“Dasar kamu ini mesumnya gak ketolong lagi! Aku gak mau, ya gak mau! Kamu pake tangan aja ngeluarinnya!” Nina berucap kesal dan meninggalkan Bryan di dalam sana. Nina sudah tidak peduli meskipun dirinya sendiri belum selesai mandi.
*Siang hari, Aliyah baru pulang dari ladang. Wanita 43 tahun itu terheran-heran melihat anaknya di kamar sedang sibuk berkemas-kemas.“Loh, Nak kamu lagi ngapain?”“Ini lagi packing, Bu. Nina dan Mas Bryan mau ke Jakarta sekarang.”“Kok mendadak sekali? Bukannya kalian mau bermalam di sini tiga hari, Nak?”“Rencananya memang begitu, Bu. Tapi gak bisa. Mas Bryan harus ke kantor besok. Ada meeting bersama komisaris dan gak bisa diwakili atau ditunda, Bu,” jelas Nina. Sang ibu hanya mengangguk kecil.“Ya sudah kalau begitu, Nak.”Aliyah lalu kembali ke ruang tamu dan melihat sosok Bryan yang justru terlihat santai dan gabut.“Nak Bryan, kamu gak berkemas-kemas?”BryanNina kini terisak, menangis dengan suara lirihnya. Nina amat menyesali keputusannya waktu itu, yang mau saja menerima tawaran dari Bryan sebagai partner ranjang.Mendengar isakan tangis dari Nina, membuat Bryan menoleh. Mendadak Bryan diserbu oleh rasa bersalah dan penyesalan. Bryan mencoba untuk menggenggam tangan Nina berniat menenangkannya, tapi pria itu sudah takut untuk menyentuh Nina, walaupun hanya sedikit. Bryan masih teringat dengan nasihat dari ayah Nina barusan.“Maaf.”Satu kata yang keluar dari mulut Bryan terdengar tulus. Nina pun berhenti menangis dan menolehkan pandangannya ke pria itu.“Kenapa kamu minta maaf, Mas?” tanya Nina dengan suara yang masih terdengar gemetar.“I’m sorry for hurting you.”“Aku gak ngerti bahasa Inggris, Mas. Ngomong Indonesia aja,” pinta Nina lirih. Nina mengelap air mata yang belum mengering di kelopak matanya.“Aku menyesal, Nina. Seharusnya aku bisa menahan nafsuku. Aku benar
“Oh ya, Nina. Nanti malam kamu harus ikut bersamaku ya.”“Ke mana, Mas?”“Ke pesta wedding anniversary Pak Heru, salah satu investor di perusahaanku. Beliau mengundang semua peserta tender dari berbagai perusahaan untuk hadir, termasuk perusahaanku. Dan aku ditunjuk sebagai perwakilan yang harus datang ke sana.”“Kamu aja yang datang mewakili perusahaan, Mas? Staffmu gak ikut?”Bryan memperlihatkan sebuah undangan pesta berdesain mewah dengan tinta emas menonjol di atasnya. “Sebenarnya aku dan Melissa yang ditunjuk mewakili perusahaan. Tapi aku gak mau ajak perempuan gila itu. Jadi sebagai gantinya, kamu aja yah, yang nemenin aku ke sana.”Nina tercengang, kedengarannya pesta itu bukan acara seperti pesta pada umumnya. Sejumlah orang penting pasti akan hadir di sana, namun Nina tidak percaya diri untuk datang menampilkan wajahnya di sana. Bagaimana pun dia datang bersama Bryan, otomatis me
“Kamu ngapain beli sepatu semahal ini, Mas?!!” tanya Nina heboh.“Ya buat kamu pakailah.”Nina bergeleng kepala melihat Bryan yang justru dengan santainya menghambur-hamburkan uang.“Astaga, Mas Bryan! 500 juta mending dipakai beli tanah atau sawah, Mas. Daripada beli sepatu pesta kayak gini. Mana cuman sekali pakai.”“Jangan dipikirin, sayang. 500 juta itu kecil buat aku. Rebahan sehari aja udah balik itu 500 juta.”“Iya deh, Mas. Hanya saja aku ngerasa gak enak sama kamu. Entah berapa banyak uang yang telah kamu keluarkan buat aku selama ini. Aku bener-bener gak enak.”“It’s okay, Nina. Semua uang itu tidak ada artinya bagiku. Yang nomor satu adalah kebahagiaan kamu. Aku berani membayar mahal agar kamu bisa tersenyum setiap hari,” hibur Bryan.Nina hanya tersenyum tipis.“Udah ah. Kita harus buru-buru! Entar telat lagi. Soalnya jalanan pasti m
“Tarik ucapanmu itu, Alex! Jangan menuduhku sembarangan!” tegur Bryan emosi.Alex melipat tangan di dada seraya menampilkan senyum seringai. “Kenapa, Bryan? Apa kau takut jika calon istrimu itu tau fakta yang sebenarnya? Fakta mengenai betapa bajingannya dirimu!”Alex kemudian mendekati Nina dan berkata, “Hai, Nona cantik. Apa kau mau tau seberapa brengseknya calon suamimu ini? Dia sudah meniduri kurang lebih 50 gadis! Bahkan 10 di antara mereka dinyatakan hamil! Dan kau harus tau, semua gadis itu adalah gadis yang masih suci! Dan pria di sebelahmu ini adalah orang yang merenggut kesucian gadis-gadis itu! Setelah mendengar ini, apa kau masih berminat menikah dengan pria hidung belang sepertinya? Apa kau bisa bahagia di atas penderitaan gadis-gadis yang menjadi korban calon suamimu ini, huh?”Perasaan Nina semakin kacau. Hatinya kian terpukul. Dada sekarang naik turun terasa sesak. Nina memberanikan diri untuk menatap Bryan dan
Heru menepuk jidatnya, pura-pura lupa. “Ah iya. Saya baru ingat kalau kamu lebih muda dari anak saya.”Bryan hanya merespon dengan senyuman tipis.William pun menyodorkan tangannya hendak berjabat tangan dengan Bryan. “Nice to meet u, Bryan.”“Yeah, me too,” balas Bryan dingin.William pun kembali memundurkan diri dari hadapan sang ayah dan juga Bryan. Sementara Bryan masih setia berdiri di sisi Heru. Bukan karena mencari perhatian atau bagaimana, tetapi Heru selalu saja mengajaknya berbicara. Mau tidak mau, Bryan terpaksa mendengarkan dan membalas Heru. Semuanya demi kebaikan nama perusahaan sang ayah. Bryan tidak ingin kehilangan investor berharganya itu.Di sisi lain, Nina merasa bosan menunggu Bryan yang terlalu lama. Nina memilih untuk pergi dari kursinya. Ia ingin mengambil segelas minuman di meja prasmanan yang letaknya tak jauh dari tempatnya berdiri. Tiba-tiba saja Nina menabrak William secara tidak seng
Saat Nina berputar, ia menangkap sosok Bryan yang sedang berdiri tak jauh dari lantai dansa. Bryan memandanginya dengan sorot mata tajam, setajam silet. Mendadak darah Nina berhenti mengalir. ‘Aduhhh, ada Mas Bryan ngelihatin aku di sini. Pasti dia bakalan marah besar. Mampus aku!’Bryan tidak bisa bersabar lagi. Dadanya begitu sakit melihat pujaan hatinya sedang berduaan dengan pria lain. Napas Bryan terdengar begitu memburu. Pria itu sudah tidak mampu mengontrol diri. Bahkan ia juga tidak bisa mengendalikan langkah kakinya yang menuju lantai dansa. Saat musik berganti dan Nina berputar dengan sigap Bryan meraih tangan Nina dan membawa gadis itu ke dekapannya.William terkaget saat Nina sudah lepas darinya. Ia pun melihat sosok Bryan yang berada di lantai dansa bersamanya. Saat ini Bryan dan Nina telah berdansa dengan tenang. William menghela napas dan mengumpat Bryan dalam hati.‘Huh! Dasar perusak dansa orang!’Merasa dihiraukan
Akhirnya mereka tiba di sebuah bangunan megah yang menjulang tinggi, yang terletak di pusat kota. Nina menatap kagum bangunan tersebut.Bryan memasukkan mobilnya menuju basement parkir dan menyuruh Nina untuk turun.“Kenapa kita ke sini, Mas?” tanya Nina enggan turun dari mobil.Bryan hanya menghela napas. Ia pun memilih untuk mengangkat Nina secara paksa bagaikan karung beras yang dipikul di pundak.“Mas, turunin! Malu diliat orang!” tegur Nina sambil memukuli punggung Bryan. “Mas, turunin dong!”Saat tiba di dalam lift mewah, Bryan langsung mengeluarkan kartu aksesnya dan menekan angka 50. Karena tidak sembarang orang yang memiliki akses menuju lantai tersebut. Hanya si pemilik unit apartemen itu sendirilah yang berhak mengaksesnya.Tring!Pintu lift pun terbuka, mereka telah tiba di lantai paling atas pada bangunan tersebut. Semua dinding pada bangunan itu bernuansa emas. Membuat Nina sedikit sil
“Jangan pake lama, Mas! Telanjangi aku dan puaskan aku malam ini,” pinta Nina sudah tak tahan.Bryan tersenyum penuh kemenangan saat Nina memasrahkan diri padanya. “Okay, Baby. Kalau itu yang kamu mau, kita akan bergoyang sampai kamu puas. I’m promise.”Jari-jemari Bryan bermain di bahu Nina, kemudian ditariknya simpulan tali itu hingga terlepas. Tangan Bryan lalu merambat ke belakang tubuh Nina untuk menurunkan resleting gaun itu. Nina bisa merasakan gaun pesta yang ia kenakan itu sudah turun ke lantai. Kini tersisa bra dan dalaman yang masih melekat di tubuh indah Nina.Bryan kembali melabuhkan bibirnya, menciumi bibir ranum Nina dengan lembut. Bryan memegangi kedua pipi Nina agar ciuman mereka semakin intens. Tidak mau kalah, Nina pun mengalungkan tangannya di leher Bryan.Setelah beberapa kali kecupan, Bryan melepas tautan mereka. Tangan kanannya mengelus lembut pipi Nina lalu menangkup dagu sang gadis agar menatapnya. Ta
Dua bulan kemudian, kini usia kandungan Nina sudah menginjak sembilan bulan. Mereka baru saja pulang dari rumah sakit setelah mengontrol kehamilannya. Kata dokter, kira-kira dua minggu lagi Nina akan melahirkan kedua bayinya.Dan saat ini Nina sedang melihat-lihat kamar bayi untuk kedua calon buah hatinya itu. Nina berjalan mengelilingi kamar bayi yang didominasi warna pink. Nina semenjak tau kedua bayinya berjenis kelamin perempuan, langsung berbelanja perlengkapan bayi untuk bayi perempuan, mulai dari baju, kaos kaki, kupluk dan lainnya. Saat berbelanja, Nina ditemani oleh ibunya, karena saat itu Bryan sedang ada urusan pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan.“Kenapa kamu berbelanja sebanyak ini, Nak? Beli bajunya beberapa pasang saja. Jangan terlalu boros!” imbuh Aliyah memberi saran kala itu.“Bayinya kan ada dua, Bu. Kalau beli sedikit, mana cukup.”“Baju bayi Brianna dulu kamu simpan di mana? Itu kan bisa kamu gunakan kembali untuk bayimu nanti, Nak
Waktu terus berjalan hingga tak terasa kehamilan Nina telah memasuki usia 7 bulan. Hari ini rumah Bryan dan Nina terlihat ramai dipenuhi oleh para tamu undangan. Kedua pasangan itu mengadakan syukuran atas kehamilan Nina yang sudah berusia 7 bulan.Acara itu Nina serahkan sepenuhnya kepada Even Organizer sehingga dia tidak perlu repot mengurus segala pernak-pernik acara itu.Nina tampil cantik dengan balutan kaftan berwarna baby pink. Dia sengaja memilih warna baby pink karena menurut hasil USG, kedua bayinya berjenis kelamin perempuan. Sedangkan untuk riasan rambutnya, disanggul yang menampilkan leher jenjangnya yang putih dan mulus. Riasan wajahnya tipis tapi elegan yang membuat Nina semakin mempesona. Sedangkan Bryan mengenakan kemeja batik dengan motif dan warna yang senada, begitu pula dengan Brianna yang juga memakai kaftan yang persis dengan ibunya.Bryan menatap istrinya yang tampil cantik hari ini. Hari di mana dia menjadi sorotan di acara tujuh bulanan
Setelah obat sudah ada di tangan Bryan, pria itu menghampiri istrinya yang sedang duduk manis di kursi tunggu.“Yuk kita pulang sekarang!” ajak Bryan.Bryan lalu menggandeng tangan istrinya menuju lobi rumah sakit. Sesekali dia mengecup kepala Nina dengan lembut. Hal itu tentu saja menjadi perhatian orang yang melintas dan berpapasan dengan mereka. Nina berusaha melepaskan diri dari suaminya. Nina merasa malu karena Bryan berlaku mesra di depan umum. Namun usahanya sia-sia karena lengan kiri Bryan segera memeluk pinggang Nina. Hal itu justru membuat mereka tampak semakin mesra, sehingga banyak pasang mata mengulum senyum ketika bertemu pandang dengan mereka. Sebagiannya lagi ada yang tampak iri hati melihat kemesraan pasangan suami istri itu.“Mas, kamu bikin malu saja ihh.”“Kenapa malu? Aku memeluk istriku sendiri, bukan istri orang lain,” elak Bryan. Dia menatap istrinya kemudian mengerlingkan sebelah mata pada Nina.
Hari demi hari terlewati. Tak terasa kini kandungan Nina sudah masuk pada usia 10 minggu. Bryan kembali membawa istrinya ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan kehamilan.“Ibu Nina Anatasya, silakan masuk,” panggil suster di depan pintu ruang prakter dokter kandungan.Nina bangkit dari kursi dan melangkah ke arah pintu ruang praktek tersebut, diikuti oleh Bryan. Nina melakukan pemeriksaan tensi darah terlebih dahulu oleh suster tersebut sebelum bertemu dengan dokter kandungan itu.“Tensinya normal ya, Bu. Silakan bertemu dengan dokter.”“Baik, Sus.” Nina lalu melangkah menghampiri sang dokter.Dokter kandungan itu tersenyum ramah kala Nina sudah duduk di kursi, di depan meja kerjanya.“Ada yang bisa dibantu?” tanya dokter.“Saya ingin kontrol kehamilan, Dok. Sekalian ingin melakukan pemeriksaan USG. Saya dan suami saya ingin tau, apakah janin saya baik-baik saja.”
Hari ini, Nina sudah siap dengan pakaian casual dilengkapi jaket kulit warna hitam. Rambutnya diikat seperti ekor kuda. Membuat penampilannya semakin cantik dan segar. Dia berjalan menuju halaman rumah untuk menemui Bryan yang sudah menunggunya di sana. Sesampainya di halaman rumah, Nina tertegun melihat penampilan Bryan yang tampak seperti aktor hollywood yang tampan dan gagah.Sama seperti istrinya, Bryan juga mengenakan pakaian casual dan jaket warna hitam. Suaminya itu tengah duduk di atas motor gede yang baru saja dia beli.Senyum mengembang terbit dari bibir Bryan kala melihat istrinya sudah sampai di teras rumah.“Bagaimana dengan Brianna? Aman gak kalau kita tinggal? Kita akan lama nanti, karena aku akan mengajak kamu keliling kota Jakarta.”“Brianna sedang tidur, Mas. Aku menitipkan dia sama Mbak Siti. Jadi kamu tenang saja. Semuanya pasti aman terkendali.”“Oke. Sekarang kamu pakai ini. Setelah itu kita berangkat.” Bryan menyerahkan helm full face yang sudah dia siapkan untu
“Ya aku membelinya di restoran.”“Terus kenapa harganya bisa semahal mobil sport?” tanya Nina bingung.“K-karena tadi uangku kurang dan aku meminjamnya pada Jonas. Lalu aku memberikan mobilku kepada Jonas sebagai bentuk pelunasan utang.”“Astaga, Mas. Apa itu tidak terlalu berlebihan? Kenapa semudah itu kamu memberikan mobil kepada karyawanmu?”“Mobilku kan masih banyak, sayang.”“Itu di Indonesia, Mas. Tapi di sini, hanya itu mobil kamu. Masa harus dikirim lagi sih dari Jakarta? Atau kamu mau membeli baru? Boros dong.”“Udahlah, sayang. Jangan dipikirin. Kamu habiskan saja gulai kambingnya biar aku gak kecewa karena telah mengorbankan mobilku untuk beliin kamu gulai kambing ini.”Akhirnya mereka menghabiskan gulai kambing itu berdua dan saling menyuapi secara bergantian. Suatu hal yang sering mereka lakukan dari awal kenal dan hal sekecil itu mampu membuat suasana menjadi lebih berkesan dan romantis.“Terima kasih ya, Mas. Hamil kali ini terasa beda. Karena ada kamu yang bakalan menem
“Selamat! Istri Anda hamil, Pak,” ucap dokter kandungan yang kini memeriksa Nina.Melalui USG yang dilakukan, walau janin Nina masih kecil, tapi hasil gambar yang ditangkap di layar cukup membuktikan bahwa saat ini Nina tengah hamil lagi.“Apa istri saya mengandung bayi kembar, Dok?”“Saya belum bisa memastikan, Pak. Karena kehamilan istri Bapak masih berusia 4 minggu. Sulit untuk dideteksi. Bapak dan ibu bisa kembali lagi untuk melakukan pemeriksaan USG di usia kehamilan 10 minggu untuk memastikan apakah benar ada janin kembar atau tidak,” jawab dokter.Bryan menganggukkan kepalanya, tanda paham. “Oh begitu ya. Baiklah.”“Dok, kami di Sydney ini hanya sementara. Mungkin dalam minggu ini kami akan kembali ke Jakarta. Apa kondisi istri saya yang hamil ini, aman untuk bepergian naik pesawat dalam waktu yang lama?” tanya Bryan lagi. “Oh ya, kami menggunakan pesawat pribadi,” timpa
Melihat raut wajah Nina yang kebingungan, Jonas pun kembali berbicara sembari memasang senyum tipisnya. “Silakan berbicara bahasa Indonesia saja, Nyonya. Kebetulan saya menguasai bahasa Indonesia juga.”Nina menghela napas lega. “Baguslah. Saya hari ini ingin jalan-jalan, bisakah kamu rekomendasikan tempat menarik yang bisa kami kunjungi hari ini?”“Tentu. Saya akan mengantar dan memandu Nyonya ke tempat wisata yang menarik di kota ini. Mari kita berangkat sekarang. Pertama saya akan mengantar Anda untuk mengunjungi Museum dan Galeri Australia. Lalu Anda bisa ke Taronga Zoo Sydney. Kemudian Anda juga bisa mengunjungi pasar budaya Sydney, di sana Anda bisa berbelanja produk buatan suku Aborigin.” Jonas menjelaskan sambil berjalan menuju area parkir tempat mobilnya berada.“Oh, baiklah. Saya mau mengunjungi tempat yang kamu maksud. Lalu kalau saya mau berbelanja bahan makanan sehari-hari, apa bisa di pasar yang kamu sebutk
“Hari ini aku akan meeting dengan pegawaiku di kantor. Jadi aku tidak bisa ikut makan siang bersamamu. Kamu makan siang sama Mbak Siti saja ya. Mungkin besok kesibukanku sudah berkurang. Rencananya besok aku akan mengajak kamu berkunjung ke kantor. Aku ingin memperkenalkanmu kepada rekan kerjaku. Mereka sangat penasaran dengan sosok Nina Anatasya, istri dari Bryan Lawrence.” Bryan berkata sambil mencium bibir istrinya.“Kalau begitu, hari ini aku jalan-jalan bertiga ya, Mas. Aku mau jalan-jalan sekalian makan siang di luar. Setelah makan siang, rencananya aku akan belanja bahan makanan untuk kita makan malam nanti.” Nina berkata sambil menatap kagum pada suaminya yang sudah berpenampilan rapi.“Oke. Nanti aku akan menyuruh Jonas untuk mengantar kamu ke tempat yang akan kamu kunjungi hari ini.”“Iya, Mas. Terima kasih.”Setelah itu mereka keluar dari kamar untuk sarapan bersama. Mereka sarapan bersama B