Aku adalah Aditya, dalam militer namaku dikenal dengan kode nam Naga. Saat ini aku sedang memimpin salah satu pasukan tentara muda terbaik. Meski pusat militer mengatakan itu, di mataku mereka terlihat seperti amatir.
Pasukan tentara muda ini dikenal dengan nama elite harimau. Tapi aku tak suka nama itu, kemampuan mereka juga tak cocok dengan namanya. Jadi kuganti saja dengan nama elit bayangan. Seperti namanya, tersembunyi dan mematikan.
Mereka malah ribut tentang hal itu, aku tidak peduli. Salahkan saja militer yang memintaku memimpin pelatihan mereka.
Sekarang, suara ledakan yang ada di tempat ini adalah suara pertanda kemenangan mereka melawan organisasi teroris paling kejam di dunia.
"Tuan! Bagian kiri telah di bobol!"
"Tenang," jawabku pada tentara muda yang datang padaku dengan cemas. "Kau lihat tanda pada peta ini! Perintahkan yang lainnya untuk berpencar ke sana! Bergeraklah dengan cepat!"
"Baik!" Prajurit itu pun segera pergi dengan membawa peta dalam ingatannya.
"Tuan! Tidak sempat lagi!" Prajurit lainnya berkata cemas.
Meski prajurit itu benar. Aku masih menunggu waktu yang tepat untuk melepaskan roket misil yang sudah terpasang pada setiap jet tempur di udara. Ketidaksabaran hanya akan menghancurkanku saja.
"Dengarkan aku! Tepat setelah bom ketiga di ledakkan! Tembak sisi belakang!"
"Tapi tuan, jika mengarahkan misil ke tempat itu, mereka akan lari!"
"Kamu pemimpin apa aku pemimpin? Cepat lakukan!" Perintahku dengan tegas.
"Siap panglima!"
"Semuanya bersiap! Tembak sisi belakang tempat itu!"
Dhooomb! Dhomb! Dhomb!
Puluhan misil menyerbu bagian belakang markas para teroris itu. Ledakkan tanpa henti terus terdengar. Aku pun segera berangkat dari tempatku dan berlari ke bagian belakang markas mereka.
Debu karena ledakkan berhamburan memenuhi seluruh tempat, tapi aku tetap melaju ke depan. Bisa kulihat dengan jelas, satu persatu agen pembunuh yang di sewa teroris itu berdatangan menghampiriku.
Mereka pikir bisa menyerangku. Jangan mimpi! Aku sudah menyiapkan hadiah terbaik untuk mereka, "jangan mendekat, kalian pasti akan menyesal," aku memperingati dengan baik. Jadi bukan salahku lagi jika mereka tidak mendengarkan.
Salah seorang pembunuh mendekatiku, saat itu juga peluru jarak jauh yang sudah aku persiapkan melesat dengan tepat. Tentu saja pembunuh itu langsung meringkuk di lantai.
Peluru yang dilepaskan bukanlah peluru biasa, melainkan peluru yang sudah direndam dalam seribu racun pelumpuh yang sudah kusiapkan jumlahnya sebanyak yang mereka mau.
"Hemmph!" Dengusku seraya berjalan dengan santai ke depan mereka.
Di sana, puluhan teroris dengan pangkat tertinggi dunia bawah berkumpul. Mereka semua sudah masuk ke dalam perangkapku, bahkan ketua mereka. Tembakan bagian belakang hanya umpan saja untuk menangkap mereka semua hidup-hidup.
"Sialan kau! Prajurit dengan kode nam naga!" Teriak Ketua teroris dengan geram.
"Eh? Kenapa kalian tidak lari?" Ledekku pada ketua teroris itu. Padahal aku tahu mereka tak akan bisa pergi ke manapun juga. Aku sudah memasang perangkap di setiap tempat, kecuali area belakang yang paling luas itu.
Mustahil ada yang bisa melewati perangkapku, kecuali mereka punya mata yang bisa melihat segalanya. Jika mereka memaksa lewat, pada akhirnya mereka hanya akan tertangkap olehku.
"Tangkap mereka!" Perintahku pada seluruh pasukan.
Satu persatu teroris itu ditangkap oleh tentara muda. Wajah mereka semua menunjukkan kebencian yang besar terhadapku. Tentu saja mereka merasa marah dan terhina. Apa peduliku? Siapa suruh mereka menjadi targetku untuk pelatihan para tentara muda ini.
Semua pasukanku mengangkat tangan mereka menyuarakan kemenangan itu.
Ini memang kemenangan pasukanku, tapi ini bukanlah kemenanganku.
Aku masih kalah karena aku tidak bisa menyelamatkannya. Wanita indah yang hatiku dipenuhi olehnya. Satu-satunya cahaya yang berani masuk dalam kehidupanku yang penuh dengan kegelepan ini.
Nama wanita itu adalah Meera, pemilik hatiku satu-satunya.
Untuknya, aku akan melawan seluruh dunia. Tapi aku tak bisa melakukan itu lagi, dia telah tiada dan selamanya akan menjadi kenangan indah di dalam hatiku saja.
Salah seorang prajurit mendatangiku dan memujiku, "tuan! Anda benar-benar luar biasa! Selama ini tidak ada yang pernah menangkap mereka hidup-hidup, bukan saja menangkap mereka hidup-hidup, anda menemukan markas persembunyian mereka! Anda benar-benar luar biasa!" Pujinya tanpa henti.
Prajurit yang lainnya mendatangiku juga memujiku.
"Tuan! Saya sungguh tidak mengira misi ini akan berhasil, saya merasa ini seperti mimpi, tentara muda seperti kami menangkap kumpulan terosis! Strategi anda sangat menakjubkan!"
"Tuan anda sangat hebat! Mulai sekarang anda adalah ayah saya!"
"Siapa yang mau jadi ayahmu!" Sahutku lalu kami semua tertawa senang bersama-sama.
Aku lalu menunduk, hatiku berada dalam kekosongan.
"Ada apa tuan? Anda terlihat tidak senang?" Tanya salah seorang prajurit saat melihat wajahku yang sedang murung.
"Tidak prajurit, aku tidak menang," jawabku dengan senyuman. Aku lalu melihat langit. Harus berapa lama lagi aku hidup, aku ingin segera menyusul Meera. Tapi dia mengatakan padaku untuk jangan mati. Apa yang harus kulakukan.
"Tuan, apa terjadi sesuatu?"
"Tidak apa-apa, bersenang-senanglah ini adalah kemenangan kalian!"
Setelah mengatakan itu aku pergi. Tiba-tiba salah seorang prajurit datang padaku, dia mengatakan bahwa ketua organisasi teroris itu mau menemuiku.
Aku mengabaikan itu, untuk apa juga orang yang sudah ditangkap mau menemuiku.
Prajurit itu lalu mengatakan sesuatu padaku. "Tuan, dia memintaku menyampaikan ini," ucapnya lalu berbisik di telingaku, 'Meera masih hidup!'
Aku terkejut. Tanpa pikir panjang lagi aku langsung bergegas mendatangi ketua teroris sialan itu. Aku merasa marah, berani sekali dia mempermainkanku dengan nama Meera. Aku akan membunuhnya dengan tanganku sendiri.
Tanpa Meera, aku hanya akan menjadi pecundang seumur hidupku, mungkin aku juga sudah mati karena kegelepan yang melilitku. Tak akan ada prajurit kode Nam naga seperti sekarang ini.
Harus aku ceritakan dari mana kisahku dengan Meera. Mungkin dari pertemuan pertama kami? Tidak aku akan mundur ke belakang lagi.
Tepat pada hari senin, 08 desember 2005, kedua orang tuaku bercerai. Sialnya itu adalah hari ulang tahunku yang ke tujuh.
Aku benci hari itu, aku marah. Kenapa orang dewasa sangat egois. Apa mereka tidak tahu kalau perceraian itu adalah mimpi buruk bagi anak-anak mereka.
Sejak hari itu, aku merasa cahaya telah menghilang dariku. Aku merasa berada dalam kegelepan. Orang tuaku bukan saja bercerai, mereka bahkan tak memedulikan kami lagi. Mereka sibuk dengan kehidupan mereka masing-masing.
Aku dan adikku yang masih muda pun harus hidup dengan rasa kasihan dari orang lain.
Apa aku harus berterima kasih, karena kedua orangtuaku yang sibuk dengan kehidupan baru mereka itu masih memberikan kami uang setiap tahun. Aku tidak tahu, hanya saja saat itu hidupku dan adikku berjalan tanpa arah.
Aku dan adikku bahkan hampir terjual di negara asing. Kejadian itu membuat adikku benar-benar trauma. Aku juga takut, tapi aku tidak bisa takut, jika aku takut, siapa yang akan menenangkan adikku.
Adikku yang malang, dia meninggal karena overdosis obat di umurnya yang baru saja beranjak 12 tahun. Aku benar-benar gemetar saat melihatnya tergeletak tak berdaya dengan mulut berbusa. Tubuhnya dingin.
Ibu dan ayahku menangis. Tapi apa gunanya itu, beberapa hari setelah itu mereka tersenyum bahagia lagi dengan anak-anak mereka yang baru.
Aku ingin sekali mengumpat, tapi mereka kedua orangtuaku. Tidak mungkin aku berkata 'sialan kalian,' mana mungkin aku berkata seperti itu kan?
Semenjak kematian adikku, rasanya hidupku semakin dipenuhi dengan kegelepan saja. Aku benar-benar terpuruk, aku sering berpikir, apa gunanya aku hidup.
Aku tidak sekolah lagi, aku tak punya masa depan, semua orang menatapku dengan tatapan tak suka. Hidupku ini sedang menuju kehancuran sempurna. Saat tua mungkin aku akan jadi sampah masyarakat.
Di saat paling menyedihkan dalam hidupku itu, Meera datang seperti hembusan cahaya yang menyapu segala kegelepan dalam diriku.
Tepat pada hari kamis, 08 desember 2013, Aku bertemu dengannya ketika aku duduk melamun di depan rumah nenekku. Kadang aku bertanya-tanya, ada apa dengan tanggal ulang tahunku itu, segala hal yang mengubah kehidupanku selalu terjadi di tanggal yang sama.Hari itu aku mengunjungi nenekku, karena hanya dia satu-satunya keluarga yang bisa kukunjungi. Menyedihkan memang, tapi itulah kenyataannya. Paman, bibi, bahkan kedua orang tuaku menolakku di rumah mereka. Saat aku datang, orang-orang itu bersikap seolah tak melihatku.Mereka menatapku seolah aku adalah seorang penjahat yang harus disingkirkan. Penjahat yang mengganggu kedamaian dan kebahagiaan mereka."Hai Aditya!" Meera menyapaku untuk yang pertama kalinya. Dia menyapaku dengan senyuman yang manis.Saat itu aku yang baru berusia 14 tahun mematung. Sejenak aku terpaku pada senyuman indah gadis manis yang berusia 19 tahun itu. Ya! Umur Meera 5 tahun lebih tua dariku. Karena itulah dia nyaman menyapaku yang lebih muda darinya.Siapa g
Sudahlah, aku tidak peduli apa yang terjadi di antara mereka. Setelah mengantar Meera, Reihan kembali naik ke mobilnya dan pergi. Kini hanya tersisa aku dan Meera. Seperti yang Meera katakan sebelumnya. Kini kami berteman. Dan begitulah setiap harinya, Meera mengajariku banyak hal. Bersamanya aku tahu, bahwa aku itu berharga, bukan sampah yang selama ini dipandang sebagai penjahat oleh semua orang. Meski Reihan yang menggangu pemandangan itu kadang juga ada. Tapi tidak masalah, aku sudah bertekad bahwa aku akan menjadi lebih baik darinya. Karena semakin lama bersama Meera, aku semakin menyadari, dia spesial di hatiku. Aku ingin melihatnya tersenyum. Aku tidak ingin di matanya ada yang lebih baik dariku. Tentu saja, menjadi lebih baik dari Reihan tidak semudah yang aku pikirkan. Aku sudah mencoba untuk masuk sekolah lagi. Akan tetapi, di hari pertama aku sekolah, aku sudah membuat anak dari seorang kapten polisi masuk rumah sakit. Sebenarnya Aku sudah mencoba bersabar, akan tetapi
"Turun!" Teriak orang itu sambil memegang pistol di tangannya. Jika aku tidak turun, dia pasti akan menembakku tanpa ragu. Aku pun terpaksa turun. Sebelum turun aku sudah mengawasi sekitar tempat itu dan memahami situasinya. Dia hanya sendiri. Kelompok yang lainnya terpencar karena mencari orang tadi. Nekat, aku melompat ke arahnya seraya melemparkan ponsel berhargaku. Bang! Lemparanku Kena dengan tepat di matanya. Sayang sekali ponselku, kacanya pecah. Orang itu cukup besar. Jika dia menangkapku, habislah aku. Karena itulah aku mengincar matanya. Dengan begitu aku punya cukup waktu untuk melancarkan serangan selanjutnya. Saat dia sedang memegangi matanya. Secepatnya aku ambil kayu lalu memukul kepalanya sekuat mungkin. Saat itu juga, orang itu tak sadarkan diri. 'Apa aku memukulnya terlalu keras, apa dia mati?' Pikirku sedikit cemas. Aku mencoba mendekat, merasakan nafasnya, syukurlah, orang ini tidak mati. Akupun bergegas untuk pergi dari sana, sebelum yang lainnya datang.
Aku sengaja meninggalkan dua sisanya. Meski Kewaspadaan mereka meningkat. ketakutan mereka juga. Aku harus memanfaatkan semuanya dengan sebaik mungkin. Baik kewaspadaan ataupun ketakutan mereka. Akupun bersembunyi lagi. Kuharap mereka akan terkena trikku untuk yang kedua kalinya. Sesuai dugaanku. Terikan tadi pastilah menarik perhatian pembunuh lainnya. Anehnya hanya ada satu pembunuh yang datang. Tapi itu bagus juga, setelah mengalahkan satu orang lagi, hanya akan tersisa satu orang saja. "CK sialan!" Umpat pembunuh itu saat melihat dua pembunuh yang tergeletak di tanah. Dari suaranya aku bisa melihat kekesalan. Rupanya dia belum takut. Sama seperti sebelumnya, aku segera menarik talinya agar semak-semak itu bergerak. Dengan begitu pembunuh itu akan datang. Saat datang, pembunuh itu segera mengarahkan pistolnya ke arah semak-semak. Saat aku memeperhatikannya, Aku melihat seringai di wajahnya. Saat itulah aku sadar. Bukannya dia tidak takut. Dia hanya meyembunyikan ketakutan
Mobil hitam yang mengkilap itu berjalan dengan cepat dan halus, bahkan ruangan di dalamnya juga begitu berkelas, sangat mewah. Banyak tombol-tombol yang tidak begitu aku pahami.Ada AC yang membuat aku merasa agak dingin di dalamnya. Bukannya aku tidak pernah melihat dunia, hanya saja aku baru merasakannya. Menjadi kaya memanglah menyenangkan."Aditya, jika kau menyukai mobil ini, aku akan memberikannya padamu.""Apa!" Aku terkejut, memberikan mobil ini? Padaku? Apa maksudnya?Otaknya, masih baik-baik saja kan? Aku menatapnya, heran.Pak supir yang sedang menyetir mobil bahkan memperhatikan kami.Mendengar Leon akan memberikan mobilnya, aku melihat pak supir nampak khawatir, keringat nampak mengalir di pelipisnya."Ekhem," pak supir itu berdeham kecil memperingatinya.Tapi Leon tak mendengarkan peringatan itu, dia malah menanyaiku lagi, "Bagaimana?" Ucap Leon, wajahnya nampak sangat bersemangat.Ada apa dengannya, dia tidak gila kan, apa otaknya sedikit bergeser, ah masa? Apa mungkin
Leon menyunggingkan senyum dan berkata, "Bagaimana? Hebat kan? Setelah melihat ini, kau tidak akan mengingkari janji tarung denganku kan?""Cih! Aku akan bertarung, jangan terlalu percaya diri."Ak benar-benar tidak menyangka, dia sudah menjadi seorang tentara bintang dua.Dia tersenyum percaya diri ke arahku lalu masuk ke dalam.Ketika aku melangkah masuk, para tentara itu langsung merentangkan tangannya menahanku untuk masuk."Dia bersamaku," ucap Leon.Setelah Leon mengatakan itu, dua penjaga itupun berhenti menghalangiku dan membiarkan aku masuk ke dalam ruangan itu.Akhirnya aku melihat jendral Satya lagi, Di atas kasur rumah sakit itu, jendral Satya duduk dengan satu tangan dan kaki yang memakai gips. Dia masih sakit.Benar juga, ini baru beberapa hari, keadaan seperti ini saja sudah cukup bagus.Aku bersyukur bisa melihat jendral Satya lagi."Jendral ...." Ucapku dengan suara pelan. Di sana bukan hanya ada jendral Satya saja, tapi juga beberapa orang, 'Siapa mereka?' Aku berp
Rasanya aku ingin pergi saja saat itu. Aku merasa sedikit tertekan oleh aura mereka yang kuat, berbeda dengan jendral Satya yang cukup bersahabat dan ramah.Mau apa Marsekal Zidan ke arahku. Aku meneguk salivaku berat.Glek!Orang itu tiba-tiba mengait leherku dan tertawa, "Hehe! Apa ini anak yang kau maksud Satya!" Ucapnya seraya menyeretku untuk mendekati jendral Satya."???"Tunggu dulu! Apa-apaan ini? Dia mengait leherku? Menyeretku?Walaupun dia cukup kuat dan terlihat menakutkan, aku memberanikan diri untuk berhenti.Entah apa yang akan terjadi nantinya, tapi aku tak suka seseorang melakukan itu padaku."Kenapa berhenti? Ayo?" ucapnya dengan seringai bengis.Walaupun takut, aku memberanikan diri untuk melihatnya dan mengatakan,"Tolong lepaskan," ucapku.Saat aku melakukan itu, matanya malah menampilkan semangat, "oho! Ternyata anak ini seorang predator juga!" Ucapnya.Marsekal Zidan terlihat lebih bersemangat dari sebelumnya, "kalau aku tidak mau bagaimana!" ucapnya.Dia menantan
Aku terkejut saat dia menatapku lagi dengan mata misteriusnya itu, seolah dia menelisik ke dalam pikiranku, dan menemukanku.Jendral Haris lalu bicara padaku dengan suaranya yang tenang, "jika tadi kau ingin menekan titik mati tangannya, kau tidak akan bisa melakukan itu, kulit dan daginya itu tebal! Seperti mukanya yang tak tahu malu itu, mungkin jarimu yang akan patah nanti," Jelasnya seraya berjalan ke arah marsekal Zidan yang saat itu juga bicara."Apa katakamu! Tak tahu malu! Dasar tidak punya hati kau! Tapi Haris, anak ini memang cukup kejam, sama sepertimu, mons--" sebelum marsekal Zidan menghabiskan ucapannya, Jendral Haris menekan titik tubuhnya yang membuat marsekal Zidan tak bisa bergerak sedikitpun.Dia berhasil? Batiku mengaguminya. Tubuh Marsekal Satya itu sangat sulit ditembus dengan teknik itu."Asalkan tanganmu cukup kuat, kau akan bisa melumpuhkannya," jelasnya lagi dengan tenang. Sementara itu Marsekal Zidan nampak berusaha keras untuk bergerak, tapi dia tak bisa m
"Tapi apa? Kurasa nenekmu akan mencemaskanmu jika kau tidak pulang sekarang.""Kalau begitu baiklah.""Selamat jalan Bos!" Ucap anak SMA itu serentak ketika kami keluar dari ruangan itu."Bos?" Tanyaku.Leon menggaruk kepalanya, "yah begitulah, hehe.""Leon sebenarnya kau tak perlu melakukan ini, aku ini sudah cukup besar untuk pulang sendiri," ucapku."Ah tidak apa-apa, santay saja.""Bukan itu maksudku."Ah sudahlah ....Tapi, aku merasa ada sesuatu yang kurang di tempat itu. Aku tak melihat kapten polisi itu."Leon ....""Apa?""dimana kapten polisi itu?" Tanyaku heran, mencoba melihat-lihat lagi, tapi aku tak menemukan apapun. Aku menjadi penasaran, di mana kapten polisi tadi. Setelah aku selesai berganti baju, aku tak melihatnya dimanapun juga.Leon pun menjawabku, "Kami sudah mengurusnya, kau tenang saja," ucapnya dengan senyuman yang aneh, bahkan akupun merasa merinding melihatnya."Ah sungguh! Kau tenang saja, masalah tentang orang menjijikan itu sudah beres!" Lanjutnya dengan
"Aditya! Kau ini kenapa!" Leon mengguncang tubuhku, berusaha untuk membuat aku sadar, dan berhenti. Tapi sulit bagiku, kejadian itu sangat menyakitkan untukku.Buaaak!Leon meninju wajahku, teman-teman yang tadi duduk, mereka semua serentak berdiri, terkejut dengan apa yang Leon lakukan padaku."Aditya hentikan!" Tegas Leon padaku.Aku tersentak lalu kembali menangis, aku menangis sangat banyak. Aku meluapkan semuanya, rasa sakit yang menumpuk di dalam dadaku ini."Kau seperti ini? Sebenarnya kenapa?"Saat itu Rian mencoba bicara, "Leon biarkan dia."Teman-temannya yang lain juga mengaguk setelahnya.Saat itu aku mendengar Leon berkata, "membiarkannya? Sudahlah!" Setelah itu dia kembali duduk, dan membiarkanku. Anak-anak lainnya juga duduk, mereka semua menungguku menjadi lebih tenang."Leon, apa kau punya orang yang sangat kau sayangi," tanyaku setelah sekian lama mengeluarkan air mata."Tentu saja aku memilikinya," jawab Leon, dia memalingkan wajahnya setelah melihatku.Aku sedikit
"Oh ya Aditya! Kau harus melihat ini," ucap Leon seraya menunjukkan sebuah Vidio padaku.Vidio itu berisi bukti kejahatan kapten polisi itu, bukan hanya satu vidio saja, tapi banyak. "Coba kau lihat juga yang ini.""Nah lalu yang ini.""Menjijikan!" Aku spontan mengatakannya, dia telah melakukan banyak sekali kejahatan. Memperdaya banyak wanita, menerima suap dari narapidana, menyuap hakim, bahkan juga melakukan banyak sekali kekerasan.Kenapa orang seperti ini, masih belum ketahuan juga sampai sekarang, padahal dia sudah melakukan banyak sekali kejahatan."Bagaimana? Aku keren kan! Mulai sekarang, orang itu tidak akan bisa mengganggumu lagi, bukan hanya Vidio ini saja, aku masih punya bukti lainnya," ucap Leon seraya memeprlihatkan lembaran-lembaran kertas yang berisi jejak bukti dari kejahatan yang dilakukan oleh kapten polisi itu."Dengan ini, tidak akan ada yang bisa menyelamatkannya, dia akan mendekap selamanya di dalam penjara, tak kusangka orang ini telah melakukan banyak seka
Aku tahu bahwa yang kulakukan itu tak akan mengembalikan apa yang terjadi pada Meera. Tapi setidaknya itu membuat hatiku yang terasa sangat sesak menjadi lebih nyaman, setidaknya sedikit rasa bersalah yang kumiliki di hatiku ini sedikit berkurang."Kalian tadi bilang ingin membantuku kan?" Tanyaku pada anak-anak SMA itu.Mereka semua mengangguk, salah seorang di antara mereka berkata dengan yakin padaku, "tentu saja! Katakan, apa yang perlu kami lakukan?""Orang ini, bisakah kalian membantuku untuk mengurusnya, pukulan ini masih tidak cukup untuk menghukumnya!" jawabku seraya melangkahkan kaki untuk pergi dari sana. Sudah cukup untuk hari ini, aku ingin pulang. Aku merasa lelah."Tentu saja! Serahkan pada kami! Kami pasti akan mengurusnya!"Aku berhenti sejenak, dan berbalik. "Dia adalah seorang kapten polisi, apa kalian masih ingin membantuku? Jika kalian tidak ingin mendapatkan masalah, belum berlambat untuk berhenti, sekarang katakan apa kalian masih ingin melakukannya?" Tanyaku la
"Apa hah! Kau marah! Cih!"Plak!Leon menepak kepalanya lagi, dia tak hanya melakukannya sekali, tapi berkali-kali.Setelah puas Leon mengatakan, "Dasar memalukan! Dimana tanggung jawabku hah! Kau ini seorang pelindung! Tapi kau malah melakukan hal yang sebaliknya! Copot saja gelarmu itu! Kau tak pantas memilikinya! cih!" Ucapnya."Kau!"Leon tak memedulikan kemarahan kapten polisi itu, dia lalu bicara padaku, "Aditya! Bagaimana? Rencanaku?"Aku meregahkan pandangan di tempat kami sekarang, tempat itu benar-benar sudah kosong, selain kami tak ada orang lain lagi di sana. "Jangan khawatir, tempat ini aman! Percaya padaku! Beri dia pelajaran yang tak akan pernah dia lupakan seumur hidupnya!" Ucap Leon, dia kembali menanyakannya padaku, "Sekarang katakan, bagaimana dengan rencanaku, apa kau merasa kagum? Ayo katakan?""Hmm ya, lumayan," ucapku dengan tangan yang mengepal sempurna, sekali lagi kuhantamkan tinju pada kapten polisi itu."Oughh!" Rintih kapten polisi itu, kesakitan."Jika k
"Nah sekarang, kau bisa sepuasnya memukulinya, tapi jangan membunuhnya," ucap Leon."Tentu saja," aku merasa tidak sabar, tanganku rasanya sudah panas.Kami pun mendatangi kapten polisi itu setelah dia menghabiskan minumannya.Melihatku datang, Kapten polisi itu segera menyeringai, aku bisa melihat dari wajahnya yang menjijikan itu, dia masih merasakan kesakitan."Kau datang, jalang itu tidak tahu apa yang baik baginya," hinanya.Aku mengepalkan tinjuku dengan erat lalu menghantam wajahnya dengan sangat keras. Tak hanya sekali, aku melakukannya hingga kapten polisi itu tak sanggup membuka matanya lagi.Di sebelahku Leon berbisik, "Aditya jangan sampai kau membunuhnya."Aku memecahkan sebuah gelas hingga tanganku berdarah."Aditya kau! Apa yang kau lakukan, tanganmu?" Aku bisa merasakan dari suara Leon, dia mencemaskanku. Tapi aku benar-benar tidak tahan dengan tatapan orang menjijikan yang ada di hadapanku ini. Rasanya aku ingin menghabisinya saat itu juga.Aku menyodorkan pecahan g
Meera menampar keras wajah kapten polisi itu, dia lalu menendang masa depannya, membuat kapten polisi itu meringkuk kesakitan setengah mati."Wuakh!"Setelah melakukan itu Meera pergi sambil berkata, "menjijikan!"Melihat itu aku sangat puas, tubuhku bergetar menahan tawa. 'Mampus Kau!' Batinku.Urat marah di wajah kapten polisi itu seakan mau keluar, "Kau! Kalian akan menderita! Bocah itu berhutang padaku, tapi malah gadis sepertimu yang menanggung untuknya! Heyyy! Jika kau tidak bisa membayarnya, aku akan membuat bocah itu masuk penjara selamanya! Cih Sial! Aku benar-benar sial! Heyy! Argh! Ini sakit sekali! Gadis itu!"Leon tak bisa menahan diri untuk berkata, "Woaww," memberi jempol lalu melanjutkan, "hebat, kuyakin dia tak akan mampu lagi untuk melakukan hal-hal itu, Meera sudah menuntas habis keturunannya.""Aditya, apa semua wanita memang semenakutkan ini, dia mengerikan, aku sampai merinding, dia benar-benar telah menghancurkannya."Saat itu yang ada pikiranku adalah memberika
Leon lalu berbicara, "Tadi dia mengatakan fokus belajar, sekarang dia mengatakan patah hati, ternyata benar kata wanita, omongan lelaki memang tidak bisa dipercaya," dia menyindirku."Diamlah," pintaku dengan hati yang terasa pahit. Aku tak tahu apa yang sedang dibicarakan oleh Reihan dan Meera saat itu, tapi tak lama setelah itu Reihan pergi.Akhirnya dia pergi juga pikirku. Aku pun berjalan ke arah Meera. Namun saat aku hendak memanggilnya, Meera menerima telpon, raut wajahnya terlihat memburuk. Entah siapa yang meneleponnya saat itu, kukira dia bukan orang baik, apa dia yang menyusahkan Meera? Pikirku. Setelah selesai dengan panggilan itu, Meera bergegas pergi. Akupun bergegas masuk ke mobil, begitu juga dengan Leon. Kali ini kemana kau akan pergi Meera, hatiku mengkhawatirkannya."Pak! Ikuti dia!" Pinta Leon. Segera mobil itu pun pergi.Tak jauh dari tempat sebelumnya, Meera berhenti di sebuah restoran yang cukup besar.Apa yang Meera lakukan di sini, pikirku penasaran. Aku ber
Meera, aku memanggilnya dalam hatiku. Aku menyesal karena berpikir begitu sebelumnya. Sekarang aku jadi tahu kenapa dia jarang menemuiku, aku bahkan hanya memikirkan perasaanku saja, jika aku tidak mengikutinya seperti ini, aku tidak akan pernah tahu, dan terus menduga-duga saja.Meera, ternyata dia sedang dalam masalah.Meera seharusnya kau menceritakan ini padaku, bukankah katamu kita teman, teman macam apa yang membiarkan temannya menderita begini.Aku memikirkan hal lain, memang apa yang bisa kulakukan jika Meera menceritakan ini padaku. Aku hanya seorang anak nakal dengan kehidupan hancur, aku tidak punya apa-apa untuk membantunya ataupun melindunginya.Tanpa sadar tanganku mengepal erat dan Leon menyadarkanku dengan panggilan pelan."Aditya, apa kau baik-baik saja? Psst! Aditya?" Tanyanya."Leon aku ini tidak berguna ya," jawabku dengan pahit.Plak!Leon menamparku dengan keras."Kau!" Ucapku spontan. Aku terkejut dan aku tak mengerti kenapa dia menamparku seperti ini.Itu tamp