Sepanjang perjalanan, Bryan terus fokus menyetir. Matanya tidak pernah melihat ke arah yang lain, bahkan untuk melirik gadis yang sedang duduk di sebelahnya pun tidak, meskipun hanya sedetik. Di pikirannya, hanya ada Nina seorang. Bryan merasa bersalah karena harus membuat Nina menunggunya di hotel. Bryan pun berharap pertemuannya dengan sang investor itu tidak akan berlangsung lama, jadi Bryan akan bisa ke hotel dengan cepat dan membawa Nina dinner.
Sesampainya di restoran tujuan, Bryan dan Melissa bergegas menuju meja yang sudah di reservasi. Melissa sengaja mereservasi meja tersebut menggunakan nama Mr. Saddam agar dirinya tidak dicurigai.
Sudah sepuluh menit lamanya mereka menunggu, orang yang ditunggu-tunggu tak kunjung datang.
“Aduh. Ini sudah sepuluh menit loh, Mel! Apa kamu serius kalau Mr. Saddam mau bertemu dengan saya sekarang?” tanya Bryan memastikan.
“Serius kok, Pak.”
“Lalu mana beliau? Kok sampe sekarang
"Pak Bryan?" Melissa panik sendiri kala tubuh Bryan tumbang ke lantai.Sontak beberapa orang di sekitar menghampiri Bryan dan membantu Bryan untuk berdiri. Melissa hanya menyimak karena orang-orang itu menghalanginya.“Mas, gak apa-apa?” tanya seorang pemuda membantu Bryan bangkit. Pemuda itu memegangi lengan Bryan dengan kuat.“Saya baik-baik saja. Terima kasih ya,” sahut Bryan berusaha kuat.“Ya sudah, Mas. Kalau gitu hati-hati.” Pemuda itu pun melepaskan Bryan. Sementara Bryan kini berjalan dengan langkah yang berat. Tubuhnya masih oleng. Bryan melangkah sedikit demi sedikit seraya berpegangan pada apa saja yang bisa ia pegang.Melissa berlari kecil mengikuti Bryan yang hampir sampai di mobilnya.“Pak Bryan, apa Bapak baik-baik saja?” tanya Melissa. Kini mereka sejajar. Melissa hendak memapah tubuh Bryan, berniat membantunya. Namun langsung ditepis oleh pria itu.“Jangan sok bai
Kini mereka telah sampai di hotel tujuan, Pak Jaka memapah tubuh Bryan dan membawanya ke kamar yang dimaksud.“Permisi,” ucap Pak Jaka sembari mengetuk pintu kamar tersebut.Tidak lama setelahnya, pintu itu pun terbuka. Nina terperanjat kaget saat melihat Pak Jaka sedang memapah Bryan yang tertidur. Namun lebih kaget lagi Pak Jaka yang mendapati sosok pemilik kamar itu adalah Nina.“Loh, kamu Neng?”“Pak Jaka?” Nina sedikit menunduk karena malu. Ia malu karena ketahuan oleh sopir pribadi Bryan. Nina takut apabila Pak Jaka berpikiran yang macam-macam kepadanya. Tapi Nina juga khawatir dengan kondisi Bryan saat ini. Nina mempersilakan Pak Jaka untuk masuk.Pak Jaka merebahkan Bryan ke atas ranjang. Pak Jaka lalu bertanya sebenarnya apa yang terjadi.“Kenapa kamu bisa di sini, Neng? Kamu open bo ya?” ucap sopir itu dengan entengnya.Nina menggeleng dengan cepat. “Bu-bukan seperti itu,
“Aku lupa kalau mobilku dibawa Pak Jaka.” Bryan lalu mengambil hp nya di saku celana. “Bentar ya. Aku telpon Pak Jaka dulu, bawain mobil ke sini.”“Jangan, Tuan. Kita jalan kaki aja yok?” ajak Nina menggebu-gebu. Sudah lama dirinya tidak berjalan kaki selama tinggal di kota Jakarta.“Jalan kaki?”Nina mengangguk pelan. “Iya. Lagian sekarang masih gelap. Matahari belum muncul. Suasana sejuk dan tenang kayak gini enaknya berjalan kaki saja sambil menikmati udara segar.”Bryan tampak berpikir.Nina langsung menggandeng tangan pria itu, berusaha meyakinkannya. “Anggap saja kita lagi olahraga pagi. Lagian kapan lagi kita bisa menghirup udara segar di Jakarta, kecuali jam segini. Kalau udah masuk pagi sampai sore, debu-debu polusi udah saling beterbangan di udara.”“Hm. Ya udah deh. Kita jalan saja.”*Pukul 04.30 subuh…Kota Jakarta tam
Nina langsung berhenti mencubit pipi Bryan. Ia mendadak malu karena ternyata diperhatikan oleh penjual tersebut. Mereka pun melanjutkan melahap makanannya hingga habis tak bersisa.“Kita balik ke hotel naik ojol aja ya. Aku gak sanggup lagi buat jalan,” pinta Bryan.“Iya, Tuan. Tuan naik ojol aja sana. Biar saya yang jalan.”“Loh, kok gitu? Ya udah deh. Kita jalan aja. Aku mau gak mau ninggalin kamu sendirian.”Perlahan-lahan mentari mulai terbit dari ufuk timur, menyinari bumi yang tadinya gelap gulita. Suasana dingin pagi yang mendamaikan. Berbagai suara dan bunyi juga mulai terdengar, memecah kesunyian menandakan aktivitas yang semalaman berhenti kini bergerak kembali.Langit yang gelap kini bertukar ke warna jingga kekuningan dan semakin lama semakin pudar di telan terikan mentari.Nina berjalan dengan langkah yang kecil seraya menikmati sunrise di pagi hari. Walaupun sudah ada beberapa kendaraan yang
Malam ini Bryan ingin menepati janjinya, membawa Nina ke sebuah restoran mahal untuk makan malam. Sama seperti kemarin, sepulang dari kantor, Bryan mengajak Nina ke hotel yang sama. Namun baru saja masuk ke kamar hotel, terlihat sosok Nina yang sudah menunggunya di dalam.“Kamu udah nyampe dari tadi?” tanya Bryan seraya melonggarkan dasi miliknya.Nina menggeleng pelan. “Baru aja. Mungkin lima menit yang lalu.”“Ya udah deh. Kita siap-siap sekarang yuk. Takutnya makin macet di luar.” Bryan kemudian membuka kemeja kerjanya. “Kita mandi dulu baru jalan.”“M-mandi bareng?” tanya Nina gugup.“Yaa enggak dong. Aku dulu yang mandi baru kamu. Aku mandinya cepet cuman 5 menit selesai.”Nina menghela napas lega. Ia mengira tadinya Bryan ingin mengajaknya mandi bersama. Bryan pun masuk ke kamar mandi, sedangkan Nina pergi ke balkon kamar, menikmati pemandangan ibu kota di sore har
Bryan menggeleng pelan. “Aku gak marah sama kamu, Nina.”“Terus?”“Aku marah sama diriku sendiri. Kamu benar! Gaunmu terlalu terbuka. Di lobi tadi banyak lelaki yang melirikmu. Aku cemburu. Kalau tau bakal begini, mendingan kamu ku suruh pake gamis aja. Biar gak ada laki-laki yang lirik-lirik ke kamu lagi.”Berbeda dengan Bryan yang menekuk wajahnya, Nina justru tersenyum lebar. Nina tidak menyangka Bryan bisa secemburu itu.Bryan lalu melepas jas hitamnya. “Pake ini! Tutupi dadamu! Yang lain gak boleh lihat badan seksimu! Cuman aku yang berhak melihatnya!”Nina pun mengenakan jas itu untuk menutupi badannya. Ia lalu berkata, “Sebenarnya Tuan Bryan juga belum berhak melihatnya. Karena kita belum punya status apa-apa.”“Makanya nanti aku mau lamar kamu. Nanti kamu harus menerimanya ya! Aku gak menerima penolakan soalnya!”Nina hanya mengangguk kecil seraya tersenyu
“Tapi kamu mau kan nikah sama aku? Aku bakalan nungguin kamu sampai kamu siap kok.”Nina mengangguk pelan. “Iya, saya mau. Tapi ada syaratnya.”“Apa syaratnya?”“Tuan gak boleh nyentuh saya lagi sampai kita nikah.”Bryan sontak melepaskan genggamannya di jari Nina.Nina langsung tertawa kecil. “Kalau cuman megang tangan, boleh kok.”“Terus definisi gak boleh nyentuh itu seperti apa, Nina?”“Tuan gak boleh ngajak saya begituan lagi.”Bryan seketika paham. “Oh cuman itu saja? Gampang.”“Bukan itu aja. Tuan Bryan juga gak boleh ngeraba-raba saya, ngelus-ngelus, apalagi sampai ngeremas.”Bryan seketika menekuk wajahnya. Rasanya sangat sulit tidak melakukan itu pada Nina. “Kalau aku kepengen meluk kamu gimana dong? Masa meluk juga gak boleh?” protes Bryan.“Meluk boleh kok, tapi jangan ngelus-ngelus yang lain!”“Hm.”“Gandengan tangan boleh. Cium kepala atau kening boleh. Meluk juga boleh,” lanjut Nina.“Kalau ciuman bibir boleh, kan?” tanya Bryan berharap.“Itu juga gak boleh. Soalnya kal
“Nina! Nina! Bangun, Sayang!”“Nina?”Goyangan kecil di pundak Nina, membuat Nina membuka mata. Ia menangkap sosok lelaki, tak lain adalah Bryan.“Bangun, Nina. Ayo mandi terus sarapan!” ucap pria itu.Tampak Bryan saat ini membuka lemari kecil di kamar Nina dan memasukkan baju-baju Nina ke dalam tas ransel.Nina mengambil hp di bawah bantalnya dan melihat jam yang masih menunjukkan pukul lima pagi.“Tuan Bryan, ada apa pagi-pagi gini ke kamar saya?” tanya Nina dengan suara serak khas orang baru bangun tidur.Sontak Bryan menoleh dan membulatkan mata. “Apa? Kamu barusan panggil aku apa?”Nina lupa dengan kejadian semalam. Nina masih belum sepenuhnya sadar. “Tuan Bryan. Tuan ngapain di kamar saya? Ngapain masukkin baju saya ke ransel?” tanyanya ulang kemudian menguap keras.“Nina, kok kamu lupa? Coba lihat di jari manis kamu ada apa?”Nina menurut. Ia melihat tangannya sendiri, di jari manisnya tersemat sebuah cincin permata putih. Seketika Nina teringat bahwa ia telah menerima lamaran
Dua bulan kemudian, kini usia kandungan Nina sudah menginjak sembilan bulan. Mereka baru saja pulang dari rumah sakit setelah mengontrol kehamilannya. Kata dokter, kira-kira dua minggu lagi Nina akan melahirkan kedua bayinya.Dan saat ini Nina sedang melihat-lihat kamar bayi untuk kedua calon buah hatinya itu. Nina berjalan mengelilingi kamar bayi yang didominasi warna pink. Nina semenjak tau kedua bayinya berjenis kelamin perempuan, langsung berbelanja perlengkapan bayi untuk bayi perempuan, mulai dari baju, kaos kaki, kupluk dan lainnya. Saat berbelanja, Nina ditemani oleh ibunya, karena saat itu Bryan sedang ada urusan pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan.“Kenapa kamu berbelanja sebanyak ini, Nak? Beli bajunya beberapa pasang saja. Jangan terlalu boros!” imbuh Aliyah memberi saran kala itu.“Bayinya kan ada dua, Bu. Kalau beli sedikit, mana cukup.”“Baju bayi Brianna dulu kamu simpan di mana? Itu kan bisa kamu gunakan kembali untuk bayimu nanti, Nak
Waktu terus berjalan hingga tak terasa kehamilan Nina telah memasuki usia 7 bulan. Hari ini rumah Bryan dan Nina terlihat ramai dipenuhi oleh para tamu undangan. Kedua pasangan itu mengadakan syukuran atas kehamilan Nina yang sudah berusia 7 bulan.Acara itu Nina serahkan sepenuhnya kepada Even Organizer sehingga dia tidak perlu repot mengurus segala pernak-pernik acara itu.Nina tampil cantik dengan balutan kaftan berwarna baby pink. Dia sengaja memilih warna baby pink karena menurut hasil USG, kedua bayinya berjenis kelamin perempuan. Sedangkan untuk riasan rambutnya, disanggul yang menampilkan leher jenjangnya yang putih dan mulus. Riasan wajahnya tipis tapi elegan yang membuat Nina semakin mempesona. Sedangkan Bryan mengenakan kemeja batik dengan motif dan warna yang senada, begitu pula dengan Brianna yang juga memakai kaftan yang persis dengan ibunya.Bryan menatap istrinya yang tampil cantik hari ini. Hari di mana dia menjadi sorotan di acara tujuh bulanan
Setelah obat sudah ada di tangan Bryan, pria itu menghampiri istrinya yang sedang duduk manis di kursi tunggu.“Yuk kita pulang sekarang!” ajak Bryan.Bryan lalu menggandeng tangan istrinya menuju lobi rumah sakit. Sesekali dia mengecup kepala Nina dengan lembut. Hal itu tentu saja menjadi perhatian orang yang melintas dan berpapasan dengan mereka. Nina berusaha melepaskan diri dari suaminya. Nina merasa malu karena Bryan berlaku mesra di depan umum. Namun usahanya sia-sia karena lengan kiri Bryan segera memeluk pinggang Nina. Hal itu justru membuat mereka tampak semakin mesra, sehingga banyak pasang mata mengulum senyum ketika bertemu pandang dengan mereka. Sebagiannya lagi ada yang tampak iri hati melihat kemesraan pasangan suami istri itu.“Mas, kamu bikin malu saja ihh.”“Kenapa malu? Aku memeluk istriku sendiri, bukan istri orang lain,” elak Bryan. Dia menatap istrinya kemudian mengerlingkan sebelah mata pada Nina.
Hari demi hari terlewati. Tak terasa kini kandungan Nina sudah masuk pada usia 10 minggu. Bryan kembali membawa istrinya ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan kehamilan.“Ibu Nina Anatasya, silakan masuk,” panggil suster di depan pintu ruang prakter dokter kandungan.Nina bangkit dari kursi dan melangkah ke arah pintu ruang praktek tersebut, diikuti oleh Bryan. Nina melakukan pemeriksaan tensi darah terlebih dahulu oleh suster tersebut sebelum bertemu dengan dokter kandungan itu.“Tensinya normal ya, Bu. Silakan bertemu dengan dokter.”“Baik, Sus.” Nina lalu melangkah menghampiri sang dokter.Dokter kandungan itu tersenyum ramah kala Nina sudah duduk di kursi, di depan meja kerjanya.“Ada yang bisa dibantu?” tanya dokter.“Saya ingin kontrol kehamilan, Dok. Sekalian ingin melakukan pemeriksaan USG. Saya dan suami saya ingin tau, apakah janin saya baik-baik saja.”
Hari ini, Nina sudah siap dengan pakaian casual dilengkapi jaket kulit warna hitam. Rambutnya diikat seperti ekor kuda. Membuat penampilannya semakin cantik dan segar. Dia berjalan menuju halaman rumah untuk menemui Bryan yang sudah menunggunya di sana. Sesampainya di halaman rumah, Nina tertegun melihat penampilan Bryan yang tampak seperti aktor hollywood yang tampan dan gagah.Sama seperti istrinya, Bryan juga mengenakan pakaian casual dan jaket warna hitam. Suaminya itu tengah duduk di atas motor gede yang baru saja dia beli.Senyum mengembang terbit dari bibir Bryan kala melihat istrinya sudah sampai di teras rumah.“Bagaimana dengan Brianna? Aman gak kalau kita tinggal? Kita akan lama nanti, karena aku akan mengajak kamu keliling kota Jakarta.”“Brianna sedang tidur, Mas. Aku menitipkan dia sama Mbak Siti. Jadi kamu tenang saja. Semuanya pasti aman terkendali.”“Oke. Sekarang kamu pakai ini. Setelah itu kita berangkat.” Bryan menyerahkan helm full face yang sudah dia siapkan untu
“Ya aku membelinya di restoran.”“Terus kenapa harganya bisa semahal mobil sport?” tanya Nina bingung.“K-karena tadi uangku kurang dan aku meminjamnya pada Jonas. Lalu aku memberikan mobilku kepada Jonas sebagai bentuk pelunasan utang.”“Astaga, Mas. Apa itu tidak terlalu berlebihan? Kenapa semudah itu kamu memberikan mobil kepada karyawanmu?”“Mobilku kan masih banyak, sayang.”“Itu di Indonesia, Mas. Tapi di sini, hanya itu mobil kamu. Masa harus dikirim lagi sih dari Jakarta? Atau kamu mau membeli baru? Boros dong.”“Udahlah, sayang. Jangan dipikirin. Kamu habiskan saja gulai kambingnya biar aku gak kecewa karena telah mengorbankan mobilku untuk beliin kamu gulai kambing ini.”Akhirnya mereka menghabiskan gulai kambing itu berdua dan saling menyuapi secara bergantian. Suatu hal yang sering mereka lakukan dari awal kenal dan hal sekecil itu mampu membuat suasana menjadi lebih berkesan dan romantis.“Terima kasih ya, Mas. Hamil kali ini terasa beda. Karena ada kamu yang bakalan menem
“Selamat! Istri Anda hamil, Pak,” ucap dokter kandungan yang kini memeriksa Nina.Melalui USG yang dilakukan, walau janin Nina masih kecil, tapi hasil gambar yang ditangkap di layar cukup membuktikan bahwa saat ini Nina tengah hamil lagi.“Apa istri saya mengandung bayi kembar, Dok?”“Saya belum bisa memastikan, Pak. Karena kehamilan istri Bapak masih berusia 4 minggu. Sulit untuk dideteksi. Bapak dan ibu bisa kembali lagi untuk melakukan pemeriksaan USG di usia kehamilan 10 minggu untuk memastikan apakah benar ada janin kembar atau tidak,” jawab dokter.Bryan menganggukkan kepalanya, tanda paham. “Oh begitu ya. Baiklah.”“Dok, kami di Sydney ini hanya sementara. Mungkin dalam minggu ini kami akan kembali ke Jakarta. Apa kondisi istri saya yang hamil ini, aman untuk bepergian naik pesawat dalam waktu yang lama?” tanya Bryan lagi. “Oh ya, kami menggunakan pesawat pribadi,” timpa
Melihat raut wajah Nina yang kebingungan, Jonas pun kembali berbicara sembari memasang senyum tipisnya. “Silakan berbicara bahasa Indonesia saja, Nyonya. Kebetulan saya menguasai bahasa Indonesia juga.”Nina menghela napas lega. “Baguslah. Saya hari ini ingin jalan-jalan, bisakah kamu rekomendasikan tempat menarik yang bisa kami kunjungi hari ini?”“Tentu. Saya akan mengantar dan memandu Nyonya ke tempat wisata yang menarik di kota ini. Mari kita berangkat sekarang. Pertama saya akan mengantar Anda untuk mengunjungi Museum dan Galeri Australia. Lalu Anda bisa ke Taronga Zoo Sydney. Kemudian Anda juga bisa mengunjungi pasar budaya Sydney, di sana Anda bisa berbelanja produk buatan suku Aborigin.” Jonas menjelaskan sambil berjalan menuju area parkir tempat mobilnya berada.“Oh, baiklah. Saya mau mengunjungi tempat yang kamu maksud. Lalu kalau saya mau berbelanja bahan makanan sehari-hari, apa bisa di pasar yang kamu sebutk
“Hari ini aku akan meeting dengan pegawaiku di kantor. Jadi aku tidak bisa ikut makan siang bersamamu. Kamu makan siang sama Mbak Siti saja ya. Mungkin besok kesibukanku sudah berkurang. Rencananya besok aku akan mengajak kamu berkunjung ke kantor. Aku ingin memperkenalkanmu kepada rekan kerjaku. Mereka sangat penasaran dengan sosok Nina Anatasya, istri dari Bryan Lawrence.” Bryan berkata sambil mencium bibir istrinya.“Kalau begitu, hari ini aku jalan-jalan bertiga ya, Mas. Aku mau jalan-jalan sekalian makan siang di luar. Setelah makan siang, rencananya aku akan belanja bahan makanan untuk kita makan malam nanti.” Nina berkata sambil menatap kagum pada suaminya yang sudah berpenampilan rapi.“Oke. Nanti aku akan menyuruh Jonas untuk mengantar kamu ke tempat yang akan kamu kunjungi hari ini.”“Iya, Mas. Terima kasih.”Setelah itu mereka keluar dari kamar untuk sarapan bersama. Mereka sarapan bersama B