Pagi harinya, Flora terbangun dengan tubuh yang terasa pegal-pegal seluruhnya. Tubuhnya seakan remuk redam, padahal dirinya yang memancing Abian, tapi dirinya juga yang kewalahan. Memang hanya satu ronde pria itu mengerjainya, tapi durasinya sangat lama.
"Aduh, pegel.." Gumam Flora. Dia beranjak dari tidurnya, lalu menatap ranjang yang terlihat berantakan karena ulah Abian semalam. Dia menundukkan kepalanya, lalu melihat ada kissmark yang di tinggalkan Abian di dadanya."Nakal.." Flora bergumam sambil tersenyum. Wanita itu membuka jendela dan di sambut dengan semilir angin sejuk khas pagi hari. Dia memejamkan matanya, sambil berdiri di dekat jendela itu.Hingga, kedua mata itu membeliak saat merasakan ada tangan yang melingkar di perutnya. Wanita itu terlihat khawatir, dia takut kalau Abian nekat masuk ke kamar padahal sudah pagi."Lagi ngapain?" Tanyanya, membuat Flora menghela nafasnya lega. Dia hafal benar seperti apa suara Abian dan ini bukanl"Kita harus bicara nanti." Ucap Abian tanpa suara dan segera di angguki oleh Flora. Dia rasa, dia juga harus bicara dengan Abian tentang kelangsungan rencana yang tengah mereka lakukan saat ini.Setelah selesai makan, Flora pun memilih untuk membantu Santi beberes. Wanita itu mencuci piring dan Santi tengah merapikan meja juga mengelapnya hingga bersih."Mbak, pingin bikin stuff roti deh. Ada roti gak di kulkas?" Tanya Flora pada Santi."Ada, Flo. Susu sama keju juga masih ada.""Bikin yuk?" Ajak Flora pada Santi."Boleh, ayo kita buat." Jawab Santi. Keduanya pun segera membuat Fla untuk di siramkan ke roti tawar yang sudah di potong-potong dan di masukkan ke dalam wadah.Flora menuang susu cair, susu kental manis juga gula pasir dengan takaran yang sudah dia ketahui pastinya lalu mengaduknya dengan perlahan. Setelah mendidih, barulah dia menuangkan semua itu ke dalam wadah yang sudah ada roti di dalamnya."Kita masukkan
Flora memejamkan matanya ketika bibir nakal Abian mulai menjamah bagian lain, sasarannya adalah leher. Pria itu mencium dan menyesapnya hingga meninggalkan bekas kemerahan, satu area yang tidak pernah tersentuh bahkan oleh suaminya sendiri pun, kini di jamah dengan begitu liarnya oleh pria yang menjadi selingkuhannya itu.Apa terlalu kejam untuk menyebutkan kalau Abian adalah selingkuhan? Rasanya tidak, tidak sama sekali karena pada dasarnya, keduanya memang berselingkuh atas dasar apa yang di lakukan Arifin lebih dulu. Flora membalas akan apa yang sudah pria itu lakukan padanya. Flora rasa itu cukup setimpal, penghianatan di balas penghianatan.Setelah beberapa menit berlalu, Abian menyudahi permainannya, dia menatap intens wajah Flora yang memerah. Sebagai wanita dewasa, tentunya ketika di sentuh sedemikian intimnya, Flora pasti berhasrat, tapi sayang sekali fisiknya belum terlalu mampu untuk mengimbangi permainan panas Abian di atas ranjang.Jemari besa
Keesokan harinya, Flora sudah bersiap dan dia pun pergi bersama Arifin dengan mobil baru milik pria itu. Flora duduk nyaman di kursi samping kemudi."Bau parfum cewek disini, siapa yang udah duluan naik mobil ini sebelum aku, Mas?" Tanya Flora, katanya mendelik ke arah Arifin yang terlihat fokus mengemudi."Parfum cewek apa sih? Mobilnya aja baru Mas beli, belum ada seminggu." Kilah pria itu, padahal kemarin dia membawa selingkuhannya itu jalan-jalan dengan menaiki mobil ini. Dia mengajak selingkuhannya itu belanja di mall, gila saja bukan?"Ohh, yaudah." Jawab Flora, dia memilih untuk percaya saja meskipun dia tahu kalau suaminya pasti tengah berbohong. Arifin sendiri merasa tenang, karena seperti biasa, Flora pasti mudah mempercayai sesuatu. Hanya perlu berbohong sedikit saja, dia takkan banyak bertanya lagi.'Gampang banget di bohongin.' Batin pria itu sambil tersenyum kecil.Sedangkan Flora, dia juga sibuk dengan pemikirannya sendiri.
Tok.. tok.. tok..Terdengar ketukan lirih dari kaca mobil, Arifin menoleh dan ternyata itu Flora. Pria itu langsung mengambil dompet miliknya lalu keluar dari mobil dengan terburu-buru."Lama banget, Mas. Ngapain dulu sih?" Tanya Flora dengan tatapan penuh selidik ke arah Arifin yang hanya diam saja."Tadi balas pesan klien.""Oh, kan tadi juga aku bilang apa. Gak mungkin kalo gak penting sampai nelponin berkali-kali." Jawab Flora. Padahal dia tahu kalau klien yang di maksud Arifin pasti kliennya yang sering dia ajak bermain di atas ranjang. Cihh, membayangkan dia merasa jijik sendiri."Gapapa, yok makan." Ajak Arifin dan di angguki Flora. Keduanya berjalan masuk ke dalam warung pecel ayam dan memesan makanannya. Flora memilih pecel ayam dengan tambahan ekstra lalapan dan sambal, juga ayam goreng bagian paha bawah kesukaannya.Bagi Flora, bagian itu adalah yang paling juicy dan gurih. Dia sangat menyukai bagian itu. Flora pun mak
Setelah membayar depe dan surat menyurat, Arifin juga membuat sertifikat rumah itu atas nama Flora. Pria itu tidak menaruh rasa curiga sedikitpun pada istrinya."Mas, aku pingin pindah ke rumah ini.""Kapan? Rumahnya masih di beresin, paling semingguan lagi baru siap huni." Jelas Arifin. Saat ini, dia sedang mengemudikan kendaraan roda empatnya."Yaudah, pas udah selesai langsung pindah.""Kelihatannya kamu pengen cepet-cepet pindah, kenapa?""Mas gak usah nanya harusnya karena sudah tahu apa jawabannya." Jawab Flora dengan wajah datarnya. Pria itu mengangguk-anggukan kepalanya."Aku capek, aku muak dengan semua ucapan pedas Mbak Winda, Mas.""Baiklah, siapkan saja. Nanti kita pindahan." Ucap Arifin. Wanita itu pun menganggukan kepalanya, pria itupun kembali fokus dengan jalanan di depannya.Tak lama berselang, akhirnya Flora sampai di rumah. Seperti biasa, dia mendapatkan tatapan sinis nan tajam dari wanita ber
"Sayang.." Panggil Arifin, dia datang bertamu ke apartemen Arina. Tentunya, perempuan itu menyambut kedatangan Arifin dengan senang hati."Kok kesini gak ngabarin dulu?" Tanya Arina sambil memeluk tubuh Arifin."Sengaja biar surprise, sayang." Jawab pria itu sambil mengecup singkat bibir Arina."Pake surprise segala, datang mah datang aja kali." Ucap Arina sambil menarik tangan Arifin ke sofa ruang tengah apartemen miliknya."Itu tahu, kalau aku datang kesini berarti aku kangen.""Aku juga kangen kok, kangen uang kamu, hehe.""Tahu aja kalo Mas habis gajian ya?" Tanya Arifin sambil menjawil gemas dagu lancip Arina sambil terkekeh."Hehe, tahu dong kan aku ngitung tiap bulannya.""Yaudah, mau beli tas atau pakaian?" Tawar pria itu sambil melucuti pakaian Arina, tepatnya bagian atas perempuan itu. Arina yang memang sudah biasa pun membiarkan Arifin melakukan apapun yang dia mau, selama dia bisa mendapatkan apapun
Di rumah, Flora juga tengah sibuk dengan makanan yang tengah dia siapkan. Tapi tak lama kemudian, suara deru mesin mobil mendekat. Awalnya, Flora menyangka kalau itu Abian tapi ternyata dugaannya salah, itu adalah Arifin yang baru saja pulang dengan wajah berbinarnya."Sudah pulang, Mas?" Tanya Flora sinis, dia menatap ke arah penampilan Arifin yang terlihat sedikit.. acak-acakan dengan aroma sabun yang menyeruak."Kita harus bicara!" Ucap Flora lalu pergi ke kamar lebih dulu. Arifin menggaruk tengkuknya lalu mengikuti langkah Flora ke kamar."Ada apa, Flora?""Bisa gak jangan terlalu terang-terangan, Mas?""Apanya? Kamu kenapa sih?""Setiap pulang tubuhmu selalu berbau parfum wanita lain, Mas. Kamu pikir aku tidak menyadarinya?" Tanya wanita itu dengan mata menyalak tajam."Lalu?""Sejak kapan, Mas?""Astaga, apa sih?""Arina, selingkuhanmu itu namanya Arina kan?" Tanya wanita itu yang membuat
"Cukup, Mbak!" Ucap Abian tegas, dia tidak tahan melihat wanitanya di hakimi dengan begitu kejamnya, padahal disini Flora adalah korban. Tapi Winda memperlakukannya seolah dirinyalah yang bersalah.Ketiganya menoleh menatap wajah Abian yang memerah, dia meraih bahu Winda dan menamparnya. Dia kesal dan membalas apa yang sudah di lakukan oleh Winda pada Wanitanya.Plak..Wajah Winda tertoleh ke samping, membuat Santi dan Flora kompak menutup mulut mereka menggunakan tangan. Keduanya benar-benar terkejut, siapa yang menyangka kalau Abian akan melakukan hal itu?"Sudah cukup, Winda. Kali ini aku benar-benar muak melihat tingkah sok suci mu ini.""Abi, berani sekali kau melakukan ini padaku! Aku ini mbakmu.""Aku tahu, aku tahu benar karena aku juga tidak amnesia. Tapi jujur, aku malu mengakuinya sebagai saudariku!" Ucap Abian dengan keras, wajahnya memerah dengan urat-urat leher yang tampan menegang."Kau menampar saudarimu