Olivia mengayunkan kakinya menuju taxi yang berhenti di tepi jalan. Wanita itu nai dan melaju melewati jala hitam yang di penuhi kendaraan bermotor.Mata Olivia tetuju pada berkas di pangkuannya. Wajah Nicholas terlintas di benaknya. Dia tidak menyangka akan melihat sisi kelam pria itu.Dia kira orang seperti itu tidak akan pernah merasakan cinta. Ternyata malah dia lebih hancur darinya. Sejuta pemikiran buruk mulai memenuhi kepala Olivia.Mungkin wanita itu sangat cantik sehingga dia memutuskan meninggalakan Nicholas, atau mungkin karena sikap menyebalkannya itu? Lamunan Olivia terpecah saat ponselnya berdering. Wanita dengan balutan jas putih tersebut meraih benda pipih di dalam tas."Ada apa?" tanya Olivia dingin."Kita akan mengecek pembangunan di lokasi ..." ucap Kenzo terputus saat Olivia menggeser tombol merah.Mood Olivia buruk pagi ini. Dia tidak mau meladeni pria yang sudah menancapkan luka di hatinya. Toh dia juga hanya bersandiwara untk kehancuran Kenzo dan Angel.Kedua
Peluru melesat dan masuk ke dalam tubuh Olivia. Seketika aspal hitam di penuhi cairan merah kental. Melihat wanita yang mereka siksa sudah tidak berdaya, Max dan Angel segera pergi meninggalkan tempat itu.Mata Olivia menatap lekat langit biru di hadapannya. darah yang terus mengalir membuatnya semakin lemah. Cahaya yang tadinya terang perlahan redup.Hanya kegelapan yang Olivia lihat di menit selanjutnya. Wanita itu seolah berputar di ruang waktu dalam kegelapan tersebut. Bayangan demi bayangan seolah film kehidupan masa lampau yang di putar beruang.Dia bisa melihat hubungannya yang kandas, kepedihan saat kehilangan kedua orang tuanya sampai kehancuran perusahaan."Tidak, aku tidak boleh mati sekarang," ucap Olivia lirih.Olivia masuk semakin dalam pada kegelapan tersebut, sampai ujung matanya menemukan sebuah secerca cahaya di dalam sebuah lorong.Wanta dengan telanjang kaki itu memasuki lorong dan perlahan mengayunkan kakinya semakin mendekati cahaya."Olivia!" panggi seorang wani
Kenzo menundukkan kepalanya. Dia pikir hilangnya Olivia di perusahaan ini akan membuat dirinya bergerak bebas, ternyata jauh dari itu."Maaf Tuan, saya akan memperbaiki semuanya," ucap Akeno.Nicholas tidak memberi tanggapan, pria itu melangkah pergi meninggalkan ruangan. Seketika Kenzo menghirup semua udara di ruangan.Angel memberi hormat saat Nicholas lewat di hadapannya. Alisnya bertaut, melihat pria seperti Nicholas hadir secepat ini. Kemungkinan Olivia memang memiliki hubungan spesial dengan pria tersebut.Kenzo menarik tangan Angel. Mata penuh selidik menatap wanita itu tajam. Dari sorot matanya, Kenzo mulai curiga."Katakan! Semua ini ulahmu kan!?" Mata Kenzo membulat.Angel mendorong Kenzo dan menamparnya. Dia tidak percaya kekasih yang dia cintai akan melakukan hal seperti ini. Dia sudah berkorban banyak untuk kematian jalang itu, namun sepertinya usahanya tidak di hargai."Kau ingin tetap bersamanya?" Mata Angel memerah."Jangan pernah merubah arah pembicaraan! Aku tidak su
"Kita ke perbatasan!" ucap Nicholas.Ricky menginjak pedal gas dan melaju menuju tempat tujuan. Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Pria yang duduk di kursi belakang termenung menatap langit cerah lewat jendela.Entah mengapa belakangan ini bayangan sekertarisnya itu memenuhi isi kepalanya. Mungkinkah posisi Flora sudah tergeser oleh wanita itu?Satu jam berlalu. Langit cerah sudah berubah menjadi jingga. Ricky sudah mempersiapkan segalanya. Mulai beberapa anak buah yang bersembunyi di sekitar pepohonan dan senjata yang tersembunyi di balik jas.Mobil hitam denga lambang jaguar di cap berhenti di tepi jalan, tepat di bawah ridangnya pohon. Ricky melempar pandangan ke arah flyover yang tak jauh dari pandangan. Markas para gengster itu berada tak jauh dari Flypver dan harus melewati jalan setapak kurang lebih seratus meter."Tuan bisa tunggu di dalam mobil saja, biar kami yang menyelidi ke dalam," ucap RickyPria paruh baya itu khawatir jika ada sesuatu terjadi di dalam. Tuannya mema
Nicholas melangkah memasuki rumah sakit, menuju kamar rawat sang sekertaris. Pria itu perlahan memutar ganggang pintu. Dia melihat seorang wanita masih terlelap.Tidak mau mengganggu, Nicholas masuk dengan perlahan tanpa suara. Pria itu menatap paras cantik yang begitu tenang. Entah mengapa hatinya terenyuh melihat Olivia. Hatinya merasa bersalah karena telah berprasangka buruk padanya.Dia kira sekertarisnya sama seperti wanita lain yang mengorbankan dirinya demi uang. Andai saja dia tau lebih cepat, dia tidak akan menjamah wanita ini.Nicholas melangkah mendekat, membelai lembut wajah pucat itu dan mendekatkan wajahnya. Di waktu bersamaan mata Olivia terbuka. Pria itu mengecup sesaat bibir wanita yang baru saja membuka mata tersebut."Tuan, wajah Anda?" Olivia terkejut melihat banyak goresan luka baru. Sepertinya Tuanya baru saja berkelahi.Nicholas berdiri dan menggeser tubuhnya. Dia melangkah kemudian duduk di sofa. Olivia turun dari ranjang lalu mengambil kotak obat di laci meja
Mentari pagi bersinar cerah, secerah perasaan seorang pria yang sudah siap dengan penampilan menawannya. Pria ini menatap pantulannya di cermin dan tersenyum kecil.Ricky masuk ke dalam kamar Tuan besarnya sambil membawa map. Pria itu tersenyum melihat Tuannya begitu ceria pagi ini. Senyuman hangat yang menghilang tiga tahun lalu akhirnya kembali."Semuanya sudah siap Tuan." Ricky menyodorkan map.Nicholas meraih dan membaca lembar demi lembar. Kepalanya mengangguk pelan tanda kalau semua berkas itu sesuai dengan keinginannya. Sekarang dia harus membereskan hama pada perusahaan Soetedjo terlebih dahulu, setelah itu mencari siapa dalang di balik kekacauan ini.Pria dengan jas coklat mewah itu melangkah keluar kamar yang diikuti Ricky yang melangkah di belakang. Kaki panjang tersebut menuruni tangga, sayangnya langkah itu terhenti saat seorang wanita paruh baya menghadang."Kau tidak menepati janji, itu artinya kau harus segera menikah dengan gadis pilihan Mama," ucap Nita memicing.Ni
Olivia meremas selimutnya. Dia tau persyaratannya tidak mungki di setujui dengan mudah. Tapi tidak ada salahnya untuk usaha bukan?"Apa syaratnya?" Nicholas masih menampakkan wajah dinginnya."Perusahaan Soetedjo Grup sepenuhnya berjalan atas kendaliku. Aku tidak mau kau ikut campur di dalamnya." Olivia menatap icholas penuh keyakinan."Oke!" Nicholas masiih dengan posisinya.Mulut Olivia membulat. Dengan mudahnya p;ria itu menyetujuinya. Ini sangat tidak mungkin. Apakah tugasnya di atas ranjang begitu memuaskannya sampai pria kutub utara ini bertekukk lutut begitu saja.TIdak mau terlihat bodoh, Olivia segera melanjutkan rencana selanjutnya. Jika perusahaan bisa di berikan begitu mudah.Seharusnya permintaannya ini tidaklah sulit bagi Nicholas. Olivia turun dari ranjang dan berdiri di depan Tuannya."Aku ingin kita jaga jarak, aku tidak mau terlalu intim dan melayani ..." Bibir Olivia berhenti seketika."Tidak! Tidak akan,"Alis Olivia berkerut seketika. Nicholas bisa mengorbakan per
Melihat mantan pembantunya datang. Nita melangkah mendekat dan menatapanya dengan tatapan memicing."Siapa yang menyuruhmu datang kembali?" tanya Nita menahan amarahnya.Napas Nita kembang kempis saat melihat orang yang amat dia benci kembali datang. Dirinya tidak akan pernah melupakan bagaimana wanita ini membuat Putranya gila."Tiba-tiba aku ingin Pizza mozarella langganan Mama, bisa kau ajak Olivia dan dua anak itu jalan-jalan?" Nita melempar senyum merekahnya ke arah NIcholas dan Olivia.Nicholas masih membatu. Dia tidak percaya dengan apa yang dia lihat di hadapannya. Wanita yang selama ini dia rindukan muncul di hadapannya. Di saat bersamaan Ricky keluar dari pintu dan memberi hormat. Pria paruh baya itu melangkah mendekati Nicholas dan membuka pintu mobil."Silahkan Tuan, saya akan mengantar Anda dan Nona Olivia," ucap Ricky membungkukkan badan.Boy dan gadis sedikit kecewa. Namun wajah mereka kembali cerah saat mendengar akan pergi ke restoran pizza.Dua anak itu kembali naik
Mata Kenzo masih membulat saat melihat dua orang beridi di hadapannya. Bagaimana ini bisa terjadi? Karena kalut dengan emosinya, dia sampai lupa kalau Nicholas sudah menikah."Siapa wanita yang kau maksud?" tanya Flora menyapa tajam."Bukankah harusnya perusahaanmu sangat sibuk sekarang?" Alis Nicholas bertaut.Tubuh Kenzo kaku tidak bisa di gerakan. Tepukan Ricky pada bahu Kenzo membuat pria itu bangun dari lamunannya. Dengan cepat dia berlutut dan meminta maaf pada wanita yang berdiri di samping Nicholas."Maafkan saya Nyonya, saya tidak tau kalau di dalam adalah Nyonya Flora." Kenzo menundukkan pandangannya.Flora mencoba merendam amarahnya. Dia tau siapa wanita yang di maksud Kenzo. Hanya saja dia tidak mau masalah ini semakin panjang hingga membuat Nicholas berubah pikiran.Tingkat perkembangan hubungan mereka semakin bagus. Belakang ini Flora juga tidak melihat Suaminya menemui prempuan itu.Lalu saat ini, dengan wajah datarnya sang suami yang tidak pernah menerima kehadirannya
Angel membuka matanya. Di hadapannya sudah terlihat pemandangan yang begitu indah. Seorang pria tampan sedang terlelap dengan tenang. Dadanya naik turun beraturan. Wanita itu menarik selimut untuk menutupi dada bidang yang terpampang nyata. Angel mendaratkan kecupan kecil di kening Kenzo dan beranjak dari kasur.Angel memunguti pakaian yang berserakan di lantai. Kamar ini begitu berantakan akibat pertarungan hebat semalam. Setelah semua beres, dia memutuskan untuk membersihkan diri di kamar mandi.Dia memutar kran dan mengisi bath up dengan air hangat. Angel masuk dan duduk di dalam bathtub. Matanya terpejam menikmati kehangatan air yang merendam tubuhnya.Ucapan Kenzo semalam masih terngiang di telinganya. Obsesi? Ini terlalu sederhana jika di katakan sebuah obsesi. Lalu cinta ini? Apakah ini juga bisa di katakan obsesi?Angel bisa melakukan apapun demi Kenzo. Merelakan semua yang dia punya, bahkan harga dirinya hanya demi mewujudkan mimpi kekasihnya tersebut.Tiga puluh menit berla
Mobil Kenzo melaju melesat melewat jalanan ramai lancar ibu kota. Ujung matanya sesekali mencuri pandang ke sebelah. Melhat keadaan seorang wanita yang sedang menahan amarahnya.Angel menatap jauh ke langit senja yang terlihat indah saat ini. Di berusaha meredam amarahnya. Dia tau bahwa Kenzo hanya bermain-main dengan mantan istrinya. Namun, entah mengapa hatinya tetap diliputi rasa cemburu."Kau masih marah padaku?" tanya Kenzo lembut."Tidak," jawab Angel singkat.Wajahnya masih menatap jendela yang memperlihatkan pemandangan mege merah. Masih terlalu sakit untuk menatap wajah pria yang amat dia cintai.Cinta ... Apakah benar cinta sesakit ini? Setelah apa yang dirinya perbuat. Apakah Kenzo akan meninggalkannya sama dengan dia meninggalkan Olivia? Pertanyaan itu kembali menghantui pikirannya. Terlebih prilaku Kenzo terhadap Olivia tadi sangat natural. Sangat jauh jika di katakan sebuah sandiwara."Maafkan aku, aku tid
Seorang wanita cantik berkulit sawo matang lengkap dengan seragam baby sister nya melangkah memasuki sebuah kamar. Wanita itu membawa nampan yang berisi sarapan pagi dan segelas susu."Ayo bangun! Kau harus menyisihkan energi dan meminum obatmu," ucap Flora yang menaruh nampan itu di meja.Seorang pria masih menikmati selimut tebalnya. Matanya masih terpejam, wajahnya begitu tenang dan hanyut dalam mimpinya.Flora menyibak rambut ikal yang menutupi sebagian wajah tampannya. Wanita itu tersenyum manis. Jemarinya membelai lembut wajah yang di bingkai kumis tipis terawat itu."Sayang, bangun! Sudah waktunya," bisik Flora.Dengan malas pria yang tertidur itu membuka mata. Dia tersenyum tipis saat melihat wanita yang amat dicintainya.Tangan kekar menarik tubuh Flora dalam dekapan pria itu dan menarik selimut untuk menutupi keduanya. Terdengar tawa canda dari balik selimut tersebut."Nicholas, kamu nakal! Ayo bangun," ucap Fl
Olivia turun dari taxi. Wanita itu segera melangkah masuk ke dalam gedung megah yang sudah siap untuk beroperasi. Setiap ruangan di pisah oleh dinding kaca tebal. Pintunya juga terbuat dari kaca sehingga Olivia bisa melihat antusias para penjual.Tanpa terasa air mata Olivia menetes. Dia tidak percaya mimpinya akan terwujud. Ingatannya kembali ke lima belas tahun yang lalu. Saat itu dia masih kecil dan nakal."Papa, besok kalau aku besar aku akan membangun mall ku sendiri," ucap Olivia sambil menjilat es krim di tangannya."Oiya, apakah kau tidak puas dengan mall ini?" tanya Tuan Soetedjo."Tidak Paa, aku tidak mau uang Papa habis karena setiap hari kita ke Mall untuk membeli es krim," jawab Olivia polos.Soetedjo tidak percaya dengan ucapan putrinya. Ternyata anak manja seperti dia juga memikirkan uang. "Kau tidak perlu membangun Mall, kita hanya perlu bekerja keras untuk mendapatkan banyak uang untuk beli es krim," jawab Soetedjo meraih tubuh mungil Olivia dan menggendongnya."Pap
Mobil yang membawa Olivia berhenti di sebuah restoran mewah bintang lima. Ricky segera turun dan membuka pintu mobil untuk sang Nona."Apakah semuanya baik-naik saja Pak?" tanya Olivia ragu."Semuanya baik-baik saja Nona, Nyonya besar hanya merindukan Anda," jawab Ricky sambil melempar senyum teduh.Olivia masih menatap pria tua itu penuh curiga. Bagaimana bisa Nyonya Nita mengadakan makan siang bersamanya, sedangkan ada orang yang lebih pantas darinya."Nona tidak perl khawatir. Saya yakin tidak akan ada hal buruk terjadi di dalam," ucap Ricky meyakinkan"Lalu Fora?" tanya Olivia ragu.Persis seperti yang di tebak. Wanita yang sok tidak peduli ini juga cemburu pada wanita yang secara tiba-tiba mengambil posisinya."Nona Flora memiliki kesibukan sendiri. Dia tidak bersama Nonya dan Tuan Nicholas," jawab Ricky.Senyum merekah mengembang di wajah cantiknya saat mendengar penjelasan Ricky. Olivia segera turun dari mobil dan merapikan penampilannya."Aku harap kau tidak berbohong padaku,"
Olivia duduk di kuris besarnya. Matanya menyapu tiap sudut ruang. Pandangannya berhenti pada sebuh foto yang di bingkai rapi pada pigura yang terbuat dari kayu.Wanita itu bangkit dan meraih foto itu. Terukir senyum tipis di wajah cantiknya. Tanpa terasa buliran bening mulai terjun dari ujung mata.Olivia sangat bahagia bisa berada di posisi ini. Bukan hanya merebut kembali perusahaan Soetedjo Grup, bahkan saat ini dia bisa membuka mall baru di ibu kota.Sayang sekali saat ini dia berada jauh dengan orang yang paling berperan dalam perusahaan ini. Nicholas, meskipun di awal pertemuan sangat menyebalkan. Akan tetapi pria itu memberikan peran yang berarti."Aku juga sangat merindukan Tuan Soetedjo, aku yakin dia sangat bangga padamu," ucap seorang pria yang tiba-tiba masuk ke ruangan Olivia."Ya, Papa dan Mama sangat bangga padaku. Aku juga percaya meraka sangat bahagia saat ini karena melihat putri kesayangannya telah lepas dari ular yang menjeratnya," jawab Olivia sinis.Wanita itu m
Mata Olivia membulat sempurna saat melihat pria dihadapannya. Ternyata benar, dia adalah pria sama yang selalu mengganggunya belakangan ini. "Nona Angel, sepertinya kau layak mendapatkan apresiasi. Kinerjamu jauh lemu baik dari atasanmu," Ardian tersenyum manis pada wanita yang duduk di hadapannya. Olivia menarik napas dalam. Sepertinya kedepannya hatinya serasa di dalam neraka. Dia tidak menyangka usahanya dari tadi malah jadi bumerang yang menusuknya. "Terima kasih atas kerja kerasmu, Angel. Karena Tuan Ardian menyukai kinerjamu, kau akan bertanggung jawab pada proyek ini. Selamat bertugas," ucap Olivia melempar senyum dan melangkah pergi. Mata Angel membulat, entah dia harus senang atau sedih. Di sisi lain dia bisa membuktikan pada dunia kalau dia bukan hanya wanita murahan. Tapi di sisi lain dia tidak rela untuk meninggalkan perusahaan ini. Ardian melempar senyum pada Angel sebelum pergi meninggalkan ruangan. Pria itu segera masuk ke dalam lift diikuti oleh enam orang lai
Olivia mengayunkan sepeda sangat cepat. Tapi sungguh tidak mungkin jika dia akan tiba tepat waktu. Butuh paling cepat tiga puluh menit untuk mencapai perusahaan.Sebuah mobil menepi, mobil itu membunyikan klakson beberapa kali. Merasa asing dengan mobil tersebut Olivia tetap mengayunkan sepedanya dan melewati mobil tersebut.Mobil itu kembali melaju dan mengikuti Olivia dati belakang. Suara klakson masih begitu bising. Sesekali anak yang di bonceng Olivia menoleh kebelakang."Kak, sepertinya pemilik mobil itu mengenalmu." Anak di bangku belakang menepuk pundak Olivia."Oiya, dia pasti orang gila yang selalu menggoda wanita di jalan," acuh Olivia."Kak, kita tidak boleh memiliki prasangka buruk dulu pada seseorang," jawab anak tersebut."Memang tidak boleh, tapi kita juga harus jaga jarak dengan orang seperti itu. Kadang orang yang terlihat baik belum tentu baik, begitu sebaliknya." Olivia melambatkan kakinya saat mengayunkan sepeda.Bayangan seorang pria terlintas di kepala Olivia. Se