Christopher tampak semakin muram setiap harinya. Di ruang itu, suara mesin cetak 3D yang digunakan untuk membuat kaki palsu terus berdengung. Para dokter ahli sibuk menyesuaikan desain, mencoba memastikan kaki palsu itu akan sempurna.Christopher duduk di kursi rodanya dengan tatapan kosong, “Apakah desainnya sudah siap?”Dokter yang sigap segera memeriksa desain di tabletnya, “Kami masih melakukan beberapa penyesuaian terakhir, Tuan. Kami ingin memastikan kaki palsu ini akan benar-benar nyaman dan fungsional.”“Pastikan dengan benar.” ujar Christopher dengan nada yang sinis.“Baik, Tuan Christopher kami akan melakukan hal yang terbaik.”Namun, pikiran Christopher tidak hanya pada kaki palsunya.Di hadapannya, para anak buahnya terus berdebat tentang masalah pengiriman barang yang tak kunjung usai. Setiap kali pengiriman dilakukan, barang-barang mereka selalu dijarah di tengah jalan. Situasi ini membuat mereka berada dalam situasi yang sangat sulit.Jarlath dengan nadanya yang sangat
Christopher merasa cemas sekaligus penuh harapan saat berjalan menuju rumah Sarah. Meskipun kakinya masih dalam masa pemulihan, tekadnya untuk menemukan Selena memberikan kekuatan tersendiri. Sarah membuka pintu dengan sedikit terkejut melihat Christopher berdiri di depannya. “T-tuan Christopher, apa yang bisa saya bantu?” tanyanya dengan nada khawatir melihat kondisi Christopher saat ini.“Aku butuh bantuanmu, Sarah,” jawab Christopher dengan suara berat.“Aku harus menemukan Selena. Ingatanku masih belum pulih sepenuhnya, tapi aku tahu dia sangat penting bagiku.”Sarah mengangguk pelan, melihat kesungguhan di mata Christopher. “Saya akan membantu Anda sebisa mungkin, Tuan Christopher. Tapi pertama-tama, ada beberapa hal yang mungkin perlu Anda ketahui tentang Selena dan seorang pria dan apa yang terjadi.”Christopher menatap Sarah penuh harap, berharap dia bisa mendapatkan petunjuk lebih banyak tentang keberadaan Selena dan mengapa ingatannya begitu kabur tentang kejadian masa lalu
Setelah menyelesaikan urusan di luar, Frederic masuk ke dalam rumah dan mendapati Selena sedang sibuk di dapur. Ia menghentikan langkahnya sejenak, menikmati pemandangan kekasihnya yang tengah menguleni adonan dengan penuh perhatian. Dengan senyum lembut, ia berjalan mendekat, melewati meja kayu yang dipenuhi bahan-bahan masakan.“Selena, kamu terlihat sangat cantik saat memasak,” ujar Frederic dengan nada hangat, matanya berbinar-binar menatap Selena.Selena, dengan rambut yang diikat rapi, menoleh dan tersenyum tipis. Ia tak segera menjawab, hanya mengangguk sambil melanjutkan pekerjaannya. Tangannya yang lentik dengan cekatan merapikan adonan pasta di meja.Frederic mendekat, meletakkan tangannya dengan lembut di bahu Selena. “Aku tak sabar untuk mencicipi pasta buatanmu. Rasanya pasti luar biasa, seperti biasanya.”Selena tersenyum malu-malu, sedikit menunduk. “Semoga kau suka, Frederic karena aku tidak terlalu pandai." jawabnya singkat, suaranya pelan namun terdengar penuh rasa s
Di dalam ruang latihan yang terletak di sebuah gedung tersembunyi, Christopher berdiri dengan kaki palsu barunya. Ruangan itu dipenuhi peralatan modern, mencerminkan statusnya sebagai pemimpin kartel yang berpengaruh. Meski wajahnya tampak tenang, matanya menunjukkan tekad yang kuat. Di seberangnya, seorang pelatih fisik berdiri siap membantu. "Bagaimana perasaanmu hari ini, bos?" tanya pelatih itu, menatap Christopher dengan pandangan hormat. Christopher menarik napas dalam, merasakan berat kaki palsunya. "Tidak buruk," jawabnya singkat. "Tapi aku perlu lebih banyak latihan. Aku harus berjalan tanpa terlihat goyah." Pelatih itu mengangguk. "Kita akan sampai di sana. Ini hanya soal waktu dan latihan." Christopher mengangguk, lalu mulai berjalan di sepanjang ruangan dengan hati-hati. Setiap langkah terasa seperti tantangan baru, namun ia tidak membiarkan keraguannya terlihat. Sebagai ketua kartel, menunjukkan kelemahan adalah hal yang tidak bisa diterima. Di luar ruangan, dua angg
Di dalam gudang Morfin, suasana terasa kaku dan tegang. Lampu redup menggantung dari langit-langit, menciptakan bayangan panjang di dinding-dinding yang kotor dan berdebu. Jarlath berdiri di tengah ruangan, dikelilingi oleh beberapa anak buahnya yang juga tampak cemas. Di hadapannya, seorang pria paruh baya dengan penampilan lusuh, salah satu sumber informasi yang dicarinya, berdiri dengan gelisah. Jarlath menatap tajam pria itu. "Jadi, kau yakin Harvey terlibat?" suaranya berat dan penuh tekanan. Pria itu mengangguk cepat, keringat membasahi dahinya. "Aku... aku hanya mengatakan apa yang aku tahu, Jarlath. Semua petunjuk menunjukkan Harvey bekerja sama dengan Helena." Jarlath mengerutkan kening, matanya menatap dalam-dalam. "Harvey adalah penasihat pribadi Christopher. Dia telah bersama kami dalam banyak situasi sulit. Kenapa dia tiba-tiba berkhianat?" Pria itu menggelengkan kepala, terlihat semakin cemas. "Aku hanya mendengar rumor, tapi banyak yang mengatakan dia bersekongkol d
Di dalam ruangan yang suram dan redup, ketegangan semakin memuncak saat Jarlath menekan Helena dan Harvey. Helena duduk dengan sikap angkuh, sementara Harvey tampak cemas, tangan bergetar di meja. Jarlath berdiri di depan mereka, mata penuh tekad, sementara Viktor dan Mira berdiri di belakangnya, siap untuk bertindak jika diperlukan. Jarlath memandang Helena dengan tajam. "Helena, kami memiliki bukti yang cukup untuk menyimpulkan keterlibatanmu dalam konspirasi ini. Apa yang bisa kamu katakan untuk membantahnya?" Helena tersenyum licik, matanya bersinar dengan kepintaran yang gelap. "Bukti? Oh, Jarlath, bukti yang kamu miliki hanyalah setengah dari cerita. Kamu tahu, dalam bisnis ini, sangat mudah untuk memanipulasi fakta." Jarlath tidak terpengaruh, tetap berdiri tegak. "Jangan coba bermain-main dengan kami. Kami tahu tentang transaksi dan pertemuan rahasia. Apa sebenarnya rencanamu?" Helena tertawa kecil, seolah tidak merasa tertekan. "Rencana? Sebenarnya, rencana-rencana it
Setelah percakapan tentang dukungan finansial selesai, Christopher menatap Pierre dengan tatapan serius, menambahkan satu tuntutan terakhir. Suasana di ruangan itu kembali menjadi tegang, dengan fokus seluruhnya pada permintaan Christopher. Christopher mengatur posisinya, menatap Pierre dengan tegas. "Ada satu hal lagi yang harus kita bicarakan, Pierre. Ini adalah syarat terakhir agar hubungan politik kita bisa berjalan lancar." Pierre mengerutkan kening, penasaran. "Apa yang Anda maksud, Christopher?" Christopher menyandarkan punggungnya ke kursi, matanya tidak berpaling. "Saya ingin agar Anda mencarikan seorang gadis bernama Selena untuk saya. Saya tidak peduli bagaimana caranya, tapi saya ingin dia ditemukan dan dibawa kepada saya." Pierre terkejut, tetapi cepat menata ekspresinya. "Selena? Apakah ada alasan khusus mengapa Anda membutuhkan gadis ini?" Christopher menatap Pierre dengan tajam. "Itu adalah urusan pribadi saya. Saya tidak perlu menjelaskan lebih lanjut. Yang
Malam itu, suasana kota berubah menjadi medan pertempuran yang mencekam. Di bawah langit malam yang gelap, hanya ditemani cahaya rembulan yang samar-samar, Christopher dan anak buahnya bergerak dengan kehati-hatian dan kecerdikan. Mereka mengandalkan peralatan canggih dan strategi yang matang untuk menyerang Kartel Sisilia. Meskipun jumlah mereka lebih sedikit, keunggulan teknologi dan persiapan membuat mereka memiliki keunggulan taktis. Christopher memimpin dari garis depan, matanya menatap lurus ke depan, penuh dengan tekad. Kaki palsunya mungkin memberikan sedikit hambatan, tetapi semangatnya tidak terbendung. Dengan earbud di telinganya, ia terus berkomunikasi dengan timnya, memastikan setiap langkah berjalan sesuai rencana. "Drones, aktifkan," perintah Christopher dengan suara rendah namun tegas. Seketika, drone-drone kecil terbang di atas area target, memberikan gambar real-time dan memantau setiap pergerakan musuh. Melalui layar monitor yang dibawa oleh tim teknis, Christop