Indah masuk ke dalam kamarnya dan mengambil koper dari atas lemari. Setelah itu ia mengeluarkan baju-baju miliknya, juga milik Arinna dan Charles. Indah juga mengambil mainan anak-anaknya, tak banyak memang, tapi mungkin nanti mereka akan menanyakannya.
Alat make up Indah tidak banyak, ia mengambilnya dan memasukkan ke dalam tas selempangnya. Indah berusaha untuk tetap kuat dan tidak menangis. Aryo tidak mencegah Indah pergi dari rumah itu. Dari dalam kamar, Indah bahkan sempat mendengar tawa ibu mertuanya dan Tania. Indah menggelengkan kepalanya, sejenak ia menghapus air mata yang mengalir di pipinya, lalu kembali memasukkan barang-barang miliknya ke dalam koper. Indah melihat ke sekeliling kamarnya, tempat ia dan suaminya tidur selama sepuluh tahun ini. Tak bisa dipungkiri, banyak kenangan manis yang terjadi di rumah ini. Dulu Aryo adalah pria yang baik, lembut, dan penyayang. Entah sejak kapan ia berubah, perasaan cinta itu terkikis oleh waktu. Sebelum meninggalkan kamar itu, Indah mengambil sebuah amplop besar dari dalam laci. Indah harus menyerahkannya pada Aryo sebelum pergi. Indah menarik tas kopernya keluar dari kamar. Spontan Aryo, ibunya dan calon istri barunya menatap Indah. Indah terlihat lebih bahagia dari sebelumnya. Mungkin ia sudah membayangkan dirinya akan menjadi nyonya di rumah yang cukup besar dan bagus ini. "Kamu sudah akan pergi? Jangan sampai ada barangmu yang tertinggal, atau aku akan membuangnya. Aku tidak mau kamu datang kembali kemari dengan alasan untuk mengambil barang lain," kata Aryo dengan angkuh. "Ibu yakin ia akan kembali datang ke rumah ini, kalau uangnya habis dan membutuhkan uang. Ia pasti akan memohon belas kasihanmu, Aryo," cibir Ibu Aryo. Indah menatap suaminya, Indah ragu suaminya akan tetap angkuh dan sombong ketika mengetahui isi amplop yang akan diberikan oleh Indah padanya nanti. Indah beralih menatap ibu mertuanya, ia tidak menyangka kalau selama ini wanita yang selalu ia anggap seperti ibunya sendiri itu akan bersikap seperti itu. "Sudah, Mas. Tapi sebelum pergi, aku harus menjelaskan sesuatu," kata Indah sambil duduk menghadap mereka bertiga. "Ada apa?" tanya Aryo. Ibu Aryo melipat kedua tangan di depan dadanya dan berkata, "Pasti dia meminta uang bulanan, dengan alasan untuk anak-anak kalian," "Bukan begitu, Mas. Aku mau menyerahkan ini," kata Indah sambil membuka amplop di tangannya."Mas, ini slip gajimu, delapan juta rupiah," kata Indah. Mata Tania langsung berbinar melihat slip gaji itu. "Ini buku pengeluaran bulanan yang aku buat. Selama ini aku belum sempat menunjukkannya padamu," ujar Indah sambil menunjukkan catatan pengeluaran bulan terakhir. "Setiap bulan, kamu memberikan untuk ibumu satu juta rupiah. Cicilan rumah kita setiap bulan dua juta tiga ratus ribu rupiah, dan masih kurang delapan tahun lagi. Lalu cicilan mobil empat juta rupiah, biaya listrik dan air enam ratus ribu rupiah. Belum termasuk belanja bulanan, sekolah Arinna, uang transport dan kebutuhan lainnya. Oh iya, adikmu Tina juga sering datang, bisa satu minggu sekali dan meminta uang jajan, seratus sampai dua ratus ribu sekali datang," beber Indah. Ekspresi wajah Tania langsung berubah pucat."Apa?! Jadi rumah ini dan mobilmu itu masih belum lunas, Mas?" tanya Tania terkejut. "Iya, Tania. Kamu nanti menjadi nyonya di rumah ini. Jadi aku serahkan semua catatan ini. Semoga kamu bisa mengelola keuangan di rumah ini dengan lebih baik," jawab Indah sambil menyelipkan senyum kecil di bibirnya."Itu tidak mungkin, pasti jumlahnya salah. Tidak mungkin gaji Aryo cukup kalau pengeluarannya sebesar itu," kata Ibu Aryo. "Memang tidak cukup, Bu. Tapi jumlahnya memang sebesar itu, semua kwitansi ada di situ. Mas Aryo juga pasti mengetahui jumlah hutang dan cicilan kami. Karena itu selama ini aku membantu membayar cicilan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan berjualan kue dan masakan. Aku berusaha berhemat, sampai tidak mempunyai waktu dan biaya untuk merawat diri atau membeli pakaian dengan model terbaru," jawab Indah. "Ah, itu hanya caramu untuk memojokkan Aryo. Pasti Aryo mempunyai penghasilan di luar gajinya, ada bonus dan lain-lain. Iya kan, Nak?" tanya Ibu.Indah melirik suaminya, Aryo hanya diam dan memijat keningnya. Sepertinya ia sudah mulai pusing melihat kenyataan di depannya. Selama ini Indah tidak pernah mengeluh dan mengomel jika uang belanjanya tidak cukup. Indah berusaha sendiri memenuhi semuanya, dengan tujuan untuk meringankan beban suaminya. "Iya, tanyakan saja pada Mas Aryo. Mungkin dia ada penghasilan lain," jawab Indah santai. "Iya, lagi pula memangnya berapa penghasilan Indah dari berjualan makanan? Sampai ia bisa sombong dan merasa sudah membantu pengeluaran keluarga seperti ini?" kata Ibu Aryo meremehkan. Indah tersenyum dan menatap Ibu mertuanya, ia menjawab dengan tenang, "Memang tidak besar, Bu. Aku hanya berjualan kecil-kecilan. Tidak bisa dibandingkan dengan gaji karyawan kantor yang besar," "Tentu saja, ada yang mau kamu bicarakan lagi?" tanya Ibu Aryo. "Tidak ada, aku pamit," jawab Indah sambil melangkah meninggalkan rumah itu. Hati Indah terasa sakit dan nyeri, tapi ia cukup senang melihat ekspresi wajah Aryo, Tania, dan Ibu mertuanya tadi."Mas, kenapa gak jujur padaku kalau hutangmu sebanyak itu?" protes Tania. "Sayang, hutang dan cicilan itu memang untuk kebutuhanku. Aku rasa memang belum sepantasnya aku menceritakan semuanya padamu, kecuali kalau kita sudah menikah," jawab Aryo. "Tapi aku pikir kamu cukup kaya dan mapan, Mas. Karena itu aku mau menerima kamu," ucap Tania dengan jujur."Tapi kamu punya tabungan, kan?" tanya Ibu Aryo. Aryo menundukkan kepala dan berpikir sejenak. Dia hanya mempunyai rekening tabungan untuk menampung gajinya. Namun saldonya tidak pernah bertambah, setiap bulan gajinya menguap habis. Apalagi setelah Aryo menjalin hubungan dengan Tania. Setiap bulan Tania selalu meminta uang untuk belanja, perawatan wajah dan rambut di salon, dan sebagainya. Aryo tahu persis, setiap bulan uang yang tersisa di rekeningnya hanya mendekati saldo minimum. Seperti saat ini, tanggal gajian masih setengah bulan lagi, tapi saldo di kartu ATM Aryo hanya bersisa satu juta rupiah. Itu pun masih harus digunakan u
Setelah bercerai dari Aryo, Indah mulai menata hidupnya kembali. Ia tinggal di rumah ibunya bersama Arinna dan Charles. Bapak Indah sudah meninggal dunia tiga tahun yang lalu. Indah harus berusaha mencukupi kebutuhannya dan anak-anaknya. Ia tidak berharap kalau Aryo akan memberinya uang. Ia harus kuat dan bertahan demi kedua buah hati yang sangat ia cintai.Indah kembali fokus berjualan kue dan makanannya secara online. Ia memasarkan produknya melalui media sosial dan rajin melakukan promosi. Ibu membantu dan mendukung Indah dalam usahanya. Ibu berjualan kue dan masakan Indah di depan rumah. Sementara Indah berbelanja, memasak, dan mengantar makanan yang telah dipesan oleh pelanggannya. Kue dan masakan yang dijual oleh Indah memang enak dan tidak terlalu mahal, karena itu pelanggan lamanya tetap memesan padanya, sekalipun Indah sudah pindah ke rumah ibunya. Suatu hari, saat Indah sedang duduk di depan rumah sambil mencatat pesanan kue, seorang teman lama Indah datang ke rumah. "H
Indah menghela nafas panjang, lalu masuk ke dalam dapur restoran itu. Indah menyapa koki dan beberapa karyawan yang sedang sibuk menyiapkan pesanan konsumen. Semua karyawan itu menyambut Indah dengan ramah. Lalu Indah memakai celemek yang tersedia dan mulai mempersiapkan bahan-bahan untuk memasak. Bu Ratna ingin Indah memasak soto ayam, ayam goreng, dan sambal. Semua bahan dan bumbu tersedia di dalam lemari pendingin dan lemari dapur itu. Indah mulai mengolah bahan-bahan mentah itu menjadi masakan yang nikmat. Indah harus bekerja dengan efisien dan menggunakan waktu yang ada untuk mengolah tiga menu masakan itu. Setelah hampir dua jam berkutat di dapur, akhirnya semua masakan Indah matang. Indah segera menyajikannya di piring saji dan mangkuk. Bu Ratna masih menunggu hasil masakan Indah di ruangannya. Indah mengetuk pintu ruangan Bu Ratna dan menghidangkan masakan itu.Indah sangat tegang menunggu Bu Ratna mencicipi masakannya. Indah tahu pasti bahwa Bu Ratna pasti orang yang mahi
Indah mulai menikmati aktivitas barunya, pukul lima pagi ia berangkat ke restoran dan memasak. Ada dua orang asisten yang membantu Indah memasak di dapur. Kemampuan memasak Indah terus berkembang dan bakatnya semakin terasah. Indah mendengar dari Clara bahwa Aryo akan menikah dengan Tania. Namun Aryo tidak memberi tahu Indah mengenai rencana pernikahannya itu. Sejak pertemuan terakhirnya dengan Aryo, pria itu tidak pernah memberi kabar atau menemui Indah.Aryo tidak pernah menanyakan kabar mengenai Arinna dan Charles, atau memberi mereka sesuatu. Aryo sudah melupakan istri dan anak-anak dari pernikahannya yang terdahulu.Untuk melaksanakan acara pernikahan yang mewah seperti keinginan Tania, Aryo terpaksa meminjam uang sejumlah lima puluh juta rupiah. Ibu Aryo juga membujuk Aryo untuk menuruti kemauan Indah, karena semua tetangga dan saudara sudah mendengar rencana pernikahan Aryo itu. Mereka berhutang demi harga diri dan gengsi."Tidak apa-apa, Nak. Nanti pasti kalian bisa membayar
Pagi itu Bu Ratna datang untuk meninjau restoran yang dikelola oleh Indah. Bu Ratna melihat aneka menu masakan yang sudah tersedia, kebersihan ruangan, dan cara pelayan untuk melayani pembeli. Setelah selesai memasak, Indah menemui Bu Ratna di salah satu ruangan yang digunakan sebagai kantor. "Bu, maaf menunggu lama. Ini saya bawakan makanan dan kue buatan saya," kata Indah sambil menghidangkannya di hadapan Bu Ratna. "Terimakasih. Wah, kuenya terlihat enak. Kamu hebat, bisa membagi waktu untuk melakukan semuanya," puji Bu Ratna. "Terimakasih, Bu. Silakan dicoba, Bu kuenya," kata Indah. Bu Ratna mengambil satu kue yang tersedia di atas piring dan mencicipinya."Wah, enak sekali kuenya. Kamu memang pintar,"Indah tersenyum mendengar pujian Bu Ratna. "Restoran ini cukup maju dan berkembang," kata Bu Ratna sambil tetap mengunyah kuenya. "Ini karena Ibu jeli melihat peluang yang ada," ucap Indah. "Ini juga karena masakanmu enak, sehingga pembeli yang mencobanya selalu ingin kembal
Aryo dan Tania saat ini tinggal di sebuah rumah kontrakan sederhana. Tania menjadi sering merasa marah dan kesal. Wanita yang dulunya lembut, cantik, dan selalu tersenyum itu kini menjadi ketus dan sering mengomel karena merasa hidupnya berubah seratus delapan puluh derajat. Hari itu adalah hari ulang tahun Tania. Ia menyindir Aryo, mengharap suaminya itu akan memberi hadiah mewah dan mahal seperti dulu. "Mas, kamu gak lupa hari ini hari apa, kan?" Tania tersenyum ceria. "Iya, aku ingat. Selamat ulang tahun, istriku. Semoga kamu selalu sehat dan bahagia," kata Aryo sambil mengecup kening Tania. "Itu saja?" ujar Tania. "Maksudmu?" tanya Aryo sambil mengerutkan keningnya. "Mana hadiahnya, Mas? Kamu selalu memberi aku hadiah setiap aku berulang tahun," jawab Tania terus terang. "Maaf, Sayang. Kamu pasti mengerti bahwa kondisi keuangan kita saat ini sedang gak baik. Kalau tahun depan kondisi kita sudah pulih, aku pasti akan memberi kamu hadiah, apapun yang kamu inginkan," jawab Ary
Setelah tiga hari, akhirnya keluarga Tania pulang juga ke rumah mereka. Aryo merasa lega, karena hanya dalam tiga hari uangnya terkuras habis. Belum lagi adik Tania yang masih duduk di bangku SMA merengek meminta dibelikan ponsel terbaru. Dengan terpaksa Tania menggunakan kartu kreditnya lagi untuk memenuhi keinginan adik iparnya itu. "Mas, kepalaku sakit sekali, aku juga merasa mual dan gak berselera makan," keluh Tania malam itu. "Mungkin kamu kelelahan, istirahatlah supaya besok pagi kondisimu lebih baik," kata Aryo. Tania kali ini menuruti perkataan suaminya. Ia langsung masuk ke kamar dan membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Tak lama kemudian Tania sudah tidur dengan pulas. Aryo menatap wanita yang kini telah menjadi istrinya itu, lalu menyelimuti tubuhnya. Menjelang pagi Aryo terbangun karena terkejut mendengar Tania lari ke kamar mandi dan memuntahkan isi perutnya. Aryo segera menyusul Tania ke kamar mandi. "Kamu kenapa, Sayang?" tanya Aryo. "Aku gak tahu, Mas. Ras
Di bulan kelima kehamilannya, tubuh Tania mulai membesar, perutnya membuncit. Wajah Tania juga berjerawat, karena ia tidak melakukan perawatan wajah dan menggunakan krim wajahnya. Tubuh seksi, wajah cantik terawat, kini untuk sementara menghilang dari sosok Tania yang selalu Aryo kagumi. Selain itu, Tania semakin manja dan keras kepala. Seringkali Aryo merasa kesal karena permintaan Tania yang rumit dan sifatnya yang keras kepala. Aryo berusaha bersabar, terkadang ia teringat pada Indah dan anak-anaknya. Aryo merasa rindu pada Arinna dan Charles, tetapi tidak punya alasan untuk menemui mereka. Suatu sore, Indah sedang berbelanja di sebuah pusat perbelanjaan bersama dengan Arinna dan Charles. Arinna sangat senang melihat tempat yang ramai dan besar itu. Indah mendorong troli, sambil sesekali mengambil beberapa barang yang ia butuhkan. Indah membeli beras, sayuran, buah, perlengkapan mandi, kebutuhan dapur, dan sebagainya. Indah merasa senang, kini dengan penghasilan dan keuntunga
Pagi itu Indah masih meringkuk menghadap ke dinding. Kepalanya berdenyut pening jika ia mencoba bangun dari tempat tidurnya. Ia mendengar ibu membuka pintu kamar dan menghampirinya."Nak, suamimu datang. Dia menunggumu di teras.""Mau apa dia, Bu? Kalau mau membuat keributan lagi, suruh saja dia pergi," jawab Indah dengan malas."Sepertinya gak begitu, Nak. Dia tadi sudah minta maaf sama Ibu. Ada sesuatu yang penting yang harus dia sampaikan padamu. Temui saja dulu, Nak!" kata Ibu Indah."Iya, Bu." Indah bangkit dan duduk di tempat tidurnya. Indah menatap dirinya di cermin, penampilannya sangat menyedihkan karena wajahnya pucat, pipinya tirus karena porsi makan berkurang, dan hanya mengenakan daster. Indah segera mengganti pakaiannya, menyisir dan mengikat rambutnya, dan memakai lipstik agar tidak terlihat seperti mayat hidup.Setelah itu ia menarik nafas dalam-dalam dan kembali melihat dirinya di cermin. Tak lupa ia memasukkan alat tes kehamilan di sakunya. Indah berpikir, seandainy
"Masih mual, Nak? Bagaimana kalau ke dokter saja?" Ibu Indah menatap Indah yang berjalan perlahan keluar dari kamar mandi dengan cemas. Sudah lebih dari sepuluh kali Indah bolak-balik ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya. Wajahnya pucat, karena Indah tidak bisa menyantap makanan apapun. Ibu Indah sudah mencoba membuatkan sup ayam kampung kesukaan Indah. Namun baru saja Indah menyuapkan suapan kedua nasi dan sayurnya, ia kembali muntah. Begitupun dengan roti, buah, atau biskuit, Indah tidak sanggup menelannya. "Nak, apa mungkin.." kata Ibu Indah sambil berpikir."Apa, Bu?" tanya Indah.Ibu Indah menatap putrinya beberapa saat dan berkata, "Apa ini gejala hamil? Kemarin kamu juga mengalami gejala seperti ini, kan?" Mata Indah terbelalak, ia lalu mengambil ponselnya. Ia membuka kalender tempat ia mencatat tanggal terakhir datang bulannya. Ternyata memang tanggal itu sudah terlewat. Masalah yang terjadi bertubi-tubi membuat Indah lupa dan tidak curiga sama sekali pada gejala y
"Ini upah untukmu! Aktingmu cukup bagus, sampai berhasil membuat Sandy marah dan cemburu buta." Aryo menyerahkan satu amplop coklat di hadapan Hadi.Hadi membuka amplop itu dan menghitung sepintas isinya."Tambah donk, Bos! Lihat nih, aku sampai luka karena pukulan suaminya Indah itu. Aku butuh dana lebih untuk mengobati lukaku." Hadi mengelus pipinya yang masih lebam."Eh, enak saja! Itu sudah sesuai dengan perjanjian kita," tolak Aryo."Tapi kan kemarin pernjanjiannya gak ada adegan pukul-pukulan seperti ini, Bos. Kalau tahu akan luka begini, aku pasti minta tarif lebih tinggi," ujar Hadi."Sudah, terima saja dulu uangnya. Nanti aku lapor sama Nona Daisy dulu."Aryo dan Daisy sudah membuat sebuah siasat untuk membuat Sandy dan Indah salah paham. Aryo meminta Hadi untuk berpura-pura menjadi pengusaha yang ingin menjalin kerja sama dengan Indah. Hadi sebenarnya hanya seorang pengangguran yang biasa mengerjakan pekerjaan apapun, halal ataupun tidak.Setelah memberi upah untuk Hadi, Ary
"Apa?! Indah selingkuh? Itu gak mungkin, Sandy. Mama tahu Indah paling membenci perselingkuhan. Mana mungkin dia bisa melakukan itu, Nak?" seru Bu Ratna."Ma, apa yang gak mungkin di jaman sekarang ini? Indah itu sengaja membalas perlakuan Sandy. Indah menyangka Sandy sudah berselingkuh dengan Daisy. Mama lihat sendiri foto-foto ini!" Sandy menyodorkan ponselnya. "Sandy juga sudah melihat sendiri mereka sedang berduaan di rumah Ibu Indah. Hati Sandy sangat sakit melihatnya, Ma. Semua cinta dan ketulusan Sandy untuk Indah sudah gak ada artinya."Bu Ratna menatap foto-foto itu dengan mata terbelalak. "Ini gak mungkin! Mama tetap gak bisa mempercayai ini. Apa kamu sudah tanyakan baik-baik sama Indah? Siapa tahu pria itu saudaranya?""Ma, Indah saja gak menyangkal tuduhan Sandy. Dia hanya diam dan gak menjelaskan apapun. Sandy sudah mantap akan menceraikan Indah, Ma. Secepatnya Sandy akan mengurus proses perceraian ini." Sandy menatap nanar ke depan."Nak, kamu harus bicara baik-baik dan
"San, dimana Indah? Kenapa beberapa hari ini Mama gak lihat dia?" tanya Bu Ratna saat sarapan pagi itu.Sandy tak langsung menjawab, ia mengunyah makanannya perlahan sembari mencari jawaban yang tepat."Dia ada di rumah ibunya, Ma. Kasihan anak-anak, sudah beberapa hari mereka harus bersama neneknya, " jawab Sandy."Kenapa? Kalian bertengkar? Tolong jujur dan jangan menyembunyikan apapun dari Mama!""Gak ada apa-apa, Ma. Mama gak perlu cemas. Sekarang Mama fokus saja sama kesehatan Mama, jangan terus larut dalam kesedihan!" Sandy berusaha tersenyum.Perbincangan mereka terhenti ketika Daisy tiba-tiba datang dan langsung duduk di samping Sandy. Tanpa ragu Daisy langsung memegang lengan Sandy dan mencium pipinya. Sandy terlihat segan, tetapi ia membiarkan tindakan Daisy itu. Bu Ratna menatap Daisy dan Sandy bergantian. Ia mulai bisa membaca situasi itu."Ma, aku bawa makanan untuk Mama dan Sandy." Daisy meletakkan kantung plastik yang cukup besar di meja makan."Gak perlu repot-repot. B
Indah berlari keluar dari kantor itu dan masuk kembali ke mobilnya. Ia tidak menghiraukan tatapan para karyawan yang melihat reaksi dan air matanya yang terlanjur jatuh."Jahat kamu, Mas! Pantas saja kamu membela wanita itu mati-matian dan memaksa aku minta maaf padanya. Ternyata kamu masih menyimpan perasaan cinta untuknya. Lalu kamu anggap aku ini apa? Figuran? Pelampiasan?""Aku merendahkan diri, datang ke kantormu untuk membawakan makan siang dan memperbaiki hubungan kita. Tapi apa? Ternyata kamu malah menikmati waktu saat jauh dariku.""Bodoh kamu, Indah! Kenapa bisa jatuh kembali di lubang yang sama? Ternyata semua pria memang penipu!" rutuk Indah.Indah memukul-mukul setir mobilnya dan menangis. Setelah bisa sedikit menguasai diri, ia segera meninggalkan halaman kantor suaminya. 'Mas Sandy atau siapapun gak boleh melihat aku menangis. Aku gak akan menangis lagi untuk seorang pria.' Indah menghapus kasar air mata yang membasahi pipinya.Indah kembali ke restoran dan masuk ke ru
"Argh.. kenapa pernikahanku jadi kacau seperti ini?" Sandy menjambak rambutnya sendiri dan duduk di sofa ruang tamu.Bi Ijah menatapnya prihatin dan menggelengkan kepalanya. Dalam sekejap rumah tangga yang harmonis menjadi retak dan nyaris hancur."Sabar, Nak, setiap rumah tangga harus melewati ujian. Coba tenangkan diri dan jangan mengedepankan emosi!" saran Bi Ijah."Bi, apa kurangnya aku selama ini? Aku selalu berusaha menerima, menyayangi, dan mendukung Indah. Aku juga menerima Indah apa adanya meskipun dia sudah pernah menikah dan menyayangi anak-anaknya seperti anakku sendiri. Dengan mudahnya dia pergi dari rumah saat kami ada masalah kecil seperti ini. Aku masih berduka karena papa, Bi. Pikiranku kalut, seharusnya dia bisa mengerti dan memahami aku."Bi Ijah menghela nafas panjang. "Jangan mengambil keputusan saat sedang marah, Nak! Nanti kalau emosi kalian sudah membaik, bicaralah dengan lebih tenang dan jangan saling menyalahkan!""Iya, Bi. Aku akan mencoba mengikuti saran Bi
Indah mengemudi mobilnya sambil menangis. Ia tidak pernah menyangka jika hal buruk yang pernah terjadi dalam pernikahannya terdahulu akan terulang kembali. Indah meraba pipinya yang terasa sakit, ia melihat ke cermin dan menemukan tanda merah di sana. Tak henti Indah bertanya dalam hatinya, apa kegagalan kisah cintanya dengan Aryo membuatnya trauma dan sangat sensitif seperti sekarang ini?Saat berhenti di lampu merah, Indah mengambil ponselnya, ia melihat tidak ada pesan atau permintaan maaf dari Sandy padanya.'Bukannya mencegah aku pergi, dia malah berteriak dan marah seperti itu! Baiklah, aku gak akan kembali ke rumah itu!' ucap Indah dalam hatinya.Indah tak habis pikir, kenapa ada orang bermuka dua seperti Irene dan Daisy, yang terlihat sangat manis di luar, tetapi hatinya licik dan berbisa.Tanpa ia sadari, Indah tiba di depan rumah ibunya. Ia menghapus air matanya dan memakai masker untuk menutupi bekas tamparan Sandy di wajahnya. Indah mengerti, tidak mungkin ia bisa menyemb
Dua jam berlalu, Indah tetap berada di kamar dengan perasaan tak menentu. Bayangan Sandy sedang berbincang dan berpegangan tangan dengan Daisy tak pernah bisa hilang dari benaknya. Tak biasanya Sandy membiarkannya kesal dan marah seperti ini. Biasanya, Sandy akan kembali ke kamar dan memeluk Indah sampai amarahnya surut. Indah duduk sambil memeluk bantal. Sekalipun beberapa hari ia lelah dan mengantuk karena kurang tidur, ia sama sekali tidak bisa memejamkan matanya.'Apa aku yang keterlaluan? Terlalu sensitif dan cemburu di saat yang gak tepat?''Tapi bagaimana bisa Mas Sandy berbuat seperti itu padaku? Dia seolah gak menghargai perasaanku?'Indah menarik nafas dalam-dalam, ia mencuci mukanya dan berpikir untuk pulang dahulu ke rumahnya.'Seandainya Mas Sandy masih ingin menemani mama, biar saja dia di sini dulu,' pikir Indah.Indah keluar dari kamar, tak disangka, Daisy masih ada di ruang tamu dan sedang berbincang dengan Irene. Sementara Sandy sedang tertidur di lantai beralaskan