"Sayang.." Panggil seorang perempuan bertubuh tinggi semampai dengan berjalan yang anggun. Dia terlihat sangat cantik dengan balutan gaun mahal yang menutupi tubuh sempurna nya.
"Hai, sayang." Balas nya sambil melambaikan tangannya. Tanpa ragu, perempuan itu mendekat dan langsung duduk di pangkuan sang pria yang juga dengan senang hati menyambut kedatangan perempuan cantik itu."Ada apa, sayang? Kenapa sampai datang kesini?" Tanya Arifin. Ya, pria itu adalah Arifin dan perempuan itu adalah selingkuhannya, Arina."Gapapa sih, cuman kangen aja sama kamu.""Beneran kangen, sayang?" Tanya Arifin sambil memeluk pinggang ramping perempuan itu dengan posesif. Arina menganggukan kepala nya, lalu melingkarkan kedua tangan nya di leher kokoh Arifin.Sudah satu minggu ini Arifin menjabat sebagai direktur, pria itu berada di atas awan saat ini. Biasanya dia bekerja di lantai bawah, sekarang dia bekerja di lantai atas. Dia juga mendapatkan banyak angg"Bu, bilang sama Flora kalau malam ini, aku gak pulang." Ucap Arifin lewat telepon. Dia menelpon sang Ibu, karena tahu kalau ponsel Flora rusak dan dia tidak mau membelikan nya ponsel lagi.Kenapa rusak? Padahal, Arina masih sempat mengirim pesan-pesan untuk mengompori Flora? Ya, karena Abian membantingnya. Dia kesal dan jijik melihat foto-foto kemesraan pasangan itu. Akhirnya, ponsel itu pecah berhamburan, untungnya Flora masih memiliki ponsel mahal yang di berikan oleh Abian. Ponsel yang jauh lebih mahal dari yang dia miliki sebelumnya."Kenapa?" Tanya Ranti sambil mengernyitkan keningnya."Kerjaan Arif banyak, Bu. Jadinya harus lembur, maklum lah kan sekarang Arif itu direktur." Jawab Arifin dengan nada bangga nya, membuat Ranti tersenyum."Yaudah, nanti Ibu sampaikan. Kamu fokus aja kerjanya ya, tapi besok pulang kan? Ibu pengen makan mie ayam." Ucap Ranti."Iya, besok Arif pulang kok. Mau mie ayam yang dimana, Bu?""Yang di
"Mas.." Panggil Flora dengan nada berbisik, wanita itu melambaikan tangan nya ke arah Abian dan pria itu langsung mendekat."Kenapa, sayang?""Kamu serius ngasih aku ini? Ini baju apaan, Mas. Tipis gini." Ucap Flora membuat Abian terkekeh."Itu baju dinas, sayang." Jawab pria itu sambil tersenyum manis."Menerawang gini, kamu sengaja ya?" Tanya Flora dengan tatapan memicing ke arah Abian."Hehe, jelas. Ayolah, pakai ya? Kamu akan sangat cantik ketika memakainya. Gak sabar banget Mas pengen lihat kamu pakai pakaian itu." Abian tersenyum nakal, otaknya sudah traveling kemana-mana."Udah, gak usah cengengesan kayak gitu, Mas.""Pakai ya?" Bujuk Abian membuat wanita itu menghela nafasnya."Kenapa harus?""Tentu nya buat nyenengin Mas dong, sayang. Gak ada salahnya nyenengin selingkuhan kayak yang suami kamu lakukan." Ucap pria itu sambil tersenyum."Baiklah, sekali-kali aku akan menyenangkan mu, Ma
Abian membuka kaos yang dia kenakan, juga celana seluruhnya itu. Pria itu merangkak menaiki tubuh Flora yang sudah terbaring di atas ranjang. Pria itu menurunkan tali spaghetti yang ada di pundak Flora, dia mengangkat tubuh wanita itu hingga lingerie itu berhasil lolos dari tubuh Flora."Menakjubkan, sayang." Puji Abian, lalu tanpa banyak basa-basi lagi, pria itu langsung menerkam tubuh Flora. Untuk awalan yang bagus, Abian menyusu seperti bayi di dada kenyal nan besar milik Flora.Sebelah tangan nya lagi menyusup ke dalam celana dalam Flora yang hanya berbentuk tali dan segitiga kecil untuk menutupi gundukkan berbulu itu. Tangan pria itu mulai membuka lebar kaki Flora dan memainkan nya hingga membuat Flora kelojotan sendiri karena ulah sang pria."Aaahhh, Mas.." Wanita itu mendesah nikmat ketika tangan pria itu berhasil menerobos masuk ke dalam lubang hangat sang wanita dan menggerakkan nya keluar masuk.Wanita itu semakin membuka kakinya lebar-l
"Aaaahhhh.." Dengan cepat, Abian merunduk dan melumat bibir Flora dengan liar dan brutal.Pria itu memagut bibir sang wanita dengan sensual, juga menggigitnya kecil hingga membuat tubuh Flora mengejang tak terkendali setelah berhasil mendapatkan klimaksnya yang entah ke berapa kalinya dalam penyatuan malam ini.Abian benar-benar luar biasa, hanya pria itu yang bisa membuat Flora klimaks berkali-kali bahkan hanya dalam waktu singkat, bahkan sebelum penyatuan di mulai sekalipun, pria itu sudah bisa membuat Flora klimaks dengan bantuan jemari atau lidahnya saja."Mas, kenapa ini nikmat sekali?""Iya, ini sangat nikmat. Mas menyukai milikmu yang sangat sempit menggigit ini, jaga tubuhmu untukku, sayang.""Iya, Mas. Aku akan menjaganya untukmu." Jawab Flora, dia tersenyum lalu keduanya kembali terlibat adu mulut, tapi ya bukan debat apalagi debat capres. Upss..Abian kembali melanjutkan permainan intinya dengan cepat dan kuat, membuat
Keesokan harinya, tepatnya malam hari Arifin pulang dengan wajah cerianya. Dia menenteng beberapa kresek di tangannya, mungkin makanan atau apa itu yang jelas dia membawanya dengan kedua tangannya."Ibu, Arif pulang.." Ucapnya sambil tersenyum. Ranti menyambut kedatangan putranya itu dengan sukacita, bukan putranya yang dia tunggu-tunggu, tapi apa yang di bawa di tangan Arifin."Bawain pesenan Ibu kan?" Tanya Ranti."Ini mie ayam bakso buat Ibu, ada juga buat Mbak Winda sama Mbak Santi.""Flora?" Tanya Santi."Halah, biarin aja dia beli sendiri." Ucap Arifin acuh, dia pun meletakkan kresek berisi makanan itu di atas meja makan dan pergi dari ruang tamu menuju ke kamar.Pria itu membuka pintu kamarnya dan ketika melihat ke arah ranjang, seketika itu juga dia terlonjak kaget ketika melihat bubuk putih yang memenuhi wajah istrinya. Ya, dia yakin itu Flora istrinya karena tidak mungkin jika orang lain berani berbaring di atas ra
"Flora, kau tidur di dalam kamar mandi? Lama sekali." Omel Arifin dari luar. Tiba-tiba saja, Flora membuka pintu kamar mandi dan menatap wajah Arifin yang terlihat menyebalkan di matanya."Apa?""Kau bertelur di dalam sana? Lama sekali.""Iya, aku menghasilkan dua telur selama di dalam sana." Jawab Flora sambil tersenyum kecil. Setelahnya, dia mengganti daster rumahan nya dengan daster yang di belikan Abian, lagi-lagi Abian yang membelikan semua yang di kenakan oleh Flora.Hanya lima belas menit saja, Arifin menyelesaikan mandinya. Terpaksa, dia mandi menggunakan air dingin karena Flora tidak menyiapkannya. Biasanya, ada Flora yang akan selalu siap sedia menyiapkan segala keperluannya termasuk air hangat untuk mandi."Flora?""Apa sih? Dari tadi manggil-manggil terus. Ada apa?" Tanya Flora dengan ketus."Daster kamu bagus dan kekinian, kapan kamu membelinya?""Hmm? Aku tidak mampu membelinya karena uang darimu m
Abian pergi ke parkiran dan mengemudikan kendaraannya menjauhi perusahaan, tapi saat di dalam perjalanan dia mendapatkan pesan dari seseorang yang membuat hatinya berbunga-bunga.'Mas, dimana? Apa sudah mau pulang? Aku tunggu di kamar kamu ya, kalau boleh bawain martabak dong. Lagi pengen makan martabak.' Isi pesan yang di kirimkan oleh Flora, membuat Abian tersenyum kecil.Dia pun berhenti di sebuah kedai makanan bercita rasa manis itu dan bersiap memesan, tapi dia lupa rasa apa yang di inginkan oleh wanitanya."On my way, sayang. Martabaknya mau rasa apa? Ini Mas udah di depan tukang martabaknya." Balas Abian. Dia menunggu dengan sabar hingga akhirnya kesabaran nya berbuah manis.'Rasa coklat keju. Mas.''Hati-hati di jalannya, Mas. Aku menunggumu juga martabaknya, hehe. Balas Flora yang membuat Abian kembali tersenyum kecil.Dia menjadi tak sabar bertemu dengan sang wanita."Astaga, kenapa Flora begitu menggemaskan? Aku ta
"Gimana martabaknya, enak gak?" Tanya Abian sambil mengusap rambutnya dengan handuk kecil. Pria itu baru saja selesai keramas, aroma shampoo nya menguar lembut membuat Flora tersenyum kecil."Enak, Mas. Manisnya pas, mana masih anget lagi. Mau?" Tawar Flora sambil mengulurkan sepotong martabak ke arah sang pria. Abian duduk di samping sang wanita dan menerima suapan dari tangan wanitanya."Enak sih, tapi kayaknya ada yang lebih enak deh..""Apa, Mas?" Tanya Flora sambil menyandarkan kepalanya di pundak Abian."Martabak kamu, sayang.""Aku mana punya martabak, Mas. Ada nya kan cuma ini yang kamu beliin.""Terus yang itu apa kalau bukan martabak?" Tanya Abian sambil tersenyum nakal. Abian menatap ke arah bawah, tepat di area sensitif milik Flora yang rasanya jauh lebih enak dari martabak yang tengah mereka makan sekarang.Flora mengikuti arah pandang sang pria, membuat wanita itu seketika mencebikkan bibirnya. Dia refleks
Zahra masih saja setia menunduk, tidak berani menatap pria paruh baya yang sejak tadi menatapnya dengan sorot tajam. Zahra sangat takut, takut sekali, di saat seperti ini dia membutuhkan perlindungan dari papinya. Tapi, Papi sudah bahagia di sisi Tuhan sekarang. Maka itu, yang Zahra lakukan adalah saling meremas kedua tangannya satu sama lain. "Tinggalkan putraku, saya mohon padamu untuk kali ini. Biarlah kau anggap saya ini sebagai ayah yang egois. Tapi, saya melakukan ini demi kebaikan dan keselamatan putraku," ujar Abian dengan suara beratnya. Menatap Zahra yang masih menunduk. Tidak dapat melihat dengan jelas bagaimana raut wajah gadis itu. "Kalian tidak bisa bersama." Abian menahan napasnya. "Masa lalu Papi mu akan selalu menghantuimu meski dia sudah meninggal. Mereka tidak akan pernah puas sebelum membuatmu mati. Karena keturunan dari almarhum Marion harus mati ditangan mereka, demi membalaskan dendam. Musuh-musuh Papi mu terlalu banyak. Hanan akan terus terancam bila berad
Sepuluh bulan kemudian. "Dad, Hanan nggak apa-apa, kan?" Hanin yang baru saja tiba dengan mommynya di rumah sakit, langsung saja memberondong daddynya dengan pertanyaan. Hanin rasanya ingin pingsan kala mendengar apa yang menimpa kembarannya itu. Tapi, Hanin harus kuat karena ada mommynya yang lebih syok saat mendengar kembarannya di serang. Dan, itu di luar jangkauan dari daddynya. Semenjak SMA dan Hanan pandai beladiri. Kembaranya itu meminta dengan sendirinya untuk tidak ada pengawal yang lagi menjaganya dari kejauhan. Hanan merasa bisa menjaga dirinya sendiri, maka itu meminta Daddynya membayar pengawal untuk menjaganya dan Hendra saja bila di luar rumah. Namun, kembarannya itu sudah sok jagoan sekali. Tapi, ujung-ujungnya berakhir seperti ini. Abian yang ditanya putrinya itu menggeleng pelan. Wajahnya pucat pasi bak mayat sekarang. Di melihat dengan mata kepalanya sendiri, ada dua bekas tusukan yang di dapat putranya itu. Dia terus berdoa dalam hati dan terus meminta pada Tu
"Rumah lo di mana?" tanya Hanan setelah itu. "Ntar Zahra kasih tahu jalannya. Hanan lurus aja dulu, nanti ada pertigaan baru belok kiri," jawab Zahra agak kuat takut Hanan tidak mendengar bila suaranya kecil. "Ok." Hanan mengangguk pelan. Matanya kembali menatap ke arah spion. Saat tiba dipertigaan, dia langsung berbelok kiri dan benar saja mobil di belakang sana ikut belok juga. Hanan menyeringai lebar. "Kayaknya mereka mau main-main sama gue, nih," batinnya. Hanan pernah mengalami siatusi seperti ini. Saat itu ada Pak supir yang ahli mengelebui orang-orang yang menguntit mobil mereka. Maka dari itu juga Hanan belajar juga. "Zahra!" panggilnya. "Ya?" "Pegangan yang kuat!" ucap Hanan. "Eh, kenapa?" Zahra melotot kecil. Dia malah malu ketika mau memeluk Hanan. Yang tadi hanya spontan saja. Zahra tidak mau mengulangi hal seperti itu lagi. Tapi, kali ini dia langsung berpegangan pada ujung jaket Hanan tanpa memeluk Hanan. "Pokoknya pegangan yang kenceng, ya!" Hanan mewanti
Sebagai teman yang baik. Zahra membawakan buah tangan untuk menjenguk Hanin. Dia sempat mampir ke toko roti dan toko buah sebelum pergi ke rumah Hanin. Gadis itu dengan perasaan riangnya menjenguk Hanin yang sejak pagi sudah tidak dia temui. Rasanya Zahra rindu, karena saat bersama Hanin, dia merasa aman karena Hanin selalu melindunginya kapanpun. Zahra juga dapat merasakan sosok kakak bila di samping Hanin. Mobil Zahra yang baru tiba di depan gerbang rumah Hanin langsung terhenti karena pintu gerbangnya tak dibukakan sama sekali. Zahra langsung membuka kaca jendelanya untuk meminta sang satpam membuka gerbang di depan sana. Namun, satpam itu malah menolaknya. "Zahra ini teman Hanin lho, Pak." Zahra menghela napas pelan dengan bibir mengerucut. "Zahra ke sini juga mau jenguk Hanin yang lagi sakit. Zahra pun udah pernah datang ke sini. Pak satpam nggak kenal sama Zahra, ya?" todongnya dengan jari telunjuknya. "Maaf, Nona.
Meski Hanin sering berisik dan suka berteriak tidak jelas. Bila jatuh sakit seperti ini, mansion akan terasa sepi sekali. Baik Hendra dan Hanan merasakan kehilangan, Hanin yang biasanya aktif dan lincah ke sana kemari kini terbaring lemah di kasur empuknya dengan handuk kecil di dahinya. Hanin jatuh sakit setelah traumanya kembali, hal ini terjadi untuk pertama kalinya setelah Hanin melihat lelaki yang mirip Arifin itu lagi. Hanan pun menceritakan semuanya pada sang mommy, sehingga Flora menyarankan Abian untuk membawa putri mereka ke konseling psikologi. Agar trauma Hanin tidak semakin parah nantinya. Dan, pagi ini Hanan berangkat ke sekolah seorang diri. Rasanya tidak enak sekali karena tidak ada Hanin di sampingnya. Tidak ada Hanin yang merecokinya, tidak ada yang menggodanya dengan suara cempreng nan mengesalkan itu. Hanan mendesah pelan, walau dirinya terlihat cuek dari luar, tetap saja dia merasa khawatir dengan Hanin. "Lho, tumben Hanan datang se
Tanpa disadari dua gadis itu. Hanan sejak tadi memperhatikan mereka, mendesah pelan, Hanan kembali teringat dengan pembicaraan Daddy dan Mommynya kemarin malam. Saat itu Hanan tidak sengaja mendengar semuanya. Dia penasaran dengan alasan dari Daddynya itu sehingga memutuskan untuk menguping, meski itu adalah tindakan tidak sopan. Hanan pun perlahan bisa mengerti akan kecemasan Daddynya itu, sehingga memberikan ide dan jalan keluar padanya dan juga Hanin agar keduanya tetap bisa berteman dengan Zahra. "Demen lo sama Zahra?" Hanan langsung menoleh ke arah teman satu mejanya, ternyata dia ketahuan menatap kembarannya dan Zahra. Pemuda itu menyeringai lebar, menjadikan Hanan mendengkus pelan melihatnya. Raut wajahnya masih datar dan tidak niat membalas ucapan temannya tadi. "Zahra cantik kok, nggak masalah lo naksir sama dia. Artinya lo itu normal Pak ketua," seloroh pemuda di sebelah Hanan itu lagi. Hanan kembali mendengkus. T
"Tapi, nggak harus memperkekang pertemanan anak-anaknya juga, Nan," sahut Hanin cepat. "Apa salah Zahra coba? Yang ada dia sedih pas kita tiba-tiba menjauh dari dia. Kasihan tahu lho, Nan. Memang gue selalu kesal sama tingkah polosnya, tapi gue nggak tega melihatnya sendirian nanti tanpa teman-teman. Lo tahu sendiri kalau di kelas, dia cuman dekat sama kita aja." "Gue tahu." Hanan bersandar di sisi meja belajar Hanin. Lalu bersedekap dada dan menatapi kembarannya itu. "Tapi, kita tidak tahu alasan Daddy sebenarnya." "Lo kenapa selalu dipihak Daddy, sih?" sungut Hanin kesal. Larangan Daddy kali ini nggak masuk akal, lho. Bukannya selama ini Daddy memperbolehkan kita berteman dengan siapa saja?" Hanan mendengkus pelan. "Coba ambil sisi lainnya dulu, Nin. Sekarang kita pikirkan alasan Daddy yang katanya demi kebaikan kita. Itu artinya Daddy sedang menjauhkan kita dari bahaya. Meski sepenuhnya gue nggak setuju juga dengan larangan Daddy. Tapi
"Kenapa, Dad?" Hanin langsung melayangkan pertanyaan dengan nada penuh protes. Akan tetapi, Abian tetap menatap si kembar penuh ketegasan. "Turuti perkataan Daddy. Kalian akan mengalami hal buruk kalau tetap berteman dengan dia. Ini demi kebaikan kalian berdua," ujar Abian penuh penekanan. Hanin tertawa miris. "Hanin tidak menyangka kalau Daddy sampai mengekang anaknya seperti ini. Dalam pertemanan saja dibatasi!" balasnya tak suka. Dia senang berteman dengan Zahra. Zahra selalu mengasyikkan meski terkadang kesal dengan kepolosan gadis itu. "Hanin, jangan membangkang Daddy, ok?" pinta Abian dengan helaan napas pelan. "Daddy punya alasan untuk ini. Percaya sama Daddy, Daddy tidak pernah melarang satu hal kalau itu tidak merugikan kalian. Tolong pahamilah permintaan Daddy kali ini." Abian menatap si kembar lekat. Dia berharap si kembar bisa mengerti keadaan sekarang. Ketakutan Abian sejak dulu adalah sebuah
Hanan menggeleng lagi. "Gue akan bertugas mencatat pertanyaan aja. Zahra yang jadi moderator dan Hanum kebagian menjawab pertanyaan," jelasnya kemudian. "Kalau kamu udah atur tugas kita masing-masing nggak perlu nanya kayak tadi, Nan," tegur Hanum dengan gelengan kepalanya. Hanan tak menjawab. "Jadi Zahra moderator, nih?" gumam Zahra karena untuk pertama kalinya dia tunjuk seperti ini. "Iya." Ketiga temannya itu mengangguk serentak. "Tapi, Zahra nggak punya pengalaman lhooo," rengeknya. "Sebelum presentasi tiba, kamu masih bisa belajar di rumah kok, Ra," sahut Hanum, memberikan senyuman menenangkannya. "Tetap saja. Zahra takut gugup," balasnya lagi. "Nggak boleh protes. Gue udah kasih tugas masing-masing. Jadi, jangan sampai presentasi kita ini dapat nilai rendah. Paham kalian!" ujar Hanan penuh ketegasan.