Aku terkejut saat dia menatapku lagi dengan mata misteriusnya itu, seolah dia menelisik ke dalam pikiranku, dan menemukanku.Jendral Haris lalu bicara padaku dengan suaranya yang tenang, "jika tadi kau ingin menekan titik mati tangannya, kau tidak akan bisa melakukan itu, kulit dan daginya itu tebal! Seperti mukanya yang tak tahu malu itu, mungkin jarimu yang akan patah nanti," Jelasnya seraya berjalan ke arah marsekal Zidan yang saat itu juga bicara."Apa katakamu! Tak tahu malu! Dasar tidak punya hati kau! Tapi Haris, anak ini memang cukup kejam, sama sepertimu, mons--" sebelum marsekal Zidan menghabiskan ucapannya, Jendral Haris menekan titik tubuhnya yang membuat marsekal Zidan tak bisa bergerak sedikitpun.Dia berhasil? Batiku mengaguminya. Tubuh Marsekal Satya itu sangat sulit ditembus dengan teknik itu."Asalkan tanganmu cukup kuat, kau akan bisa melumpuhkannya," jelasnya lagi dengan tenang. Sementara itu Marsekal Zidan nampak berusaha keras untuk bergerak, tapi dia tak bisa m
Kebingunganku itu dapat dilihat dengan jelas oleh Jendral Satya, dia lalu mendatangiku dan mengatakan, "bisakah kalian bersikap biasa saja, nak pikirkanlah dulu, ini kartu namaku, jika kau setuju hubungi aku atau datang ke kamp militer angkatan darat A11," jelasnya lalu pergi keluar."Haris, kau mau kemana?" Tanya marsekal Zidan segera."Aku mau mencari udara segar, lagipula dia baik-baik saja," ucapnya. Dia yang dimaksud Jendral Haris adalah Jendral Satya."Tunggu aku!""Satya, kalau begitu aku akan pulang, hey nak! Kalau kau tertarik, kau juga bisa datang ke tempatku, aku ada di kamp militer udara B40, nah lalu ini nomorku, hubungi saja aku kalau kau perlu sesuatu yahhh!" Ucapnya seraya pergi menyusul Jendral Haris.Begitu menyusul Jendral Haris, marsekal Zidan segera mengait lehernya, sama seperti yang dia lakukan padaku tadi. Sikapnya ternyata memang seperti itu pada siapapun yah, pikirku berusaha untuk memakluminya."Heyy Hariss, hari ini kau mau menyatakan cinta pada ABG itu ya
Akupun berdiri lalu menyatukan kedua tanganku lagi, "jendral aku benar-benar berterimakasih padamu," ucapku lagi."Ternyata kau juga salah salah satu dari anak-anak itu, bersyutmelihatmu baik-baik saja sekarang, syukurlah," ucap Jendral Satya dengan senyuman lega."Ini ambilah untukmu," Jendral Satya memberikan sebuah kunci mobil dan kartu ATM padaku."Sandinya 111111," lanjutnya.Apa ini? Batinku."Jendral, aku tidak bisa menerima ini, tolong anda ambillah kembali.""Aditya ambillah, ini adalah hadiahku untuk prajurit pemberani sepertimu, kau pantas untuk mendapatkannya.""Tapi Jendral!""Aku juga berharap kau akan setuju untuk masuk militer dan dibimbing oleh Jendral Haris, dia juga tidak hidup dengan mudah," Jendral Satya lalu menggeleng, aku tak mengerti mengapa ekspresinya seperti itu."Ini ambillah! Jangan menolaknya!" Ucap Jendral Satya sembari mendorong kunci mobil dan kartu ATM itu padaku."Tapi menyetir mobil aku tidak bisa, aku juga belum cukup umur untuk melakukannya," uc
Aku berniat untuk nekad keluar, akan tetapi sebelum aku melakukan itu, Leon meminta supir itu untuk berhenti."Pak supir berhentilah," ucap Leon. Begitu dia yang memintanya, dengan sigap supir itu pun berhenti."Baik tuan muda," jawab supir dengan sopan."Tuan muda?" Pikirku sembari melirik ke arah Leon sejenak. Orang ini sebenarnya adalah seorang tuan muda. Dilihat dari penampilannya, bahkan lebih baik daripada Reihan.Dengan melihat penampilannya saja aku bisa menebak kalau dia adalah tuan muda dari keluarga yang sangat kaya dan berkuasa.Akan tetapi aku tak memikirkannya lebih lanjut. Saat supir itu berhenti, aku segera keluar dari sana, diikuti dengan Leon di belakangku."Kenapa kau mengikutiku?" Tanyaku heran."Apa tidak boleh?" Sahut Leon."Terserah," jawabku dengan sedikit malas. Aku memilih untuk tidak terlalu memedulikan itu, sekarang aku hanya ingin menemui Meera saja.Tiba-tiba terlintas sejenak di dalam pikiranku. Kalau aku menemuinya sekarang, apa yang akan kukatakan, ak
Setelah Leon sedikit lebih tenang, Akupun kembali memperhatikan Meera."Lagipula Iri? Tuan muda yang hidup nyaman sepertimu iri padaku? Kau lihat aku baik-baik, hyyh! Sudahlah, dan lagi, siapa bilang aku menyukainya, aku ini masih anak-anak, dan tugasku adalah belajar," gerutuku lalu menoleh ke arah Leon, "kau mengerti?"Aku kembali memperhatikan Meera. Saat itu dia sedang bersiap untuk pulang.Ketika aku hendak beranjak dari tempatku berada, Leon malah kecikikan tertawa di sampingku, "pffft! Belajar? Kau? Ma-maaf, tapi Aditya, kau terlihat tidak meyakinkan, kau bahkan tidak sekolah hari ini," ucapnya."Kau ini!" Aku ingin sekali memukulnya, tapi kuurungkan itu, dia benar, mungkin itu hanya alasanku saja, hah ~ yang benar saja.Ah sudahlah, saat itu, meera akan segera pergi. Aku harus bergegas."Kau mau menghampirinya?" Pertanyaan Leon, membuatku kembali menghentikan langkah kakiku.Jika aku berpikir lagi, apa yang akan kukatakan jika menemuinya nanti, aku masih belum memikirkannya, a
Meera, aku memanggilnya dalam hatiku. Aku menyesal karena berpikir begitu sebelumnya. Sekarang aku jadi tahu kenapa dia jarang menemuiku, aku bahkan hanya memikirkan perasaanku saja, jika aku tidak mengikutinya seperti ini, aku tidak akan pernah tahu, dan terus menduga-duga saja.Meera, ternyata dia sedang dalam masalah.Meera seharusnya kau menceritakan ini padaku, bukankah katamu kita teman, teman macam apa yang membiarkan temannya menderita begini.Aku memikirkan hal lain, memang apa yang bisa kulakukan jika Meera menceritakan ini padaku. Aku hanya seorang anak nakal dengan kehidupan hancur, aku tidak punya apa-apa untuk membantunya ataupun melindunginya.Tanpa sadar tanganku mengepal erat dan Leon menyadarkanku dengan panggilan pelan."Aditya, apa kau baik-baik saja? Psst! Aditya?" Tanyanya."Leon aku ini tidak berguna ya," jawabku dengan pahit.Plak!Leon menamparku dengan keras."Kau!" Ucapku spontan. Aku terkejut dan aku tak mengerti kenapa dia menamparku seperti ini.Itu tamp
Leon lalu berbicara, "Tadi dia mengatakan fokus belajar, sekarang dia mengatakan patah hati, ternyata benar kata wanita, omongan lelaki memang tidak bisa dipercaya," dia menyindirku."Diamlah," pintaku dengan hati yang terasa pahit. Aku tak tahu apa yang sedang dibicarakan oleh Reihan dan Meera saat itu, tapi tak lama setelah itu Reihan pergi.Akhirnya dia pergi juga pikirku. Aku pun berjalan ke arah Meera. Namun saat aku hendak memanggilnya, Meera menerima telpon, raut wajahnya terlihat memburuk. Entah siapa yang meneleponnya saat itu, kukira dia bukan orang baik, apa dia yang menyusahkan Meera? Pikirku. Setelah selesai dengan panggilan itu, Meera bergegas pergi. Akupun bergegas masuk ke mobil, begitu juga dengan Leon. Kali ini kemana kau akan pergi Meera, hatiku mengkhawatirkannya."Pak! Ikuti dia!" Pinta Leon. Segera mobil itu pun pergi.Tak jauh dari tempat sebelumnya, Meera berhenti di sebuah restoran yang cukup besar.Apa yang Meera lakukan di sini, pikirku penasaran. Aku ber
Meera menampar keras wajah kapten polisi itu, dia lalu menendang masa depannya, membuat kapten polisi itu meringkuk kesakitan setengah mati."Wuakh!"Setelah melakukan itu Meera pergi sambil berkata, "menjijikan!"Melihat itu aku sangat puas, tubuhku bergetar menahan tawa. 'Mampus Kau!' Batinku.Urat marah di wajah kapten polisi itu seakan mau keluar, "Kau! Kalian akan menderita! Bocah itu berhutang padaku, tapi malah gadis sepertimu yang menanggung untuknya! Heyyy! Jika kau tidak bisa membayarnya, aku akan membuat bocah itu masuk penjara selamanya! Cih Sial! Aku benar-benar sial! Heyy! Argh! Ini sakit sekali! Gadis itu!"Leon tak bisa menahan diri untuk berkata, "Woaww," memberi jempol lalu melanjutkan, "hebat, kuyakin dia tak akan mampu lagi untuk melakukan hal-hal itu, Meera sudah menuntas habis keturunannya.""Aditya, apa semua wanita memang semenakutkan ini, dia mengerikan, aku sampai merinding, dia benar-benar telah menghancurkannya."Saat itu yang ada pikiranku adalah memberika
"Tapi apa? Kurasa nenekmu akan mencemaskanmu jika kau tidak pulang sekarang.""Kalau begitu baiklah.""Selamat jalan Bos!" Ucap anak SMA itu serentak ketika kami keluar dari ruangan itu."Bos?" Tanyaku.Leon menggaruk kepalanya, "yah begitulah, hehe.""Leon sebenarnya kau tak perlu melakukan ini, aku ini sudah cukup besar untuk pulang sendiri," ucapku."Ah tidak apa-apa, santay saja.""Bukan itu maksudku."Ah sudahlah ....Tapi, aku merasa ada sesuatu yang kurang di tempat itu. Aku tak melihat kapten polisi itu."Leon ....""Apa?""dimana kapten polisi itu?" Tanyaku heran, mencoba melihat-lihat lagi, tapi aku tak menemukan apapun. Aku menjadi penasaran, di mana kapten polisi tadi. Setelah aku selesai berganti baju, aku tak melihatnya dimanapun juga.Leon pun menjawabku, "Kami sudah mengurusnya, kau tenang saja," ucapnya dengan senyuman yang aneh, bahkan akupun merasa merinding melihatnya."Ah sungguh! Kau tenang saja, masalah tentang orang menjijikan itu sudah beres!" Lanjutnya dengan
"Aditya! Kau ini kenapa!" Leon mengguncang tubuhku, berusaha untuk membuat aku sadar, dan berhenti. Tapi sulit bagiku, kejadian itu sangat menyakitkan untukku.Buaaak!Leon meninju wajahku, teman-teman yang tadi duduk, mereka semua serentak berdiri, terkejut dengan apa yang Leon lakukan padaku."Aditya hentikan!" Tegas Leon padaku.Aku tersentak lalu kembali menangis, aku menangis sangat banyak. Aku meluapkan semuanya, rasa sakit yang menumpuk di dalam dadaku ini."Kau seperti ini? Sebenarnya kenapa?"Saat itu Rian mencoba bicara, "Leon biarkan dia."Teman-temannya yang lain juga mengaguk setelahnya.Saat itu aku mendengar Leon berkata, "membiarkannya? Sudahlah!" Setelah itu dia kembali duduk, dan membiarkanku. Anak-anak lainnya juga duduk, mereka semua menungguku menjadi lebih tenang."Leon, apa kau punya orang yang sangat kau sayangi," tanyaku setelah sekian lama mengeluarkan air mata."Tentu saja aku memilikinya," jawab Leon, dia memalingkan wajahnya setelah melihatku.Aku sedikit
"Oh ya Aditya! Kau harus melihat ini," ucap Leon seraya menunjukkan sebuah Vidio padaku.Vidio itu berisi bukti kejahatan kapten polisi itu, bukan hanya satu vidio saja, tapi banyak. "Coba kau lihat juga yang ini.""Nah lalu yang ini.""Menjijikan!" Aku spontan mengatakannya, dia telah melakukan banyak sekali kejahatan. Memperdaya banyak wanita, menerima suap dari narapidana, menyuap hakim, bahkan juga melakukan banyak sekali kekerasan.Kenapa orang seperti ini, masih belum ketahuan juga sampai sekarang, padahal dia sudah melakukan banyak sekali kejahatan."Bagaimana? Aku keren kan! Mulai sekarang, orang itu tidak akan bisa mengganggumu lagi, bukan hanya Vidio ini saja, aku masih punya bukti lainnya," ucap Leon seraya memeprlihatkan lembaran-lembaran kertas yang berisi jejak bukti dari kejahatan yang dilakukan oleh kapten polisi itu."Dengan ini, tidak akan ada yang bisa menyelamatkannya, dia akan mendekap selamanya di dalam penjara, tak kusangka orang ini telah melakukan banyak seka
Aku tahu bahwa yang kulakukan itu tak akan mengembalikan apa yang terjadi pada Meera. Tapi setidaknya itu membuat hatiku yang terasa sangat sesak menjadi lebih nyaman, setidaknya sedikit rasa bersalah yang kumiliki di hatiku ini sedikit berkurang."Kalian tadi bilang ingin membantuku kan?" Tanyaku pada anak-anak SMA itu.Mereka semua mengangguk, salah seorang di antara mereka berkata dengan yakin padaku, "tentu saja! Katakan, apa yang perlu kami lakukan?""Orang ini, bisakah kalian membantuku untuk mengurusnya, pukulan ini masih tidak cukup untuk menghukumnya!" jawabku seraya melangkahkan kaki untuk pergi dari sana. Sudah cukup untuk hari ini, aku ingin pulang. Aku merasa lelah."Tentu saja! Serahkan pada kami! Kami pasti akan mengurusnya!"Aku berhenti sejenak, dan berbalik. "Dia adalah seorang kapten polisi, apa kalian masih ingin membantuku? Jika kalian tidak ingin mendapatkan masalah, belum berlambat untuk berhenti, sekarang katakan apa kalian masih ingin melakukannya?" Tanyaku la
"Apa hah! Kau marah! Cih!"Plak!Leon menepak kepalanya lagi, dia tak hanya melakukannya sekali, tapi berkali-kali.Setelah puas Leon mengatakan, "Dasar memalukan! Dimana tanggung jawabku hah! Kau ini seorang pelindung! Tapi kau malah melakukan hal yang sebaliknya! Copot saja gelarmu itu! Kau tak pantas memilikinya! cih!" Ucapnya."Kau!"Leon tak memedulikan kemarahan kapten polisi itu, dia lalu bicara padaku, "Aditya! Bagaimana? Rencanaku?"Aku meregahkan pandangan di tempat kami sekarang, tempat itu benar-benar sudah kosong, selain kami tak ada orang lain lagi di sana. "Jangan khawatir, tempat ini aman! Percaya padaku! Beri dia pelajaran yang tak akan pernah dia lupakan seumur hidupnya!" Ucap Leon, dia kembali menanyakannya padaku, "Sekarang katakan, bagaimana dengan rencanaku, apa kau merasa kagum? Ayo katakan?""Hmm ya, lumayan," ucapku dengan tangan yang mengepal sempurna, sekali lagi kuhantamkan tinju pada kapten polisi itu."Oughh!" Rintih kapten polisi itu, kesakitan."Jika k
"Nah sekarang, kau bisa sepuasnya memukulinya, tapi jangan membunuhnya," ucap Leon."Tentu saja," aku merasa tidak sabar, tanganku rasanya sudah panas.Kami pun mendatangi kapten polisi itu setelah dia menghabiskan minumannya.Melihatku datang, Kapten polisi itu segera menyeringai, aku bisa melihat dari wajahnya yang menjijikan itu, dia masih merasakan kesakitan."Kau datang, jalang itu tidak tahu apa yang baik baginya," hinanya.Aku mengepalkan tinjuku dengan erat lalu menghantam wajahnya dengan sangat keras. Tak hanya sekali, aku melakukannya hingga kapten polisi itu tak sanggup membuka matanya lagi.Di sebelahku Leon berbisik, "Aditya jangan sampai kau membunuhnya."Aku memecahkan sebuah gelas hingga tanganku berdarah."Aditya kau! Apa yang kau lakukan, tanganmu?" Aku bisa merasakan dari suara Leon, dia mencemaskanku. Tapi aku benar-benar tidak tahan dengan tatapan orang menjijikan yang ada di hadapanku ini. Rasanya aku ingin menghabisinya saat itu juga.Aku menyodorkan pecahan g
Meera menampar keras wajah kapten polisi itu, dia lalu menendang masa depannya, membuat kapten polisi itu meringkuk kesakitan setengah mati."Wuakh!"Setelah melakukan itu Meera pergi sambil berkata, "menjijikan!"Melihat itu aku sangat puas, tubuhku bergetar menahan tawa. 'Mampus Kau!' Batinku.Urat marah di wajah kapten polisi itu seakan mau keluar, "Kau! Kalian akan menderita! Bocah itu berhutang padaku, tapi malah gadis sepertimu yang menanggung untuknya! Heyyy! Jika kau tidak bisa membayarnya, aku akan membuat bocah itu masuk penjara selamanya! Cih Sial! Aku benar-benar sial! Heyy! Argh! Ini sakit sekali! Gadis itu!"Leon tak bisa menahan diri untuk berkata, "Woaww," memberi jempol lalu melanjutkan, "hebat, kuyakin dia tak akan mampu lagi untuk melakukan hal-hal itu, Meera sudah menuntas habis keturunannya.""Aditya, apa semua wanita memang semenakutkan ini, dia mengerikan, aku sampai merinding, dia benar-benar telah menghancurkannya."Saat itu yang ada pikiranku adalah memberika
Leon lalu berbicara, "Tadi dia mengatakan fokus belajar, sekarang dia mengatakan patah hati, ternyata benar kata wanita, omongan lelaki memang tidak bisa dipercaya," dia menyindirku."Diamlah," pintaku dengan hati yang terasa pahit. Aku tak tahu apa yang sedang dibicarakan oleh Reihan dan Meera saat itu, tapi tak lama setelah itu Reihan pergi.Akhirnya dia pergi juga pikirku. Aku pun berjalan ke arah Meera. Namun saat aku hendak memanggilnya, Meera menerima telpon, raut wajahnya terlihat memburuk. Entah siapa yang meneleponnya saat itu, kukira dia bukan orang baik, apa dia yang menyusahkan Meera? Pikirku. Setelah selesai dengan panggilan itu, Meera bergegas pergi. Akupun bergegas masuk ke mobil, begitu juga dengan Leon. Kali ini kemana kau akan pergi Meera, hatiku mengkhawatirkannya."Pak! Ikuti dia!" Pinta Leon. Segera mobil itu pun pergi.Tak jauh dari tempat sebelumnya, Meera berhenti di sebuah restoran yang cukup besar.Apa yang Meera lakukan di sini, pikirku penasaran. Aku ber
Meera, aku memanggilnya dalam hatiku. Aku menyesal karena berpikir begitu sebelumnya. Sekarang aku jadi tahu kenapa dia jarang menemuiku, aku bahkan hanya memikirkan perasaanku saja, jika aku tidak mengikutinya seperti ini, aku tidak akan pernah tahu, dan terus menduga-duga saja.Meera, ternyata dia sedang dalam masalah.Meera seharusnya kau menceritakan ini padaku, bukankah katamu kita teman, teman macam apa yang membiarkan temannya menderita begini.Aku memikirkan hal lain, memang apa yang bisa kulakukan jika Meera menceritakan ini padaku. Aku hanya seorang anak nakal dengan kehidupan hancur, aku tidak punya apa-apa untuk membantunya ataupun melindunginya.Tanpa sadar tanganku mengepal erat dan Leon menyadarkanku dengan panggilan pelan."Aditya, apa kau baik-baik saja? Psst! Aditya?" Tanyanya."Leon aku ini tidak berguna ya," jawabku dengan pahit.Plak!Leon menamparku dengan keras."Kau!" Ucapku spontan. Aku terkejut dan aku tak mengerti kenapa dia menamparku seperti ini.Itu tamp