Melihat ekspresi Nina yang menggemaskan membuat Bryan terkekeh.
“Tuan Bryan kok ketawa sih?” tanya Nina dengan raut wajah merengut.
“Kamu itu lucu kalau lagi manyun begini.”
“Hmm.”
“Kamu juga kepengen ya?” tanya Bryan.
Nina menggeleng pelan. Masih jual mahal.
“Kalau kamu mau, masih ada kok di mobil.”
Nina langsung mengangkat wajahnya dan menatap Bryan penuh binar. “Benarkah?”
“Benar dong. Aku emang sengaja beli dua porsi. Kan niatnya buat kita makan berdua.”
Nina seketika bahagia mendengar jawaban dari Bryan.
“Ayo ke mobil. Ambil makananmu.”
“Makasih ya, Tuan. Saya masuk duluan ya,” ucap Nina bersorak bahagia. Gadis itu lalu masuk ke dalam rumah setelah mendapatkan apa yang ia mau. Ia pun menikmati makanannya sendirian di dalam kamar.
*
Pukul 01.00, larut malam…
Nina belum
Nina mendadak salah tingkah. Ia menoleh ke belakang dengan mata yang membelalak. “Eh? T-Tuan Bryan? Sejak kapan Tuan ada di sini?”“Sejak lima menit yang lalu. Sedari tadi aku memperhatikanmu membongkar isi lemariku. Memangnya kamu sedang mencari apa di lemariku, Nina?”Nina menggeleng cepat. “T-tidak. S-saya tidak nyari apa-apa kok, Tuan.”“Oh begitu. Baiklah. Tapi kamu beresin lagi ya isi lemariku,” jawab Bryan dengan santainya.Nina mengangguk pelan. Ia lalu memperhatikan susunan pakaian Bryan yang telah acak-acakan saat ini. Semuanya karena ulahnya. Dengan kesadaran diri, Nina pun melipat ulang semua pakaian yang ia bongkar tadi dan menyusunnya lagi dengan rapi. Sedangkan Bryan memilih untuk mandi sekarang.Tidak lama kemudian, Bryan telah keluar dari kamar mandi dengan mengenakan handuk pendek yang melilit di tubuhnya. Buliran air masih berjatuhan dari tubuhnya. Handuk itu hanya menutupi bagian b
Akhirnya Nina telah tiba di kantor Bryan. Tanpa basa-basi, Nina segera menuju ruang kerja Bryan. Kali ini Nina tidak lagi mengenakan pakaian yang terlalu berwarna. Dia juga hanya mengenakan riasan tipis di wajahnya sehingga dirinya tidak lagi mendapatkan tatapan aneh dari orang-orang yang berlalu-lalang di sana.Tok Tok Tok“Masuk!” sahut Bryan dari dalam ruangan.Nina langsung membuka pintu. Ia melihat Bryan sangat fokus menatap tabletnya.“Tuan Bryan, ini saya bawakan makanannya,” ujar Nina yang kemudian langsung duduk di sofa. Namun lelaki itu masih diam dan terlihat sibuk membuat sebuah diagram kerja lewat tabletnya.Nina duduk menunggu Bryan hingga berbicara. Hingga sepuluh menit kemudian barulah Bryan mematikan tabletnya dan meregangkan otot-ototnya yang kaku.Sambil membawa tabletnya, Bryan berdiri dan berjalan menuju Nina. “Maaf ya. Aku tidak bermaksud cuek, tapi ada kerjaan yang belum beres. Mana aku pu
Bryan yang tadinya fokus membaca lembaran demi lembaran isi proposal itu, seketika sadar ketika Nina sudah tak lagi duduk tepat di sampingnya. Atensi Bryan buyar. Ia melihat wajah Nina yang semakin murung. Kepala gadis itu pun kini tertunduk.“Melissa, kamu pindah sana! Duduk di sofa depan saja!” titah Bryan. Suaranya semakin meninggi. Bryan tidak mau lagi menerima penolakan. Perintahnya itu harus segera dituruti.“Kamu pindah sekarang juga, atau mau saya pecat?” ancam Bryan serius. Menatap tajam pada sang sekretaris.Melissa mendengus kesal. Suka tidak suka, Melissa pun menurut. Ia mengalah dan pindah ke sofa yang ada di hadapannya itu. Kini giliran Melissa yang menatap tajam ke arah Nina. Tak kalah tajamnya dari tatapan mata Bryan barusan. ‘Dasar gadis kampung! Bisa-bisanya Bryan membentakku hanya karena gadis sepertimu! Huh! Ini gak bisa dibiarin begitu saja! Awas saja kau gadis kampung! Akan aku buat Bryan tergila-gila denganku.
“Ya sudah keluar saja!” ketus Bryan.Akhirnya Melissa memutuskan untuk keluar dari ruangan itu karena tidak tahan melihat kemesraan Bryan dan Nina. Melissa keluar dari ruangan Bryan penuh amarah, menutup pintu dengan kuat.Bryan pun kembali duduk seperti biasa dan menghela napas lega. “Akhirnya jerah juga si cewek ganjen itu.”“Perempuan itu tadi namanya Melissa ya, Tuan?” tanya Nina.“Kok kamu tau?”“Waktu itu saya gak sengaja dengar dari staff di sini, bahwa Tuan Bryan pacaran sama orang yang namanya Melissa. Jadinya saya penasaran dengan sosok Melissa, pasti dia cantik dan berprestasi. Ternyata memang benar, terjawab sudah rasa penasaran saya. Melissa selevel sama Tuan. Dia lebih pantas untuk Tuan Bryan.”Bryan menatap lekat manik mata Nina. Tidak paham dengan arah pembicaraan Nina.“Maksud kamu ngomong ini ke aku tujuannya apa, Nina?”Nina menundukkan w
Sepulang dari kantor, Bryan menemani Nina berbelanja di mall. Tidak peduli seberapa banyak uang yang nantinya harus ia keluarkan, yang penting Nina bahagia. Bryan membelikan Nina berbagai barang-barang branded, mulai dari baju, celana, rok, topi, kacamata, bahkan jam tangan sekaligus.“Tuan, jangan beli banyak-banyak. Saya gak enak,” kata Nina saat hendak menuju kasir.“Sudahlah, Nina. Kamu nurut aja. Semuanya juga demi kebaikan kamu. Biar kamu bisa tampil fashionable kalau ke kantorku besok-besok. Jadi kamu gak merasa insecure lagi sama staff-staff di kantorku.”Dengan hati yang berat, Nina pun mengangguk.Setelah dari mall. Bryan mengajak Nina ke salon. Mereka melangkah ke dalam. Salon itu sangat luas dan ramai pelanggan. Fasilitasnya juga lengkap. Bryan memang sengaja memilih salon yang berkualitas dengan para pekerja yang sudah ahli dan berpengalaman.“Selamat datang, Tuan dan Nona. Ada yang bisa saya bantu?”
“Aku senang sekali kamu tidak keberatan membawakan makanan untukku tiap hari.”Nina merespon ucapan Bryan dengan penuh senyum. Tanpa basa basi lagi, Nina langsung membuka kotak bekal itu dan menyuapinya ke mulut Bryan seperti biasa.“Kamu makin cantik saja,” puji Bryan.Nina tertawa kecil. “Ini juga karena Tuan Bryan yang ngasih saya modal buat perawatan.”Sepanjang menikmati bekal dari Nina, Bryan fokus memandangi wajah Nina yang semakin hari semakin cantik.Nina juga sadar jika Bryan memperhatikannya dari tadi. Mendadak kedua pipinya merah bersemu karena menahan malu. Nina tidak bisa ditatap lama-lama seperti ini. Apalagi orang yang menatapnya adalah orang yang dia cintai.“Jangan tatap saya seperti ini, Tuan. Saya malu.”“Bagaimana bisa aku berhenti menatapmu yang cantiknya bagai bidadari. Bidadari langit yang rela turun ke bumi untuk mencari seorang pangeran.”Waja
Sepanjang perjalanan, Bryan terus fokus menyetir. Matanya tidak pernah melihat ke arah yang lain, bahkan untuk melirik gadis yang sedang duduk di sebelahnya pun tidak, meskipun hanya sedetik. Di pikirannya, hanya ada Nina seorang. Bryan merasa bersalah karena harus membuat Nina menunggunya di hotel. Bryan pun berharap pertemuannya dengan sang investor itu tidak akan berlangsung lama, jadi Bryan akan bisa ke hotel dengan cepat dan membawa Nina dinner.Sesampainya di restoran tujuan, Bryan dan Melissa bergegas menuju meja yang sudah di reservasi. Melissa sengaja mereservasi meja tersebut menggunakan nama Mr. Saddam agar dirinya tidak dicurigai.Sudah sepuluh menit lamanya mereka menunggu, orang yang ditunggu-tunggu tak kunjung datang.“Aduh. Ini sudah sepuluh menit loh, Mel! Apa kamu serius kalau Mr. Saddam mau bertemu dengan saya sekarang?” tanya Bryan memastikan.“Serius kok, Pak.”“Lalu mana beliau? Kok sampe sekarang
"Pak Bryan?" Melissa panik sendiri kala tubuh Bryan tumbang ke lantai.Sontak beberapa orang di sekitar menghampiri Bryan dan membantu Bryan untuk berdiri. Melissa hanya menyimak karena orang-orang itu menghalanginya.“Mas, gak apa-apa?” tanya seorang pemuda membantu Bryan bangkit. Pemuda itu memegangi lengan Bryan dengan kuat.“Saya baik-baik saja. Terima kasih ya,” sahut Bryan berusaha kuat.“Ya sudah, Mas. Kalau gitu hati-hati.” Pemuda itu pun melepaskan Bryan. Sementara Bryan kini berjalan dengan langkah yang berat. Tubuhnya masih oleng. Bryan melangkah sedikit demi sedikit seraya berpegangan pada apa saja yang bisa ia pegang.Melissa berlari kecil mengikuti Bryan yang hampir sampai di mobilnya.“Pak Bryan, apa Bapak baik-baik saja?” tanya Melissa. Kini mereka sejajar. Melissa hendak memapah tubuh Bryan, berniat membantunya. Namun langsung ditepis oleh pria itu.“Jangan sok bai
Setelah obat sudah ada di tangan Bryan, pria itu menghampiri istrinya yang sedang duduk manis di kursi tunggu.“Yuk kita pulang sekarang!” ajak Bryan.Bryan lalu menggandeng tangan istrinya menuju lobi rumah sakit. Sesekali dia mengecup kepala Nina dengan lembut. Hal itu tentu saja menjadi perhatian orang yang melintas dan berpapasan dengan mereka. Nina berusaha melepaskan diri dari suaminya. Nina merasa malu karena Bryan berlaku mesra di depan umum. Namun usahanya sia-sia karena lengan kiri Bryan segera memeluk pinggang Nina. Hal itu justru membuat mereka tampak semakin mesra, sehingga banyak pasang mata mengulum senyum ketika bertemu pandang dengan mereka. Sebagiannya lagi ada yang tampak iri hati melihat kemesraan pasangan suami istri itu.“Mas, kamu bikin malu saja ihh.”“Kenapa malu? Aku memeluk istriku sendiri, bukan istri orang lain,” elak Bryan. Dia menatap istrinya kemudian mengerlingkan sebelah mata pada Nina.
Hari demi hari terlewati. Tak terasa kini kandungan Nina sudah masuk pada usia 10 minggu. Bryan kembali membawa istrinya ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan kehamilan.“Ibu Nina Anatasya, silakan masuk,” panggil suster di depan pintu ruang prakter dokter kandungan.Nina bangkit dari kursi dan melangkah ke arah pintu ruang praktek tersebut, diikuti oleh Bryan. Nina melakukan pemeriksaan tensi darah terlebih dahulu oleh suster tersebut sebelum bertemu dengan dokter kandungan itu.“Tensinya normal ya, Bu. Silakan bertemu dengan dokter.”“Baik, Sus.” Nina lalu melangkah menghampiri sang dokter.Dokter kandungan itu tersenyum ramah kala Nina sudah duduk di kursi, di depan meja kerjanya.“Ada yang bisa dibantu?” tanya dokter.“Saya ingin kontrol kehamilan, Dok. Sekalian ingin melakukan pemeriksaan USG. Saya dan suami saya ingin tau, apakah janin saya baik-baik saja.”
Hari ini, Nina sudah siap dengan pakaian casual dilengkapi jaket kulit warna hitam. Rambutnya diikat seperti ekor kuda. Membuat penampilannya semakin cantik dan segar. Dia berjalan menuju halaman rumah untuk menemui Bryan yang sudah menunggunya di sana. Sesampainya di halaman rumah, Nina tertegun melihat penampilan Bryan yang tampak seperti aktor hollywood yang tampan dan gagah.Sama seperti istrinya, Bryan juga mengenakan pakaian casual dan jaket warna hitam. Suaminya itu tengah duduk di atas motor gede yang baru saja dia beli.Senyum mengembang terbit dari bibir Bryan kala melihat istrinya sudah sampai di teras rumah.“Bagaimana dengan Brianna? Aman gak kalau kita tinggal? Kita akan lama nanti, karena aku akan mengajak kamu keliling kota Jakarta.”“Brianna sedang tidur, Mas. Aku menitipkan dia sama Mbak Siti. Jadi kamu tenang saja. Semuanya pasti aman terkendali.”“Oke. Sekarang kamu pakai ini. Setelah itu kita berangkat.” Bryan menyerahkan helm full face yang sudah dia siapkan untu
“Ya aku membelinya di restoran.”“Terus kenapa harganya bisa semahal mobil sport?” tanya Nina bingung.“K-karena tadi uangku kurang dan aku meminjamnya pada Jonas. Lalu aku memberikan mobilku kepada Jonas sebagai bentuk pelunasan utang.”“Astaga, Mas. Apa itu tidak terlalu berlebihan? Kenapa semudah itu kamu memberikan mobil kepada karyawanmu?”“Mobilku kan masih banyak, sayang.”“Itu di Indonesia, Mas. Tapi di sini, hanya itu mobil kamu. Masa harus dikirim lagi sih dari Jakarta? Atau kamu mau membeli baru? Boros dong.”“Udahlah, sayang. Jangan dipikirin. Kamu habiskan saja gulai kambingnya biar aku gak kecewa karena telah mengorbankan mobilku untuk beliin kamu gulai kambing ini.”Akhirnya mereka menghabiskan gulai kambing itu berdua dan saling menyuapi secara bergantian. Suatu hal yang sering mereka lakukan dari awal kenal dan hal sekecil itu mampu membuat suasana menjadi lebih berkesan dan romantis.“Terima kasih ya, Mas. Hamil kali ini terasa beda. Karena ada kamu yang bakalan menem
“Selamat! Istri Anda hamil, Pak,” ucap dokter kandungan yang kini memeriksa Nina.Melalui USG yang dilakukan, walau janin Nina masih kecil, tapi hasil gambar yang ditangkap di layar cukup membuktikan bahwa saat ini Nina tengah hamil lagi.“Apa istri saya mengandung bayi kembar, Dok?”“Saya belum bisa memastikan, Pak. Karena kehamilan istri Bapak masih berusia 4 minggu. Sulit untuk dideteksi. Bapak dan ibu bisa kembali lagi untuk melakukan pemeriksaan USG di usia kehamilan 10 minggu untuk memastikan apakah benar ada janin kembar atau tidak,” jawab dokter.Bryan menganggukkan kepalanya, tanda paham. “Oh begitu ya. Baiklah.”“Dok, kami di Sydney ini hanya sementara. Mungkin dalam minggu ini kami akan kembali ke Jakarta. Apa kondisi istri saya yang hamil ini, aman untuk bepergian naik pesawat dalam waktu yang lama?” tanya Bryan lagi. “Oh ya, kami menggunakan pesawat pribadi,” timpa
Melihat raut wajah Nina yang kebingungan, Jonas pun kembali berbicara sembari memasang senyum tipisnya. “Silakan berbicara bahasa Indonesia saja, Nyonya. Kebetulan saya menguasai bahasa Indonesia juga.”Nina menghela napas lega. “Baguslah. Saya hari ini ingin jalan-jalan, bisakah kamu rekomendasikan tempat menarik yang bisa kami kunjungi hari ini?”“Tentu. Saya akan mengantar dan memandu Nyonya ke tempat wisata yang menarik di kota ini. Mari kita berangkat sekarang. Pertama saya akan mengantar Anda untuk mengunjungi Museum dan Galeri Australia. Lalu Anda bisa ke Taronga Zoo Sydney. Kemudian Anda juga bisa mengunjungi pasar budaya Sydney, di sana Anda bisa berbelanja produk buatan suku Aborigin.” Jonas menjelaskan sambil berjalan menuju area parkir tempat mobilnya berada.“Oh, baiklah. Saya mau mengunjungi tempat yang kamu maksud. Lalu kalau saya mau berbelanja bahan makanan sehari-hari, apa bisa di pasar yang kamu sebutk
“Hari ini aku akan meeting dengan pegawaiku di kantor. Jadi aku tidak bisa ikut makan siang bersamamu. Kamu makan siang sama Mbak Siti saja ya. Mungkin besok kesibukanku sudah berkurang. Rencananya besok aku akan mengajak kamu berkunjung ke kantor. Aku ingin memperkenalkanmu kepada rekan kerjaku. Mereka sangat penasaran dengan sosok Nina Anatasya, istri dari Bryan Lawrence.” Bryan berkata sambil mencium bibir istrinya.“Kalau begitu, hari ini aku jalan-jalan bertiga ya, Mas. Aku mau jalan-jalan sekalian makan siang di luar. Setelah makan siang, rencananya aku akan belanja bahan makanan untuk kita makan malam nanti.” Nina berkata sambil menatap kagum pada suaminya yang sudah berpenampilan rapi.“Oke. Nanti aku akan menyuruh Jonas untuk mengantar kamu ke tempat yang akan kamu kunjungi hari ini.”“Iya, Mas. Terima kasih.”Setelah itu mereka keluar dari kamar untuk sarapan bersama. Mereka sarapan bersama B
Karena rudal Bryan yang tidak bisa menegang untuk sesaat. Nina akhirnya memutuskan untuk mengenakan piyamanya kembali, karena sudah tidak bergairah.“Loh, loh? Kok kamu pake baju sih? Kan belum selesai.”“Kamu juga pake baju, Mas. Percuma kita terusin. Rudal kamu bakalan loyo selama 24 jam ke depan, Mas.”“Kok bisa?""Bisa, Mas. Soalnya kamu habis aku sumpahin! Udahlah, Mas. Kamu bobo aja gih! Kamu harus banyak istirahat biar pulih seutuhnya.""Emang aku sakit?""Otak kamu itu geser, Mas. Udah ih, jangan banyak tanya. Aku keburu badmood."Nina pun kembali rebah di ranjang. Sementara Bryan hanya dibuat bingung oleh istrinya.*Hari demi hari pun terus berlalu, Bryan akhirnya kembali bekerja di perusahaan ayahnya dan sudah resmi menjadi direktur utama menggantikan Fredrinn. Pelaku kecelakaan itu pun telah ditemukan dan sudah dijatuhi hukuman penjara. Dalang di balik kecelakaan yang menimpa Bry
Bryan tidak peduli dengan teriakan istrinya yang mengucapkan sumpah serapah untuknya. Dia terus melangkah hingga ke garasi mobil dan memilih mobil yang paling mewah untuk dikendarainya menuju klub malam.Singkat cerita, Bryan akhirnya tiba di klub malam yang terletak di pusat kota Jakarta. Kerlap-kerlip lampu berbagai warna menyapa indera penglihatannya bersamaan dengan aroma alkohol yang menusuk di indera penciumannya. Iringan musik dance terdengar mengentak keras di telinga. Banyak dari pengunjung yang ikut berdansa dengan hebohnya, seolah-olah rasa malu di dalam diri mereka sudah menghilang.Kedua bola mata Bryan fokus menatap para gadis-gadis seksi dan bohayy yang menggerakkan pinggulnya sesuai irama musik di lantai dansa.“Wow. Seksi abis. Sepertinya dia cocok menjadi partnerku di ranjang nanti. Muehehe,” gumam Bryan dengan sudut bibir yang terangkat.Bryan lalu berjalan menuju bartender untuk memesan segelas alkoholnya.“Ber