“Bantuin ngelap keringatku, Sherla. Rasanya gerah banget di sini,” ujar Bryan yang berjalan mengunci pintu ruangannya.
Gadis itu berpikir keras. Ia melihat pendingin ruangan yang menyala dengan suhu rendah, membuat ruangan ini sangat dingin. Tetapi kenapa bosnya itu justru merasa gerah?
Bryan berjalan perlahan mendekati gadis itu seraya melepas jaz hitamnya dan membuka satu per satu kancing kemejanya, memperlihatkan tubuh atletisnya secara jelas kepada Sherla.
“Kemari, Sherla. Mendekatlah padaku.” Bryan memegang tangan gadis itu dan membawanya ke sofa empuk nan luas di depan meja kerjanya.
Setelah keduanya duduk, Bryan langsung menempelkan bibirnya pada bibir Sherla dan melumatnya dengan ganas.
“Aahh… Pak Bryan… jangan lakukan di sini, Pak. Nanti ketahuan pegawai yang lain,” ujar Sherla cemas sambil mendesah kecil.
“Tenang saja, Sherla. Gak bakal ada yang tau kok. Pintunya kan sudah aku
“Ehhem…” Melissa sengaja berdeham untuk menyadarkan Bryan bahwa dirinya masih menunggunya di sana. “Pak Bryan? Silakan ditandatangani berkas-berkasnya, Pak!”Bryan menoleh sejenak ke Melissa dan kembali fokus melihat layar hp nya. Pria itu terlihat tidak mood menanggapi siapa pun, meskipun orang itu adalah Melissa.“Bapak? Pak Bryan?” panggil Melissa lagi. Lama-lama kesal juga dia karena dicuekin Bryan.“Nanti aku panggil lagi kalau sudah selesai ya, Mel. Silakan keluar," sahut Bryan malas.Bibir Melissa mengerucut mendapati perlakuan dingin dari bosnya. ‘Enak saja kamu menyuruhku keluar. Setelah kamu melihat tubuh polosku kemarin dan membatalkan permainan kita. Kamu kira aku akan menyerah begitu saja, huh? Tidak akan, Bryan! Tidak akan! Kamu tidak boleh cuek kepadaku. Lihat saja aku akan membuatmu tergila-gila dan mengemis cinta padaku!’ serunya dalam batin.Bryan kembali menata
“Nina?”“Iya, Mbak Sarah?”“Karena pagi tadi kamu gak ngerjain apa-apa, sekarang giliran kamu yang ngangkat jemuran sama ngelipat ya! Gak banyak kok, cuman pakaian Tuan Muda aja.”Nina mengangguk dengan senang hati. “Oh, baik, Mbak Sarah.”“Eh, jangan lupa juga. Kalau baju kerjanya Tuan kamu setrika aja terus digantung dalam lemari. Jangan dilipat. Ok?” kata Sarah lagi.“Siap, Mbak Sarah.”Tetiba Laras muncul entah dari mana dan mengompori Sarah.“Kok tugasnya dikit banget sih, Mbak? Enak banget dong dia! Udah bangunnya telat, gak ngerjain apa-apa seharian, ehhh malah dikasih tugas yang gampang doang. Kalau cuman ngelipat baju doang mah, saya juga mau, Mbak Sarah!” ucap Laras sambil menatap sinis ke arah Nina.“Semua pekerjaan rumah kan sudah pada beres, Laras. Jadi saya harus kasih kerjaan apa lagi ke Nina? Sisa itu doang yang ada.”
Nina menghela napas pasrah. Ia kembali menyetrika dengan tangan sang majikan yang masih melingkar di perutnya.Bryan menggerakkan tangannya secara bebas, meraba-raba tiap inci tubuh indah sang gadis. Bryan menenggelamkan wajahnya di leher Nina dan menikmatinya dengan mata yang terpejam saking bergeloranya.Nina semakin tak bisa bebas mengerjakan tugasnya. Geraknya semakin terbatas karena ulah Bryan. Nina yang risih itu pun melakukan pekerjaannya dengan terburu-buru agar semuanya cepat berakhir. Dan tanpa sengaja, setrikaan yang sangat panas itu menyentuh kulit Nina.“Aww!” ringis Nina yang langsung menarik tangannya menjauh dari sana. Setrika panas yang ia pegang itu pun diletakkan tidak pada tempatnya.Sontak pekikan Nina membuat Bryan kembali membuka mata dan melihat apa yang terjadi.“Nina, kamu kenapa?” tanya Bryan khawatir. Pria itu segera melepaskan pelukannya dan mendapati tangan Nina yang sudah terkena luka bakar. Ti
Bryan mengelus lembut tangan Nina kemudian mengecupnya. Mata pria itu masih terus menatap bola mata Nina yang indah.“Aku mencintaimu, Nina,” gumam Bryan.Mata Nina semakin membulat dan bersinar mendengar kata-kata dari Bryan yang entah benar atau tidak.“Jadi kamu juga harus cinta dengan dirimu sendiri. Beristirahatlah, ya? Jangan paksakan untuk bekerja. Nanti tanganmu makin sakit,” sambung Bryan lagi seraya mengusap pipi Nina yang sudah merah padam.Setelah berkata, Bryan membereskan dan menyimpan kembali bahan dan alat masak pada tempatnya.“T-Tuan, sa-saya bisa kok lanjutin pekerjaan ini,” ujar Nina tergagap karena salah tingkah.“Ah, jangan dilanjutin. Gapapa kok. Aku makan di luar aja. Kamu ke kamar aja sana. Istirahat!”Bryan fokus memperhatikan Nina dengan tangan yang melipat di dada. Nina merasa kikuk karena terus-terusan ditatap oleh tuan mudanya itu. Nina pun menyerah dan memutuskan untuk pergi dari tempat itu.Setel
“Kamu masak buat siapa itu, Nduk?” tanya Bi Lastri yang melihat Nina sangat sibuk di dapur.“Oh, ini, Bi. Tuan Bryan minta dibawain nasi goreng ke kantor.”“Biar Bibi bantuin, ya? Tidak lama lagi jam makan siang loh,” ucap Bi Lastri seraya membantu meringankan pekerjaan Nina.Akhirnya masakan Nina sudah selesai. Nina lantas memasukkan masakannya itu ke dalam kotak bekal yang telah Bi Lastri siapkan. Tidak lupa juga sebotol air perasan lemon dan sekotak salad sebagai pelengkap.Nina pun melaju ke kantor Bryan diantarkan oleh sopir pribadi majikannya itu. Di perjalanan, Nina terjebak macet di tengah kota. Nina merasa was-was karena jam telah menunjukkan hampir waktunya makan siang.“Aduh, kira-kira ini kita nyampenya masih lama gak ya, Pak?” tanya Nina kepada sang sopir.“Kayaknya sih iya, Neng. Soalnya macet banget ini. Kira-kira 30 menitan lagi lah, Neng.”Nina kembali melirik layar ponselnya. ‘Aduhh… 10 menit lagi udah masuk jam maka
Lagi dan lagi, ini kedua kalinya Bryan merasa dikecewakan.“Eh, Melissa. Kirain tadi siapa.”Bryan melihat Melissa masuk ke ruangannya tanpa membawa berkas apa-apa.“Ada keperluan apa kemari, Mel?”Bukannya menjawab, Melissa justru balik bertanya.“Loh, Pak Bryan belum makan siang?” tanya Melissa setelah melihat sepiring makanan di atas meja yang belum tersentuh sama sekali.“Aku lagi gak nafsu makan, Mel,” jawab Bryan sendu.Melissa berjalan mendekati Bryan dengan lenggak-lenggoknya. Ia berdiri di samping Bryan yang sedang duduk. Gadis itu kemudian dengan sikap genitnya meraba-raba lengan Bryan.“Bapak Bryan yang ganteng… ada apa denganmu, Bapak sayang? Saya perhatikan dari kemarin Pak Bryan wajahnya kayak galau gitu, Pak. Kalau Bapak ada masalah, bisa ceritakan ke saya kok,” ucap Melissa manja sembari memijat-mijat tengkuk bos mudanya itu.“Aku ga
“Nina?” gumam Bryan terkejut.Nina mematung sesaat, kemudian berlari pergi.“Udah, Mel. Pergi kamu!” perintah Bryan panik. Pria itu menyudahi kegiatan panasnya. Melissa yang sedang asik mengulum benda kokoh milik Bryan itu pun berdecak sebal.“Tapi, Pak? Kita bahkan belum sampai ke inti permainan!”Bryan sudah selesai membenarkan celananya yang tadi terbuka, pria itu langsung keluar dari ruangan dan menyusul langkah Nina tanpa menghiraukan Melissa yang sedang berbicara.“Pak Bryan? Pak?!! Bapak!!!” teriak Melissa. Namun bosnya itu sudah lenyap di balik pintu.“Ah, sialan!!!! Siapa sih perempuan itu? Lagi-lagi rencanaku untuk bermain dengan Bryan gagal! Selalu seperti ini! Shit!!” dengkus Melissa, memaki-maki situasi yang menimpa dirinya sekarang.Di sisi lain, Nina langsung menjauh dari ruangan itu, meninggalkan Bryan dan Melissa tanpa berbicara sepatah kata pun. Nina berjala
“Tuan Bryan?”Bryan menoleh. “Nina… soal tadi… itu… aku benar-benar gak ada hubung—”“Gak apa-apa, Tuan. Tuan Bryan gak perlu menjelaskannya lagi. Saya tidak berhak mendapatkan penjelasan dari Tuan. Lagi pula, saya hanya seorang pembantu. Dan Tuan adalah majikan saya. Kita gak ada hubungan apa-apa selain antara seorang majikan dan pesuruhnya. Jadi saya tidak punya hak melarang Tuan untuk berhubungan dengan siapa pun,” tegas Nina dengan sebuah senyum palsu di bibirnya.“Kok kamu ngomongnya gitu sih, Nina?”“Saya hanya menyampaikan fakta saja, Tuan.”“Aku gak suka kalau kamu ngomong kayak gitu, Nina. Di mataku kamu bukan hanya sebatas pesuruh. Tapi lebih. Aku sudah menganggapmu sebagai—”“Sebagai apa Tuan? Sebagai pemuas nafsu? Saya sudah bilang sebelumnya, saya tidak sudi lagi, Tuan. Tuan Bryan hanya saya anggap sebagai seorang majik
Dua bulan kemudian, kini usia kandungan Nina sudah menginjak sembilan bulan. Mereka baru saja pulang dari rumah sakit setelah mengontrol kehamilannya. Kata dokter, kira-kira dua minggu lagi Nina akan melahirkan kedua bayinya.Dan saat ini Nina sedang melihat-lihat kamar bayi untuk kedua calon buah hatinya itu. Nina berjalan mengelilingi kamar bayi yang didominasi warna pink. Nina semenjak tau kedua bayinya berjenis kelamin perempuan, langsung berbelanja perlengkapan bayi untuk bayi perempuan, mulai dari baju, kaos kaki, kupluk dan lainnya. Saat berbelanja, Nina ditemani oleh ibunya, karena saat itu Bryan sedang ada urusan pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan.“Kenapa kamu berbelanja sebanyak ini, Nak? Beli bajunya beberapa pasang saja. Jangan terlalu boros!” imbuh Aliyah memberi saran kala itu.“Bayinya kan ada dua, Bu. Kalau beli sedikit, mana cukup.”“Baju bayi Brianna dulu kamu simpan di mana? Itu kan bisa kamu gunakan kembali untuk bayimu nanti, Nak
Waktu terus berjalan hingga tak terasa kehamilan Nina telah memasuki usia 7 bulan. Hari ini rumah Bryan dan Nina terlihat ramai dipenuhi oleh para tamu undangan. Kedua pasangan itu mengadakan syukuran atas kehamilan Nina yang sudah berusia 7 bulan.Acara itu Nina serahkan sepenuhnya kepada Even Organizer sehingga dia tidak perlu repot mengurus segala pernak-pernik acara itu.Nina tampil cantik dengan balutan kaftan berwarna baby pink. Dia sengaja memilih warna baby pink karena menurut hasil USG, kedua bayinya berjenis kelamin perempuan. Sedangkan untuk riasan rambutnya, disanggul yang menampilkan leher jenjangnya yang putih dan mulus. Riasan wajahnya tipis tapi elegan yang membuat Nina semakin mempesona. Sedangkan Bryan mengenakan kemeja batik dengan motif dan warna yang senada, begitu pula dengan Brianna yang juga memakai kaftan yang persis dengan ibunya.Bryan menatap istrinya yang tampil cantik hari ini. Hari di mana dia menjadi sorotan di acara tujuh bulanan
Setelah obat sudah ada di tangan Bryan, pria itu menghampiri istrinya yang sedang duduk manis di kursi tunggu.“Yuk kita pulang sekarang!” ajak Bryan.Bryan lalu menggandeng tangan istrinya menuju lobi rumah sakit. Sesekali dia mengecup kepala Nina dengan lembut. Hal itu tentu saja menjadi perhatian orang yang melintas dan berpapasan dengan mereka. Nina berusaha melepaskan diri dari suaminya. Nina merasa malu karena Bryan berlaku mesra di depan umum. Namun usahanya sia-sia karena lengan kiri Bryan segera memeluk pinggang Nina. Hal itu justru membuat mereka tampak semakin mesra, sehingga banyak pasang mata mengulum senyum ketika bertemu pandang dengan mereka. Sebagiannya lagi ada yang tampak iri hati melihat kemesraan pasangan suami istri itu.“Mas, kamu bikin malu saja ihh.”“Kenapa malu? Aku memeluk istriku sendiri, bukan istri orang lain,” elak Bryan. Dia menatap istrinya kemudian mengerlingkan sebelah mata pada Nina.
Hari demi hari terlewati. Tak terasa kini kandungan Nina sudah masuk pada usia 10 minggu. Bryan kembali membawa istrinya ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan kehamilan.“Ibu Nina Anatasya, silakan masuk,” panggil suster di depan pintu ruang prakter dokter kandungan.Nina bangkit dari kursi dan melangkah ke arah pintu ruang praktek tersebut, diikuti oleh Bryan. Nina melakukan pemeriksaan tensi darah terlebih dahulu oleh suster tersebut sebelum bertemu dengan dokter kandungan itu.“Tensinya normal ya, Bu. Silakan bertemu dengan dokter.”“Baik, Sus.” Nina lalu melangkah menghampiri sang dokter.Dokter kandungan itu tersenyum ramah kala Nina sudah duduk di kursi, di depan meja kerjanya.“Ada yang bisa dibantu?” tanya dokter.“Saya ingin kontrol kehamilan, Dok. Sekalian ingin melakukan pemeriksaan USG. Saya dan suami saya ingin tau, apakah janin saya baik-baik saja.”
Hari ini, Nina sudah siap dengan pakaian casual dilengkapi jaket kulit warna hitam. Rambutnya diikat seperti ekor kuda. Membuat penampilannya semakin cantik dan segar. Dia berjalan menuju halaman rumah untuk menemui Bryan yang sudah menunggunya di sana. Sesampainya di halaman rumah, Nina tertegun melihat penampilan Bryan yang tampak seperti aktor hollywood yang tampan dan gagah.Sama seperti istrinya, Bryan juga mengenakan pakaian casual dan jaket warna hitam. Suaminya itu tengah duduk di atas motor gede yang baru saja dia beli.Senyum mengembang terbit dari bibir Bryan kala melihat istrinya sudah sampai di teras rumah.“Bagaimana dengan Brianna? Aman gak kalau kita tinggal? Kita akan lama nanti, karena aku akan mengajak kamu keliling kota Jakarta.”“Brianna sedang tidur, Mas. Aku menitipkan dia sama Mbak Siti. Jadi kamu tenang saja. Semuanya pasti aman terkendali.”“Oke. Sekarang kamu pakai ini. Setelah itu kita berangkat.” Bryan menyerahkan helm full face yang sudah dia siapkan untu
“Ya aku membelinya di restoran.”“Terus kenapa harganya bisa semahal mobil sport?” tanya Nina bingung.“K-karena tadi uangku kurang dan aku meminjamnya pada Jonas. Lalu aku memberikan mobilku kepada Jonas sebagai bentuk pelunasan utang.”“Astaga, Mas. Apa itu tidak terlalu berlebihan? Kenapa semudah itu kamu memberikan mobil kepada karyawanmu?”“Mobilku kan masih banyak, sayang.”“Itu di Indonesia, Mas. Tapi di sini, hanya itu mobil kamu. Masa harus dikirim lagi sih dari Jakarta? Atau kamu mau membeli baru? Boros dong.”“Udahlah, sayang. Jangan dipikirin. Kamu habiskan saja gulai kambingnya biar aku gak kecewa karena telah mengorbankan mobilku untuk beliin kamu gulai kambing ini.”Akhirnya mereka menghabiskan gulai kambing itu berdua dan saling menyuapi secara bergantian. Suatu hal yang sering mereka lakukan dari awal kenal dan hal sekecil itu mampu membuat suasana menjadi lebih berkesan dan romantis.“Terima kasih ya, Mas. Hamil kali ini terasa beda. Karena ada kamu yang bakalan menem
“Selamat! Istri Anda hamil, Pak,” ucap dokter kandungan yang kini memeriksa Nina.Melalui USG yang dilakukan, walau janin Nina masih kecil, tapi hasil gambar yang ditangkap di layar cukup membuktikan bahwa saat ini Nina tengah hamil lagi.“Apa istri saya mengandung bayi kembar, Dok?”“Saya belum bisa memastikan, Pak. Karena kehamilan istri Bapak masih berusia 4 minggu. Sulit untuk dideteksi. Bapak dan ibu bisa kembali lagi untuk melakukan pemeriksaan USG di usia kehamilan 10 minggu untuk memastikan apakah benar ada janin kembar atau tidak,” jawab dokter.Bryan menganggukkan kepalanya, tanda paham. “Oh begitu ya. Baiklah.”“Dok, kami di Sydney ini hanya sementara. Mungkin dalam minggu ini kami akan kembali ke Jakarta. Apa kondisi istri saya yang hamil ini, aman untuk bepergian naik pesawat dalam waktu yang lama?” tanya Bryan lagi. “Oh ya, kami menggunakan pesawat pribadi,” timpa
Melihat raut wajah Nina yang kebingungan, Jonas pun kembali berbicara sembari memasang senyum tipisnya. “Silakan berbicara bahasa Indonesia saja, Nyonya. Kebetulan saya menguasai bahasa Indonesia juga.”Nina menghela napas lega. “Baguslah. Saya hari ini ingin jalan-jalan, bisakah kamu rekomendasikan tempat menarik yang bisa kami kunjungi hari ini?”“Tentu. Saya akan mengantar dan memandu Nyonya ke tempat wisata yang menarik di kota ini. Mari kita berangkat sekarang. Pertama saya akan mengantar Anda untuk mengunjungi Museum dan Galeri Australia. Lalu Anda bisa ke Taronga Zoo Sydney. Kemudian Anda juga bisa mengunjungi pasar budaya Sydney, di sana Anda bisa berbelanja produk buatan suku Aborigin.” Jonas menjelaskan sambil berjalan menuju area parkir tempat mobilnya berada.“Oh, baiklah. Saya mau mengunjungi tempat yang kamu maksud. Lalu kalau saya mau berbelanja bahan makanan sehari-hari, apa bisa di pasar yang kamu sebutk
“Hari ini aku akan meeting dengan pegawaiku di kantor. Jadi aku tidak bisa ikut makan siang bersamamu. Kamu makan siang sama Mbak Siti saja ya. Mungkin besok kesibukanku sudah berkurang. Rencananya besok aku akan mengajak kamu berkunjung ke kantor. Aku ingin memperkenalkanmu kepada rekan kerjaku. Mereka sangat penasaran dengan sosok Nina Anatasya, istri dari Bryan Lawrence.” Bryan berkata sambil mencium bibir istrinya.“Kalau begitu, hari ini aku jalan-jalan bertiga ya, Mas. Aku mau jalan-jalan sekalian makan siang di luar. Setelah makan siang, rencananya aku akan belanja bahan makanan untuk kita makan malam nanti.” Nina berkata sambil menatap kagum pada suaminya yang sudah berpenampilan rapi.“Oke. Nanti aku akan menyuruh Jonas untuk mengantar kamu ke tempat yang akan kamu kunjungi hari ini.”“Iya, Mas. Terima kasih.”Setelah itu mereka keluar dari kamar untuk sarapan bersama. Mereka sarapan bersama B