"Abi.."
"Hmm.." Abian hanya menjawab dengan deheman, dia kembali fokus pada ponselnya."Bagaimana dengan Arin?""Kemarin dia mengabari kalau Arifin sudah meminta untuk mengakhiri hubungan mereka. Jadi. sudah seharusnya aku turun tangan, bukan? Ini sudah waktunya.""Kau yakin? Apa ini tidak terlalu cepat. Abi?" Tanya Robi setelah sekian lama dia hanya diam."Apalagi yang aku tunggu. Flora sudah resmi bercerai dengannya. dia sudah membelikan rumah untuk Flora. Apalagi? Sekarang giliran ku untuk menghancurkannya. Robi.""Kau benar-benar pria picik. Abi.""Yes, it's me." Jawab Abian sambil tersenyum sinis. Dia tidak sabar melihat Arifin jatuh miskin dan menderita, itu adalah buah dari kesombongannya. Disaat seperti itu, dia yakin kalau Arifin pasti akan mengemis-ngemis pada Flora untuk memintanya kembali. Biarkan. dia akan sedikit menguji wanitanya karena dia percaya kalau Flora tidak akan pernah mau kembali pada Arifin.Di lain tempat, Arifin melangkah lesu keluar perusahaan dengan tas kerja yang di sampirkan di pundaknya. Dia menatap perusahaan dan semua fasilitasnya, dia tidak rela meninggalkan perusahaan dan jabatannya ini. Tapi apa boleh buat? Kecurangannya sudah di ketahui dan Robi tidak memberi ampun untuk dirinya hangat udah ketahuan menggelapkan dana perusahaan sebesar itu."Eehh, katanya direktur keuangan di pecat karena ketahuan korupsi. lya gak sih?" Bisik-bisik karyawan yang tak sengaja berpapasan dengan Arifin di lobi perusahaan. Padahal masih pagi, tapi Arifin sudah pergi keluar perusahaan dengan tas kerja dan beberapa barang miliknya yang dia bawa di tangannya. Terlihat benar kalau dia habis di pecat sepertinya."Katanya sih iya, mana uang yang di gelapkan itu banyak lho, sepuluh milyar. Kayaknya di pake foya-foya ya, soalnya dia pakai barang-barang bermerk.""Kayaknya sih gitu, soalnya kan gayanya hedon banget. Eehh, ternyata beli-beli barang gitu hasil ko
Arifin berjalan sedikit pincang karena pergelangan kakinya terasa sakit, sepertinya terkilir atau keseleo saat tersandung tadi.Kruukk..Perut pria itu berbunyi, dia ingat kalau dia belum makan siang. Dia membuka dompetnya dan menghela nafasnya ketika melihat hanya ada satu lembar uang berwarna ungu, itupun sisaan preman tadi."Duit segini cukup buat beli apa?" Gumam Arifin, tapi dia tidak putus asa akhirnya pria itu melipir ke arah warung pinggir jalan."Mbak, mie instan makan disini berapa?" Tanya Arifin pada seorang wanita paruh baya penjual makanan di pinggir jalan."Delapan ribu udah pake telor.""Yaudah, es teh cekek dapat dua ribu gak?" Tanya Arifin yang membuat penjual itu melihat penampilan Arifin dari atas hingga ke bawah. Penampilannya acak-acakan, rambutnya berantakan dengan pakaian yang kotor karena jatuh tadi."Harusnya sih lima ribu, tapi gapapalah, Silahkan duduk.""Terimakasih, Bu. Ini uangnya."
"Alana Anastasia, kau ingat nama itu Arifin?" Tanya Arina sambil tersenyum kecil, dia sudah bisa bernafas dengan bebas lagi sekarang."Alana?""Aku tunjukkan wajahnya jika kau lupa." Arina menarik sebuah kain yang menutupi figura besar berisi foto seorang gadis yang tengah tersenyum di tengah taman bunga. Wajahnya cantik, senyumnya terlihat sangat manis dan tulus. Tatapan matanya teduh dan menenangkan, dia adalah Alana. Adik tiri Arina, gadis di dalam foto itu adalah alasan kenapa Arina melakukan pembalasan dendam hingga sejauh ini.Bahkan hingga rela mengorbankan tubuhnya sendiri. Mengorbankan tubuh? Sebenarnya tidak karena dia juga menikmatinya, dia juga sudah tidak perawan lagi saat bertemu dengan Arifin untuk pertama kalinya saat itu."G-gadis itu..""Kau mengingatnya?" Tanya Arina, tapi dia hanya melihat Arifin yang bungkam. Dia sama sekali tidak bisa menjawab karena semua orang-orang terdekatnya dia larang keras agar tidak pernah me
Arifin kembali ke rumahnya dengan wajah babak belur, pria itu sempat di pukuli oleh bodyguard yang di suruh oleh Arina. Sekarang, pria itu sampai di rumah dengan keadaan yang sangat berantakan."Arif? Kamu kenapa?" Tanya Ranti yang baru keluar dari dapur, dia terlihat kaget ketika melihat penampilan Arifin yang kacau dengan pakaian yang compang-camping.Arifin tidak menjawab, dia mendudukan tubuhnya di sofa ruang tamu sambil memegangi kepalanya yang terasa sangat pusing sekali saat ini. Banyak pikiran yang menghantui dirinya, hutang-hutang yang berjumlah puluhan milyar itu juga turut menjadi pemikirannya saat ini."Arif..""Arif di pecat dari perusahaan, Bu. Terus Arif di tuntut perusahaan buat ganti rugi sebanyak dua puluh milyar, harus di lunasi dalam waktu satu Minggu, Bu. Arif pusing..""Ganti rugi? Memangnya apa yang sudah kamu lakukan, Arif? Tidak mungkin jika perusahaan tiba-tiba meminta ganti rugi tanpa sebab." Tanya Ranti sambil
"Abi..""Iya, Ibu.""Apa kamu bisa bantu Arifin menyelesaikan masalahnya? CEO tempat Arifin bekerja kan temanmu, bisalah kamu membujuknya untuk memberi keringanan sedikit." Pinta Ranti yang membuat wajah Arifin berbinar.*Ckk, menjijikan! Pria itu berdecak dalam hati."Maaf, Bu. Tapi itu semua di luar kendaliku, itu murni kesalahan Arifin. Aku tidak bisa membantu, jadi biarkan saja dia menebus kesalahan yang sudah di perbuat." Ucap Abian. Sontak saja, mendengar ucapan Abian seketika wajah Arifin berubah seketika. Tadi wajahnya berbinar seolah dia menemukan harapan baru agar bisa terbebas dari lilitan hutang. Tapi sekarang wajahnya terlihat asam."Ayolah, Abi, Tidakkah kau kasihan pada adikmu ini?" Bujuk Arifin tapi Abian malah menyeringai jahat, sedari awal kalau dia kasihan pada Arifin, sudah jelas dia tidak akan pernah melakukan ini padanya.Tapi karena dia tidak kasihan pada Arifin, makanya rencana ini di lakukan dan sekarang
Tak lama kemudian, Abian sudah selesai membersihkan tubuhnya. Dia pun keluar dengan kemeja hitam yang lengannya di gulung hingga ke sikut."Ganteng ternyata kamu, Abi.""Iya kan, aku ini ganteng, Mbak. Jadi Mbak kemana aja?" Tanya Abian sambil tertawa."Yaudahlah, ayo kita pergi." Ajak Santi, seketika Abian memasang wajah menggoda."Apa sih?""Keliatannya ada yang gak sabar ketemu calon suami nih.""Astaga, Abian!" Kesal Santi yang membuat Abian tergelak. Pria itu pun segera memasuki mobilnya dan di ikuti oleh Santi."Kok di belakang?""Aku sadar diri, di depan kan buat Flora.""Lho, gapapa. Ayo di depan, Flora juga gak bakalan marah kali, Mbak.""Udahlah, mbak disini aja. Ayo berangkat, Mbak kangen banget sama Flora." Jawab Santi sambil tersenyum manis."Bukan karena penasaran sama calon yang mau aku kenalin, Mbak?" Goda Abian lagi, membuat Santi menendang kursi yang di duduki oleh Ab
"Jadi, apa yang di lakukan oleh Arifin?" Tanya Flora lagi."Ya, dia korupsi di perusahaan sebesar sepuluh milyar. Tapi, sebagai ganti ruginya aku meminta dua kali lipat karena karyawan di kantor menuntut ganti rugi juga.""Kenapa dengan mereka?" Tanya Abian masih dengan kedua tangan yang bersedekap di dada."Adikmu itu berulah, dia mesuum! Sampai-sampai ada staff yang datang menangis padaku, katanya dia di lecehkan. Bukan hanya satu atau dua saja, tapi banyak. Mereka tidak mau bekerja lembur karena takut pada Arifin.""Beberapa kali, Arifin menyelinap masuk ke ruangan dan melecehkan mereka. Itu perbuatan yang tidak pantas kan? Nah, makanya aku harus menutupi kebobrokan pria itu dengan uang agar perusahaanku tidak tercoreng." Jelas Robi. Rupanya, dia melakukannya bukan tanpa alasan."Astaga, ada-ada saja kelakuan Arifin." Gumam Santi sambil menggelengkan kepalanya, dia heran sendiri dengan tingkah Arifin yang brengsek dan seolah tidak cuku
"Kenapa diam saja?" Tanya Robi pada Santi yang sedari tadi hanya diam saja, sesekali dia menyandarkan kepalanya di sandaran mobil. Meskipun begitu, tangannya tidak berhenti meremas jemarinya sendiri karena gugup yang memunuhi pikirannya saat ini."Memangnya mau bicara apa?" Balik tanya Santi yang membuat Robi terdiam, lya juga, memangnya mereka mau membicarakan apa? Tentang bisnis? Tidak, masa membicarakan bisnis dengan wanita yang ingin dia dekati. Rasanya tidak pantas saja gitu, tapisuasana di dalam mobil ini terasa sangat canggung sekali saat ini.Mereka juga tidak tahu harus membahas apa, di mulai dari mana juga entah harus bagaimana."Usia kamu berapa?" Tanya Robi, tiba-tiba saja dia kepikiran menanyakan usia Santi."Jalan 32 tahun." Jawab Santi tanpa menatap wajah Robi, dia memilih menatap pemandangan yang mereka lewati saat ini."Hanya berbeda tiga tahun berarti denganku.""Kamu seumuran Abian?" Tanya Santi sambi