"Cantik." Gumamnya, dia melihat wajah Flora yang terlihat mungil. Dia merasa kalau Flora akan sangat cocok ketika rambutnya di potong seperti ini.
"Yang ini saja.""Baik, Tuan." Jawab staff perempuan itu sambil tersenyum kecil. Dia pun memulai dengan merapikan rambut Flora sedikit demi sedikit, dia juga mengusapkan vitamin."Tuan, apa rambutnya harus di luruskan?""Terserah kau saja, warnai sekalian dengan warna ini." Abian menunjukkan sebuah warna yang memang terlihat cantik. Flora langsung naksir dan dia tidak protes dengan pilihan sang pria.Pegawai itupun segera melakukan apapun yang di perintahkan, Flora benar-benar akan merubah penampilannya karena Abian. Pria itu seolah terobsesi untuk membuat wanitanya terlihat sepuluh kali lipat jauh lebih cantik. Padahal saat ini pun, Flora sudah cantik.Setelah beberapa jam menunggu, akhirnya Flora pun selesai. Dia terlihat sangat berbeda dengan model rambut itu. Selain itu, dia juga terlih"Malam ini pengen yang warna apa, Mas?" Tanya Flora tiba-tiba. Abian tersenyum penuh arti sambil menatap wajah cantik Flora yang menyunggingkan senyum kecilnya."Merah, sayang.""Siap, kapten." Jawab Flora sambil tersenyum, dia meletakan tangannya di kening seperti orang menghormat bendera. Pria itu terkekeh melihat tingkah manis Flora, dia mengacak rambut wanita itu dengan gemas.Setelahnya, keduanya harus berpura-pura canggung karena Winda datang dengan wajah penuh iri dengkinya. Flora tersenyum kecil seakan meledek wanita itu."Abi.""Hmm, apa Mbak?""Tadi kamu sama Flora kemana? Pulang sore, pas pulang rambut dia berubah kayak gitu.""Ohh, tadi nemenin Flora. Katanya pengen nyalon." Jawab Abian santai."Dari mana dia punya uang buat nyalon?""Lho kok nanya Abi, Mbak? Lagian, kalo Flora nyalon ya berarti dia punya uang dari suaminya, Flora kan punya suami jadi gak sepantasnya di pertanyakan dari mana Flora punya uang. Beda lagi kalau Mbak yang nyalon, foya-foya, belanja. Orang-oran
Di dalam mobil, Flora terus saja melihat kuku-kukunya yang terlihat cantik dan rapi. Selera Abian memang bagus, bahkan penampilan Flora berubah drastis sekarang. Dia berubah seolah bukan Flora yang dulu, dia menjelma menjadi Flora yang berbeda."Mas..""lya, sayang. Kenapa hmm?""Kuku aku jadi bagus-bagus gini, sayang banget kalo aku pake cuci piring.""Jangan cuci piring, biar Mas yang suruh-suruh orang rumah. Mereka gak bakalan berani menolak ucapan Mas karena mereka masih membutuhkan uang Mas.""Omong-omong tentang uang, kembaranmu itu kenapa sih, Mas?""Kenapa memangnya?" Balik tanya Abian dengan kernyitan di dahinya. Meskipun begitu, dia tetap menyetir dengan fokus."Selama dua tahu menikah denganku, dia tidak pernah memberikan aku uang sesuai gajinya. Tapi dia memberikannya pada Mbak Winda dan yang memberi aku uang bulanan itu ya Mbak Winda." Jelas Flora yang membuat Abian terkejut."Berapa setiap bulannya
Tubuhnya terangkat dengan nafas yang berkejaran, keringat membanjiri tubuhnya membuat Abian tersenyum. Dia puas karena berhasil membuat Flora klimaks berkali-kali dalam satu kali penyatuan saja."M-mas..""Hmm, apa sayang?" Tanya Abian sambil tersenyum. Dia meraba tubuh wanita yang terkulai lemas di bawah tubuhnya dengan tangan besarnya, dia meremas buah kembar yang ada di dada Flora dengan gemas."Eemmm..""Lanjut?""lya, Mas." Jawab Flora, membuat Abian kembali menghantam Flora dengan kenikmatan yang jauh lebih besar. Pria itu bergerak dengan cepat karena dia juga ingin segera mendapatkan klimaksnya."Aaarghhhh.." Pria itu mengerang tertahan, kepalanya mendongak ke atas dengan kedua mata yang terpejam rapat. Pria itu menekan senjatanya lebih dalam lagi, hingga membuat Flora kelonjotan sendiri karena merasa miliknya benar-benar penuh dan sedikit terasa sakit, mungkin karena Abian menekannya terlalu dalam."Terimakasih, sayang." Bisik Abian, lalu mengecup mesra kening Flora. Dia bergu
"Sayang, kenapa belum tidur?""Kebangun, Mas. Tadi denger suara orang masuk, jadinya aku nyusul kesini buat lihat Mas udah pulang atau belum." Jawab Flora sambil duduk di sisi ranjang."Kemarilah, ini masih malam." Ucap Abian sambil menepuk-nepuk pelan kasur di sampingnya. Dengan senang hati, Flora pun membaringkan tubuhnya disana dan segera merangsek memeluk tubuh besar Abian. Entahlah, sekarang dia sangat nyaman berada di pelukan Abian, apalagi aroma tubuhnya."Jangan peluk-peluk, sayang.""Lho kenapa? Kamu gak suka aku peluk?" Tanya Flora sambil mendongak agar bisa menatap wajah tampan Abian."Bukan begitu, sayang. Mas suka banget kamu peluk begini, apalagi pas kamu manja sama Mas. Tapi sekarang. Mas bau keringat, sayang. Mas gak mandi, males.""Ckk, kayak yang gak pernah aja aku peluk kamu pas lagi keringetan." Ucap Flora yang membuat Abian terkekeh pelan, lalu menepuk-nepuk mesra puncak kepala wanitanya itu lalu mengecupnya.
"Abi.." Panggil Santi, dia menatap adiknya itu dengan tatapan yang sulit di artikan."lya, Mbak. Kenapa?""Kita harus bicara." Jawab Santi lalu berjalan lebih dulu dan di ikuti oleh Abian di belakangnya. Pria itu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya."Ada apa, Mbak?" Tanya pria itu sambil mendudukan pantatnya di kursi, begitu pula dengan Santi."Abi..""lya, Mbak.""Flora itu istri saudara kembarmu, Bi.""Lalu?" Tanya pria itu dengan sebelah alis yang terangkat."Mbak tahu kalau Flora adalah cinta pertamamu dulu, tapi sikapmu ini menurut Mbak sudah keterlaluan, Abi.""Maksud Mbak apa sih? Tolong lebih rinci.""Mbak kira, kamu masih belum bisa melupakan Flora, apa itu benar?" Tanya Santi serius, dia menatap wajah Abian dengan tatapan yang sulit di artikan."Benar, aku takkan pernah bisa melupakan cinta pertamaku, Mbak. Apalagi sekarang dia ada di rumah yang otomatis aku ak
"Ini uang buat kalian, biasa jatah bulanan." Ucap Abian sambil memberikan amplop berwarna coklat pada semuanya. Winda dan Santi mendapatkan jatah bulanan seperti biasanya dan Ranti akan mendapatkan dua kali lipat karena Abian berpikir kalau sang ibulah yang mengatur semua kebutuhan rumah.Padahal semua itu adalah tugas Flora biasanya, tapi sekarang tidak lagi. Jadi Ranti benar-benar menerima sesuai kebutuhannya."Di potong berapa lembar ini, Abi?" Tanya Winda sambil menghitung uangnya, ternyata berkurang beberapa ratus ribu dari bulan kemarin."Jangan lupa, aku pernah mengatakan akan mengurangi jatah bulanan kalian, agar tidak semena-mena dan berfoya-foya!" Tegas Abian yang membuat Winda mendelik kesal."Bersyukur, Win. Segini saja, dia memberikan secara cuma-cuma. Kita tidak bekerja, hanya tinggal menerima saja." Ucap Santi sambil tersenyum kecil. Santi memang selalu menerima apa adanya, meskipun terkadang dia juga mengomel kalau jatah bulanannya
"Mau kemana? Udah rapi aja." Tanya Winda dengan ketus, dia menatap sinis ke arah Flora yang mengekor di belakang Abian dengan menggunakan dress selutut yang belum pernah dia lihat sebelumnya."Jalan-jalan." Jawab Abian sambil membenarkan letak jam tangannya."Kenapa gak ngajakin Mbak? Kenapa harus sama Flora? Jangan lupa kalau Flora itu istri kembaranmu, Abi.""Gak usah iri, Mbak. Lagian Mbak sudah sering aku ajak jalan-jalan, gak di ajak juga biasanya suka pergi sendiri." Jawab Abian sambil berjalan ke arah mobilnya sudah di panaskan tadi."Tapi kan belakangan ini selalu Flora yang kamu ajak jalan-jalan.""Kalau Mbak mau jalan-jalan, yaudah berangkat aja sendiri kayak biasa. Kali ini aku ngajak Flora sekalian dia mau bikin rekening." Ucap Abian berbohong, padahal Flora tidak akan membuat rekening."Ckk, yaudah pulangnya bawa makanan.""Makanan aja terus, Mbak. Gak kepikiran buat diet? Badan udah kayak bola juga." Celetu
Keesokan harinya, Arifin benar-benar pulang. Pria itu membawa banyak barang di tangannya, Flora tidak berharap karena sudah pasti pria berstatus suaminya itu takkan mengingat dirinya. Pria itu hanya akan mementingkan keluarganya.Pria itu masuk ke dalam rumah dan memeluk Flora, wanita itu mengernyitkan keningnya keheranan. Bagaimana tidak heran? Biasanya pria itu selalu acuh tak acuh kan? Lalu apa ini?"Kenapa? Каmu gak merindukan suamima ini, Flora?""Aahhh, mana ada begitu, Mas? Aku hanya merasa heran saja.""Heran kenapa? Bukannya wajar kalau suami memeluk istrinya setelah sekian lama tidak bertemu?" Tanya Arifin yang membuat batin Flora bergejolak, rasanya dia ingin memaki suaminya itu."Mas ada belikan kamu oleh-oleh, semoga kamu suka." Ucap Arifin sambil memberikan satu paperbag pada istrinya."Itu?""Ini buat Ibu, Mbak Winda sama Mbak Santi.""Ohh.." Flora hanya menjawab dengan jawaban yang singkat, kemud