Let's vote :)
“Abang, besok harus ke Batam, kan?” tegur Jelita karena William malah ingin memperpanjang istirahat mereka di hotel ini. “Ayo pulang saja, aku belum mempersiapkan kopor buat Abang.” William menghela napas seraya memandangi wajah wanita yang dicintainya ini. “Aku bisa minta orang lain untuk menggantikanku pergi ke sana, tapi aku tak mungkin mencari pengganti orang lain untuk menemanimu, Sayang,” katanya sambil membelai wajah Jelita yang masih kusut. Dia tahu Jelita butuh teman sekarang. Jelita membutuhkan dirinya. “Aku baik-baik saja, Bang.” “Tapi aku yang tidak. Aku tidak baik-baik saja jika meninggalkanmu sekarang ini, Ta.” Jelita menghela napas dan tersenyum kepada William. Dia bisa merasakan jelas bagaimana pria itu mencintai dirinya. Dan Jelita sangat bersyukur karenanya. Cinta yang telah diberikan William kepadanya bagai penebus krisis kasih sayang dalam dirinya, yang sejak kecil tak mendapatkan sentuhan cinta dan kasih dari orang tuanya sendiri. Cinta William terhadap Jeli
[Ingat, Sayang. Jangan memaksakan diri ke kampus. Mungkin saja bakal ada wartawan yang mencarimu dan membuatmu tak nyaman. Suruh saja mereka menghubungi pengacaramu. Oke?]Jelita tersenyum membaca pesan dari William. Pria itu sedang di bandara untuk terbang ke Batam karena Jelita yang mendorongnya pergi. Dia meyakinkan William bahwa dirinya baik-baik saja. “Lagipula sudah ada pengacara yang mendampingiku mengurus proses ini, kan? Abang tenang saja. Jangan sampai masalahku ini membuat kacau pekerjaanmu, itu proyek yang penting, kan? Aku justru merasa bersalah kalau Abang jadi tidak bisa pergi gara-gara aku. Padahal sebelum ini kan Abang nggak pernah melalaikan tanggung jawab dan pekerjaan, tetaplah seperti itu. Oke?” bujuknya. Maka akhirnya William luluh dan pergi juga.Benar saja, ada banyak nomor asing yang menghubunginya, juga mengirim pesan, mengaku sebagai wartawan. Dan seperti apa yang William bilang, Jelita memberikan nomor pengacaranya kepada para wartawan itu agar mereka mengh
“Sekarang keluargaku sudah tahu tentang kita. Tante Marta pasti akan langsung memberitahu keluarga besar Subrata dan juga keluarga mamiku. Aku sedikit lega karena tak lagi menyimpan kebohongan tentang kita lebih lama lagi,” kata William sambil membelai rambut Jelita. Hari ini dia tak mengizinkan Jelita melakukan apapun selain istirahat. Mereka tidur di dalam kamar utama William yang lebih luas dan nyaman.“Lalu apa rencanamu, Bang? Kau tak takut keluargamu bakal marah besar? Bagaimana kalau ini bakal mempengaruhi bisnismu, perusahaanmu masih tergantung erat dengan mereka, kan?”William mengecup kening Jelita. Dia tahu tanpa diberitahu. Tapi William tak peduli. Dia bahkan rela jika harus kehilangan perusahaan warisan itu.“Pahit-pahitnya, aku akan menjual perusahaan itu dan membangun perusahaan baru.”“Abang!” Jelita betul-betul ngeri mendengarnya. Membangun perusahaan baru pasti tak akan mudah.“Hmm?” William malah santai saja menanggapinya. Rasa cintanya kepada Jelita sudah tak terbe
“Sudah saatnya kau tahu sekarang, Lita! Bahwa mandor Irwan, bukanlah bapak kandungmu! Lelaki itu hanyalah orang lain yang menikahi emakmu dalam keadaan hamil kamu.” Pada detik itu juga, bumi yang dipijak Jelita serasa runtuh, hancur, berserakan. Jelita membeku lalu menggigil. Dadanya mendadak sesak. Dia tahu sekarang, kenapa selama ini si emak begitu kejam padanya. Dan si bapak tega mau memperkosanya, karena Jelita memang bukan anaknya! Ternyata kehadirannya memang tak pernah diinginkan oleh ibu kandungnya sendiri, sebab dirinya anak hasil dari perzinahan. William yang sudah terbangun dari sujudnya juga gemetar. Dia syok mengetahui rahasia besar yang tak pernah terbayangkan bakal dia dengar. Dia dan Jelita, … adalah kakak beradik? Ya, Tuhan. Tak pernah ada yang lebih menyakitkan daripada fakta ini! “Sayang!” William merengkuh Jelita yang menjerit-jerit histeris. Gadis ini pasti lebih terpukul daripada dia. William menguatkan diri untuk menguatkan Jelita yang sangat syok. Hatinya ped
Bimo menuruni anak tangga dengan tergesa-gesa, menuju Atika yang tengah bersiap-siap pergi bekerja. “Kak!” serunya sambil mencekal lengan Atika. “Apa maksudnya ini?” Bimo menunjukkan layar ponselnya yang sedang menampilkan ruang percakapan keluarga besarnya. Bimo tak menyangka Atika betul-betul menerima lamaran si Bastian yang akan menikahinya bulan depan. “Elu mau nikah? Sama si Bastian brengsek itu?” cecar Bimo penuh emosi. “Jaga mulut elu, Bim. Dia calon kakak ipar elu dan dia jauh lebih tua dari elu.” “Dia juga jauh lebih tua dari elu, Kak! Elu dua puluh delapan dan dia sudah empat puluh, seumuran sama om kita!” “Tapi dia masih single, bukan duda.” “Single apanya! Simpanannya banyak. Dia sebelas duabelas sama ayah! Laki kayak gini mau elu nikahin, Kak? Jangan gila, lu!” ketus Bimo berapi-api. Kemana nalar dan logikanya Atika? Kenapa mendadak tumpul? “Please, Kak! Elu nggak harus lihat dengan mata kepala elu sendiri buat tahu dia itu gimana. Dia itu kan cyrcle-nya ayah!” “Apa
Pria itu tertawa. “Ah, kau orang Indonesia rupanya,” ujarnya sambil melepas jarum di lengan Atika lalu menekan bekas lukanya dengan kapas steril dan menutupnya dengan plester. “Kenapa mau mati? Kau seputus asa itu? Apa ada orang brengsek yang mengganggumu? Katakan saja. Aku tak keberatan membereskannya untukmu, gratis. Anggap ini balas budiku karena kau pernah menolongku.” Atika berkedip-kedip, menatap pria yang bicara terlalu blak-blakan kepadanya itu. “Memangnya kau John Wick?” Atika menyebut nama pembunuh bayaran yang terkenal di sebuah film thriller aksi. Sekilas penampakan pria itu memang mirip dengan sosok Keanu Reeves yang gondrong sebahu dan tinggi gagah di film itu. Bedanya, pria ini terlihat lebih hangat dibanding sosok John Wick yang dingin di film. “Anggap saja begitu,” sahut pria itu sambil mengedipkan sebelah mata. “Jadi. Katakan saja. Ada yang mengganggumu?” tanyanya dengan sorot menyelidik. Atika kemudian menangis dan menjerit-jerit. Dan pria itu sabar menunggunya
Atika menghapus air mata dan kembali menginjak pedal gas mobilnya ketika dikejutkan oleh suara-suara klakson kendaraan lain di belakangnya. “Aku menjalani hidupku dengan baik berkatmu, John,” gumamnya sambil memandang jalanan di depannya yang sudah mulai macet sepagi ini. Sejak kembali ke Jakarta, Atika langsung menata kembali hidupnya dengan berkutat dalam kesibukan sejak pagi hingga petang, sampai pagi lagi. Atika sekarang memiliki karier yang baik sebagai independent financial planner yang profesional. Selain sibuk berkutat dengan kariernya, dia juga sibuk mengurusi adiknya yang bandel. Namun Atika sangat menyayangi si bandel itu. Keceriaan Bimo seperti pelipur lara baginya. Pembangkangan bocah itu membuatnya tertantang untuk menjadi galak dan garang, menutupi sosok dirinya yang sebenarnya insecure sejak peristiwa pemerkosaan itu. Kenakalan Bimo malah membantu Atika menjadi sosok yang berbeda, sosok yang lebih kuat dan tegas, bukan lagi Atika yang rapuh dan cengeng. Orang-orang b
Bimo ke kampus hari ini meskipun sedang tak ada jadwal kuliah. Tujuannya ke kampus hanya untuk mencari Jelita, tetapi dia tak menemukan gadis itu. Dia sudah mengecek Jelita ke apartemen William tetapi gadis itu tak ada di sana, Bimo yakin Jelita tak betul-betul menuju ke sana tadi.“Aya!” panggil Bimo sambil berlari-lari kecil menuju Aya.Aya menelan ludah melihat sosok Bimo kini berada tepat di depannya dan menatap wajahnya. Baru kali ini Bimo menatap tepat ke dalam mata Aya. Kaki Aya langsung gemetar menyadari keindahan wajah Bimo yang ternyata lebih tampan jika dilihat dari jarak sedekat ini. Tapi begitulah, tampan-tampan tapi player. “Ck. Orang ganteng mah bebas!’ gerutu Aya dalam hati.“Ay!”Aya kaget Bimo memanggilnya lagi karena dia malah sibuk melamunkan kegantengan cowok ini sejak tadi.“Eh. I-iya, Bim?”“Elu tahu di mana Jelita, kan?”Aya mengangguk-angguk tapi kemudian dengan cepat menggeleng.“Ck, yang benar dong lu, Ay! Tahu nggak?” desak Bimo.Aya menggigit bibir. Melih