saling meremas di depan perut dan terasa sangat dingin. Sedingin tatapan Ozkhan. "Ayah." Panggilan Ghul membuat Ozkhan terkesiap, dan segera mengalihkan perhatian pada putrinya yang sedari tadi memeluk lututnya. Ozkhan tersenyum sambil mengusap kepala Ghul, lalu membungkuk untuk mengecup puncak kepala putrinya. "Hai mawarku." Diangkatnya tubuh mungil Ghul ke gendongan lalu menciumi pipinya yang memerah. Ghul terkekeh geli karena bulu-bulu halus di rahang sang ayah mengenai kulitnya. Melihat pemandangan interaksi ayah dan anak di hadapan, membuat hati Shanum menghangat. Tawa Ghul seolah mencairkan suasana yang beberapa waktu lalu menegang. "Ghul!" Suara Numa terdengar dari kejauhan. Bola mat
Berada dalam situasi semacam ini sungguh tak pernah sekalipun terlintas di kepala Shanum. Bayangkan saja, dia dipaksa oleh keadaan untuk satu mobil dengan lelaki yang dia sukai, beserta istri sahnya dan putrinya.Perasaan Shanum campur aduk. Di satu sisi dia canggung setengah mati, di sisi lain dia bisa memandang Ozkhan dari jarak sedekat ini, tetapi tidak bisa dia gapai lantaran ada jarak tak kasat mata yang menghalangi.Kerinduan Shanum terobati, meski dia tidak bisa bebas mengungkapkannya pada Ozkhan. Dengan ini, dia pun bisa melihat dengan jelas—bagaimana interaksi antara atasannya itu dengan istri dan anaknya.Sejauh ini, Shanum berpendapat bahwa sikap Ozkhan lebih hangat pada sang anak ketimbang pada sang istri. Atasannya itu sangat dingin dan datar, padahal Numa sudah berusaha untuk bersikap mesra.Setelah hampir satu jam perjalanan menuju tempat pesta, akhirnya mereka pun tiba. Sopir turun lebih dulu karena dia hendak membukakan pintu untuk Numa. Sementara Ozkhan menyusul turu
Beberapa jam kemudian...Perasaan Ozkhan sungguh merasa tidak nyaman, setelah beberapa waktu yang lalu lelaki itu mengetahui—jika ayah Shanum adalah seseorang yang pernah dia kenal. Tak hanya itu, Ozkhan pun merasa serba salah saat ini ketika berhadapan dengan Shanum. Dia seakan ragu untuk bersikap seperti biasa, padahal jelas-jelas dia mengetahui segalanya. Ketika memutuskan untuk mencari tahu, Ozkhan tentunya tidak bertanya lebih dulu. Ozkhan pikir, dia ingin memberi Shanum kejutan, saat waktunya sudah tepat. Akan tetapi, dia justru yang terkejut. 'Ternyata benar, apa yang dikatakan orang kalau dunia ini sangat sempit. Aku tidak pernah menyangka akan dipertemukan oleh putri dari Tuan Kemal. Shanum, apa yang harus aku katakan padamu. Aku seperti kehilangan muka di hadapanmu. Aku sungguh merasa malu.' Ozkhan terus melamun, sambil memandangi wajah cantik Shanum yang sedang menikmati teh. Pandangan lelaki itu terlihat kosong, tetapi sorot matanya menyiratkan suatu penyesalan yang me
Sembilan tahun yang lalu~"Ayah, bagaimana? Apa kita berhasil mendapatkan yayasan itu? Kalau kita gagal mendapatkannya, maka aku pun akan gagal mendapatkan Ozkhan." Numa begitu bersemangat ketika mendengar sang ayah hendak menjodohkannya dengan Ozkhan—lelaki incarannya sejak dulu. Namun, ketika keluarga Baris meminta syarat, perasaan perempuan itu menjadi khawatir. Berbeda dengan putrinya, Tuan Ahmed justru terlihat santai dan tenang. Dia seakan tidak terlalu memikirkan syarat dari calon besannya tersebut. Pasalnya, diam-diam dia sudah berhasil membuat yayasan itu menjadi miliknya. "Pernikahanmu dan Ozkhan pasti akan terlaksana," ucap Tuan Ahmed, penuh percaya diri sambil mengeluarkan sesuatu dari laci meja kerja. "Itu artinya?" Manik Numa memicing, memerhatikan sang ayah yang kini mengulurkan sebuah map padanya. "Itu apa, Ayah?" "Lihatlah sendiri." Tanpa bertanya lagi, Numa pun bergegas mengambil map warna hitam tersebut. Dia membukanya, lalu mengeja tulisan pada bagian depan l
"Jadi, suamimu setuju dengan tawaran Tuan Ozkhan? Dia setuju menceraikanmu? Gila! Suamimu benar-benar sudah gila, Shanum!"Elis terkejut dengan apa yang diceritakan Shanum mengenai Orhan, yang tidak berpikir panjang hanya demi uang. Di sisi lain, dia prihatin dengan hidup Shanum, yang berurusan dengan lelaki berengsek dan serakah macam Orhan.Shanum meraup raut murungnya, hatinya kecewa dengan kenyataan pahit ini. Dia menyesal karena pernah mencintai Orhan, yang sama sekali tidak pernah menghargainya."Dia memang sudah gila, Elis. Sejak awal dia memang tidak pernah menganggapku sebagai istri. Dia hanya menganggapku sebagai mesin uang.""Laki-laki seperti itu pantasnya di tembak mati saja. Andai dia suamiku, sudah sejak lama dia sudah menjadi arwah." Decakan Elis sangat keras."Aku sendiri masih tidak menyangka, jika aku pernah menikahi pria semacam itu."Elis mengusap-usap pundak Shanum, yang makin terlihat murung dan sedih. "Kamu terlalu baik untuknya, Shanum. Memang sudah seharusnya
Shanum tentu terkejut dengan pertanyaan Ozkhan barusan. Dirinya hampir tak bisa berkata-kata. Hanya sepasang maniknya yang menatap wajah serius di hadapan. Menikah? Apa lelaki ini serius dengan perkataannya, pikir Shanum. Ozkhan menyadari keterkejutan yang tercetak jelas di wajah wanitanya ini. Sampai-sampai Shanum tak berkedip sedikit pun. "Shanum?" panggilnya, menyentuh pipi Shanum dengan punggung tangan. Shanum terhenyak, lantas buru-buru menjawab, "Ya?" Sepasang maniknya berkedip lugu, sambil menggigit bibir bawah. Sikap Shanum membuat Ozkhan gemas. Lelaki itu lantas meraih tangan Shanum, dan menuntunnya ke meja mini bar. "Lebih baik kita duduk." Ozkhan meminta Shanum supaya duduk di stollbar, agar dia bisa bicara dengan santai dan nyaman. Shanum pun menurut, duduk di stollbar sambil memerhatikan Ozkhan yang saat ini sedang mengambil botol white wine di rak kaca. Sejurus kemudian, Ozkhan mengambil dua gelas berkaki tinggi dari pantry. Ozkhan membuka botol wine di tangan meng
"Shanum, minumlah." Elis menyodorkan segelas air dingin untuk Shanum, yang terlihat sedang tidak baik-baik saja sejak tiba beberapa waktu yang lalu..Shanum mengambil gelas air yang disodorkan Elis. "Terima kasih, Elis." Lantas dia meneguk air tersebut dengan perlahan sampai tersisa separuh, kemudian dia meletakkan gelas tersebut di meja makan.Elis menatap kasihan pada Shanum, lalu dia duduk di samping perempuan kesayangan Ozkhan itu. Elis turut kesal atas apa yang dilakukan oleh Numa pada Shanum, dan dia cukup lega karena mantan majikannya itu tidak berhasil dengan rencananya."Aku mengira kalau tadi aku akan ketahuan, Elis." Debaran jantung Shanum masih belum stabil akibat insiden tak terduga yang dia alami.Hampir ketahuan oleh Numa merupakan hal yang tidak pernah terbayangkan di benak Shanum."Bagaimana bisa nyonya Numa tahu segalanya soal mobil Tuan Ozkhan?" gumamnya."Itu bukan suatu hal yang sulit baginya, Shanum," sahut Elis, membuat Shanum sontak menatap perempuan yang menget
Pedro tak berhenti berupaya untuk menghindari kejaran mobil yang dia sangka Keenan dan Numa, dengan mempercepat laju mobil yang dikendarainya. Belum lagi mobil lain yang turut mengejar. Ketiga mobil tersebut saling berkejaran di jalanan yang lengang dan sepi. Sementara itu di kursi penumpang, seseorang yang menjadi target sedang dalam keadaan takut serta panik. Shanum nampak terlihat sangat gusar sekaligus cemas. Dia tidak mengerti—kenapa tiba-tiba ada yang mengikutinya sampai senekat ini. "Pedro sebenarnya siapa mereka? Kenapa mereka mengejar kita?" tanya Shanum yang sudah tidak bisa menahan diri sebab situasi, yang kian mengkhawatirkan. Pedro menoleh ke belakang sekilas, lalu berkata dengan ragu, "Sepertinya mereka itu Tuan Keenan dan Nyonya Numa, Shanum." Bola mata Shanum seketika membelalak. "A-apa? Jadi, yang di dalam mobil itu nyonya Numa?" Sejurus kemudian Shanum menoleh ke belakang untuk sekadar memastikan. Beruntung kaca mobil yang dibeli Ozkhan cukup gelap dan tidak tem
Di sebuah apartemen~Sepasang kekasih tengah mengadu kasih di sebuah kamar apartemen mewah bercahaya temaram. Terlihat sang wanita lebih dominan dalam permainan panas tersebut. "Oh, Keenan ...." Numa melenguh panjang seiring klimaks yang dia raih begitu terasa nikmat luar biasa. Tubuh langsing itu ambruk di dada bidang lelakinya disertai deru napas memburu dan bersahutan. Keenan menyeringai setelah dia pun mendapat kepuasan dari wanitanya yang datang mendadak tanpa mengabari terlebih dahulu. Dia mengecup puncak kepala Numa, sambil mengusap-usap punggung telanjang berpeluh itu. Sejenak keduanya saling meresapi sisa-sisa kenikmatan dalam diam. Keenan membiarkan Numa terkulai di atas dadanya. Namun, keheningan tersebut tak berlangsung lama sebab tiba-tiba dering ponsel menggema. Numa yang hapal dengan dering ponsel miliknya bergegas menoleh pada nakas, lalu dia meraih benda pipih itu. Nama si pemanggil membuat perempuan itu lekas menjawab panggilan tersebut. "Halo? Ada apa?" Numa
"Ada keperluan apa kamu ke tempat kantor saya?"Ozkhan langsung pada intinya ketika sosok pria tak tahu malu, yang dua bulan lalu tega menjual istrinya sendiri pada pria lain sudah berdiri di hadapan. Kedatangan Orhan ke tempat ini pastinya menimbulkan rasa ketidaksukaan di diri Ozkhan. Apalagi, lelaki itu dengan percaya dirinya mencari Shanum, yang jelas-jelas belum bisa ditemui dengan sesuka hati. "Maaf, kalau kedatangan saya sudah mengganggu Anda, Tuan ... Ozkhan," kata Orhan setelah cukup puas memerhatikan suasana di dalam ruangan Ozkhan, yang menurutnya sangat luas dan mewah. Orhan lantas tersenyum tipis sekilas, melirik Emir yang setia berdiri di pintu ruangan itu. Kemudian, Orhan beralih pada Ozkhan yang sedari tadi memasang raut tak suka. Gerak-gerik Orhan membuat Ozkhan makin jengah, dan tak betah berlama-lama. Dia harus mengingatkan lelaki tak tahu diri ini sekali lagi—mengenai kesepakatan yang sudah dia setujui dua bulan lalu. "Kalau tujuan kamu datang ke sini untuk me
"Apa kamu yakin kalau itu plat nomor mobil baru suami saya?" tanya Numa yang saat ini sedang melakukan panggilan telepon, dengan seseorang yang dia sewa untuk mencari tahu keberadaan mobil Ozkhan yang baru."Saya cukup yakin, Nyonya."Belum reda rasa panas akibat menahan kesal lantaran sang suami diam-diam membeli mobil, yang Numa pikir untuknya. Kini dia harus menelan kenyataan—jika Ozkhan benar-benar memiliki seseorang yang spesial.Numa mendapat alamat apartemen yang dibeli Ozkhan dari temannya. Dan yang sangat mengejutkan ialah apartemen tersebut sudah dihuni oleh seseorang. Mobil yang dibeli Ozkhan pun ada di basement gedung itu. "Fotokan dan kirimkan secepatnya ke saya," titah Numa, sambil memijat pelipis yang tidak berhenti berdenyut sejak tadi malam. "Baik, Nyonya."Panggilan diputus lebih dulu oleh Numa, kemudian selang beberapa detik sebuah pesan bergambar masuk. Numa bergegas membuka foto yang dia minta pada orang suruhannya.Ketika melihat penampakan foto mobil yang terp