"Mas, kenapa gak jujur padaku kalau hutangmu sebanyak itu?" protes Tania.
"Sayang, hutang dan cicilan itu memang untuk kebutuhanku. Aku rasa memang belum sepantasnya aku menceritakan semuanya padamu, kecuali kalau kita sudah menikah," jawab Aryo."Tapi aku pikir kamu cukup kaya dan mapan, Mas. Karena itu aku mau menerima kamu," ucap Tania dengan jujur."Tapi kamu punya tabungan, kan?" tanya Ibu Aryo.Aryo menundukkan kepala dan berpikir sejenak. Dia hanya mempunyai rekening tabungan untuk menampung gajinya. Namun saldonya tidak pernah bertambah, setiap bulan gajinya menguap habis. Apalagi setelah Aryo menjalin hubungan dengan Tania. Setiap bulan Tania selalu meminta uang untuk belanja, perawatan wajah dan rambut di salon, dan sebagainya.Aryo tahu persis, setiap bulan uang yang tersisa di rekeningnya hanya mendekati saldo minimum. Seperti saat ini, tanggal gajian masih setengah bulan lagi, tapi saldo di kartu ATM Aryo hanya bersisa satu juta rupiah. Itu pun masih harus digunakan untuk uang transport ke kantor, makan siang, dan membeli keperluan pribadi Aryo.Sebenarnya setiap hari Indah memasak, bahkan menjual masakan. Aryo mengakui masakan Indah memang enak dan hampir sama dengan rasa makanan di restoran. Namun selama ini Aryo selalu menolak jika Indah menawarkan untuk membawa bekal makan siang. Aryo merasa malu jika teman-temannya mengetahui bahwa ia membawa bekal dan berhemat, karena jabatannya cukup bagus di kantor.Di depan semua anak buah dan karyawan lainnya, Aryo tidak mau terlihat susah dan kekurangan. Ia berusaha mengimbangi gaya hidup rekan-rekan dan penampilan mereka. Tak heran jika penampilan Aryo memang terlihat keren dan seperti eksekutif muda yang berdompet tebal. Itu juga yang membuat Tania jatuh hati dan mau menjalin hubungan dengannya.Tania juga sering mengajak Aryo makan siang di kafe atau tempat yang mahal. Jika mereka sedang berjalan-jalan, Tania sering menarik Aryo ke pusat perbelanjaan untuk berbelanja. Sering kali bahkan Tania membeli barang-barang yang tidak benar-benar diperlukan.Aryo jelas tidak bisa menolak permintaan gadis itu. Tania memang sudah menjerat dan membuat Aryo tergoda sedemikian rupa. Itu sebabnya Aryo sering kehabisan uang di pertengahan bulan. Akhirnya dengan terpaksa Aryo harus memakai kartu kredituntuk memenuhi kebutuhan dan gaya hidupnya. Hutang Aryo pun semakin bertambah setiap bulannya, membuat ia merasa pusing dan mudah emosi. Selama ini Aryo melampiaskan rasa kesal dan tertekannya di rumah, pada Indah dan anak-anaknya.Aryo baru menyadari, selama ini ia tidak mau tahu dengan kebutuhan di rumahnya. Ternyata selama ini memang Indah yang banyak memenuhi kebutuhan rumah. Aryo tidak pernah memikirkan uang jajan untuk anak, belanja bulanan, kebutuhan setiap hari, modal untuk usaha Indah. Semuanya itu Indah yang memikirkan dan menanggungnya sendiri. Indah tidak pernah mengeluh atau merengek minta uang padanya."Aryo, kenapa malah melamun?" tanya Ibu lagi."Eh, maaf. Ada koq, Bu," jawab Aryo.Aryo tidak mungkin mengaku di depan Tania dan ibunya kalau ia tidak mempunyai tabungan. Tania bisa semakin kesal jika Aryo jujur mengaku bahwa keuangannya sangat minim dan terbatas."Ya sudah, gak masalah. Kamu segera ceraikan Indah, lalu menikah dengan Tania. Ibu lebih senang mempunyai menantu seperti Tania. Tania itu cantik, pintar, kerja di kantor juga. Tidak seperti Indah yang tidak berpendidikan dan hanya mengerti urusan dapur. Kali ini kamu memang pintar memilih calon istri. Ibu bangga memperkenalkan dia di depan teman-teman Ibu dan para tetangga," puji Ibu Aryo.Tania tersenyum bangga mendengar pujian dari calon mertuanya itu. Hatinya melambung tinggi, ia sudah tidak sabar menjadi istri Aryo. Ia ingin menguasai gaji Aryo dan bersenang-senang sebagai istri sahnya. Tania berpikir bahwa teman-teman kantornya akan merasa iri dan tidak lagi memperdebatkan hubungan terlarangnya dengan Aryo."Kamu tenang saja, kalau wanita bodoh seperti Indah saja bisa mengelola keuangan di rumah ini, apalagi Tania yang seorang sarjana dan bekerja di kantor besar. Dia pasti bisa melakukannya dengan lebih baik. Kalian sama-sama punya gaji yang besar. ibu percaya, kalian pasti akan bertambah kaya dan sukses," kata Ibu Aryo lagi."Iya, Bu. Mengelola keuangan di rumah pasti sederhana dan mudah. Aku pasti bisa mengurus Mas Aryo lebih baik dari Mbak Indah," ucap Tania."Ah, Ibu jadi tidak sabar menunggu kalian resmi menikah. Kita akan membuat pesta yang mewah, mengundang banyak tamu dan saudara. Waktu kamu menikah dengan Indah, Ibu tidak mengundang semua kenalan Ibu, karena uangmu masih terbatas," gerutu ibu."Iya, Bu. Terserah Ibu dan Tania saja. Tapi Aryo harus siapkan dananya juga. Jangan buru-buru lah! Yang terpenting sekarang Aryo dan Indah bercerai dahulu," kata Aryo sambil menghempaskan tubuhnya di sofa."Jangan lama-lama! Kita harus tunjukkan pada Indah dan semua orang, kalau kamu bisa lebih bahagia dan sukses bersama Tania," kata ibunya."Iya, Mas. Kita ajukan pinjaman saja untuk acara pernikahan kita," usul Tania."Eh, kamu ini seenaknya saja. Masa kita harus berhutang untuk acara satu hari? Pikir bagaimana kita membayarnya! Cobalah untuk bersikap dewasa dan jangan egois, Tania! Kamu dengar sendiri tadi, hutang dan tanggunganku masih banyak. Setelah kita resmi menikah, kita masih harus membayarnya sampai lunas."Tania terkejut dan seketika wajahnya berubah seperti hampir menangis. Ia menjawab, "Mas, kamu koq jadi kasar begitu?""Kita buat acara sederhana saja, jangan terlalu memaksakan diri. Lagi pula ini pernikahan kedua bagiku, aku malu membuat acara besar. Apa kata orang-orang nanti? Aku menceraikan Indah dan menelantarkan anak-anakku, tapi menikah dengan pesta mewah denganmu?" kata Aryo."Aku tidak mau, Mas! Aku mau acara pernikahanku sesuai dengan impianku. Itu acara satu kali seumur hidup, Mas. Harus istimewa, aku tidak mau semuanya sederhana dan apa adanya. Aku harus memakai jasa salon terbaik, dekorasi mewah, dan katering mahal. Aku mau mengundang semua teman sekolahku dulu, teman kuliah, teman kantor. Orang tuaku juga pasti akan mengundang seluruh keluarga dan teman-teman mereka. Mereka sangat bangga karena calon suamiku orang kaya dan karyawan perusahaan besar. Mau ditaruh dimana mukaku kalau acara pernikahanku seperti itu? Pokoknya aku tidak mau!" gerutu Tania."Ya sudah kalau kamu tidak mau, kita batalkan saja rencana pernikahan kita!" Aryo melipat kedua tangan di depan dadanya. Ia merasa kesal karena Tania tidak bisa memahami situasi dan kondisi keuangan Aryo yang sesungguhnya.Tania mendengus kesal, lalu mengambil tasnya. Tanpa bicara lagi, Tania langsung pergi dari rumah itu. Aryo memejamkan matanya dan meremas rambutnya sendiri. Ia pusing memikirkan Tania yang selalu memaksakan kehendaknya.Setelah bercerai dari Aryo, Indah mulai menata hidupnya kembali. Ia tinggal di rumah ibunya bersama Arinna dan Charles. Bapak Indah sudah meninggal dunia tiga tahun yang lalu. Indah harus berusaha mencukupi kebutuhannya dan anak-anaknya. Ia tidak berharap kalau Aryo akan memberinya uang. Ia harus kuat dan bertahan demi kedua buah hati yang sangat ia cintai.Indah kembali fokus berjualan kue dan makanannya secara online. Ia memasarkan produknya melalui media sosial dan rajin melakukan promosi. Ibu membantu dan mendukung Indah dalam usahanya. Ibu berjualan kue dan masakan Indah di depan rumah. Sementara Indah berbelanja, memasak, dan mengantar makanan yang telah dipesan oleh pelanggannya. Kue dan masakan yang dijual oleh Indah memang enak dan tidak terlalu mahal, karena itu pelanggan lamanya tetap memesan padanya, sekalipun Indah sudah pindah ke rumah ibunya. Suatu hari, saat Indah sedang duduk di depan rumah sambil mencatat pesanan kue, seorang teman lama Indah datang ke rumah. "H
Indah menghela nafas panjang, lalu masuk ke dalam dapur restoran itu. Indah menyapa koki dan beberapa karyawan yang sedang sibuk menyiapkan pesanan konsumen. Semua karyawan itu menyambut Indah dengan ramah. Lalu Indah memakai celemek yang tersedia dan mulai mempersiapkan bahan-bahan untuk memasak. Bu Ratna ingin Indah memasak soto ayam, ayam goreng, dan sambal. Semua bahan dan bumbu tersedia di dalam lemari pendingin dan lemari dapur itu. Indah mulai mengolah bahan-bahan mentah itu menjadi masakan yang nikmat. Indah harus bekerja dengan efisien dan menggunakan waktu yang ada untuk mengolah tiga menu masakan itu. Setelah hampir dua jam berkutat di dapur, akhirnya semua masakan Indah matang. Indah segera menyajikannya di piring saji dan mangkuk. Bu Ratna masih menunggu hasil masakan Indah di ruangannya. Indah mengetuk pintu ruangan Bu Ratna dan menghidangkan masakan itu.Indah sangat tegang menunggu Bu Ratna mencicipi masakannya. Indah tahu pasti bahwa Bu Ratna pasti orang yang mahi
Indah mulai menikmati aktivitas barunya, pukul lima pagi ia berangkat ke restoran dan memasak. Ada dua orang asisten yang membantu Indah memasak di dapur. Kemampuan memasak Indah terus berkembang dan bakatnya semakin terasah. Indah mendengar dari Clara bahwa Aryo akan menikah dengan Tania. Namun Aryo tidak memberi tahu Indah mengenai rencana pernikahannya itu. Sejak pertemuan terakhirnya dengan Aryo, pria itu tidak pernah memberi kabar atau menemui Indah.Aryo tidak pernah menanyakan kabar mengenai Arinna dan Charles, atau memberi mereka sesuatu. Aryo sudah melupakan istri dan anak-anak dari pernikahannya yang terdahulu.Untuk melaksanakan acara pernikahan yang mewah seperti keinginan Tania, Aryo terpaksa meminjam uang sejumlah lima puluh juta rupiah. Ibu Aryo juga membujuk Aryo untuk menuruti kemauan Indah, karena semua tetangga dan saudara sudah mendengar rencana pernikahan Aryo itu. Mereka berhutang demi harga diri dan gengsi."Tidak apa-apa, Nak. Nanti pasti kalian bisa membayar
Pagi itu Bu Ratna datang untuk meninjau restoran yang dikelola oleh Indah. Bu Ratna melihat aneka menu masakan yang sudah tersedia, kebersihan ruangan, dan cara pelayan untuk melayani pembeli. Setelah selesai memasak, Indah menemui Bu Ratna di salah satu ruangan yang digunakan sebagai kantor. "Bu, maaf menunggu lama. Ini saya bawakan makanan dan kue buatan saya," kata Indah sambil menghidangkannya di hadapan Bu Ratna. "Terimakasih. Wah, kuenya terlihat enak. Kamu hebat, bisa membagi waktu untuk melakukan semuanya," puji Bu Ratna. "Terimakasih, Bu. Silakan dicoba, Bu kuenya," kata Indah. Bu Ratna mengambil satu kue yang tersedia di atas piring dan mencicipinya."Wah, enak sekali kuenya. Kamu memang pintar,"Indah tersenyum mendengar pujian Bu Ratna. "Restoran ini cukup maju dan berkembang," kata Bu Ratna sambil tetap mengunyah kuenya. "Ini karena Ibu jeli melihat peluang yang ada," ucap Indah. "Ini juga karena masakanmu enak, sehingga pembeli yang mencobanya selalu ingin kembal
Aryo dan Tania saat ini tinggal di sebuah rumah kontrakan sederhana. Tania menjadi sering merasa marah dan kesal. Wanita yang dulunya lembut, cantik, dan selalu tersenyum itu kini menjadi ketus dan sering mengomel karena merasa hidupnya berubah seratus delapan puluh derajat. Hari itu adalah hari ulang tahun Tania. Ia menyindir Aryo, mengharap suaminya itu akan memberi hadiah mewah dan mahal seperti dulu. "Mas, kamu gak lupa hari ini hari apa, kan?" Tania tersenyum ceria. "Iya, aku ingat. Selamat ulang tahun, istriku. Semoga kamu selalu sehat dan bahagia," kata Aryo sambil mengecup kening Tania. "Itu saja?" ujar Tania. "Maksudmu?" tanya Aryo sambil mengerutkan keningnya. "Mana hadiahnya, Mas? Kamu selalu memberi aku hadiah setiap aku berulang tahun," jawab Tania terus terang. "Maaf, Sayang. Kamu pasti mengerti bahwa kondisi keuangan kita saat ini sedang gak baik. Kalau tahun depan kondisi kita sudah pulih, aku pasti akan memberi kamu hadiah, apapun yang kamu inginkan," jawab Ary
Setelah tiga hari, akhirnya keluarga Tania pulang juga ke rumah mereka. Aryo merasa lega, karena hanya dalam tiga hari uangnya terkuras habis. Belum lagi adik Tania yang masih duduk di bangku SMA merengek meminta dibelikan ponsel terbaru. Dengan terpaksa Tania menggunakan kartu kreditnya lagi untuk memenuhi keinginan adik iparnya itu. "Mas, kepalaku sakit sekali, aku juga merasa mual dan gak berselera makan," keluh Tania malam itu. "Mungkin kamu kelelahan, istirahatlah supaya besok pagi kondisimu lebih baik," kata Aryo. Tania kali ini menuruti perkataan suaminya. Ia langsung masuk ke kamar dan membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Tak lama kemudian Tania sudah tidur dengan pulas. Aryo menatap wanita yang kini telah menjadi istrinya itu, lalu menyelimuti tubuhnya. Menjelang pagi Aryo terbangun karena terkejut mendengar Tania lari ke kamar mandi dan memuntahkan isi perutnya. Aryo segera menyusul Tania ke kamar mandi. "Kamu kenapa, Sayang?" tanya Aryo. "Aku gak tahu, Mas. Ras
Di bulan kelima kehamilannya, tubuh Tania mulai membesar, perutnya membuncit. Wajah Tania juga berjerawat, karena ia tidak melakukan perawatan wajah dan menggunakan krim wajahnya. Tubuh seksi, wajah cantik terawat, kini untuk sementara menghilang dari sosok Tania yang selalu Aryo kagumi. Selain itu, Tania semakin manja dan keras kepala. Seringkali Aryo merasa kesal karena permintaan Tania yang rumit dan sifatnya yang keras kepala. Aryo berusaha bersabar, terkadang ia teringat pada Indah dan anak-anaknya. Aryo merasa rindu pada Arinna dan Charles, tetapi tidak punya alasan untuk menemui mereka. Suatu sore, Indah sedang berbelanja di sebuah pusat perbelanjaan bersama dengan Arinna dan Charles. Arinna sangat senang melihat tempat yang ramai dan besar itu. Indah mendorong troli, sambil sesekali mengambil beberapa barang yang ia butuhkan. Indah membeli beras, sayuran, buah, perlengkapan mandi, kebutuhan dapur, dan sebagainya. Indah merasa senang, kini dengan penghasilan dan keuntunga
Siang itu Indah sedang berada di restoran. Ia membantu karyawan menyiapkan makanan pesanan mereka. Kondisi restoran cukup ramai di jam makan siang tersebut. Tiba-tiba seorang karyawan restoran mendekati Indah dengan wajah panik. "Mbak Indah, ada pelanggan yang mau bertemu," katanya. "Siapa? Apa ada masalah?" tanya Indah. Karyawan yang masih muda itu menundukkan kepalanya, dari wajahnya Indah mengetahui bahwa ada sesuatu yang salah. "Maaf, Mbak. Orang itu marah-marah dan merasa kecewa dengan makanan yang dipesan. Saya sudah mencoba minta maaf, tapi orang itu ingin bertemu dengan orang yang memasak hidangan itu," jawabnya. Indah berdiri dan melihat dirinya di cermin. Ia harus memastikan penampilannya bersih dan rapi ketika bertemu dengan pelanggan. Indah berjalan mengikuti karyawan itu ke sebuah meja. Indah melihat dua orang pria sedang duduk berhadapan. Keduanya memakai kemeja lengan panjang seperti layaknya pekerja kantoran. Seorang pria di antaranya hanya mempermainkan makana
Pagi itu Indah masih meringkuk menghadap ke dinding. Kepalanya berdenyut pening jika ia mencoba bangun dari tempat tidurnya. Ia mendengar ibu membuka pintu kamar dan menghampirinya."Nak, suamimu datang. Dia menunggumu di teras.""Mau apa dia, Bu? Kalau mau membuat keributan lagi, suruh saja dia pergi," jawab Indah dengan malas."Sepertinya gak begitu, Nak. Dia tadi sudah minta maaf sama Ibu. Ada sesuatu yang penting yang harus dia sampaikan padamu. Temui saja dulu, Nak!" kata Ibu Indah."Iya, Bu." Indah bangkit dan duduk di tempat tidurnya. Indah menatap dirinya di cermin, penampilannya sangat menyedihkan karena wajahnya pucat, pipinya tirus karena porsi makan berkurang, dan hanya mengenakan daster. Indah segera mengganti pakaiannya, menyisir dan mengikat rambutnya, dan memakai lipstik agar tidak terlihat seperti mayat hidup.Setelah itu ia menarik nafas dalam-dalam dan kembali melihat dirinya di cermin. Tak lupa ia memasukkan alat tes kehamilan di sakunya. Indah berpikir, seandainy
"Masih mual, Nak? Bagaimana kalau ke dokter saja?" Ibu Indah menatap Indah yang berjalan perlahan keluar dari kamar mandi dengan cemas. Sudah lebih dari sepuluh kali Indah bolak-balik ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya. Wajahnya pucat, karena Indah tidak bisa menyantap makanan apapun. Ibu Indah sudah mencoba membuatkan sup ayam kampung kesukaan Indah. Namun baru saja Indah menyuapkan suapan kedua nasi dan sayurnya, ia kembali muntah. Begitupun dengan roti, buah, atau biskuit, Indah tidak sanggup menelannya. "Nak, apa mungkin.." kata Ibu Indah sambil berpikir."Apa, Bu?" tanya Indah.Ibu Indah menatap putrinya beberapa saat dan berkata, "Apa ini gejala hamil? Kemarin kamu juga mengalami gejala seperti ini, kan?" Mata Indah terbelalak, ia lalu mengambil ponselnya. Ia membuka kalender tempat ia mencatat tanggal terakhir datang bulannya. Ternyata memang tanggal itu sudah terlewat. Masalah yang terjadi bertubi-tubi membuat Indah lupa dan tidak curiga sama sekali pada gejala y
"Ini upah untukmu! Aktingmu cukup bagus, sampai berhasil membuat Sandy marah dan cemburu buta." Aryo menyerahkan satu amplop coklat di hadapan Hadi.Hadi membuka amplop itu dan menghitung sepintas isinya."Tambah donk, Bos! Lihat nih, aku sampai luka karena pukulan suaminya Indah itu. Aku butuh dana lebih untuk mengobati lukaku." Hadi mengelus pipinya yang masih lebam."Eh, enak saja! Itu sudah sesuai dengan perjanjian kita," tolak Aryo."Tapi kan kemarin pernjanjiannya gak ada adegan pukul-pukulan seperti ini, Bos. Kalau tahu akan luka begini, aku pasti minta tarif lebih tinggi," ujar Hadi."Sudah, terima saja dulu uangnya. Nanti aku lapor sama Nona Daisy dulu."Aryo dan Daisy sudah membuat sebuah siasat untuk membuat Sandy dan Indah salah paham. Aryo meminta Hadi untuk berpura-pura menjadi pengusaha yang ingin menjalin kerja sama dengan Indah. Hadi sebenarnya hanya seorang pengangguran yang biasa mengerjakan pekerjaan apapun, halal ataupun tidak.Setelah memberi upah untuk Hadi, Ary
"Apa?! Indah selingkuh? Itu gak mungkin, Sandy. Mama tahu Indah paling membenci perselingkuhan. Mana mungkin dia bisa melakukan itu, Nak?" seru Bu Ratna."Ma, apa yang gak mungkin di jaman sekarang ini? Indah itu sengaja membalas perlakuan Sandy. Indah menyangka Sandy sudah berselingkuh dengan Daisy. Mama lihat sendiri foto-foto ini!" Sandy menyodorkan ponselnya. "Sandy juga sudah melihat sendiri mereka sedang berduaan di rumah Ibu Indah. Hati Sandy sangat sakit melihatnya, Ma. Semua cinta dan ketulusan Sandy untuk Indah sudah gak ada artinya."Bu Ratna menatap foto-foto itu dengan mata terbelalak. "Ini gak mungkin! Mama tetap gak bisa mempercayai ini. Apa kamu sudah tanyakan baik-baik sama Indah? Siapa tahu pria itu saudaranya?""Ma, Indah saja gak menyangkal tuduhan Sandy. Dia hanya diam dan gak menjelaskan apapun. Sandy sudah mantap akan menceraikan Indah, Ma. Secepatnya Sandy akan mengurus proses perceraian ini." Sandy menatap nanar ke depan."Nak, kamu harus bicara baik-baik dan
"San, dimana Indah? Kenapa beberapa hari ini Mama gak lihat dia?" tanya Bu Ratna saat sarapan pagi itu.Sandy tak langsung menjawab, ia mengunyah makanannya perlahan sembari mencari jawaban yang tepat."Dia ada di rumah ibunya, Ma. Kasihan anak-anak, sudah beberapa hari mereka harus bersama neneknya, " jawab Sandy."Kenapa? Kalian bertengkar? Tolong jujur dan jangan menyembunyikan apapun dari Mama!""Gak ada apa-apa, Ma. Mama gak perlu cemas. Sekarang Mama fokus saja sama kesehatan Mama, jangan terus larut dalam kesedihan!" Sandy berusaha tersenyum.Perbincangan mereka terhenti ketika Daisy tiba-tiba datang dan langsung duduk di samping Sandy. Tanpa ragu Daisy langsung memegang lengan Sandy dan mencium pipinya. Sandy terlihat segan, tetapi ia membiarkan tindakan Daisy itu. Bu Ratna menatap Daisy dan Sandy bergantian. Ia mulai bisa membaca situasi itu."Ma, aku bawa makanan untuk Mama dan Sandy." Daisy meletakkan kantung plastik yang cukup besar di meja makan."Gak perlu repot-repot. B
Indah berlari keluar dari kantor itu dan masuk kembali ke mobilnya. Ia tidak menghiraukan tatapan para karyawan yang melihat reaksi dan air matanya yang terlanjur jatuh."Jahat kamu, Mas! Pantas saja kamu membela wanita itu mati-matian dan memaksa aku minta maaf padanya. Ternyata kamu masih menyimpan perasaan cinta untuknya. Lalu kamu anggap aku ini apa? Figuran? Pelampiasan?""Aku merendahkan diri, datang ke kantormu untuk membawakan makan siang dan memperbaiki hubungan kita. Tapi apa? Ternyata kamu malah menikmati waktu saat jauh dariku.""Bodoh kamu, Indah! Kenapa bisa jatuh kembali di lubang yang sama? Ternyata semua pria memang penipu!" rutuk Indah.Indah memukul-mukul setir mobilnya dan menangis. Setelah bisa sedikit menguasai diri, ia segera meninggalkan halaman kantor suaminya. 'Mas Sandy atau siapapun gak boleh melihat aku menangis. Aku gak akan menangis lagi untuk seorang pria.' Indah menghapus kasar air mata yang membasahi pipinya.Indah kembali ke restoran dan masuk ke ru
"Argh.. kenapa pernikahanku jadi kacau seperti ini?" Sandy menjambak rambutnya sendiri dan duduk di sofa ruang tamu.Bi Ijah menatapnya prihatin dan menggelengkan kepalanya. Dalam sekejap rumah tangga yang harmonis menjadi retak dan nyaris hancur."Sabar, Nak, setiap rumah tangga harus melewati ujian. Coba tenangkan diri dan jangan mengedepankan emosi!" saran Bi Ijah."Bi, apa kurangnya aku selama ini? Aku selalu berusaha menerima, menyayangi, dan mendukung Indah. Aku juga menerima Indah apa adanya meskipun dia sudah pernah menikah dan menyayangi anak-anaknya seperti anakku sendiri. Dengan mudahnya dia pergi dari rumah saat kami ada masalah kecil seperti ini. Aku masih berduka karena papa, Bi. Pikiranku kalut, seharusnya dia bisa mengerti dan memahami aku."Bi Ijah menghela nafas panjang. "Jangan mengambil keputusan saat sedang marah, Nak! Nanti kalau emosi kalian sudah membaik, bicaralah dengan lebih tenang dan jangan saling menyalahkan!""Iya, Bi. Aku akan mencoba mengikuti saran Bi
Indah mengemudi mobilnya sambil menangis. Ia tidak pernah menyangka jika hal buruk yang pernah terjadi dalam pernikahannya terdahulu akan terulang kembali. Indah meraba pipinya yang terasa sakit, ia melihat ke cermin dan menemukan tanda merah di sana. Tak henti Indah bertanya dalam hatinya, apa kegagalan kisah cintanya dengan Aryo membuatnya trauma dan sangat sensitif seperti sekarang ini?Saat berhenti di lampu merah, Indah mengambil ponselnya, ia melihat tidak ada pesan atau permintaan maaf dari Sandy padanya.'Bukannya mencegah aku pergi, dia malah berteriak dan marah seperti itu! Baiklah, aku gak akan kembali ke rumah itu!' ucap Indah dalam hatinya.Indah tak habis pikir, kenapa ada orang bermuka dua seperti Irene dan Daisy, yang terlihat sangat manis di luar, tetapi hatinya licik dan berbisa.Tanpa ia sadari, Indah tiba di depan rumah ibunya. Ia menghapus air matanya dan memakai masker untuk menutupi bekas tamparan Sandy di wajahnya. Indah mengerti, tidak mungkin ia bisa menyemb
Dua jam berlalu, Indah tetap berada di kamar dengan perasaan tak menentu. Bayangan Sandy sedang berbincang dan berpegangan tangan dengan Daisy tak pernah bisa hilang dari benaknya. Tak biasanya Sandy membiarkannya kesal dan marah seperti ini. Biasanya, Sandy akan kembali ke kamar dan memeluk Indah sampai amarahnya surut. Indah duduk sambil memeluk bantal. Sekalipun beberapa hari ia lelah dan mengantuk karena kurang tidur, ia sama sekali tidak bisa memejamkan matanya.'Apa aku yang keterlaluan? Terlalu sensitif dan cemburu di saat yang gak tepat?''Tapi bagaimana bisa Mas Sandy berbuat seperti itu padaku? Dia seolah gak menghargai perasaanku?'Indah menarik nafas dalam-dalam, ia mencuci mukanya dan berpikir untuk pulang dahulu ke rumahnya.'Seandainya Mas Sandy masih ingin menemani mama, biar saja dia di sini dulu,' pikir Indah.Indah keluar dari kamar, tak disangka, Daisy masih ada di ruang tamu dan sedang berbincang dengan Irene. Sementara Sandy sedang tertidur di lantai beralaskan