Kamu Menang Mas!

Selepas sholat isya, Gendis benar menemui Galuh yang sudah menunggunya di ruang tamu.

Suasana senyap, Galuh yang tengah duduk tepat di depan Gendis terus menatap lekat paras wanita di depannya yang tengah menunduk.

Tak ditemukan lagi senyum manis di sana. Hanya wajah tanpa ekspresi juga sorot mata yang tenang seolah tak terjadi apapun.

"Kamu tahukan setelah ini mungkin Kamu akan dikenakan sanksi, mungkin Mas juga. Paling tidak jabatan Mas akan dicopot karena ini."

Gendis tak menampik ucapan Galuh, perbuatan Renata padanya akan membuat posisi Galuh terancam. Namun semua orang hanya tahu bahwa dirinyalah yang membuat Galuh kesulitan. Bahkan pria itu sendiri menganggapnya seperti itu.

Gendis yang tengah menatap tepian gelasnya mengangguk pelan. Jemarinya berputar mengitari bibir gelas, meresapi sisa kehangatan dari teh hijau yang ia buat.

"Maaf Mas. Gendis akan bertanggung jawab tanpa melibatkan Mas Galuh."

Galuh memejamkan netranya sesaat, tak puas dengan jawaban Gendis. Apa wanita itu tak berniat mengklarifikasi tentang apa yang saat ini tengah beredar luas?

"Mungkin jabatan Mas akan dicopot karena ulah Kamu Dis. Apa Kamu bisa mempertanggung jawabkan itu?"

"Maaf."

Galuh menghela napas kasar. Ia tak bisa berkata apa-apa karena Gendis tak berusaha menampik perbuatanya.

"Kenapa Kamu pergi ke kantor Arman? Kamu cari perlindungan atau Kamu berencana kembali menjadi selingkuhan Arman setelah mendengar pembicaraan Mas dengan orang tua Mas?"

Gendis tak menjawab, tak mungkin ia menjawab karena ingin menghajar Arman bukan? Karena kebodohan pria itu menimbulkan masalah besar yang akhirnya mematahkan hatinya dan menghancurkan impian Gendis dalam berumah tangga.

"Kenapa diam Dis? Kamu nggak bisa jawab pertanyaan pria yang masih menjadi suamimu ini?"

"Memang Mas Galuh mau denger apa? Kalau Aku jelasin apa Mas akan percaya?" tanya Gendis pada akhirnya. Ia sangat berusaha tenang dalam menghadapi Galuh yang saat ini menggebu-gebu.

Untuk apa ia menjawab ketika keyakinan Galuh tetap sama! Galuh hanya percaya bahwa dirinya adalah seorang simpanan dari suami sepupunya

"Renata sudah memiliki banyak bukti tentang perselingkuhan kalian ... Mas --"

"Karena itu, untuk apa Mas minta penjelasan sama Aku kalau jelas-jelas Mas Galuh lebih percaya Renata!" sergah Gendis, "dari awal ... dari awal sudah terencana dengan baik bukan?" imbuhnya sinis menyembunyikan luka.

"Karena memang seperti itu. Kamu selalu mendapat kiriman uang dari Arman! Renata bahkan mengirim banyak bukti tranfer dari rekening Arman ke rekening Kamu. Karena itu Kamu bisa tetap mampu membeli barang mahal, bahkan royal pada Sonia kan!" tuduh Galuh membuat Gendis muak.

"Renata, Renata, Renata! Kenapa Kamu nggak cari kebenaran tentang uang itu? Kenapa Kamu hanya mendengar cerita Renata? Kamu bisa tanya Aku Mas!"

"Karena dia sepupuku Dis! Dan sejak awal Kamu yang selalu menjadi duri dalam hubungan mereka!" Potong Galuh keras menutup bantahan Gendis.

Gendis menengadahkan kepalanya, melarikan pandangan ke kanan dan ke kiri agar bening yang sudah menumpuk itu tak jatuh.

"Yang benar adalah sejak awal Aku adalah orang asing di kehidupan Kamu, Aku bukan duri dalam rumah tangga orang lain Mas," koreksi Gendis dengan suara bergetar.

Perih, saat mengucapkan hal itu ada rasa perih yang merayap. Gendis baru sadar bahwa dirinya hanya orang asing dalam keluarga Galuh.

Orang asing yang dipaksa masuk sampai Galuh harus putus dengan kekasihnya dulu. 

"Kalau memang begitu sekarang Mas tanya, apa memang yang membuat Arman harus mengirim uang ke rekening Kamu tanpa alasan selain kalian memang ada Affair? Nggak mungkin Arman ngirim uang tanpa imbalan, dia pria dewasa dan Kamu ...."

Galuh menghentikan ucapannya setelah sadar bahwa ia sudah keterlaluan.

"Apa Mas mau bilang Aku pakai tubuhku buat dapet uang? Apa Mas nggak inget siapa yang dapetin Aku untuk pertama kalinya?"

Demi Tuhan, Gendis merasa sangat menyedihkan saat ini. Apa saat ini Galuh menuduhnya menggunakan tubuh agar mendapatkan uang dari Arman. Sialan! Apa selama ini Gendis sehina itu dibenak Galuh?

Sial! Hatinya benar-benar patah kali ini. Jiwanya hancur atas tuduhan menjijikan yang sayangnya terlontar dari bibir pria terkasihnya.

Gendis berdiri, meninggalkan Galuh lebih dulu, ia memutuskan untuk menyudahi perbincangan yang tak akan membuat Galuh percaya padanya dan berpotensi membuat dirinya sakit lebih dalam.

'It's over ... Kamu menang Mas!' batin Gendis pilu.

"Kalau Mas percaya Aku ada Affair terserah. Karena memang itukan sebab Mas Galuh nikahin Aku."

Jleb ....

Ucapan Gendis mengenai sudut terdalam emosi Galuh. Memang ... karena alasan itulah ia membantu Renata, menjauhkan Gendis dari Arman dengan menikahi wanita itu.

Hal yang tak dapat ia bantah.

****

Sanksi yang dikatakan Galuh memang terjadi meski tak sampai membuat pria itu kehilangan jabatannya.

Mereka disidang dalam ruangan berbeda.

Begitu pula Gendis, selama satu bulan penuh wanita itu menjalankan hukumannya dengan patuh karena telah membuat gaduh, sampai waktu yang ditentukan selesai.

Meski begitu tak ada yang berubah, hubungan antara Galuh dan Gendis terlanjur hambar.

Beberapa kali Galuh ingin merajut komunikasi lagi, namun Gendis menarik diri. Ada benteng kokoh yang sudah Gendis bangun di sana.

Wanita itu pun sudah pindah kamar, ditambah beberapa hari terakhir terlihat Gendis sibuk dengan dokumen-dokumen yang Galuh tak tahu itu apa dan untuk aoa. Namun meski begitu Gendis  masih berlaku selayaknya seorang istri.

Menyiapkan makanan, pakaian dan semua keperluan Galuh. Membuat Galuh sempat berfikir bahwa dirinya benar-benar keliru menilai Gendis.

Galuh duduk setelah Gendis mengatakan sarapan sudah siap, di meja sudah ada nasi hangat, ayam goreng, tumis pepaya manis pedas kesukaannya, juga lalapan. Jangan lupakan rempeyek kacang yang tak pernah absen dari meja makan.

"Terima kasih," ucap Galuh.

Gendis hanya mengangguk, membuat Galuh sedikit kecewa. Sudah lama ia tak melihat kedua manik Gendis yang selalu memancarkan kehangatan ketika menatapnya. Lesung pipi gadis itu pun tak bisa ia nikmati lagi.

Ada rasa kehilangan yang terbersit, namun Galuh juga tak tahu bagaimana cara mencairkan suasana lebih dulu.

Selama ini hanya Gendis yang cerewet menceritakan kegiatan wanita itu membuat hari-harinya ramai, namun semenjak kejadian malam itu semuanya berubah.

"Mas Galuh," panggil Gendis mengangkat pandangan.

Menatap sosok yang sejujurnya tak pernah gagal membuat Gendis kagum.

Galuh meletakkan sendok, membalas tatapan Gendis. Pagi ini Gendis terlihat segar dengan dres kuning bergambar bunga-bunga kecil. Rambut bergelombang yang dibiarkan terurai bebas menambah kesan manis penampilan Gendis, membuat sudut hati Galuh berdebar.

"Hmmm, ada apa?" tanya Galuh lembut.

"Aku sudah ngajuin gugatan ke pengadilan."

****

Teng teng teng ....

Kira-kira setelah dengar kalimat kejutan dari Gendis, Mas Galuh masih berdebar nggak yah? Atau Salto karena tujuannya sudah sampai?

Terima kasih banyak karena sudah mampir. Love sekebon.