Pagi yang cerah secerah harapan Olivia. Wanita itu baru saja bangun dari tidurnya. Saat ini lehernya sudah jauh lebih baik, begitupun suaranya. Olivia sudah siap memulai harinya. Kebaikan Nicholas kemarin membuatnya siap menjalani hidup, walau hatinya merasa janggal. Mengapa pria tempramen itu mendadak memberikan proyek yang sudah di batalkan padanya.Pria itu hampir saja membunuhnya dan hanya dalam hitungan menit dia bisa merubah semuanya. Semoga akan tetap seperti ini.Olivia janji pada dirinya sendiri tidak akan pernah menutupi rahasianya lagi. Toh Bos temperamennya itu sudah mengetahui alasannya. Dia hanya perlu bersikap manis pada orang dengan mood berganti dan setiap detik itu.Setelan jas elegan berwarna coklat begitu elegan membalut tubuhnya. Dia menenteng tas dan beberapa berkas lalu turun ke bawah. Seperti biasa, di ruang makan sebuah keluarga kecil sedang menantikan ke datangnya untuk sarapan."Kak Olivia mau kerja," sapa Gendis yang sudah siap berangkat ke sekolah.Tiga p
Banyak pasang mata tertuju pada seorang wanita elegan yang melangkah memasuki kantor. Wanita lagi berjalan dengan anggun melewati beberapa karyana menuju lift."Dia kan Nona Olivia, kenapa kembali kemari?""Jangan bilang kejadian itu akan terulang lagi?""Hust, Jaga ucapan kalian. Kematian Tuan Soetedjo dan Nyonya Ningsih adalah kecelakaan,"Mendengar percakapan beberapa karyawan di belakangnya membuat Olivia sejenak menghentikan langkahnya. Sayangnya saat dia berbalik badan, karyawan itu sudah tidak ada.Olivia melanjutkan langkahnya masuk ke lift. Lift tersebut terbuka di lantai tiga, tempat di mana dia akan menghadiri rapat. Sebuah ruangan yang riuh mendadak sunyi saat Olivia membuka pintu. Mata Mereka terbelalak saat melihat kedatangan orang yang selama ini menghilang.Sebagian staff adalah orang kepercayaan keluarga Olivia yang berkhianat padanya. Hal itu membuat beberapa orang menunduk malu. Terlebih Olivia datang lima belas menit lebih awal.Bukan hanya staff, melainkan Presdi
Olivia melangkah keluar ruang rapat dengan hati berbunga-bunga. Sungguh dia sangat bahagia, tidak menyangka perjuangannya akan terbayar tuntas.Semua beban yang mengganjal di dadanya menghilang seketika. Batu besar itu hancur berkeping-keping tidak tersisa. Senyum kemenangan terpancar indah di wajah cantiknya.Pintu lift terbuka. Olivia segera masuk dan memencet tombol satu. Lift itu terbuka saat mendarat di lantai bawah. Sekelebat orang yang dia kenal lewat di hadapannya."Tunggu!" teriak Olivia.Olivia lupa dengan nama orang tersebut. Tapi dia ingat pernah bertemu beberapa kali dengannya. Wanita paruh baya dengan peralatan bersih-bersih di tangannya itu menghentikan langkahnya sejenak lalu mempercepat langkahnya lagi."Nyonya tunggu," ulang Olivia.Olivia mempercepat langkahnya, tangannya melambung mencoba meraih pundak wanita itu tapi langkahnya terlalu cepat dan tidak bisa di gapai.Wanita itu menghilang tanpa jejak. Olivia segera mencari jalan lain. Dia tahu kemana wanita itu aka
Mobil Nicholas berhenti di salah satu salon terkenal di kota tersebut. Pria dengan wajah tegas itu turun dari mobil.Olivia masih membatu melihat ini semua. Dia tidak menyangka kalau pria seperti Bosnya itu juga memperhatikan perawatan diri di salon."Turun!" suara bariton NIcholas membuyarkan lamunan Olivia.Sebelum Tuan besarnya itu semakin meledak, Olivia segera turun dan mengikuti langkah Nicholas. Mereka masuk ke ruangan dengan nuansa merah jambu tersebut.Aroma wewangian begitu memanjakan indra penciuan. Mata Olivia berbinar melihat pemandangan di hadapannya. Dulu dirinyahampir tidak pernah meletkan perawata tubuhnya.Namun sekarang ... Jangankan memikirkan perwatan badan. Untuk makan dan tidur saja a dapat dari belas kasihan seseorang.Mata berbinar itu berubah menjadi sedih mengingat betapa jauhnya roda hidup berbutar. Di kehidupan selanjutnya dia berjanji tidak akan pernah menghamburkan uang dan jahat pada orang.Dua pelayan salon menghampiri tamu yag baru saja datang. Mereka
Musik klasik terdengar begitu indah. Lampu yang tadinya terang redup. Hanya satu lampu menyala menyorot ke arah tengah ruangan.Beberapa orang mulai berdansa dengan pasangan masing-masing. Semua terlihat begitu menguasai tiap gerakannya. Olivia terpukau melihat ini. Andai dulu saat pesta dia tidak fokus dengan miras. Pasti saat ini dia juga ikut berdansa.Nicholas meraih pinggang Olivia dan melangkah menuju lantai dansa. Sebisa mungkin Olivia menolak. Namun pria dingin itu semakin memaksa."Tuan, saya tidak bisa berdansa," ucap Olivia dengan wajah pucat."Bukankah kau putri tunggal Soetedjo Grup?" mata Nicholas memicing."Menurut anda setiap putri pemilik perusahaan harus bisa membuang waktu untuk berdansa?" jawab Olivia kesal."Ini termasuk tugas, jadi jangan buat aku malu dan memaksamu untuk membayar tagihan salon," sahut Nicholas tidak kalah kesal.Keduanya masuk di lantai dansa. Nicholas mulia mengayunkan kakinya dan tanpa sengaja menginjak kaki Olivia. Sakit, tapi wanita itu tida
Oliva sudah siap dengan setelan jas yang membalut tubuhnya. Jas putih dengan kemeja merah jambu di bagian dalam membuat penampilannya begitu memukau."Kau cantik, kau kuat, kau akan memenagkannya semuanya pagi ini!" Olivia mengepalakan tangannya bersemangat.Hari ini dia akan menghadiri rapat di perusahaan Kenzo sekaligus hari pertamanya bertugas. Untuk tiga bulan kedepan Olivia akan mengawasi proyek Soetedjo Grup.Dengan riang wanita itu melangkah menuruni tangga. Tangannya membawa dua tas belanja yang amat besar. Untung saja semalam mall belum tutup saat dia pulang."Halo Sayang-Sayangku. Coba tebak Kakak bawa apa?" Olivia menenteng tas belanja dengan wajah riang. "Wah besar banget." Gendis tepuk tangan gembira, di susul oleh Boy."Ini untuk kalian, di buka nanti ya." Olivia mengulurkan tas tersebut. Kedua anak itu segera meraihnya dan berlarian menaiki tangga. Terdengar sorakan gembira dari keduanya."Selamat ya, akhirnya kamu kembali ke Soetedjo Grup," ucap Anton melempar senyu
Rapat selesai. Flora dan semua staf menutup laptopnya masig-masing dan satu per satu keluar ruangan.Dengan wajah masam Angel meninggalka ruangan. Olivia tersenyum puas melihatnya. Semakin wanita itu marah, semakin Olivia mencapai misinya.Aku antar ke ruanganmu." Kenzo melangkah keluar ruangan.Oliva mengangguk dan mengikuti kemana Kenzo pergi. Mereka masuk ke lift dan naik menuju lantai atas."Sepertinya kau sukses menjadi wanita penggoda." Kenzo meremehkan."Aku hanya melakukan apa yang harus di lakukan. Bukankah semua pria sama? Mereka suka digoda dan menggoda. Benarkan?" Olivia melipat kedua tangannya.Lift terbuka. Keduanya keluar lift. Mereka melangkah menuju ruangan di ujung koridor. Mata Olivia berkaca saat melewati koridor.Banyak cerita di tempat ini. Mulai dari rengekannya saat tidak mau mengurus kantor, sampai di mana dia sering membentak setiap karyawan yang hanya karena moodnya buruk.Langkah Olivia berhenti di depan salah satu ruangan. Perlahan Olivia memutar ganggang
Tidak mau melewatkan kesempatan. Olivia memberanikan diri untuk masuk ke ruangan Kenzo. Ruangan yang dulunya adalah milik Papanya.Dengan hati-hati Olivia memutar ganggang pintu dan menutupnya kembali. Olivia memperlambat langkahnya agar suara sepatunya tidak terdengar.Ruangan sudah di renovasi sedemikian rupa. Semua berkas berganti tempat. Tapi untungnya dia masih ingat tiap map penting pada perusahaan ini.Untung saja dia sempat mengurus perusahaan dengan tekun, kalau tidak. Mungkin usahanya kali ini akan sia-sia.Olivia mulai mendekati rak buku. Di sana barisan map berjejer rapi. Satu per satu map dia turunkan dari rak. Tapi, tidak ada satupun bers yang menunjukkan bukti penyelegan dana.Tidak membuahan hasil, Olivia pindah ke rak buku yang lain. Dia kembali mencari sebuah berkas hingga suara seorang pria membuatnya terkejut."Harusnya Nona memangilku jika ingin mencari berkas. Aku bisa membantumu," ucap Kenzo tersenyum licik"Aku tdak tau kalau Tuan Kenzo sangat longgar hingga ti
Malam itu, Olivia duduk di ruang makan besar rumahnya, ditemani nyala lilin yang menerangi meja dengan cahaya hangat. Suasana di ruangan terasa begitu damai, namun ada sesuatu di matanya yang tampak tidak tenang. Di depannya, Dante sedang menuangkan anggur merah ke dalam gelas mereka berdua, senyumnya hangat seperti biasanya.“Sudah cukup lama sejak terakhir kali kita makan malam bersama,” kata Dante sambil menatap Olivia lembut.Olivia mengangguk, tersenyum kecil. “Ya, aku sibuk dengan Leon, dan kau dengan proyek besar itu.”Dante tertawa kecil. “Tapi malam ini tidak ada pekerjaan, tidak ada gangguan. Hanya kita berdua.”---Makan malam dimulai dengan hidangan pasta dan salad segar. Dante, seperti biasa, mulai bercerita tentang kegiatannya. Namun kali ini, dia lebih banyak membicarakan Leon—tentang betapa lucunya bocah itu saat mencoba berbicara dan berjalan.“Kau tahu,” kata Dante sambil menyuapkan makanan ke mulutnya, “Leon sepertinya punya bakat untuk jadi pemimpin. Dia punya tata
Nicholas duduk di sebuah kafe kecil di tengah kota pegunungan, menikmati secangkir kopi hitam sambil menatap jendela. Bisnis membawanya ke kota ini, tempat yang tidak pernah ia duga akan memutarbalikkan hidupnya. Dia mencoba menikmati momen tenang setelah serangkaian rapat panjang, tapi pikirannya terus melayang pada masa lalu—terutama pada Olivia.Di sudut lain kafe, seorang anak kecil berlari-lari membawa balon warna-warni, diikuti oleh suara lembut seorang wanita yang memanggilnya. “Leon, hati-hati! Jangan terlalu jauh!”Nicholas mengangkat pandangannya, menatap sekilas ke arah suara itu. Namun yang menarik perhatiannya bukan wanita itu, melainkan anak laki-laki kecil dengan rambut hitam dan mata cokelat pekat—mata yang sangat mirip dengannya.---Leon berlari ke arah meja Nicholas, balonnya tersangkut di kursi. Nicholas tersenyum kecil, membantu melepaskan balon itu."Balonmu hampir hilang, Nak," katanya sambil menyerahkannya kembali.Leon menatap Nicholas dengan mata besar dan po
Di sebuah rumah tersembunyi di pegunungan yang jauh dari hiruk-pikuk kota, Olivia terbaring di ranjang kayu besar dengan wajah yang pucat namun penuh tekad. Hari itu tiba lebih cepat dari yang dia bayangkan. Kontraksi yang semakin kuat membuat tubuhnya lelah, tetapi pikirannya hanya tertuju pada satu hal: anak yang sedang dia bawa ke dunia ini.Dante berdiri di luar kamar, gelisah dan cemas. Para tenaga medis yang dia datangkan dari kota terus keluar-masuk ruangan, memberikan laporan bahwa proses persalinan ini memerlukan waktu. Olivia tetap tenang, meski rasa sakit tak pernah berhenti.---Olivia menggenggam erat tepi tempat tidurnya, memejamkan mata untuk menahan nyeri yang datang dalam gelombang. Seorang dokter duduk di sisinya, membimbingnya dengan suara lembut. "Olivia, kau kuat. Tarik napas dalam, lalu dorong. Kau hampir sampai."Air mata membasahi pipinya, tetapi bukan hanya karena rasa sakit. Ada kebahagiaan yang perlahan tumbuh di hatinya. Setiap dorongan membawa dia lebih de
Jeritan kecil keluar dari bibir Olivia saat Angel menarik rambutnya dengan kasar, memaksanya duduk di kursi kayu yang dingin. Ruangan itu gelap dan curam hanya diterangi oleh lampu redup di langit-langit. Di sudut ruangan Max berdiri sampai tersenyum sinis melihat Angel yang tampak menikmati setiap momen."Setelah sekian lama, akhirnya kau ada di tanganku, Olivia. "ujar Angel dengan nada penuh kebencian. "Kau tahu berapa banyak yang telah kau rampas dariku? Aku akan memastikan kau menyesal."Olivia menatap Angel dengan penuh ketakutan, tetapi ia tidak menunjukkan kelemahan. "jika ini yang kau mau, lakukan saja titik tapi aku tidak pernah merebut apapun darimu." katanya dengan suara gemetar tetapi tetap tegas.Angel mendekat , melambaikan tangan untuk menampar Olivia. Tetapi tiba-tiba suara langkah kaki terdengar mendekat dari luar. Suara berat dari sepatu boot yang memenuhi lorong membuat semua orang terdiam.Max segera memberi isyarat kepada anak buahnya untuk bersiap. "siapapun itu,
Malam itu gelap dan sunyi, hanya suara angin dan desiran dedaunan yang terdengar di tengah hutan lebat. Rumah persembunyian Olivia yang biasanya aman. Kini menjadi target serangan berbahaya. Max dan Angel memimpin kelompok kecil bersenjata yang bergerak perlahan melalui bayangan pohon, memanfaatkan setiap celah dalam penjagaan ketat."Pastikan kalian tidak membuat suara, "bisik Max pada anak buahnya dia tahu bahwa satu langkah salah akan membawa kehancuran. Angel, di sisinya menatap rumah yang sama terlihat di kejauhan dengan mata penuh kebencian.Olivia sedang membaca buku di ruang tamu sambil meminum teh hangat. Perutnya yang semakin membesar membuatnya cepat lelah, tetapi ia berusaha tetap tenang. Dante telah memastikan semuanya aman, namun rasa cemas tetap menghantui hatinya.Tiba-tiba, seorang penjaga masuk ke ruangan dengan wajah tegang "Nona Olivia, kami mendeteksi gerakan mencurigakan di perimeter luar. Harap anda tetap di dalam."Jantung Olivia berdegup kencang. Dia tahu apa
Pagi itu, ruang rapat di salah satu gedung pencakar langit kota dipenuhi aura tegang. Nicholas Ganesha, CEO sekaligus mantan pemimpin dunia hitam, duduk di ujung meja panjang dengan sikap tenang namun berwibawa. Setelan jas hitamnya yang sempurna mempertegas wibawa yang memancar darinya. Tidak ada tanda-tanda pria yang mabuk dan meratapi masa lalu di bar beberapa malam lalu. Dante, yang juga hadir dalam rapat tersebut, memperhatikan perubahan total pada Nicholas. Di hadapannya kini berdiri sosok pria yang dingin dan tak tersentuh, jauh dari pria emosional yang ia temui di bar. "Jadi, Nicholas," kata salah satu peserta rapat, mencoba memulai diskusi, "bagaimana pendapat Anda tentang akuisisi ini?" Nicholas menganggukkan kepala dengan tenang, mengambil beberapa dokumen di hadapannya. Dengan nada datar namun tegas, ia berkata, "Angka-angka ini tidak sesuai dengan target kami. Jika kalian tidak bisa menyesuaikan margin keuntungan menjadi minimal 30 persen, maka kerja sama ini tidak a
Di sudut bar yang remang, seorang pria dengan hoodie gelap duduk diam, tampak menyatu dengan kegelapan. Matanya tajam mengamati Nicholas dan Dante yang tengah berbincang. Gelak tawa mereka bercampur dengan denting gelas dan suara musik yang menggema di ruangan. Pria itu tidak pernah melepaskan pandangannya, memperhatikan setiap gerakan, ekspresi, dan bahkan bisikan mereka.Tidak jauh darinya, seorang wanita dengan gaun merah dan riasan mencolok berpura-pura menikmati malam. Dia sesekali melirik ke arah pria itu, memberi tanda bahwa semuanya terkendali. Mereka bekerja sebagai satu tim, mengintai dalam senyap.Setelah beberapa jam, pria itu bangkit perlahan, menyembunyikan wajahnya di balik bayangan hoodie. Dia berjalan menuju pintu belakang bar, bertemu dengan wanita itu di lorong sempit. Tanpa banyak bicara, mereka meninggalkan tempat itu, menyelinap ke dalam kegelapan malam.Pria itu tiba di sebuah apartemen kecil di pinggiran kota. Angel membuka pintu dengan ekspresi penuh rasa ingi
Lampu neon berwarna ungu dan biru menerangi suasana bar yang penuh dengan tawa, musik, dan kemewahan. Nicholas dan Dante duduk di area VIP, di sofa kulit hitam yang menghadap langsung ke lantai dansa. Di atas meja kaca, botol anggur merah premium telah terbuka, ditemani beberapa gelas kristal.Wanita-wanita cantik dengan gaun mini yang berkilauan berkumpul di sekitar mereka. Tawa menggema di udara, dan musik yang memekakkan telinga tampak seperti soundtrack sempurna untuk malam yang penuh kebebasan.Nicholas duduk dengan santai, segelas anggur merah di tangannya. Ia tampak menikmati suasana, meskipun matanya sering kali terlihat kosong ketika tidak ada yang memperhatikan. Wanita di sampingnya mencoba menggoda, membisikkan sesuatu di telinganya, tetapi Nicholas hanya tersenyum tipis, memberikan jawaban singkat tanpa benar-benar peduli.Dante memperhatikan itu dari sisi lain sofa. "Kau tampak seperti tidak benar-benar di sini," kata Dante sambil menyesap ang
Hari-hari berlalu dengan monoton di vila yang sepi dan jauh dari keramaian. Olivia mulai merasa nyaman dengan rutinitas barunya, meskipun rasa terasing dan terkurung masih menghantuinya. Setiap bulan, mobil pengiriman datang membawa kebutuhan Olivia, mulai dari makanan hingga perlengkapan bayi yang akan segera ia hadapi.Selain itu, seorang tenaga medis juga ditugaskan untuk memantau kesehatan Olivia dan bayi yang dikandungnya. Setiap dua minggu sekali, dokter dan perawat datang untuk memeriksa kondisi Olivia, memastikan semuanya berjalan lancar. Meskipun hal ini memberikan rasa aman, namun dalam hati Olivia, ada perasaan terjebak yang semakin membesar.Dante, yang selalu datang dengan senyum dan kata-kata menenangkan, berusaha menjaga segala sesuatunya tetap berjalan lancar. Setiap kali ada pengiriman atau kunjungan medis, ia memastikan semuanya berjalan sesuai rencana, memastikan bahwa Olivia merasa nyaman dan aman. Namun, ia tidak bisa menyembunyikan kecemasannya setiap kali mobil