Sudahlah, aku tidak peduli apa yang terjadi di antara mereka. Setelah mengantar Meera, Reihan kembali naik ke mobilnya dan pergi.
Kini hanya tersisa aku dan Meera. Seperti yang Meera katakan sebelumnya. Kini kami berteman. Dan begitulah setiap harinya, Meera mengajariku banyak hal. Bersamanya aku tahu, bahwa aku itu berharga, bukan sampah yang selama ini dipandang sebagai penjahat oleh semua orang.Meski Reihan yang menggangu pemandangan itu kadang juga ada. Tapi tidak masalah, aku sudah bertekad bahwa aku akan menjadi lebih baik darinya. Karena semakin lama bersama Meera, aku semakin menyadari, dia spesial di hatiku. Aku ingin melihatnya tersenyum.Aku tidak ingin di matanya ada yang lebih baik dariku. Tentu saja, menjadi lebih baik dari Reihan tidak semudah yang aku pikirkan.Aku sudah mencoba untuk masuk sekolah lagi. Akan tetapi, di hari pertama aku sekolah, aku sudah membuat anak dari seorang kapten polisi masuk rumah sakit. Sebenarnya Aku sudah mencoba bersabar, akan tetapi anak itu dan teman-temannya terus saja menguji kesabaranku.Sekolah lalu memberiku surat peringatan, memintaku untuk memanggil orang tuaku.Tapi, siapa yang bisa datang? Saat aku menghubungi ayah, dia mematikan teleponnya begitu tau aku yang menghubunginya.Lalu saat aku menelpon ibu, dia bertanya kabarku lalu menutup telpon sebelum aku mengatakan sesuatu.Tidak mungkin aku meminta nenek yang datang, dia sudah sangat tua. Akhirnya, Meera lah yang datang untuk menjadi wali ku."Meera terimakasih, maaf aku merepotkanmu," ucapku dengan kepala menunduk."Apa sih! Untuk apa minta maaf, kita kan teman!" Ucapnya dengan senyuman manis, membuat wajahku merona malu.Sial! Makin hari kok makin cantik!Begitu sampai di ruangan itu Meera malah di tampar oleh ibu anak itu.Plakk!Aku sangat terkejut, tak kusangka dia akan memukul Merra. Berani sekali dia!Aku yang sangat marah melihat itu, spontan berteriak, "Heyy! Wanita sialan! Akan kupotong tanganmu itu!" Ucapku dengan penuh marah. Saat aku hendak melakukan sesuatu, Meera menghentikanku dengan menarik tanganku.Ibu anak itu lalu melipat tangannya, "hmmph! Lihat itu betapa berandalannya anak ini.""Kau! Pak lihat dia melakukan itu pada--" ucapanku terhenti saat melihat wajah pak guru. Aku paham betul maksud wajah itu. Dia tak berniat membelaku sedikit pun."Aditya! Diam! Apa kau seorang jagoan! Kau sangat tidak sopan! Bahkan berani berteriak seperti itu, sekolah ini benar-benar dibuat malu olehmu!" Bentak pak guru.Saat itu Meera membungkukkan badannya, "saya minta maaf atas apa yang terjadi pada anak ibu," ucapnya dengan suara serak.Mataku berkaca saat itu, aku juga sangat marah. Hanya karena ibu dan ayah anak itu hebat, mereka memperlakukanku seperti ini. Lalu Meera, padahal wajahnya merah, kenapa Meera harus meminta maaf. Aku benci keadaan ini. "Katakan padaku! Bagaimana kalian akan bertanggung jawab!" Ucap wanita itu angkuh."Saya--" belum habis Meera bicara, ibu anak itu menyela."Sudahlah, keluarkan saja anak berandalan ini dari sekolah!""Ini ...." pak guru berpikir ragu. Aku yakin yang membuatnya ragu bukanlah mengeluarkanku dari sekolah. Akan tetapi keuntungan dan kerugiannya.Mendengar itu, Meera menundukkan kepalanya lagi, "Bu saya benar-benar minta maaf, tolong jangan keluarkan Aditya," ucapnya.Aku sangat benci melihat Meera melakukan itu. Pada akhirnya aku berlutut di depan ibu itu menampar wajahku berkali-kali dengan kencang."Aditya apa yang kau lakukan! Hentikan!" Meskipun Meera memegangi tanganku. Setiap ada kesempatan aku memukul wajahku dengan keras.Saat pak guru itu memintaku berhenti, aku tidak berhenti."Apa ini cukup! Apa ini cukup!" Ucapku saat menampar wajahku berkali-kali.Saat aku menampar wajahku, di wajah ibu anak itu terlintas senyuman senang. Walau aku sangat kesal dan marah, aku menahannya, sambil terus menampar wajahku. Di dalam hati aku bertekad, aku tidak mau menjadi lebih rendah dari orang lain lagi. Aku ingin menjadi sangat kuat dan tinggi, hingga tak ada orang yang bisa menatapku dengan rendah.Setelah wajahku menjadi cukup buruk, Akhirnya ibu anak itu pun melepaskanku."Sudahlah, karena anak ini menyadari kesalahannya, aku tidak akan berdebat lagi!" Ucapya dengan santainya.Saat itu aku hendak tertawa. Menyadari kesalahan apa! Aku tidak merasa salah sedikitpun. Apakah aku tidak boleh membalas saat anak ibu itu mengatakan hal buruk tentang adikku yang sudah meninggal? Menghinaku karena tak diinginkan kedua orangtuaku! Bahkan memukuliku untuk kesenangan mereka!Lalu saat aku membalas untuk membela diri, aku bersalah hanya karena ayahnya seorang kapten polisi?Lucu! Ini benar-benar menggelikan!Tanpa menyelidiki penyebabnya terlebih dahulu. Sekolah menyatakan aku bersalah. Dan hukumanku adalah Skors selama 1 bulan.Itu bagus juga! Jika bukan karena Meera membelaku sampai seperti itu, aku pasti sudah pergi. Aku menyesal membuat Meera datang ke sini!Kami pun pulang."Meera aku ... m-maaf!" Hanya itu yang bisa kukatakan padanya. Aku ini benar-benar tidak berguna.Meera lalu memegang kepalaku, dia tersenyum padaku. "Minta maaf apa sih! Memang kamu salah apa! Aditya kamu tidak salah apa-apa! Merekalah yang salah, pak guru itu! Dia tak menyelidiki dengan benar, tapi malah menghukummu begitu saja! Fyuh! Syukurlah kamu tidak dikeluarkan, Errgh! Aku kesal, kenapa seorang ibu harus memanjakan anaknya sampai seperti itu! Huh!" Meera lalu berkacak pinggang."Kalian pasti di hukum oleh langit!" Teriaknya lagi.Aku memegang pipinya dan bertanya, "Meera, apa sakit?"Meera tersenyum dan menjawabku hangat, "tidak apa-apa," kedua matanya lalu menajam, "Aditya jangan lakukan hal seperti itu, anak-anak tidaklah harus menderita, biar orang yang lebih tua saja yang mengatasinya," ucapnya."Meera ...."Saat itu aku bertekad dalam hatiku. Aku harus menjadi lebih kuat dan melindungi wanita ini. Lalu, tamparan yang berbekas di pipinya. Aku pasti akan membalasnya suatu hari nanti.Akan tetapi, setelah hari itu, Meera jarang menemuiku. Dulu dia bahkan datang setiap hari, sekarang dia hanya datang setiap hari jum'at saja, itupun di sore hari lalu dia pergi.Saat itu aku terlalu takut untuk bertanya.Di lubuk hatiku, Aku takut Meera tak mempedulikanku lagi, lalu meninggalkanku sama seperti yang lainnya.Lalu pada malam hari, saat aku tak sengaja tertidur di atas pohon. Aku terbangun karena mendengar suara tembakan.Saat aku melihat ke bawah. Seseorang bersembunyi di dalam semak-semak. Sedangkan beberapa orang lainnya berpencar mencarinya.Sial! Jika mereka menemukanku, aku bisa saja mati. Bukannya aku takut mati, tapi ini cara yang terlalu konyol untuk mati.Aku hendak menghubungi polisi. Tapi saat aku teringat sosok kapten polisi yang abal-abal itu, aku berhenti. Percuma saja menghubungi mereka, Kaptennya saja seperti itu, bagaimana anak buahnya.Aku paham betul dengan konsep tidak semua polisi sepertinya. Hanya saja aku tak tahu, siapa orangnya.Apalagi orang-orang ini berani menggunakan pistol, pasti bekingannya tidak main-main. Salah-salah nyawaku akan benar-benar melayang. Aku masih mau melihat Meera dan membalas orang-orang yang memperlakukannya dengan buruk."Siapa kau!"Aku benar-benar terkejut. Salah seorang di antara mereka melihatku, padahal aku sudah naik ke dahan yang lebih tinggi.Sejenak barulah aku sadar, aku memakai baju berwarna putih. Meskipun malam hari, tentu saja dia bisa melihatku dengan jelas.Aku ceroboh!"Turun!" Teriak orang itu sambil memegang pistol di tangannya. Jika aku tidak turun, dia pasti akan menembakku tanpa ragu. Aku pun terpaksa turun. Sebelum turun aku sudah mengawasi sekitar tempat itu dan memahami situasinya. Dia hanya sendiri. Kelompok yang lainnya terpencar karena mencari orang tadi. Nekat, aku melompat ke arahnya seraya melemparkan ponsel berhargaku. Bang! Lemparanku Kena dengan tepat di matanya. Sayang sekali ponselku, kacanya pecah. Orang itu cukup besar. Jika dia menangkapku, habislah aku. Karena itulah aku mengincar matanya. Dengan begitu aku punya cukup waktu untuk melancarkan serangan selanjutnya. Saat dia sedang memegangi matanya. Secepatnya aku ambil kayu lalu memukul kepalanya sekuat mungkin. Saat itu juga, orang itu tak sadarkan diri. 'Apa aku memukulnya terlalu keras, apa dia mati?' Pikirku sedikit cemas. Aku mencoba mendekat, merasakan nafasnya, syukurlah, orang ini tidak mati. Akupun bergegas untuk pergi dari sana, sebelum yang lainnya datang.
Aku sengaja meninggalkan dua sisanya. Meski Kewaspadaan mereka meningkat. ketakutan mereka juga. Aku harus memanfaatkan semuanya dengan sebaik mungkin. Baik kewaspadaan ataupun ketakutan mereka. Akupun bersembunyi lagi. Kuharap mereka akan terkena trikku untuk yang kedua kalinya. Sesuai dugaanku. Terikan tadi pastilah menarik perhatian pembunuh lainnya. Anehnya hanya ada satu pembunuh yang datang. Tapi itu bagus juga, setelah mengalahkan satu orang lagi, hanya akan tersisa satu orang saja. "CK sialan!" Umpat pembunuh itu saat melihat dua pembunuh yang tergeletak di tanah. Dari suaranya aku bisa melihat kekesalan. Rupanya dia belum takut. Sama seperti sebelumnya, aku segera menarik talinya agar semak-semak itu bergerak. Dengan begitu pembunuh itu akan datang. Saat datang, pembunuh itu segera mengarahkan pistolnya ke arah semak-semak. Saat aku memeperhatikannya, Aku melihat seringai di wajahnya. Saat itulah aku sadar. Bukannya dia tidak takut. Dia hanya meyembunyikan ketakutan
Mobil hitam yang mengkilap itu berjalan dengan cepat dan halus, bahkan ruangan di dalamnya juga begitu berkelas, sangat mewah. Banyak tombol-tombol yang tidak begitu aku pahami.Ada AC yang membuat aku merasa agak dingin di dalamnya. Bukannya aku tidak pernah melihat dunia, hanya saja aku baru merasakannya. Menjadi kaya memanglah menyenangkan."Aditya, jika kau menyukai mobil ini, aku akan memberikannya padamu.""Apa!" Aku terkejut, memberikan mobil ini? Padaku? Apa maksudnya?Otaknya, masih baik-baik saja kan? Aku menatapnya, heran.Pak supir yang sedang menyetir mobil bahkan memperhatikan kami.Mendengar Leon akan memberikan mobilnya, aku melihat pak supir nampak khawatir, keringat nampak mengalir di pelipisnya."Ekhem," pak supir itu berdeham kecil memperingatinya.Tapi Leon tak mendengarkan peringatan itu, dia malah menanyaiku lagi, "Bagaimana?" Ucap Leon, wajahnya nampak sangat bersemangat.Ada apa dengannya, dia tidak gila kan, apa otaknya sedikit bergeser, ah masa? Apa mungkin
Leon menyunggingkan senyum dan berkata, "Bagaimana? Hebat kan? Setelah melihat ini, kau tidak akan mengingkari janji tarung denganku kan?""Cih! Aku akan bertarung, jangan terlalu percaya diri."Ak benar-benar tidak menyangka, dia sudah menjadi seorang tentara bintang dua.Dia tersenyum percaya diri ke arahku lalu masuk ke dalam.Ketika aku melangkah masuk, para tentara itu langsung merentangkan tangannya menahanku untuk masuk."Dia bersamaku," ucap Leon.Setelah Leon mengatakan itu, dua penjaga itupun berhenti menghalangiku dan membiarkan aku masuk ke dalam ruangan itu.Akhirnya aku melihat jendral Satya lagi, Di atas kasur rumah sakit itu, jendral Satya duduk dengan satu tangan dan kaki yang memakai gips. Dia masih sakit.Benar juga, ini baru beberapa hari, keadaan seperti ini saja sudah cukup bagus.Aku bersyukur bisa melihat jendral Satya lagi."Jendral ...." Ucapku dengan suara pelan. Di sana bukan hanya ada jendral Satya saja, tapi juga beberapa orang, 'Siapa mereka?' Aku berp
Rasanya aku ingin pergi saja saat itu. Aku merasa sedikit tertekan oleh aura mereka yang kuat, berbeda dengan jendral Satya yang cukup bersahabat dan ramah.Mau apa Marsekal Zidan ke arahku. Aku meneguk salivaku berat.Glek!Orang itu tiba-tiba mengait leherku dan tertawa, "Hehe! Apa ini anak yang kau maksud Satya!" Ucapnya seraya menyeretku untuk mendekati jendral Satya."???"Tunggu dulu! Apa-apaan ini? Dia mengait leherku? Menyeretku?Walaupun dia cukup kuat dan terlihat menakutkan, aku memberanikan diri untuk berhenti.Entah apa yang akan terjadi nantinya, tapi aku tak suka seseorang melakukan itu padaku."Kenapa berhenti? Ayo?" ucapnya dengan seringai bengis.Walaupun takut, aku memberanikan diri untuk melihatnya dan mengatakan,"Tolong lepaskan," ucapku.Saat aku melakukan itu, matanya malah menampilkan semangat, "oho! Ternyata anak ini seorang predator juga!" Ucapnya.Marsekal Zidan terlihat lebih bersemangat dari sebelumnya, "kalau aku tidak mau bagaimana!" ucapnya.Dia menantan
Aku terkejut saat dia menatapku lagi dengan mata misteriusnya itu, seolah dia menelisik ke dalam pikiranku, dan menemukanku.Jendral Haris lalu bicara padaku dengan suaranya yang tenang, "jika tadi kau ingin menekan titik mati tangannya, kau tidak akan bisa melakukan itu, kulit dan daginya itu tebal! Seperti mukanya yang tak tahu malu itu, mungkin jarimu yang akan patah nanti," Jelasnya seraya berjalan ke arah marsekal Zidan yang saat itu juga bicara."Apa katakamu! Tak tahu malu! Dasar tidak punya hati kau! Tapi Haris, anak ini memang cukup kejam, sama sepertimu, mons--" sebelum marsekal Zidan menghabiskan ucapannya, Jendral Haris menekan titik tubuhnya yang membuat marsekal Zidan tak bisa bergerak sedikitpun.Dia berhasil? Batiku mengaguminya. Tubuh Marsekal Satya itu sangat sulit ditembus dengan teknik itu."Asalkan tanganmu cukup kuat, kau akan bisa melumpuhkannya," jelasnya lagi dengan tenang. Sementara itu Marsekal Zidan nampak berusaha keras untuk bergerak, tapi dia tak bisa m
Kebingunganku itu dapat dilihat dengan jelas oleh Jendral Satya, dia lalu mendatangiku dan mengatakan, "bisakah kalian bersikap biasa saja, nak pikirkanlah dulu, ini kartu namaku, jika kau setuju hubungi aku atau datang ke kamp militer angkatan darat A11," jelasnya lalu pergi keluar."Haris, kau mau kemana?" Tanya marsekal Zidan segera."Aku mau mencari udara segar, lagipula dia baik-baik saja," ucapnya. Dia yang dimaksud Jendral Haris adalah Jendral Satya."Tunggu aku!""Satya, kalau begitu aku akan pulang, hey nak! Kalau kau tertarik, kau juga bisa datang ke tempatku, aku ada di kamp militer udara B40, nah lalu ini nomorku, hubungi saja aku kalau kau perlu sesuatu yahhh!" Ucapnya seraya pergi menyusul Jendral Haris.Begitu menyusul Jendral Haris, marsekal Zidan segera mengait lehernya, sama seperti yang dia lakukan padaku tadi. Sikapnya ternyata memang seperti itu pada siapapun yah, pikirku berusaha untuk memakluminya."Heyy Hariss, hari ini kau mau menyatakan cinta pada ABG itu ya
Akupun berdiri lalu menyatukan kedua tanganku lagi, "jendral aku benar-benar berterimakasih padamu," ucapku lagi."Ternyata kau juga salah salah satu dari anak-anak itu, bersyutmelihatmu baik-baik saja sekarang, syukurlah," ucap Jendral Satya dengan senyuman lega."Ini ambilah untukmu," Jendral Satya memberikan sebuah kunci mobil dan kartu ATM padaku."Sandinya 111111," lanjutnya.Apa ini? Batinku."Jendral, aku tidak bisa menerima ini, tolong anda ambillah kembali.""Aditya ambillah, ini adalah hadiahku untuk prajurit pemberani sepertimu, kau pantas untuk mendapatkannya.""Tapi Jendral!""Aku juga berharap kau akan setuju untuk masuk militer dan dibimbing oleh Jendral Haris, dia juga tidak hidup dengan mudah," Jendral Satya lalu menggeleng, aku tak mengerti mengapa ekspresinya seperti itu."Ini ambillah! Jangan menolaknya!" Ucap Jendral Satya sembari mendorong kunci mobil dan kartu ATM itu padaku."Tapi menyetir mobil aku tidak bisa, aku juga belum cukup umur untuk melakukannya," uc
"Tapi apa? Kurasa nenekmu akan mencemaskanmu jika kau tidak pulang sekarang.""Kalau begitu baiklah.""Selamat jalan Bos!" Ucap anak SMA itu serentak ketika kami keluar dari ruangan itu."Bos?" Tanyaku.Leon menggaruk kepalanya, "yah begitulah, hehe.""Leon sebenarnya kau tak perlu melakukan ini, aku ini sudah cukup besar untuk pulang sendiri," ucapku."Ah tidak apa-apa, santay saja.""Bukan itu maksudku."Ah sudahlah ....Tapi, aku merasa ada sesuatu yang kurang di tempat itu. Aku tak melihat kapten polisi itu."Leon ....""Apa?""dimana kapten polisi itu?" Tanyaku heran, mencoba melihat-lihat lagi, tapi aku tak menemukan apapun. Aku menjadi penasaran, di mana kapten polisi tadi. Setelah aku selesai berganti baju, aku tak melihatnya dimanapun juga.Leon pun menjawabku, "Kami sudah mengurusnya, kau tenang saja," ucapnya dengan senyuman yang aneh, bahkan akupun merasa merinding melihatnya."Ah sungguh! Kau tenang saja, masalah tentang orang menjijikan itu sudah beres!" Lanjutnya dengan
"Aditya! Kau ini kenapa!" Leon mengguncang tubuhku, berusaha untuk membuat aku sadar, dan berhenti. Tapi sulit bagiku, kejadian itu sangat menyakitkan untukku.Buaaak!Leon meninju wajahku, teman-teman yang tadi duduk, mereka semua serentak berdiri, terkejut dengan apa yang Leon lakukan padaku."Aditya hentikan!" Tegas Leon padaku.Aku tersentak lalu kembali menangis, aku menangis sangat banyak. Aku meluapkan semuanya, rasa sakit yang menumpuk di dalam dadaku ini."Kau seperti ini? Sebenarnya kenapa?"Saat itu Rian mencoba bicara, "Leon biarkan dia."Teman-temannya yang lain juga mengaguk setelahnya.Saat itu aku mendengar Leon berkata, "membiarkannya? Sudahlah!" Setelah itu dia kembali duduk, dan membiarkanku. Anak-anak lainnya juga duduk, mereka semua menungguku menjadi lebih tenang."Leon, apa kau punya orang yang sangat kau sayangi," tanyaku setelah sekian lama mengeluarkan air mata."Tentu saja aku memilikinya," jawab Leon, dia memalingkan wajahnya setelah melihatku.Aku sedikit
"Oh ya Aditya! Kau harus melihat ini," ucap Leon seraya menunjukkan sebuah Vidio padaku.Vidio itu berisi bukti kejahatan kapten polisi itu, bukan hanya satu vidio saja, tapi banyak. "Coba kau lihat juga yang ini.""Nah lalu yang ini.""Menjijikan!" Aku spontan mengatakannya, dia telah melakukan banyak sekali kejahatan. Memperdaya banyak wanita, menerima suap dari narapidana, menyuap hakim, bahkan juga melakukan banyak sekali kekerasan.Kenapa orang seperti ini, masih belum ketahuan juga sampai sekarang, padahal dia sudah melakukan banyak sekali kejahatan."Bagaimana? Aku keren kan! Mulai sekarang, orang itu tidak akan bisa mengganggumu lagi, bukan hanya Vidio ini saja, aku masih punya bukti lainnya," ucap Leon seraya memeprlihatkan lembaran-lembaran kertas yang berisi jejak bukti dari kejahatan yang dilakukan oleh kapten polisi itu."Dengan ini, tidak akan ada yang bisa menyelamatkannya, dia akan mendekap selamanya di dalam penjara, tak kusangka orang ini telah melakukan banyak seka
Aku tahu bahwa yang kulakukan itu tak akan mengembalikan apa yang terjadi pada Meera. Tapi setidaknya itu membuat hatiku yang terasa sangat sesak menjadi lebih nyaman, setidaknya sedikit rasa bersalah yang kumiliki di hatiku ini sedikit berkurang."Kalian tadi bilang ingin membantuku kan?" Tanyaku pada anak-anak SMA itu.Mereka semua mengangguk, salah seorang di antara mereka berkata dengan yakin padaku, "tentu saja! Katakan, apa yang perlu kami lakukan?""Orang ini, bisakah kalian membantuku untuk mengurusnya, pukulan ini masih tidak cukup untuk menghukumnya!" jawabku seraya melangkahkan kaki untuk pergi dari sana. Sudah cukup untuk hari ini, aku ingin pulang. Aku merasa lelah."Tentu saja! Serahkan pada kami! Kami pasti akan mengurusnya!"Aku berhenti sejenak, dan berbalik. "Dia adalah seorang kapten polisi, apa kalian masih ingin membantuku? Jika kalian tidak ingin mendapatkan masalah, belum berlambat untuk berhenti, sekarang katakan apa kalian masih ingin melakukannya?" Tanyaku la
"Apa hah! Kau marah! Cih!"Plak!Leon menepak kepalanya lagi, dia tak hanya melakukannya sekali, tapi berkali-kali.Setelah puas Leon mengatakan, "Dasar memalukan! Dimana tanggung jawabku hah! Kau ini seorang pelindung! Tapi kau malah melakukan hal yang sebaliknya! Copot saja gelarmu itu! Kau tak pantas memilikinya! cih!" Ucapnya."Kau!"Leon tak memedulikan kemarahan kapten polisi itu, dia lalu bicara padaku, "Aditya! Bagaimana? Rencanaku?"Aku meregahkan pandangan di tempat kami sekarang, tempat itu benar-benar sudah kosong, selain kami tak ada orang lain lagi di sana. "Jangan khawatir, tempat ini aman! Percaya padaku! Beri dia pelajaran yang tak akan pernah dia lupakan seumur hidupnya!" Ucap Leon, dia kembali menanyakannya padaku, "Sekarang katakan, bagaimana dengan rencanaku, apa kau merasa kagum? Ayo katakan?""Hmm ya, lumayan," ucapku dengan tangan yang mengepal sempurna, sekali lagi kuhantamkan tinju pada kapten polisi itu."Oughh!" Rintih kapten polisi itu, kesakitan."Jika k
"Nah sekarang, kau bisa sepuasnya memukulinya, tapi jangan membunuhnya," ucap Leon."Tentu saja," aku merasa tidak sabar, tanganku rasanya sudah panas.Kami pun mendatangi kapten polisi itu setelah dia menghabiskan minumannya.Melihatku datang, Kapten polisi itu segera menyeringai, aku bisa melihat dari wajahnya yang menjijikan itu, dia masih merasakan kesakitan."Kau datang, jalang itu tidak tahu apa yang baik baginya," hinanya.Aku mengepalkan tinjuku dengan erat lalu menghantam wajahnya dengan sangat keras. Tak hanya sekali, aku melakukannya hingga kapten polisi itu tak sanggup membuka matanya lagi.Di sebelahku Leon berbisik, "Aditya jangan sampai kau membunuhnya."Aku memecahkan sebuah gelas hingga tanganku berdarah."Aditya kau! Apa yang kau lakukan, tanganmu?" Aku bisa merasakan dari suara Leon, dia mencemaskanku. Tapi aku benar-benar tidak tahan dengan tatapan orang menjijikan yang ada di hadapanku ini. Rasanya aku ingin menghabisinya saat itu juga.Aku menyodorkan pecahan g
Meera menampar keras wajah kapten polisi itu, dia lalu menendang masa depannya, membuat kapten polisi itu meringkuk kesakitan setengah mati."Wuakh!"Setelah melakukan itu Meera pergi sambil berkata, "menjijikan!"Melihat itu aku sangat puas, tubuhku bergetar menahan tawa. 'Mampus Kau!' Batinku.Urat marah di wajah kapten polisi itu seakan mau keluar, "Kau! Kalian akan menderita! Bocah itu berhutang padaku, tapi malah gadis sepertimu yang menanggung untuknya! Heyyy! Jika kau tidak bisa membayarnya, aku akan membuat bocah itu masuk penjara selamanya! Cih Sial! Aku benar-benar sial! Heyy! Argh! Ini sakit sekali! Gadis itu!"Leon tak bisa menahan diri untuk berkata, "Woaww," memberi jempol lalu melanjutkan, "hebat, kuyakin dia tak akan mampu lagi untuk melakukan hal-hal itu, Meera sudah menuntas habis keturunannya.""Aditya, apa semua wanita memang semenakutkan ini, dia mengerikan, aku sampai merinding, dia benar-benar telah menghancurkannya."Saat itu yang ada pikiranku adalah memberika
Leon lalu berbicara, "Tadi dia mengatakan fokus belajar, sekarang dia mengatakan patah hati, ternyata benar kata wanita, omongan lelaki memang tidak bisa dipercaya," dia menyindirku."Diamlah," pintaku dengan hati yang terasa pahit. Aku tak tahu apa yang sedang dibicarakan oleh Reihan dan Meera saat itu, tapi tak lama setelah itu Reihan pergi.Akhirnya dia pergi juga pikirku. Aku pun berjalan ke arah Meera. Namun saat aku hendak memanggilnya, Meera menerima telpon, raut wajahnya terlihat memburuk. Entah siapa yang meneleponnya saat itu, kukira dia bukan orang baik, apa dia yang menyusahkan Meera? Pikirku. Setelah selesai dengan panggilan itu, Meera bergegas pergi. Akupun bergegas masuk ke mobil, begitu juga dengan Leon. Kali ini kemana kau akan pergi Meera, hatiku mengkhawatirkannya."Pak! Ikuti dia!" Pinta Leon. Segera mobil itu pun pergi.Tak jauh dari tempat sebelumnya, Meera berhenti di sebuah restoran yang cukup besar.Apa yang Meera lakukan di sini, pikirku penasaran. Aku ber
Meera, aku memanggilnya dalam hatiku. Aku menyesal karena berpikir begitu sebelumnya. Sekarang aku jadi tahu kenapa dia jarang menemuiku, aku bahkan hanya memikirkan perasaanku saja, jika aku tidak mengikutinya seperti ini, aku tidak akan pernah tahu, dan terus menduga-duga saja.Meera, ternyata dia sedang dalam masalah.Meera seharusnya kau menceritakan ini padaku, bukankah katamu kita teman, teman macam apa yang membiarkan temannya menderita begini.Aku memikirkan hal lain, memang apa yang bisa kulakukan jika Meera menceritakan ini padaku. Aku hanya seorang anak nakal dengan kehidupan hancur, aku tidak punya apa-apa untuk membantunya ataupun melindunginya.Tanpa sadar tanganku mengepal erat dan Leon menyadarkanku dengan panggilan pelan."Aditya, apa kau baik-baik saja? Psst! Aditya?" Tanyanya."Leon aku ini tidak berguna ya," jawabku dengan pahit.Plak!Leon menamparku dengan keras."Kau!" Ucapku spontan. Aku terkejut dan aku tak mengerti kenapa dia menamparku seperti ini.Itu tamp