“Aku tetap memilih Nina, Pa,” jawab Bryan setelah sekian lama mengatupkan bibirnya.
“Kamu sudah yakin dengan pilihan kamu?” tanya Fredrinn ingin memastikan jawaban anaknya.
“Iya, Pa. Aku yakin. Kami tetap saling mencintai dalam suka maupun duka. Susah senang akan kami lalui bersama,” ujar Bryan dengan mantap.
Nina kemudian menatap Bryan seolah-olah tak percaya. Tapi jujur, ia juga merasa senang karena Bryan lebih memilihnya.
Sudut bibir Fredrinn terangkat. Ia tersenyum sinis mendengar kalimat anaknya. “Kamu bisa berkata demikian karena kamu belum melaluinya!”
“Aku akan memegang omonganku sendiri, Pa. Papa bakalan lihat keseriusanku.”
“Ya sudah. Serahkan semua kredit card dan ATM-mu. Kembalikan semuanya ke Papa!”
Bryan mengambil dompetnya kemudian mengeluarkan semua kartu kredit tanpa limit dan kartu ATM miliknya. Fredrinn juga meminta kunci mobil yang tadi mereka
Keesokan paginya, Rosalina mencari Bryan, namun Bi Lastri mengatakan bahwa sedari malam Bryan belum juga pulang.Fredrinn yang tengah sibuk memasang dasi langsung menjawab pertanyaan istrinya itu. “Mama jangan cari-cari Bryan lagi! Bryan sudah Papa usir dari rumah! Dia tidak boleh lagi menginjakkan kakinya ke rumah ini!”Rosalina membelalakkan mata begitu mendengar jawaban Fredrinn. Bi Lastri yang mendengarnya pun ikut terkejut.“Apa!? Papa ngusir Bryan? Kenapa Papa melakukan itu?” tanya Rosalina meminta penjelasan.“Anak itu sudah keterlaluan, Ma! Ternyata dia membohongi Papa! Dia membeli apartemen mahal untuk gadis kampung itu! Padahal gadis kampung itu ngomong ke Papa minta resign, mau pulang kampung merawat bapaknya yang sedang sakit. Tau-taunya mereka lagi asik berduaan di apartemen itu! Papa menangkap basah mereka sedang bertelanjang di kolam renang! Ini bukan pertama kalinya, waktu itu Papa juga melihat mereka berciuma
“Apa semua itu penting?! Kan aku sudah memenuhi semua kewajibanku kepada Bryan! Memberikannya uang, menyekolahkannya sampai S-2, memberikannya tempat tinggal, memastikan dia bisa makan tiga kali sehari. Apa itu kurang cukup? Apa perjuanganku belum setimpal bagi kamu, Ros?! Kamu itu enak, cuman diam di rumah mengurus anak! Urusan rumah tangga sudah dikerjakan oleh pembantu. Kenapa kamu masih mengeluh?!”“Kalau soal menafkahi secara materi, aku juga sanggup, Fredrinn!! Seandainya aku tau ini bakalan terjadi, aku tidak akan resign dari kerjaanku. Lebih baik aku bekerja sekaligus mengurus anakku. Aku salah menilai kamu, aku pikir kamu bisa menjadi ayah yang baik untuk Bryan, rupanya dugaanku salah besar!”Ya, sebelum menikah, Rosalina adalah pengacara hebat yang bekerja di firma hukum ternama pula. Namun setelah Rosalina melahirkan Bryan, ia memilih untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya. Rosalina ingin fokus dengan bayinya. Rosalina tidak mau me
Di tempat lain, Bryan masih tertidur pulas di kamar hotel bersama Nina. Setelah sinar matahari masuk secara sempurna di cela-cela tirai jendela, Nina akhirnya terbangun dari tidur nyenyaknya. Ia melihat Bryan yang terbaring di sebelahnya, masih memejamkan mata tanpa merasa terganggu sedikit pun oleh cahaya mentari pagi.“Mas Bryan, bangun, Mas!”Guncangan ringan di bahunya, membuat Bryan tersadar. “Kenapa sayang?” tanyanya dengan suara serak-serah basah khas bangun tidur.“Ayo bangun, Mas! Ini sudah pagi!”“Emang jam berapa sekarang?” tanya Bryan malas.“Sudah jam sembilan lewat, Mas! Ayo bangun!”Bryan menguap dan kembali menyelimuti dirinya sendiri. “Masih pagi banget, sayang. Mendingan kita lanjutin tidur yuk.”“Gak mau ah. Aku gak mau tidur lagi. Istirahatku udah cukup,” tolak Nina kemudian bangkit dari tempat tidur. Namun Bryan kembali menarik tub
“Kita cari kontrakan atau kosan aja yang bayarnya per bulan. Kayaknya masih ada kok yang harganya 600-an gitu sebulan. Setidaknya kita aman punya tempat bernaung. Soal makan dan lain-lain, nanti kita pikirin lagi.”Mereka pun pergi dari hotel tersebut dan mencari rumah sewa. Setelah beberapa jam, mereka akhirnya menemukan kontrakan sepetak dengan fasilitas apa adanya, hanya ada lemari kecil dan juga kasur tipis serta wc dalam. Letak kontrakan itu pun jauh dari pusat kota dan jalanan masuknya harus melewati gang sempit.“Ini gak ada kompornya ya, Bu?” tanya Nina kepada si pemilik kontrakan.“Namanya juga kontrakan, Mbak. Kosongan begini. Syukur-syukur saya kasih lemari, kasur, dan kipas!” jawab si pemilik kontrakan dengan muka judesnya. “Di tempat lain mungkin bener-bener kosong, tanpa isi!”“Emangnya harga sewanya berapa sebulan, Bu?”“Saya kasih 800 deh, Mbak! Air saya yang tanggung
Tutik tidak pantang menyerah, ia langsung memberikan sebungkus nasi campur kepada Bryan. “Ini ada makanan buat Kakak.”Tidak ingin menolak rezeki, Bryan menerimanya tanpa berpikir panjang. Jujur saja, Bryan juga merasa lapar saat ini.“Makasih ya.”Gadis itu tersenyum sumringah karena Bryan akhirnya bersuara.‘Aghh, gila.. suaranya seksi banget.’“Kakak mau dibuatin teh hangat gak?” tawar Tutik, berusaha mencari perhatian lebih.“Ah, gak usah repot-repot.”“Gak merepotkan kok, Kak. Lagian rumah saya di depan sini. Itu rumah saya, yang cat hijau,” ucapnya sembari menunjuk rumahnya sendiri.“Gak usah, Tutik. Terima kasih. Kalau teh hangat, saya juga bisa buat sendiri kok. Tapi sayangnya saya belum ada kompor,” ucap Bryan sedikit curhat.Tutik mengangguk pelan, lalu berlari menuju rumahnya. Bryan dibuat terheran-heran dengannya.Tidak
“Ini sudah semingguan lebih, Pa. Mana Bryan? Kata Papa, Bryan pasti pulang. Tapi sampai sekarang kok belum ada? Mama mohon, Pa, cari anak kita, Pa! Mama khawatir,” gumam Rosalina dengan suara lirihnya.Sudah tiga harian, Rosalina hanya bisa terbaring lemas di tempat tidur sembari menangisi anaknya. Kata dokter, Rosalina terkena gangguan kecemasan. Hal ini memicu penyakitnya kambuh. Rosalina semakin pucat, kesehatannya menurun dari hari ke hari, tubuhnya pun semakin kurus karena beberapa kali Rosalina menolak makanan yang diberikan Bi Lastri.“Saya tidak tau ada masalah apa di keluarga ini. Tapi sebagai dokter, saya meminta Anda agar menuruti saja kemauan istri Anda, Sir! Seharusnya Anda bersyukur karena Ibu Rosalina masih diberi kekuatan untuk dapat bertahan selama ini! Coba Anda lihat di luar sana, pasien yang mengidap penyakit kanker mungkin hanya memiliki harapan hidup yang lebih pendek. Jadi pesan saya, lebih baik Anda kabulkan saja permintaan Ibu
“Gak bisa, Ma. Mama lagi sakit begini, mana boleh jalan jauh. Apalagi mau ke tempat aku. Di sana gak nyaman, Ma.”“Makanya kamu di sini saja, Nak.”“Gak bisa, Ma. Aku gak mau pisah dari Nina.”Rosalina sedikit kecewa, karena Bryan lebih mementingkan Nina daripada dirinya sendiri, orang yang telah melahirkan dan merawatnya sampai besar. Tapi Rosalina juga paham bahwa anaknya itu sudah besar dan berhak memilih jalan hidupnya sendiri.“Ma, aku gak bisa di sini lama-lama. Aku harus cari kerja, Ma.”“Kamu ambil saja kredit sama ATM Mama, Bryan. Lagian Mama tidak membutuhkannya.”“Gak perlu, Ma. Aku mau belajar mandiri. Aku mau buktiin ke Papa bahwa aku bisa menghidupi diri sendiri.”Lagi dan lagi, Rosalina harus merelakan anaknya pergi. Buliran air hangat kembali menetes saat mereka akan berpisah.“Mama jangan nangis lagi ya. Aku janji kalau ada waktu luan
“Di dekat sini, Mas. Aku tadi pagi lihat di sosmed, ada orang nyari pekerja. Kerjanya jagain jualan sosis panggang dan lain-lain aja sih. Tapi karena kita kepepet butuh duit, ya udah aku datangin aja tempat itu. Alhamdulillah aku diterima dan langsung kerja hari ini juga.”Nina lalu merogoh sakunya dan menyerahkan uang 25 ribu kepada Bryan. “Ini gaji aku, Mas. Kebetulan sistem gajiannya per hari.”Bryan melihat uang itu dan merasa miris. ‘Astaga, dia bahkan rela kerja dengan gaji 25 ribu per hari. Berarti cuma 750 ribu sebulan. Itu pun belum nutupi biaya kontrakan. Sedangkan aku tadi ditawarin kerja jaga toko 1,2 per bulan, tapi aku tolak karena gajinya kecil banget. Harusnya aku gak milih-milih pekerjaan seperti Nina.’“Kenapa dilihat aja, Mas? Ambil aja. Aku tau kamu udah laper. Kamu beliin aja nasi goreng di depan gang kita. Kalau kamu nungguin aku masak dulu, pasti lama. Aku gak tega lihat kamu kelaparan, Mas.”
Dua bulan kemudian, kini usia kandungan Nina sudah menginjak sembilan bulan. Mereka baru saja pulang dari rumah sakit setelah mengontrol kehamilannya. Kata dokter, kira-kira dua minggu lagi Nina akan melahirkan kedua bayinya.Dan saat ini Nina sedang melihat-lihat kamar bayi untuk kedua calon buah hatinya itu. Nina berjalan mengelilingi kamar bayi yang didominasi warna pink. Nina semenjak tau kedua bayinya berjenis kelamin perempuan, langsung berbelanja perlengkapan bayi untuk bayi perempuan, mulai dari baju, kaos kaki, kupluk dan lainnya. Saat berbelanja, Nina ditemani oleh ibunya, karena saat itu Bryan sedang ada urusan pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan.“Kenapa kamu berbelanja sebanyak ini, Nak? Beli bajunya beberapa pasang saja. Jangan terlalu boros!” imbuh Aliyah memberi saran kala itu.“Bayinya kan ada dua, Bu. Kalau beli sedikit, mana cukup.”“Baju bayi Brianna dulu kamu simpan di mana? Itu kan bisa kamu gunakan kembali untuk bayimu nanti, Nak
Waktu terus berjalan hingga tak terasa kehamilan Nina telah memasuki usia 7 bulan. Hari ini rumah Bryan dan Nina terlihat ramai dipenuhi oleh para tamu undangan. Kedua pasangan itu mengadakan syukuran atas kehamilan Nina yang sudah berusia 7 bulan.Acara itu Nina serahkan sepenuhnya kepada Even Organizer sehingga dia tidak perlu repot mengurus segala pernak-pernik acara itu.Nina tampil cantik dengan balutan kaftan berwarna baby pink. Dia sengaja memilih warna baby pink karena menurut hasil USG, kedua bayinya berjenis kelamin perempuan. Sedangkan untuk riasan rambutnya, disanggul yang menampilkan leher jenjangnya yang putih dan mulus. Riasan wajahnya tipis tapi elegan yang membuat Nina semakin mempesona. Sedangkan Bryan mengenakan kemeja batik dengan motif dan warna yang senada, begitu pula dengan Brianna yang juga memakai kaftan yang persis dengan ibunya.Bryan menatap istrinya yang tampil cantik hari ini. Hari di mana dia menjadi sorotan di acara tujuh bulanan
Setelah obat sudah ada di tangan Bryan, pria itu menghampiri istrinya yang sedang duduk manis di kursi tunggu.“Yuk kita pulang sekarang!” ajak Bryan.Bryan lalu menggandeng tangan istrinya menuju lobi rumah sakit. Sesekali dia mengecup kepala Nina dengan lembut. Hal itu tentu saja menjadi perhatian orang yang melintas dan berpapasan dengan mereka. Nina berusaha melepaskan diri dari suaminya. Nina merasa malu karena Bryan berlaku mesra di depan umum. Namun usahanya sia-sia karena lengan kiri Bryan segera memeluk pinggang Nina. Hal itu justru membuat mereka tampak semakin mesra, sehingga banyak pasang mata mengulum senyum ketika bertemu pandang dengan mereka. Sebagiannya lagi ada yang tampak iri hati melihat kemesraan pasangan suami istri itu.“Mas, kamu bikin malu saja ihh.”“Kenapa malu? Aku memeluk istriku sendiri, bukan istri orang lain,” elak Bryan. Dia menatap istrinya kemudian mengerlingkan sebelah mata pada Nina.
Hari demi hari terlewati. Tak terasa kini kandungan Nina sudah masuk pada usia 10 minggu. Bryan kembali membawa istrinya ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan kehamilan.“Ibu Nina Anatasya, silakan masuk,” panggil suster di depan pintu ruang prakter dokter kandungan.Nina bangkit dari kursi dan melangkah ke arah pintu ruang praktek tersebut, diikuti oleh Bryan. Nina melakukan pemeriksaan tensi darah terlebih dahulu oleh suster tersebut sebelum bertemu dengan dokter kandungan itu.“Tensinya normal ya, Bu. Silakan bertemu dengan dokter.”“Baik, Sus.” Nina lalu melangkah menghampiri sang dokter.Dokter kandungan itu tersenyum ramah kala Nina sudah duduk di kursi, di depan meja kerjanya.“Ada yang bisa dibantu?” tanya dokter.“Saya ingin kontrol kehamilan, Dok. Sekalian ingin melakukan pemeriksaan USG. Saya dan suami saya ingin tau, apakah janin saya baik-baik saja.”
Hari ini, Nina sudah siap dengan pakaian casual dilengkapi jaket kulit warna hitam. Rambutnya diikat seperti ekor kuda. Membuat penampilannya semakin cantik dan segar. Dia berjalan menuju halaman rumah untuk menemui Bryan yang sudah menunggunya di sana. Sesampainya di halaman rumah, Nina tertegun melihat penampilan Bryan yang tampak seperti aktor hollywood yang tampan dan gagah.Sama seperti istrinya, Bryan juga mengenakan pakaian casual dan jaket warna hitam. Suaminya itu tengah duduk di atas motor gede yang baru saja dia beli.Senyum mengembang terbit dari bibir Bryan kala melihat istrinya sudah sampai di teras rumah.“Bagaimana dengan Brianna? Aman gak kalau kita tinggal? Kita akan lama nanti, karena aku akan mengajak kamu keliling kota Jakarta.”“Brianna sedang tidur, Mas. Aku menitipkan dia sama Mbak Siti. Jadi kamu tenang saja. Semuanya pasti aman terkendali.”“Oke. Sekarang kamu pakai ini. Setelah itu kita berangkat.” Bryan menyerahkan helm full face yang sudah dia siapkan untu
“Ya aku membelinya di restoran.”“Terus kenapa harganya bisa semahal mobil sport?” tanya Nina bingung.“K-karena tadi uangku kurang dan aku meminjamnya pada Jonas. Lalu aku memberikan mobilku kepada Jonas sebagai bentuk pelunasan utang.”“Astaga, Mas. Apa itu tidak terlalu berlebihan? Kenapa semudah itu kamu memberikan mobil kepada karyawanmu?”“Mobilku kan masih banyak, sayang.”“Itu di Indonesia, Mas. Tapi di sini, hanya itu mobil kamu. Masa harus dikirim lagi sih dari Jakarta? Atau kamu mau membeli baru? Boros dong.”“Udahlah, sayang. Jangan dipikirin. Kamu habiskan saja gulai kambingnya biar aku gak kecewa karena telah mengorbankan mobilku untuk beliin kamu gulai kambing ini.”Akhirnya mereka menghabiskan gulai kambing itu berdua dan saling menyuapi secara bergantian. Suatu hal yang sering mereka lakukan dari awal kenal dan hal sekecil itu mampu membuat suasana menjadi lebih berkesan dan romantis.“Terima kasih ya, Mas. Hamil kali ini terasa beda. Karena ada kamu yang bakalan menem
“Selamat! Istri Anda hamil, Pak,” ucap dokter kandungan yang kini memeriksa Nina.Melalui USG yang dilakukan, walau janin Nina masih kecil, tapi hasil gambar yang ditangkap di layar cukup membuktikan bahwa saat ini Nina tengah hamil lagi.“Apa istri saya mengandung bayi kembar, Dok?”“Saya belum bisa memastikan, Pak. Karena kehamilan istri Bapak masih berusia 4 minggu. Sulit untuk dideteksi. Bapak dan ibu bisa kembali lagi untuk melakukan pemeriksaan USG di usia kehamilan 10 minggu untuk memastikan apakah benar ada janin kembar atau tidak,” jawab dokter.Bryan menganggukkan kepalanya, tanda paham. “Oh begitu ya. Baiklah.”“Dok, kami di Sydney ini hanya sementara. Mungkin dalam minggu ini kami akan kembali ke Jakarta. Apa kondisi istri saya yang hamil ini, aman untuk bepergian naik pesawat dalam waktu yang lama?” tanya Bryan lagi. “Oh ya, kami menggunakan pesawat pribadi,” timpa
Melihat raut wajah Nina yang kebingungan, Jonas pun kembali berbicara sembari memasang senyum tipisnya. “Silakan berbicara bahasa Indonesia saja, Nyonya. Kebetulan saya menguasai bahasa Indonesia juga.”Nina menghela napas lega. “Baguslah. Saya hari ini ingin jalan-jalan, bisakah kamu rekomendasikan tempat menarik yang bisa kami kunjungi hari ini?”“Tentu. Saya akan mengantar dan memandu Nyonya ke tempat wisata yang menarik di kota ini. Mari kita berangkat sekarang. Pertama saya akan mengantar Anda untuk mengunjungi Museum dan Galeri Australia. Lalu Anda bisa ke Taronga Zoo Sydney. Kemudian Anda juga bisa mengunjungi pasar budaya Sydney, di sana Anda bisa berbelanja produk buatan suku Aborigin.” Jonas menjelaskan sambil berjalan menuju area parkir tempat mobilnya berada.“Oh, baiklah. Saya mau mengunjungi tempat yang kamu maksud. Lalu kalau saya mau berbelanja bahan makanan sehari-hari, apa bisa di pasar yang kamu sebutk
“Hari ini aku akan meeting dengan pegawaiku di kantor. Jadi aku tidak bisa ikut makan siang bersamamu. Kamu makan siang sama Mbak Siti saja ya. Mungkin besok kesibukanku sudah berkurang. Rencananya besok aku akan mengajak kamu berkunjung ke kantor. Aku ingin memperkenalkanmu kepada rekan kerjaku. Mereka sangat penasaran dengan sosok Nina Anatasya, istri dari Bryan Lawrence.” Bryan berkata sambil mencium bibir istrinya.“Kalau begitu, hari ini aku jalan-jalan bertiga ya, Mas. Aku mau jalan-jalan sekalian makan siang di luar. Setelah makan siang, rencananya aku akan belanja bahan makanan untuk kita makan malam nanti.” Nina berkata sambil menatap kagum pada suaminya yang sudah berpenampilan rapi.“Oke. Nanti aku akan menyuruh Jonas untuk mengantar kamu ke tempat yang akan kamu kunjungi hari ini.”“Iya, Mas. Terima kasih.”Setelah itu mereka keluar dari kamar untuk sarapan bersama. Mereka sarapan bersama B