"Sayang, kenapa belum tidur?""Kebangun, Mas. Tadi denger suara orang masuk, jadinya aku nyusul kesini buat lihat Mas udah pulang atau belum." Jawab Flora sambil duduk di sisi ranjang."Kemarilah, ini masih malam." Ucap Abian sambil menepuk-nepuk pelan kasur di sampingnya. Dengan senang hati, Flora pun membaringkan tubuhnya disana dan segera merangsek memeluk tubuh besar Abian. Entahlah, sekarang dia sangat nyaman berada di pelukan Abian, apalagi aroma tubuhnya."Jangan peluk-peluk, sayang.""Lho kenapa? Kamu gak suka aku peluk?" Tanya Flora sambil mendongak agar bisa menatap wajah tampan Abian."Bukan begitu, sayang. Mas suka banget kamu peluk begini, apalagi pas kamu manja sama Mas. Tapi sekarang. Mas bau keringat, sayang. Mas gak mandi, males.""Ckk, kayak yang gak pernah aja aku peluk kamu pas lagi keringetan." Ucap Flora yang membuat Abian terkekeh pelan, lalu menepuk-nepuk mesra puncak kepala wanitanya itu lalu mengecupnya.
"Abi.." Panggil Santi, dia menatap adiknya itu dengan tatapan yang sulit di artikan."lya, Mbak. Kenapa?""Kita harus bicara." Jawab Santi lalu berjalan lebih dulu dan di ikuti oleh Abian di belakangnya. Pria itu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya."Ada apa, Mbak?" Tanya pria itu sambil mendudukan pantatnya di kursi, begitu pula dengan Santi."Abi..""lya, Mbak.""Flora itu istri saudara kembarmu, Bi.""Lalu?" Tanya pria itu dengan sebelah alis yang terangkat."Mbak tahu kalau Flora adalah cinta pertamamu dulu, tapi sikapmu ini menurut Mbak sudah keterlaluan, Abi.""Maksud Mbak apa sih? Tolong lebih rinci.""Mbak kira, kamu masih belum bisa melupakan Flora, apa itu benar?" Tanya Santi serius, dia menatap wajah Abian dengan tatapan yang sulit di artikan."Benar, aku takkan pernah bisa melupakan cinta pertamaku, Mbak. Apalagi sekarang dia ada di rumah yang otomatis aku ak
"Ini uang buat kalian, biasa jatah bulanan." Ucap Abian sambil memberikan amplop berwarna coklat pada semuanya. Winda dan Santi mendapatkan jatah bulanan seperti biasanya dan Ranti akan mendapatkan dua kali lipat karena Abian berpikir kalau sang ibulah yang mengatur semua kebutuhan rumah.Padahal semua itu adalah tugas Flora biasanya, tapi sekarang tidak lagi. Jadi Ranti benar-benar menerima sesuai kebutuhannya."Di potong berapa lembar ini, Abi?" Tanya Winda sambil menghitung uangnya, ternyata berkurang beberapa ratus ribu dari bulan kemarin."Jangan lupa, aku pernah mengatakan akan mengurangi jatah bulanan kalian, agar tidak semena-mena dan berfoya-foya!" Tegas Abian yang membuat Winda mendelik kesal."Bersyukur, Win. Segini saja, dia memberikan secara cuma-cuma. Kita tidak bekerja, hanya tinggal menerima saja." Ucap Santi sambil tersenyum kecil. Santi memang selalu menerima apa adanya, meskipun terkadang dia juga mengomel kalau jatah bulanannya
"Mau kemana? Udah rapi aja." Tanya Winda dengan ketus, dia menatap sinis ke arah Flora yang mengekor di belakang Abian dengan menggunakan dress selutut yang belum pernah dia lihat sebelumnya."Jalan-jalan." Jawab Abian sambil membenarkan letak jam tangannya."Kenapa gak ngajakin Mbak? Kenapa harus sama Flora? Jangan lupa kalau Flora itu istri kembaranmu, Abi.""Gak usah iri, Mbak. Lagian Mbak sudah sering aku ajak jalan-jalan, gak di ajak juga biasanya suka pergi sendiri." Jawab Abian sambil berjalan ke arah mobilnya sudah di panaskan tadi."Tapi kan belakangan ini selalu Flora yang kamu ajak jalan-jalan.""Kalau Mbak mau jalan-jalan, yaudah berangkat aja sendiri kayak biasa. Kali ini aku ngajak Flora sekalian dia mau bikin rekening." Ucap Abian berbohong, padahal Flora tidak akan membuat rekening."Ckk, yaudah pulangnya bawa makanan.""Makanan aja terus, Mbak. Gak kepikiran buat diet? Badan udah kayak bola juga." Celetu
Keesokan harinya, Arifin benar-benar pulang. Pria itu membawa banyak barang di tangannya, Flora tidak berharap karena sudah pasti pria berstatus suaminya itu takkan mengingat dirinya. Pria itu hanya akan mementingkan keluarganya.Pria itu masuk ke dalam rumah dan memeluk Flora, wanita itu mengernyitkan keningnya keheranan. Bagaimana tidak heran? Biasanya pria itu selalu acuh tak acuh kan? Lalu apa ini?"Kenapa? Каmu gak merindukan suamima ini, Flora?""Aahhh, mana ada begitu, Mas? Aku hanya merasa heran saja.""Heran kenapa? Bukannya wajar kalau suami memeluk istrinya setelah sekian lama tidak bertemu?" Tanya Arifin yang membuat batin Flora bergejolak, rasanya dia ingin memaki suaminya itu."Mas ada belikan kamu oleh-oleh, semoga kamu suka." Ucap Arifin sambil memberikan satu paperbag pada istrinya."Itu?""Ini buat Ibu, Mbak Winda sama Mbak Santi.""Ohh.." Flora hanya menjawab dengan jawaban yang singkat, kemud
"Ini uang untuk membeli perhiasan." Arifin memberikan sejumlah uang pada Flora yang sedang berhias diri di depan kaca rias.Flora berbalik dan mengambil uang dari tangan suaminya itu. Dia menghitungnya dan tersenyum kecil."Hanya segini, Mas?" Tanya Flora, Arifin hanya memberikan uang sebanyak dua juta saja."lya..""Kamu yakin?" Wanita itu beranjak dari duduknya lalu berjalan mendekat dan meraba tubuh suaminya. Pria itu memejamkan matanya, jujur saja sentuhan Flora membuatnya sedikit bergairah. Terlebih lagi, dia sudah lama tidak menyalurkan hasratnya.Selama di luar kota, ternyata asistennya itu pulang ke rumah saudaranya, jadi dia tidak memiliki kesempatan untuk melakukan rencana jahatnya itu.Dia berharap pada Flora, tapi istrinya juga tidak mau melayaninya sama sekali. Jadi harapannya satu-satunya sekarang hanyalah Arina. Tapi dia tidak mungkin datang hanya untuk meminta tubuhnya bukan? Dia harus membawa sejumlah uang untukn
"Hai, Mas. Aku kangen.." Ucap Arina sambil menggelayut manja di lengan Arifin. Pria itu terlihat sedikit cemas, pasalnya dia tidak membawa uang sepeserpun, satu lembar uang yang di berikan Flora padanya tadi di belikan bensin dan sialnya, ban motornya malah bocor dan harus di tambal."Mas, kenapa diam saja?" Tanya perempuan itu sambil mengamati lamat-lamat wajah Arifin yang terlihat tidak bergairah sama sekali."Tidak apa-apa, sayang.""Kenapa pulang gak ngabarin hmm? Kamu juga gak ada nelepon aku? Kamu udah bosan sama aku ya, Mas?" Tanya Arina lagi."Mas kecapean, sayang. Jadi pas sampai ke rumah, langsung tidur.""Ckk, tidur sama istri kamu ya?" Perempuan itu terlihat merajuk saat ini."Ya sama siapa lagi, tentu saja sama Flora, sayang.""Jangan-jangan, kamu masih mencintai istrimu itu ya?""Tidak kok, dari awal aku menikahinya karena ingin membuat saudara kembarku menderita, itu saja." Jawab Arifin sambil mem
"Ini uangnya." Ucap Flora sambil memberikan uang itu pada Winda."Heh, apa-apaan ini? Uang segini mana cukup buat jalan-jalan." Sewotnya sambil melempar uang itu."Lah, buat jalan-jalan toh? Kalo gitu gak ada, Mbak. Sayang banget kalau di pakai foya-foya, aku aja gak jalan-jalan tuh." Jawab Flora dengan tenang, Abian sendiri memilih diam dan menyimak."Heh, aku berhak mendapatkan bagian dari uang itu.""Ohh ya? Mana yang lebih berhak, aku sebagai istrinya atau Mbak sebagai saudaranya? Semua orang juga tahu, kalau yang harus di prioritaskan itu ISTRI, bukan saudari!" Ucap Flora dengan menekankan kata Istri di depan Winda. Tapi sepertinya wanita itu tidak ingin kalah."Kau hanya istri, orang asing yang kebetulan menjadi bagian dari keluarga ini, Flora. Jangan besar kepala!""Aku? Besar kepala? Apa Mbak tidak salah mengatakan hal seperti itu di hadapan ipar Mbak sendiri? Kalau aku yang jadi Mbak, aku pasti malu bukan main. Tapi pada