"Abi.."
"Iya, Ibu.""Apa kamu bisa bantu Arifin menyelesaikan masalahnya? CEO tempat Arifin bekerja kan temanmu, bisalah kamu membujuknya untuk memberi keringanan sedikit." Pinta Ranti yang membuat wajah Arifin berbinar.*Ckk, menjijikan! Pria itu berdecak dalam hati."Maaf, Bu. Tapi itu semua di luar kendaliku, itu murni kesalahan Arifin. Aku tidak bisa membantu, jadi biarkan saja dia menebus kesalahan yang sudah di perbuat." Ucap Abian. Sontak saja, mendengar ucapan Abian seketika wajah Arifin berubah seketika. Tadi wajahnya berbinar seolah dia menemukan harapan baru agar bisa terbebas dari lilitan hutang. Tapi sekarang wajahnya terlihat asam."Ayolah, Abi, Tidakkah kau kasihan pada adikmu ini?" Bujuk Arifin tapi Abian malah menyeringai jahat, sedari awal kalau dia kasihan pada Arifin, sudah jelas dia tidak akan pernah melakukan ini padanya.Tapi karena dia tidak kasihan pada Arifin, makanya rencana ini di lakukan dan sekarangTak lama kemudian, Abian sudah selesai membersihkan tubuhnya. Dia pun keluar dengan kemeja hitam yang lengannya di gulung hingga ke sikut."Ganteng ternyata kamu, Abi.""Iya kan, aku ini ganteng, Mbak. Jadi Mbak kemana aja?" Tanya Abian sambil tertawa."Yaudahlah, ayo kita pergi." Ajak Santi, seketika Abian memasang wajah menggoda."Apa sih?""Keliatannya ada yang gak sabar ketemu calon suami nih.""Astaga, Abian!" Kesal Santi yang membuat Abian tergelak. Pria itu pun segera memasuki mobilnya dan di ikuti oleh Santi."Kok di belakang?""Aku sadar diri, di depan kan buat Flora.""Lho, gapapa. Ayo di depan, Flora juga gak bakalan marah kali, Mbak.""Udahlah, mbak disini aja. Ayo berangkat, Mbak kangen banget sama Flora." Jawab Santi sambil tersenyum manis."Bukan karena penasaran sama calon yang mau aku kenalin, Mbak?" Goda Abian lagi, membuat Santi menendang kursi yang di duduki oleh Ab
"Jadi, apa yang di lakukan oleh Arifin?" Tanya Flora lagi."Ya, dia korupsi di perusahaan sebesar sepuluh milyar. Tapi, sebagai ganti ruginya aku meminta dua kali lipat karena karyawan di kantor menuntut ganti rugi juga.""Kenapa dengan mereka?" Tanya Abian masih dengan kedua tangan yang bersedekap di dada."Adikmu itu berulah, dia mesuum! Sampai-sampai ada staff yang datang menangis padaku, katanya dia di lecehkan. Bukan hanya satu atau dua saja, tapi banyak. Mereka tidak mau bekerja lembur karena takut pada Arifin.""Beberapa kali, Arifin menyelinap masuk ke ruangan dan melecehkan mereka. Itu perbuatan yang tidak pantas kan? Nah, makanya aku harus menutupi kebobrokan pria itu dengan uang agar perusahaanku tidak tercoreng." Jelas Robi. Rupanya, dia melakukannya bukan tanpa alasan."Astaga, ada-ada saja kelakuan Arifin." Gumam Santi sambil menggelengkan kepalanya, dia heran sendiri dengan tingkah Arifin yang brengsek dan seolah tidak cuku
"Kenapa diam saja?" Tanya Robi pada Santi yang sedari tadi hanya diam saja, sesekali dia menyandarkan kepalanya di sandaran mobil. Meskipun begitu, tangannya tidak berhenti meremas jemarinya sendiri karena gugup yang memunuhi pikirannya saat ini."Memangnya mau bicara apa?" Balik tanya Santi yang membuat Robi terdiam, lya juga, memangnya mereka mau membicarakan apa? Tentang bisnis? Tidak, masa membicarakan bisnis dengan wanita yang ingin dia dekati. Rasanya tidak pantas saja gitu, tapisuasana di dalam mobil ini terasa sangat canggung sekali saat ini.Mereka juga tidak tahu harus membahas apa, di mulai dari mana juga entah harus bagaimana."Usia kamu berapa?" Tanya Robi, tiba-tiba saja dia kepikiran menanyakan usia Santi."Jalan 32 tahun." Jawab Santi tanpa menatap wajah Robi, dia memilih menatap pemandangan yang mereka lewati saat ini."Hanya berbeda tiga tahun berarti denganku.""Kamu seumuran Abian?" Tanya Santi sambi
"Mau pergi ke suatu tempat, sayang?" Tawar Abian pada Flora."Tidak, aku capek. Gak tahu ini badan kok rasanya capek terus padahal aku gak ada ngerjain apa-apa. Cuma beres-beres doang." Ucap wanita itu sambil menggerakan kepalanya ke kanan dan ke kiri. Rasanya benar-benar lelah, padahal dia tidak melakukan apapun kecuali beres-beres rumah saja. Itupun biasanya tidak terlalu lelah."Istirahat, kamu gak boleh capek-capek, sayang. Kita akan menikah sebentar lagi, jadi siapkan tubuhmu. Kalau bisa, rawat milikmu dengan baik biar Mas makin gemes." Goda Abian yang membuat Flora tertawa."Biar gemes katanya? Sekarang aja kamu udah gemes sama aku kan, Mas?""Banget, sayang.""Tapi tumben udah dua minggu ini, kamu gak merengek meminta jatah. Biasanya setiap malam selalu minta jatah." Ucap Flora. Memang, sudah cukup lama Abian tidak meminta jatah malamnya dan itu membuat Flora heran sendiri, selain itu juga dia merindukan saat tubuhnya di manjakan o
Plak..Flora dan Abian menoleh, dia menatap seseorang yang berdiri di depan mereka. Seorang pria dengan tatapan tajam penuh amarah, dia menatap Flora dan Abian dengan tajam seolah ingin mengoyak mangsanya. Di tangannya, dia memegang sebuah balok kayu yang di yakini Flora kalau dengan benda itulah dia memukul kepala Abian."Apa yang kau lakukan hah?""Kau bertanya? Harusnya kau sudah tahu jawabannya, Flora. Ini hukuman untuk kalian berdua karena ternyata selama ini kalian berdua telah menghianatiku!" Ucap Arifin penuh penegasan. Ya, pria yang datang membawa onar itu adalah Arifin."Kau yang memulai lebih dulu, aku hanya membalas!" Jawab Flora dengan berani, dia membalas tatapan tajam pria itu dengan marah. Dia marah bukan karena tamparan pria itu, tapi karena dia juga melukai Abian."Kau benar-benar pria yang tidak tahu malu, Arifin, Kau sudah menyia-nyiakan aku, lalu sekarang kau datang seolah disini aku yang bersalah? Aku tidak habis pik
"Lho, Abi kamu kenapa?" Tanya Santi saat melihat wajah Abian babak belur dengan perban di kepalanya."Di pukuli Arifin." Jawab Flora. Dia mengantarkan Abian pulang ke rumahnya karena khawatir dengan keadaan prianya itu. Memang dia mengatakan kalau dia baik-baik saja, tidak perlu khawatir atau cemas, tapi tetap saja yang namanya wanita kan? Pikirannya pasti tidak akan tenang jika tidak melihatnya secara langsung."Astaga, Ibu.." Teriak Santi yang membuat Ranti langsung keluar ketika mendengar teriakan Santi dari arah luar.Wanita paruh baya itu menutup mulutnya dengan tangan begitu melihat keadaan putranya yang terlihat kacau. Belum lagi, disana ada mantan menantunya yang wajahnya juga lebam, seperti bekas tamparan."Ada apa dengan kalian berdua? Kenapa bisa begini?" Tanya Ranti sambil meraba wajah Flora yang memerah, sekarang telah berubah membiru."Tadi Mas Abi nganterin Flora, soalnya kita bertiga habis ketemu buat diskusi toko kue aku,
"Abi, belum tidur?" Tanya Ranti sambil duduk di samping putranya."Belum, Bu. Kepala Abi pusing.""Sini, tiduran disini. Sudah lama kamu gak tidur disini, Nak. Padahal, dulu ini adalah tempat favoritmu untuk mengeluh." Ucap Ranti sambil menepuk-nepuk pahanya, biasanya Abian jika lelah atau memiliki banyak masalah, dia akan bermanja disana sambil bercerita tentang banyak hal.Abian menatap sang ibu, dia sudah lama tidak melakukan kebiasaan ini. Dia lupa kalau ada tempat yang paling menenangkan selain Flora dan rumah, dia masih memiliki pangkuan ibunya, ini adalah tempat yang paling nyaman, tempat dia pulang."Ibu..""Kemarilah, Nak. Ibu tahu bebanmu sangat berat." Lirih Ranti lalu memeluk putranya. Tidak terasa kalau sekarang, putranya sudah dewasa, padahal rasanya baru kemarin dia menggendong dan menyusui Abian yang tengah rewel setelah imunisasi, tapi sekarang Abian sudah dewasa dan tumbuh menjadi anak yang sangat membanggakan.
Di kamar, Abian menjambak rambutnya sendiri. Dia merasa frustasi karena mengetahui sebab musibah kepergian saudarinya itu. Kesedihannya belum usai, hingga luka itu terasa kembali terbuka ketika mendapatkan kenyataan pahit hari ini."Mbak, banyak sekali luka yang kau tinggalkan sejak kepergianmu. Bisakah kau beristirahat dengan tenang sedangkan pelaku keji yang telah membuatmu seperti ini masih berkeliaran bebas di luaran sana?" Gumam Abian sambil mengusap wajahnya dengan kasar. Ada banyak teka teki yang di tinggalkan oleh Winda selepas kematiannya."Siapa pria itu, Mbak? Darimana aku harus mencari pria brengsek itu,Mbak? Tolong beri aku petunjuk, dia harus di hukum dengan setimpal."Malam harinya, acara doa bersama pun di mulai. Tapi Abian tidak terlihat sama sekali, jelas itu membuat Flora khawatir. Dia takut kalau pria itu akan melakukan sesuatu yang membahayakan dirinya sendiri karena keadaannya sangat memungkinkan. Dia tengah berduka saat ini