Di dalam kamar, Arifin menatap wajah cantik istrinya. Entah kenapa, wajah Flora kenapa terlihat semakin cantik saat ini? Wajahnya bersih dengan semburat-semburat kemerahan yang membuat wajahnya semakin cantik.
"Ada apa, Mas? Kenapa menatapku seperti itu?""Wajahmu berubah, Flora. Tapi Mas suka, kamu terlihat cantik."'Ckk, sebel banget. Muji cantik, tapi dia gak mau modalin? Udah di modalin laki-laki lain, baru muji cantik. Situ sehat? Batin Flora dengan kesal."Dari dulu aku memang cantik, hanya saja KURANG MODAL" Jawab Flora dengan menekankan kata kurang modal pada suaminya, membuat Arifin terdiam."Kalau memang kamu cantik, ya gak perlu di modalin kali." Celetuk Arifin yang membuat Flora tertawa."Hah, gak salah Mas? Hahaha..""Dengerin ya, Mas. Kalau mau punya istri cantik, ya jelas harus di modalin. Kamu pikir beli skincare itu pake daun atau dapet minta? Enggak, Mas. Semua pake duit!" Ucap Flora membuat Arifin kembMalam harinya, Flora masuk ke dalam kamarnya. Wanita itu melihat Arifin sedang sibuk menata pakaiannya ke dalam tas besar. Dia akan pergi cukup lama, itu akan membuatnya harus membawa barang yang cukup banyak."Gak kurang banyak itu bawa baju? Kenapa gak sekalian aja bawa lemarinya juga?" Tanya Flora sambil melihat kuku-kukunya yang dia poles menggunakan cat kuku berwarna merah terang."Aku disana dua minggu, Flora.""Kerja doang kan, bukan pindah? Kenapa bawa baju sebegitu banyaknya? Kan bisa beli disana sebagian.""Hemat uangnya." Jawab Arifin membuat Flora mencebikkan bibirnya."Iyalah harus hemat, soalnya selingkuhan kamu itu gaya hidupnya mahal.' Batin Flora. Dia tahu kalau selingkuhan suaminya itu merengek meminta di belikan tas keluaran terbaru yang harganya menembus belasan juta.Dia tidak iri, lagi pula dia tidak terlalu suka membeli barang-barang mewah seperti itu. Karena apa? Fungsinya sama, hanya untuk membawa barang-
"Habis darimana, cantik?""Nganter Mas Arif didepan""Ohh, di dapur ada makanan gak?" Tanya Abian."Ada dong, tadi kan Mbak yang masak. Flora bangun kesiangan!" Sinis Winda yang membuat Flora mendelik. Wanita menyebalkan itu memulai lagi aksinya untuk memojokkan dirinya."Masak apa memangnya, Mbak?""Oseng telur buncis sama cumi saus asam manis." Jawab Winda dengan bangga, membuat Abian mengangguk-anggukan kepalanya. Pria itu pun memberikan kode pada Flora agar pergi sebelum Winda kembali memercikan api perdebatan nantinya."Baiklah, mari kita coba." Gumam Abian, dia harus menyiapkan lidah dan perutnya sekarang untuk mencoba masakan buatan Winda. Semua orang yang ada di rumah pun tahu kalau masakan Winda sudah pasti tidak enak karena dia tidak bisa memasak.Itulah akibatnya jika saat masih kecil hingga remaja dan dewasa, orang tuanya terlalu memanjakan Winda maupun Santi, jadi keduanya sama-sama tidak bisa memasak. Kalau
"Cantik." Gumamnya, dia melihat wajah Flora yang terlihat mungil. Dia merasa kalau Flora akan sangat cocok ketika rambutnya di potong seperti ini."Yang ini saja.""Baik, Tuan." Jawab staff perempuan itu sambil tersenyum kecil. Dia pun memulai dengan merapikan rambut Flora sedikit demi sedikit, dia juga mengusapkan vitamin."Tuan, apa rambutnya harus di luruskan?""Terserah kau saja, warnai sekalian dengan warna ini." Abian menunjukkan sebuah warna yang memang terlihat cantik. Flora langsung naksir dan dia tidak protes dengan pilihan sang pria.Pegawai itupun segera melakukan apapun yang di perintahkan, Flora benar-benar akan merubah penampilannya karena Abian. Pria itu seolah terobsesi untuk membuat wanitanya terlihat sepuluh kali lipat jauh lebih cantik. Padahal saat ini pun, Flora sudah cantik.Setelah beberapa jam menunggu, akhirnya Flora pun selesai. Dia terlihat sangat berbeda dengan model rambut itu. Selain itu, dia juga terlih
"Malam ini pengen yang warna apa, Mas?" Tanya Flora tiba-tiba. Abian tersenyum penuh arti sambil menatap wajah cantik Flora yang menyunggingkan senyum kecilnya."Merah, sayang.""Siap, kapten." Jawab Flora sambil tersenyum, dia meletakan tangannya di kening seperti orang menghormat bendera. Pria itu terkekeh melihat tingkah manis Flora, dia mengacak rambut wanita itu dengan gemas.Setelahnya, keduanya harus berpura-pura canggung karena Winda datang dengan wajah penuh iri dengkinya. Flora tersenyum kecil seakan meledek wanita itu."Abi.""Hmm, apa Mbak?""Tadi kamu sama Flora kemana? Pulang sore, pas pulang rambut dia berubah kayak gitu.""Ohh, tadi nemenin Flora. Katanya pengen nyalon." Jawab Abian santai."Dari mana dia punya uang buat nyalon?""Lho kok nanya Abi, Mbak? Lagian, kalo Flora nyalon ya berarti dia punya uang dari suaminya, Flora kan punya suami jadi gak sepantasnya di pertanyakan dari mana Flora punya uang. Beda lagi kalau Mbak yang nyalon, foya-foya, belanja. Orang-oran
Di dalam mobil, Flora terus saja melihat kuku-kukunya yang terlihat cantik dan rapi. Selera Abian memang bagus, bahkan penampilan Flora berubah drastis sekarang. Dia berubah seolah bukan Flora yang dulu, dia menjelma menjadi Flora yang berbeda."Mas..""lya, sayang. Kenapa hmm?""Kuku aku jadi bagus-bagus gini, sayang banget kalo aku pake cuci piring.""Jangan cuci piring, biar Mas yang suruh-suruh orang rumah. Mereka gak bakalan berani menolak ucapan Mas karena mereka masih membutuhkan uang Mas.""Omong-omong tentang uang, kembaranmu itu kenapa sih, Mas?""Kenapa memangnya?" Balik tanya Abian dengan kernyitan di dahinya. Meskipun begitu, dia tetap menyetir dengan fokus."Selama dua tahu menikah denganku, dia tidak pernah memberikan aku uang sesuai gajinya. Tapi dia memberikannya pada Mbak Winda dan yang memberi aku uang bulanan itu ya Mbak Winda." Jelas Flora yang membuat Abian terkejut."Berapa setiap bulannya
Tubuhnya terangkat dengan nafas yang berkejaran, keringat membanjiri tubuhnya membuat Abian tersenyum. Dia puas karena berhasil membuat Flora klimaks berkali-kali dalam satu kali penyatuan saja."M-mas..""Hmm, apa sayang?" Tanya Abian sambil tersenyum. Dia meraba tubuh wanita yang terkulai lemas di bawah tubuhnya dengan tangan besarnya, dia meremas buah kembar yang ada di dada Flora dengan gemas."Eemmm..""Lanjut?""lya, Mas." Jawab Flora, membuat Abian kembali menghantam Flora dengan kenikmatan yang jauh lebih besar. Pria itu bergerak dengan cepat karena dia juga ingin segera mendapatkan klimaksnya."Aaarghhhh.." Pria itu mengerang tertahan, kepalanya mendongak ke atas dengan kedua mata yang terpejam rapat. Pria itu menekan senjatanya lebih dalam lagi, hingga membuat Flora kelonjotan sendiri karena merasa miliknya benar-benar penuh dan sedikit terasa sakit, mungkin karena Abian menekannya terlalu dalam."Terimakasih, sayang." Bisik Abian, lalu mengecup mesra kening Flora. Dia bergu
"Sayang, kenapa belum tidur?""Kebangun, Mas. Tadi denger suara orang masuk, jadinya aku nyusul kesini buat lihat Mas udah pulang atau belum." Jawab Flora sambil duduk di sisi ranjang."Kemarilah, ini masih malam." Ucap Abian sambil menepuk-nepuk pelan kasur di sampingnya. Dengan senang hati, Flora pun membaringkan tubuhnya disana dan segera merangsek memeluk tubuh besar Abian. Entahlah, sekarang dia sangat nyaman berada di pelukan Abian, apalagi aroma tubuhnya."Jangan peluk-peluk, sayang.""Lho kenapa? Kamu gak suka aku peluk?" Tanya Flora sambil mendongak agar bisa menatap wajah tampan Abian."Bukan begitu, sayang. Mas suka banget kamu peluk begini, apalagi pas kamu manja sama Mas. Tapi sekarang. Mas bau keringat, sayang. Mas gak mandi, males.""Ckk, kayak yang gak pernah aja aku peluk kamu pas lagi keringetan." Ucap Flora yang membuat Abian terkekeh pelan, lalu menepuk-nepuk mesra puncak kepala wanitanya itu lalu mengecupnya.
"Abi.." Panggil Santi, dia menatap adiknya itu dengan tatapan yang sulit di artikan."lya, Mbak. Kenapa?""Kita harus bicara." Jawab Santi lalu berjalan lebih dulu dan di ikuti oleh Abian di belakangnya. Pria itu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya."Ada apa, Mbak?" Tanya pria itu sambil mendudukan pantatnya di kursi, begitu pula dengan Santi."Abi..""lya, Mbak.""Flora itu istri saudara kembarmu, Bi.""Lalu?" Tanya pria itu dengan sebelah alis yang terangkat."Mbak tahu kalau Flora adalah cinta pertamamu dulu, tapi sikapmu ini menurut Mbak sudah keterlaluan, Abi.""Maksud Mbak apa sih? Tolong lebih rinci.""Mbak kira, kamu masih belum bisa melupakan Flora, apa itu benar?" Tanya Santi serius, dia menatap wajah Abian dengan tatapan yang sulit di artikan."Benar, aku takkan pernah bisa melupakan cinta pertamaku, Mbak. Apalagi sekarang dia ada di rumah yang otomatis aku ak