Di bulan kelima kehamilannya, tubuh Tania mulai membesar, perutnya membuncit. Wajah Tania juga berjerawat, karena ia tidak melakukan perawatan wajah dan menggunakan krim wajahnya. Tubuh seksi, wajah cantik terawat, kini untuk sementara menghilang dari sosok Tania yang selalu Aryo kagumi. Selain itu, Tania semakin manja dan keras kepala. Seringkali Aryo merasa kesal karena permintaan Tania yang rumit dan sifatnya yang keras kepala. Aryo berusaha bersabar, terkadang ia teringat pada Indah dan anak-anaknya. Aryo merasa rindu pada Arinna dan Charles, tetapi tidak punya alasan untuk menemui mereka. Suatu sore, Indah sedang berbelanja di sebuah pusat perbelanjaan bersama dengan Arinna dan Charles. Arinna sangat senang melihat tempat yang ramai dan besar itu. Indah mendorong troli, sambil sesekali mengambil beberapa barang yang ia butuhkan. Indah membeli beras, sayuran, buah, perlengkapan mandi, kebutuhan dapur, dan sebagainya. Indah merasa senang, kini dengan penghasilan dan keuntunga
Siang itu Indah sedang berada di restoran. Ia membantu karyawan menyiapkan makanan pesanan mereka. Kondisi restoran cukup ramai di jam makan siang tersebut. Tiba-tiba seorang karyawan restoran mendekati Indah dengan wajah panik. "Mbak Indah, ada pelanggan yang mau bertemu," katanya. "Siapa? Apa ada masalah?" tanya Indah. Karyawan yang masih muda itu menundukkan kepalanya, dari wajahnya Indah mengetahui bahwa ada sesuatu yang salah. "Maaf, Mbak. Orang itu marah-marah dan merasa kecewa dengan makanan yang dipesan. Saya sudah mencoba minta maaf, tapi orang itu ingin bertemu dengan orang yang memasak hidangan itu," jawabnya. Indah berdiri dan melihat dirinya di cermin. Ia harus memastikan penampilannya bersih dan rapi ketika bertemu dengan pelanggan. Indah berjalan mengikuti karyawan itu ke sebuah meja. Indah melihat dua orang pria sedang duduk berhadapan. Keduanya memakai kemeja lengan panjang seperti layaknya pekerja kantoran. Seorang pria di antaranya hanya mempermainkan makana
Pagi itu setelah memasak, Indah mendapatkan panggilan telepon dari Bu Ratna. Bu Ratna meminta Indah menemuinya di restoran lama miliknya. Indah tidak mengerti apa yang akan dibicarakan oleh Bu Ratna. Indah berpikir dan bertanya dalam hati, apakah Bu Ratna sudah mengetahui keributan yang terjadi di restoran kemarin siang?Indah harus memberikan jawaban yang tepat jika memang Bu Ratna meminta penjelasan darinya. Indah segera menyelesaikan pekerjaannya, lalu memberi pengarahan pada para karyawan. Setelah itu Indah segera menuju ke restoran milik Bu Ratna.Indah baru saja tiba di restoran itu. Ia menyempatkan diri untuk menyapa Desy dan berbincang sejenak. Desy mengatakan bahwa Bu Ratna sudah menunggu Indah di ruangannya. Indah bergegas menuju ruangan Bu Ratna. Dari sela-sela jendela Indah melihat Bu Ratna sedang berbincang dengan seseorang. Indah mengetuk pintu ruangan itu dan mendengar suara Bu Ratna mempersilakan ia masuk ke dalam. "Selamat siang, Bu," sapa Indah. Bu Ratna dan tamu
Pagi itu seorang karyawan restoran Indah menerima pesanan melalui telepon. "Mbak Indah, ada pesanan makanan untuk acara kantor perusahaan Setia Jaya," kata karyawan itu. Indah tertegun sejenak, nama perusahaan itu tentu tidak asing di telinganya. "Setia Jaya?" gumamnya. "Iya Mbak, ini catatan pesanan mereka. Acaranya besok siang. Mereka mau memesan untuk seratus lima puluh karyawankaryawan secara prasmanan. Indah menerima catatan menu makanan yang tertulis di kertas itu. Ia memejamkan matanya sejenak. Perusahaan itu adalah tempat suaminya bekerja. Indah membayangkan jika ia mengantar makanan ke kantor itu, mungkin dia akan bertemu dengan Aryo, Tania, Clara, dan beberapa karyawan yang masih mengenali dirinya. Indah berpikir, haruskah dia menolak pesanan itu, atau justru menunjukkan pada semua orang bahwa dirinya sudah tidak terluka lagi karena perceraiannya dengan Aryo. "Ya sudah, kita siapkan saja. Kita lakukan yang terbaik untuk mereka," kata Indah. Indah merasa sudah siap u
Acara makan bersama seluruh karyawan kantor itu berjalan dengan lancar. Semua karyawan merasa puas menikmati hidangan dari restoran Indah. Hanya Aryo yang berubah menjadi lebih pendiam dari sebelumnya. Ekspresi wajahnya langsung berubah ketika mengecap makanan di piringnya. Rasa masakan Indah yang selalu ia rindukan. Yang dulu sering ia sia-siakan dan sangat membosankan, tapi kini entah mengapa rasanya sangat berbeda. Bagi Aryo makanan itu lebih berharga daripada makanan di restoran manapun. Tania menatap suaminya dengan kesal dan rasa cemburu yang besar. Ia berkata, "Mas, kenapa bengong terus?" "Eh, gak apa-apa," jawab Aryo. Aryo menyiapkan kembali satu sendok makanan ke dalam mulutnya. Matanya nanar memandang Aryo yang masih berdiri melayani beberapa karyawan. "Enak sekali masakannya, ya," kata seorang karyawan di dekat mereka. "Iya, aku dengar restoran itu baru dibuka, tempatnya nyaman dan cukup ramai," jawab seseorang. "Wah, kapan-kapan kita coba ke sana, ya," Tania merasa
"Koq sampai malam, Nak?" tanya Ibu Indah ketika membukakan pintu rumah untuknya. "Iya, Bu. Tadi ada pesanan untuk acara makan siang kantor, setelah itu Indah ada evaluasi bersama anak dari Bu Ratna," jawab Indah. Indah melangkah masuk ke dalam rumah dan menghempaskan tubuhnya di sofa. Seharian bekerja, memasak dan berdiri membuatnya cukup lelah. "Cape ya, Nak? Memangnya Bu Ratna jadi pindah?" tanya ibu. Indah tersenyum dan menatap ibunya, ia menjawab, "Biasa saja koq, Bu. Iya, Bu Ratna memang sudah pindah, Bu. Karena itu sekarang anaknya yang mengelola bisnis dan restoran miliknya," jawab Indah. Ibu Indah bertanya, "Tapi anaknya baik padamu, kan?" "Indah belum terlalu mengenalnya, Bu. Sejauh ini dia orang yang baik, walaupun di awal perkenalan orangnya menyebalkan," jawab Indah malas. "Yang penting kamu bekerja dengan jujur dan baik, Nak. Jangan lupakan kebaikan Bu Ratna padamu," kata ibu. "Iya, Bu. Anak-anak mana, Bu? Koq sepi?" tanya Indah. Ibu menjawab, "Mereka sudah tidur
Tania membuka matanya perlahan, tangannya meraba ke tempat tidur di sisinya, tempat Aryo tertidur semalam. Tania tidak bisa menemukan suaminya, ia terpaksa membuka matanya yang masih berat. Akhir pekan selalu menjadi waktu bagi Tania dan Aryo untuk bersantai dan bangun lebih siang sari biasanya. Di hari kerja, mereka harus bangun pagi dan berpacu dengan waktu menuju kantor. Biasanya di hari Sabtu dan Minggu, Tania dan Aryo akan bangun sekitar pukul sembilan, lalu pergi mencari sarapan di luar. Tania melihat ke sekelilingnya, mencari keberadaan suaminya. Tania duduk di atas tempat tidurnya, lalu bangun perlahan. Perutnya yang membesar membuat dia harus bergerak lebih lambat dari biasanya. "Mas, Mas Aryo," panggil Tania. Tania melihat kamar mandi, tetapi suaminya tidak ada di situ. Ia lalu mencari suaminya ke luar kamar. Pintu rumah masih tertutup, tetapi tidak terkunci. Tania mencoba mencari suaminya di luar rumah, lalu kembali masuk karena tidak menemukannya. Tania melangkah ke
Tania terus menangis di sepanjang perjalanan, bahkan sampai Aryo dan Tania tiba di rumah. Tania mengurung diri di kamar, tidak mau makan dan enggan bicara dengan Aryo. Aryo menggelengkan kepalanya, ia merasa malas untuk menenangkan istrinya yang sedang sensitif itu. "Sudahlah, mau sampai kapan kamu seperti ini terus? Menangis gak berhenti, gak mau makan. Ingat, kamu itu sudah dewasa, sudah akan menjadi seorang ibu. Apa kamu tidak kasihan pada anak dalam kandunganmu? Dia pasti lapar," kata Aryo mencoba membujuk Tania. "Biar saja, biar aku dan anak ini mati. Tapi aku akan memberi tahu pada semua orang, bahwa kamu yang membunuh kami. Kami menderita karena perbuatanmu," ucap Tania di tengah isak tangisnya. "Aku hanya bertemu dengan anak-anakku. Kamu tahu sendiri, sejak berpisah dengan Indah, aku gak pernah menghubungi atau menemui mereka. Semua orang juga tahu, kalau hubungan anak dan orang tua tetap terjalin sekalipun kedua orang tuanya berpisah," jawab Aryo. "Tapi kamu menemui istr
Pagi itu Indah masih meringkuk menghadap ke dinding. Kepalanya berdenyut pening jika ia mencoba bangun dari tempat tidurnya. Ia mendengar ibu membuka pintu kamar dan menghampirinya."Nak, suamimu datang. Dia menunggumu di teras.""Mau apa dia, Bu? Kalau mau membuat keributan lagi, suruh saja dia pergi," jawab Indah dengan malas."Sepertinya gak begitu, Nak. Dia tadi sudah minta maaf sama Ibu. Ada sesuatu yang penting yang harus dia sampaikan padamu. Temui saja dulu, Nak!" kata Ibu Indah."Iya, Bu." Indah bangkit dan duduk di tempat tidurnya. Indah menatap dirinya di cermin, penampilannya sangat menyedihkan karena wajahnya pucat, pipinya tirus karena porsi makan berkurang, dan hanya mengenakan daster. Indah segera mengganti pakaiannya, menyisir dan mengikat rambutnya, dan memakai lipstik agar tidak terlihat seperti mayat hidup.Setelah itu ia menarik nafas dalam-dalam dan kembali melihat dirinya di cermin. Tak lupa ia memasukkan alat tes kehamilan di sakunya. Indah berpikir, seandainy
"Masih mual, Nak? Bagaimana kalau ke dokter saja?" Ibu Indah menatap Indah yang berjalan perlahan keluar dari kamar mandi dengan cemas. Sudah lebih dari sepuluh kali Indah bolak-balik ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya. Wajahnya pucat, karena Indah tidak bisa menyantap makanan apapun. Ibu Indah sudah mencoba membuatkan sup ayam kampung kesukaan Indah. Namun baru saja Indah menyuapkan suapan kedua nasi dan sayurnya, ia kembali muntah. Begitupun dengan roti, buah, atau biskuit, Indah tidak sanggup menelannya. "Nak, apa mungkin.." kata Ibu Indah sambil berpikir."Apa, Bu?" tanya Indah.Ibu Indah menatap putrinya beberapa saat dan berkata, "Apa ini gejala hamil? Kemarin kamu juga mengalami gejala seperti ini, kan?" Mata Indah terbelalak, ia lalu mengambil ponselnya. Ia membuka kalender tempat ia mencatat tanggal terakhir datang bulannya. Ternyata memang tanggal itu sudah terlewat. Masalah yang terjadi bertubi-tubi membuat Indah lupa dan tidak curiga sama sekali pada gejala y
"Ini upah untukmu! Aktingmu cukup bagus, sampai berhasil membuat Sandy marah dan cemburu buta." Aryo menyerahkan satu amplop coklat di hadapan Hadi.Hadi membuka amplop itu dan menghitung sepintas isinya."Tambah donk, Bos! Lihat nih, aku sampai luka karena pukulan suaminya Indah itu. Aku butuh dana lebih untuk mengobati lukaku." Hadi mengelus pipinya yang masih lebam."Eh, enak saja! Itu sudah sesuai dengan perjanjian kita," tolak Aryo."Tapi kan kemarin pernjanjiannya gak ada adegan pukul-pukulan seperti ini, Bos. Kalau tahu akan luka begini, aku pasti minta tarif lebih tinggi," ujar Hadi."Sudah, terima saja dulu uangnya. Nanti aku lapor sama Nona Daisy dulu."Aryo dan Daisy sudah membuat sebuah siasat untuk membuat Sandy dan Indah salah paham. Aryo meminta Hadi untuk berpura-pura menjadi pengusaha yang ingin menjalin kerja sama dengan Indah. Hadi sebenarnya hanya seorang pengangguran yang biasa mengerjakan pekerjaan apapun, halal ataupun tidak.Setelah memberi upah untuk Hadi, Ary
"Apa?! Indah selingkuh? Itu gak mungkin, Sandy. Mama tahu Indah paling membenci perselingkuhan. Mana mungkin dia bisa melakukan itu, Nak?" seru Bu Ratna."Ma, apa yang gak mungkin di jaman sekarang ini? Indah itu sengaja membalas perlakuan Sandy. Indah menyangka Sandy sudah berselingkuh dengan Daisy. Mama lihat sendiri foto-foto ini!" Sandy menyodorkan ponselnya. "Sandy juga sudah melihat sendiri mereka sedang berduaan di rumah Ibu Indah. Hati Sandy sangat sakit melihatnya, Ma. Semua cinta dan ketulusan Sandy untuk Indah sudah gak ada artinya."Bu Ratna menatap foto-foto itu dengan mata terbelalak. "Ini gak mungkin! Mama tetap gak bisa mempercayai ini. Apa kamu sudah tanyakan baik-baik sama Indah? Siapa tahu pria itu saudaranya?""Ma, Indah saja gak menyangkal tuduhan Sandy. Dia hanya diam dan gak menjelaskan apapun. Sandy sudah mantap akan menceraikan Indah, Ma. Secepatnya Sandy akan mengurus proses perceraian ini." Sandy menatap nanar ke depan."Nak, kamu harus bicara baik-baik dan
"San, dimana Indah? Kenapa beberapa hari ini Mama gak lihat dia?" tanya Bu Ratna saat sarapan pagi itu.Sandy tak langsung menjawab, ia mengunyah makanannya perlahan sembari mencari jawaban yang tepat."Dia ada di rumah ibunya, Ma. Kasihan anak-anak, sudah beberapa hari mereka harus bersama neneknya, " jawab Sandy."Kenapa? Kalian bertengkar? Tolong jujur dan jangan menyembunyikan apapun dari Mama!""Gak ada apa-apa, Ma. Mama gak perlu cemas. Sekarang Mama fokus saja sama kesehatan Mama, jangan terus larut dalam kesedihan!" Sandy berusaha tersenyum.Perbincangan mereka terhenti ketika Daisy tiba-tiba datang dan langsung duduk di samping Sandy. Tanpa ragu Daisy langsung memegang lengan Sandy dan mencium pipinya. Sandy terlihat segan, tetapi ia membiarkan tindakan Daisy itu. Bu Ratna menatap Daisy dan Sandy bergantian. Ia mulai bisa membaca situasi itu."Ma, aku bawa makanan untuk Mama dan Sandy." Daisy meletakkan kantung plastik yang cukup besar di meja makan."Gak perlu repot-repot. B
Indah berlari keluar dari kantor itu dan masuk kembali ke mobilnya. Ia tidak menghiraukan tatapan para karyawan yang melihat reaksi dan air matanya yang terlanjur jatuh."Jahat kamu, Mas! Pantas saja kamu membela wanita itu mati-matian dan memaksa aku minta maaf padanya. Ternyata kamu masih menyimpan perasaan cinta untuknya. Lalu kamu anggap aku ini apa? Figuran? Pelampiasan?""Aku merendahkan diri, datang ke kantormu untuk membawakan makan siang dan memperbaiki hubungan kita. Tapi apa? Ternyata kamu malah menikmati waktu saat jauh dariku.""Bodoh kamu, Indah! Kenapa bisa jatuh kembali di lubang yang sama? Ternyata semua pria memang penipu!" rutuk Indah.Indah memukul-mukul setir mobilnya dan menangis. Setelah bisa sedikit menguasai diri, ia segera meninggalkan halaman kantor suaminya. 'Mas Sandy atau siapapun gak boleh melihat aku menangis. Aku gak akan menangis lagi untuk seorang pria.' Indah menghapus kasar air mata yang membasahi pipinya.Indah kembali ke restoran dan masuk ke ru
"Argh.. kenapa pernikahanku jadi kacau seperti ini?" Sandy menjambak rambutnya sendiri dan duduk di sofa ruang tamu.Bi Ijah menatapnya prihatin dan menggelengkan kepalanya. Dalam sekejap rumah tangga yang harmonis menjadi retak dan nyaris hancur."Sabar, Nak, setiap rumah tangga harus melewati ujian. Coba tenangkan diri dan jangan mengedepankan emosi!" saran Bi Ijah."Bi, apa kurangnya aku selama ini? Aku selalu berusaha menerima, menyayangi, dan mendukung Indah. Aku juga menerima Indah apa adanya meskipun dia sudah pernah menikah dan menyayangi anak-anaknya seperti anakku sendiri. Dengan mudahnya dia pergi dari rumah saat kami ada masalah kecil seperti ini. Aku masih berduka karena papa, Bi. Pikiranku kalut, seharusnya dia bisa mengerti dan memahami aku."Bi Ijah menghela nafas panjang. "Jangan mengambil keputusan saat sedang marah, Nak! Nanti kalau emosi kalian sudah membaik, bicaralah dengan lebih tenang dan jangan saling menyalahkan!""Iya, Bi. Aku akan mencoba mengikuti saran Bi
Indah mengemudi mobilnya sambil menangis. Ia tidak pernah menyangka jika hal buruk yang pernah terjadi dalam pernikahannya terdahulu akan terulang kembali. Indah meraba pipinya yang terasa sakit, ia melihat ke cermin dan menemukan tanda merah di sana. Tak henti Indah bertanya dalam hatinya, apa kegagalan kisah cintanya dengan Aryo membuatnya trauma dan sangat sensitif seperti sekarang ini?Saat berhenti di lampu merah, Indah mengambil ponselnya, ia melihat tidak ada pesan atau permintaan maaf dari Sandy padanya.'Bukannya mencegah aku pergi, dia malah berteriak dan marah seperti itu! Baiklah, aku gak akan kembali ke rumah itu!' ucap Indah dalam hatinya.Indah tak habis pikir, kenapa ada orang bermuka dua seperti Irene dan Daisy, yang terlihat sangat manis di luar, tetapi hatinya licik dan berbisa.Tanpa ia sadari, Indah tiba di depan rumah ibunya. Ia menghapus air matanya dan memakai masker untuk menutupi bekas tamparan Sandy di wajahnya. Indah mengerti, tidak mungkin ia bisa menyemb
Dua jam berlalu, Indah tetap berada di kamar dengan perasaan tak menentu. Bayangan Sandy sedang berbincang dan berpegangan tangan dengan Daisy tak pernah bisa hilang dari benaknya. Tak biasanya Sandy membiarkannya kesal dan marah seperti ini. Biasanya, Sandy akan kembali ke kamar dan memeluk Indah sampai amarahnya surut. Indah duduk sambil memeluk bantal. Sekalipun beberapa hari ia lelah dan mengantuk karena kurang tidur, ia sama sekali tidak bisa memejamkan matanya.'Apa aku yang keterlaluan? Terlalu sensitif dan cemburu di saat yang gak tepat?''Tapi bagaimana bisa Mas Sandy berbuat seperti itu padaku? Dia seolah gak menghargai perasaanku?'Indah menarik nafas dalam-dalam, ia mencuci mukanya dan berpikir untuk pulang dahulu ke rumahnya.'Seandainya Mas Sandy masih ingin menemani mama, biar saja dia di sini dulu,' pikir Indah.Indah keluar dari kamar, tak disangka, Daisy masih ada di ruang tamu dan sedang berbincang dengan Irene. Sementara Sandy sedang tertidur di lantai beralaskan