Cahaya mentari pagi menyinari bumi. Semua orang sudah mulai dengan aktivitasnya. Jalanan di penuhi oleh kendaraan lalu lalang. Meski jam masih menujukkan pukul enam lewat tiga puluh menit. Jalanan hitam di Sudah di penuhi kendaraan.Olivia berulang kali menengok jam yang melingkar di tangannya. Tidak biasanya jalanan perkotaan macet seperti ini. Biasanya sopir Nicholas sudah standby di depan rumah tiap pagi. Entah apa yang terjadi kali ini. Tidak ada sopir bahkan dia mendapatkan pesan harus berada di kantor sebelum jam tujuh pagi."Masih lama nggak ya Pak?" tanya Olivia pada supir taxi yang celingukan mencari cela untuk mobilnya lewat."Sepertinya di depan ada kecelakaan Nona, jadi jalan di sebagian di tutup," jawab Supir taxi.Kepala Olivia mendadak pening saat mendengar jawaban sang supir. Entah bagaimana nasibnya nanti jika tidak sampai kantor tepat waktu. Andai ada jalan lain.Satu jam berlalu, akhirnya Olivia sampai di kantor. Suasana kantor masih sepi. Karena jam aktif kantor
Olivia mengayunkan kakinya menuju taxi yang berhenti di tepi jalan. Wanita itu nai dan melaju melewati jala hitam yang di penuhi kendaraan bermotor.Mata Olivia tetuju pada berkas di pangkuannya. Wajah Nicholas terlintas di benaknya. Dia tidak menyangka akan melihat sisi kelam pria itu.Dia kira orang seperti itu tidak akan pernah merasakan cinta. Ternyata malah dia lebih hancur darinya. Sejuta pemikiran buruk mulai memenuhi kepala Olivia.Mungkin wanita itu sangat cantik sehingga dia memutuskan meninggalakan Nicholas, atau mungkin karena sikap menyebalkannya itu? Lamunan Olivia terpecah saat ponselnya berdering. Wanita dengan balutan jas putih tersebut meraih benda pipih di dalam tas."Ada apa?" tanya Olivia dingin."Kita akan mengecek pembangunan di lokasi ..." ucap Kenzo terputus saat Olivia menggeser tombol merah.Mood Olivia buruk pagi ini. Dia tidak mau meladeni pria yang sudah menancapkan luka di hatinya. Toh dia juga hanya bersandiwara untk kehancuran Kenzo dan Angel.Kedua
Peluru melesat dan masuk ke dalam tubuh Olivia. Seketika aspal hitam di penuhi cairan merah kental. Melihat wanita yang mereka siksa sudah tidak berdaya, Max dan Angel segera pergi meninggalkan tempat itu.Mata Olivia menatap lekat langit biru di hadapannya. darah yang terus mengalir membuatnya semakin lemah. Cahaya yang tadinya terang perlahan redup.Hanya kegelapan yang Olivia lihat di menit selanjutnya. Wanita itu seolah berputar di ruang waktu dalam kegelapan tersebut. Bayangan demi bayangan seolah film kehidupan masa lampau yang di putar beruang.Dia bisa melihat hubungannya yang kandas, kepedihan saat kehilangan kedua orang tuanya sampai kehancuran perusahaan."Tidak, aku tidak boleh mati sekarang," ucap Olivia lirih.Olivia masuk semakin dalam pada kegelapan tersebut, sampai ujung matanya menemukan sebuah secerca cahaya di dalam sebuah lorong.Wanta dengan telanjang kaki itu memasuki lorong dan perlahan mengayunkan kakinya semakin mendekati cahaya."Olivia!" panggi seorang wani
Kenzo menundukkan kepalanya. Dia pikir hilangnya Olivia di perusahaan ini akan membuat dirinya bergerak bebas, ternyata jauh dari itu."Maaf Tuan, saya akan memperbaiki semuanya," ucap Akeno.Nicholas tidak memberi tanggapan, pria itu melangkah pergi meninggalkan ruangan. Seketika Kenzo menghirup semua udara di ruangan.Angel memberi hormat saat Nicholas lewat di hadapannya. Alisnya bertaut, melihat pria seperti Nicholas hadir secepat ini. Kemungkinan Olivia memang memiliki hubungan spesial dengan pria tersebut.Kenzo menarik tangan Angel. Mata penuh selidik menatap wanita itu tajam. Dari sorot matanya, Kenzo mulai curiga."Katakan! Semua ini ulahmu kan!?" Mata Kenzo membulat.Angel mendorong Kenzo dan menamparnya. Dia tidak percaya kekasih yang dia cintai akan melakukan hal seperti ini. Dia sudah berkorban banyak untuk kematian jalang itu, namun sepertinya usahanya tidak di hargai."Kau ingin tetap bersamanya?" Mata Angel memerah."Jangan pernah merubah arah pembicaraan! Aku tidak su
"Kita ke perbatasan!" ucap Nicholas.Ricky menginjak pedal gas dan melaju menuju tempat tujuan. Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Pria yang duduk di kursi belakang termenung menatap langit cerah lewat jendela.Entah mengapa belakangan ini bayangan sekertarisnya itu memenuhi isi kepalanya. Mungkinkah posisi Flora sudah tergeser oleh wanita itu?Satu jam berlalu. Langit cerah sudah berubah menjadi jingga. Ricky sudah mempersiapkan segalanya. Mulai beberapa anak buah yang bersembunyi di sekitar pepohonan dan senjata yang tersembunyi di balik jas.Mobil hitam denga lambang jaguar di cap berhenti di tepi jalan, tepat di bawah ridangnya pohon. Ricky melempar pandangan ke arah flyover yang tak jauh dari pandangan. Markas para gengster itu berada tak jauh dari Flypver dan harus melewati jalan setapak kurang lebih seratus meter."Tuan bisa tunggu di dalam mobil saja, biar kami yang menyelidi ke dalam," ucap RickyPria paruh baya itu khawatir jika ada sesuatu terjadi di dalam. Tuannya mema
Nicholas melangkah memasuki rumah sakit, menuju kamar rawat sang sekertaris. Pria itu perlahan memutar ganggang pintu. Dia melihat seorang wanita masih terlelap.Tidak mau mengganggu, Nicholas masuk dengan perlahan tanpa suara. Pria itu menatap paras cantik yang begitu tenang. Entah mengapa hatinya terenyuh melihat Olivia. Hatinya merasa bersalah karena telah berprasangka buruk padanya.Dia kira sekertarisnya sama seperti wanita lain yang mengorbankan dirinya demi uang. Andai saja dia tau lebih cepat, dia tidak akan menjamah wanita ini.Nicholas melangkah mendekat, membelai lembut wajah pucat itu dan mendekatkan wajahnya. Di waktu bersamaan mata Olivia terbuka. Pria itu mengecup sesaat bibir wanita yang baru saja membuka mata tersebut."Tuan, wajah Anda?" Olivia terkejut melihat banyak goresan luka baru. Sepertinya Tuanya baru saja berkelahi.Nicholas berdiri dan menggeser tubuhnya. Dia melangkah kemudian duduk di sofa. Olivia turun dari ranjang lalu mengambil kotak obat di laci meja
Mentari pagi bersinar cerah, secerah perasaan seorang pria yang sudah siap dengan penampilan menawannya. Pria ini menatap pantulannya di cermin dan tersenyum kecil.Ricky masuk ke dalam kamar Tuan besarnya sambil membawa map. Pria itu tersenyum melihat Tuannya begitu ceria pagi ini. Senyuman hangat yang menghilang tiga tahun lalu akhirnya kembali."Semuanya sudah siap Tuan." Ricky menyodorkan map.Nicholas meraih dan membaca lembar demi lembar. Kepalanya mengangguk pelan tanda kalau semua berkas itu sesuai dengan keinginannya. Sekarang dia harus membereskan hama pada perusahaan Soetedjo terlebih dahulu, setelah itu mencari siapa dalang di balik kekacauan ini.Pria dengan jas coklat mewah itu melangkah keluar kamar yang diikuti Ricky yang melangkah di belakang. Kaki panjang tersebut menuruni tangga, sayangnya langkah itu terhenti saat seorang wanita paruh baya menghadang."Kau tidak menepati janji, itu artinya kau harus segera menikah dengan gadis pilihan Mama," ucap Nita memicing.Ni
Olivia meremas selimutnya. Dia tau persyaratannya tidak mungki di setujui dengan mudah. Tapi tidak ada salahnya untuk usaha bukan?"Apa syaratnya?" Nicholas masih menampakkan wajah dinginnya."Perusahaan Soetedjo Grup sepenuhnya berjalan atas kendaliku. Aku tidak mau kau ikut campur di dalamnya." Olivia menatap icholas penuh keyakinan."Oke!" Nicholas masiih dengan posisinya.Mulut Olivia membulat. Dengan mudahnya p;ria itu menyetujuinya. Ini sangat tidak mungkin. Apakah tugasnya di atas ranjang begitu memuaskannya sampai pria kutub utara ini bertekukk lutut begitu saja.TIdak mau terlihat bodoh, Olivia segera melanjutkan rencana selanjutnya. Jika perusahaan bisa di berikan begitu mudah.Seharusnya permintaannya ini tidaklah sulit bagi Nicholas. Olivia turun dari ranjang dan berdiri di depan Tuannya."Aku ingin kita jaga jarak, aku tidak mau terlalu intim dan melayani ..." Bibir Olivia berhenti seketika."Tidak! Tidak akan,"Alis Olivia berkerut seketika. Nicholas bisa mengorbakan per
Malam itu, Olivia duduk di ruang makan besar rumahnya, ditemani nyala lilin yang menerangi meja dengan cahaya hangat. Suasana di ruangan terasa begitu damai, namun ada sesuatu di matanya yang tampak tidak tenang. Di depannya, Dante sedang menuangkan anggur merah ke dalam gelas mereka berdua, senyumnya hangat seperti biasanya.“Sudah cukup lama sejak terakhir kali kita makan malam bersama,” kata Dante sambil menatap Olivia lembut.Olivia mengangguk, tersenyum kecil. “Ya, aku sibuk dengan Leon, dan kau dengan proyek besar itu.”Dante tertawa kecil. “Tapi malam ini tidak ada pekerjaan, tidak ada gangguan. Hanya kita berdua.”---Makan malam dimulai dengan hidangan pasta dan salad segar. Dante, seperti biasa, mulai bercerita tentang kegiatannya. Namun kali ini, dia lebih banyak membicarakan Leon—tentang betapa lucunya bocah itu saat mencoba berbicara dan berjalan.“Kau tahu,” kata Dante sambil menyuapkan makanan ke mulutnya, “Leon sepertinya punya bakat untuk jadi pemimpin. Dia punya tata
Nicholas duduk di sebuah kafe kecil di tengah kota pegunungan, menikmati secangkir kopi hitam sambil menatap jendela. Bisnis membawanya ke kota ini, tempat yang tidak pernah ia duga akan memutarbalikkan hidupnya. Dia mencoba menikmati momen tenang setelah serangkaian rapat panjang, tapi pikirannya terus melayang pada masa lalu—terutama pada Olivia.Di sudut lain kafe, seorang anak kecil berlari-lari membawa balon warna-warni, diikuti oleh suara lembut seorang wanita yang memanggilnya. “Leon, hati-hati! Jangan terlalu jauh!”Nicholas mengangkat pandangannya, menatap sekilas ke arah suara itu. Namun yang menarik perhatiannya bukan wanita itu, melainkan anak laki-laki kecil dengan rambut hitam dan mata cokelat pekat—mata yang sangat mirip dengannya.---Leon berlari ke arah meja Nicholas, balonnya tersangkut di kursi. Nicholas tersenyum kecil, membantu melepaskan balon itu."Balonmu hampir hilang, Nak," katanya sambil menyerahkannya kembali.Leon menatap Nicholas dengan mata besar dan po
Di sebuah rumah tersembunyi di pegunungan yang jauh dari hiruk-pikuk kota, Olivia terbaring di ranjang kayu besar dengan wajah yang pucat namun penuh tekad. Hari itu tiba lebih cepat dari yang dia bayangkan. Kontraksi yang semakin kuat membuat tubuhnya lelah, tetapi pikirannya hanya tertuju pada satu hal: anak yang sedang dia bawa ke dunia ini.Dante berdiri di luar kamar, gelisah dan cemas. Para tenaga medis yang dia datangkan dari kota terus keluar-masuk ruangan, memberikan laporan bahwa proses persalinan ini memerlukan waktu. Olivia tetap tenang, meski rasa sakit tak pernah berhenti.---Olivia menggenggam erat tepi tempat tidurnya, memejamkan mata untuk menahan nyeri yang datang dalam gelombang. Seorang dokter duduk di sisinya, membimbingnya dengan suara lembut. "Olivia, kau kuat. Tarik napas dalam, lalu dorong. Kau hampir sampai."Air mata membasahi pipinya, tetapi bukan hanya karena rasa sakit. Ada kebahagiaan yang perlahan tumbuh di hatinya. Setiap dorongan membawa dia lebih de
Jeritan kecil keluar dari bibir Olivia saat Angel menarik rambutnya dengan kasar, memaksanya duduk di kursi kayu yang dingin. Ruangan itu gelap dan curam hanya diterangi oleh lampu redup di langit-langit. Di sudut ruangan Max berdiri sampai tersenyum sinis melihat Angel yang tampak menikmati setiap momen."Setelah sekian lama, akhirnya kau ada di tanganku, Olivia. "ujar Angel dengan nada penuh kebencian. "Kau tahu berapa banyak yang telah kau rampas dariku? Aku akan memastikan kau menyesal."Olivia menatap Angel dengan penuh ketakutan, tetapi ia tidak menunjukkan kelemahan. "jika ini yang kau mau, lakukan saja titik tapi aku tidak pernah merebut apapun darimu." katanya dengan suara gemetar tetapi tetap tegas.Angel mendekat , melambaikan tangan untuk menampar Olivia. Tetapi tiba-tiba suara langkah kaki terdengar mendekat dari luar. Suara berat dari sepatu boot yang memenuhi lorong membuat semua orang terdiam.Max segera memberi isyarat kepada anak buahnya untuk bersiap. "siapapun itu,
Malam itu gelap dan sunyi, hanya suara angin dan desiran dedaunan yang terdengar di tengah hutan lebat. Rumah persembunyian Olivia yang biasanya aman. Kini menjadi target serangan berbahaya. Max dan Angel memimpin kelompok kecil bersenjata yang bergerak perlahan melalui bayangan pohon, memanfaatkan setiap celah dalam penjagaan ketat."Pastikan kalian tidak membuat suara, "bisik Max pada anak buahnya dia tahu bahwa satu langkah salah akan membawa kehancuran. Angel, di sisinya menatap rumah yang sama terlihat di kejauhan dengan mata penuh kebencian.Olivia sedang membaca buku di ruang tamu sambil meminum teh hangat. Perutnya yang semakin membesar membuatnya cepat lelah, tetapi ia berusaha tetap tenang. Dante telah memastikan semuanya aman, namun rasa cemas tetap menghantui hatinya.Tiba-tiba, seorang penjaga masuk ke ruangan dengan wajah tegang "Nona Olivia, kami mendeteksi gerakan mencurigakan di perimeter luar. Harap anda tetap di dalam."Jantung Olivia berdegup kencang. Dia tahu apa
Pagi itu, ruang rapat di salah satu gedung pencakar langit kota dipenuhi aura tegang. Nicholas Ganesha, CEO sekaligus mantan pemimpin dunia hitam, duduk di ujung meja panjang dengan sikap tenang namun berwibawa. Setelan jas hitamnya yang sempurna mempertegas wibawa yang memancar darinya. Tidak ada tanda-tanda pria yang mabuk dan meratapi masa lalu di bar beberapa malam lalu. Dante, yang juga hadir dalam rapat tersebut, memperhatikan perubahan total pada Nicholas. Di hadapannya kini berdiri sosok pria yang dingin dan tak tersentuh, jauh dari pria emosional yang ia temui di bar. "Jadi, Nicholas," kata salah satu peserta rapat, mencoba memulai diskusi, "bagaimana pendapat Anda tentang akuisisi ini?" Nicholas menganggukkan kepala dengan tenang, mengambil beberapa dokumen di hadapannya. Dengan nada datar namun tegas, ia berkata, "Angka-angka ini tidak sesuai dengan target kami. Jika kalian tidak bisa menyesuaikan margin keuntungan menjadi minimal 30 persen, maka kerja sama ini tidak a
Di sudut bar yang remang, seorang pria dengan hoodie gelap duduk diam, tampak menyatu dengan kegelapan. Matanya tajam mengamati Nicholas dan Dante yang tengah berbincang. Gelak tawa mereka bercampur dengan denting gelas dan suara musik yang menggema di ruangan. Pria itu tidak pernah melepaskan pandangannya, memperhatikan setiap gerakan, ekspresi, dan bahkan bisikan mereka.Tidak jauh darinya, seorang wanita dengan gaun merah dan riasan mencolok berpura-pura menikmati malam. Dia sesekali melirik ke arah pria itu, memberi tanda bahwa semuanya terkendali. Mereka bekerja sebagai satu tim, mengintai dalam senyap.Setelah beberapa jam, pria itu bangkit perlahan, menyembunyikan wajahnya di balik bayangan hoodie. Dia berjalan menuju pintu belakang bar, bertemu dengan wanita itu di lorong sempit. Tanpa banyak bicara, mereka meninggalkan tempat itu, menyelinap ke dalam kegelapan malam.Pria itu tiba di sebuah apartemen kecil di pinggiran kota. Angel membuka pintu dengan ekspresi penuh rasa ingi
Lampu neon berwarna ungu dan biru menerangi suasana bar yang penuh dengan tawa, musik, dan kemewahan. Nicholas dan Dante duduk di area VIP, di sofa kulit hitam yang menghadap langsung ke lantai dansa. Di atas meja kaca, botol anggur merah premium telah terbuka, ditemani beberapa gelas kristal.Wanita-wanita cantik dengan gaun mini yang berkilauan berkumpul di sekitar mereka. Tawa menggema di udara, dan musik yang memekakkan telinga tampak seperti soundtrack sempurna untuk malam yang penuh kebebasan.Nicholas duduk dengan santai, segelas anggur merah di tangannya. Ia tampak menikmati suasana, meskipun matanya sering kali terlihat kosong ketika tidak ada yang memperhatikan. Wanita di sampingnya mencoba menggoda, membisikkan sesuatu di telinganya, tetapi Nicholas hanya tersenyum tipis, memberikan jawaban singkat tanpa benar-benar peduli.Dante memperhatikan itu dari sisi lain sofa. "Kau tampak seperti tidak benar-benar di sini," kata Dante sambil menyesap ang
Hari-hari berlalu dengan monoton di vila yang sepi dan jauh dari keramaian. Olivia mulai merasa nyaman dengan rutinitas barunya, meskipun rasa terasing dan terkurung masih menghantuinya. Setiap bulan, mobil pengiriman datang membawa kebutuhan Olivia, mulai dari makanan hingga perlengkapan bayi yang akan segera ia hadapi.Selain itu, seorang tenaga medis juga ditugaskan untuk memantau kesehatan Olivia dan bayi yang dikandungnya. Setiap dua minggu sekali, dokter dan perawat datang untuk memeriksa kondisi Olivia, memastikan semuanya berjalan lancar. Meskipun hal ini memberikan rasa aman, namun dalam hati Olivia, ada perasaan terjebak yang semakin membesar.Dante, yang selalu datang dengan senyum dan kata-kata menenangkan, berusaha menjaga segala sesuatunya tetap berjalan lancar. Setiap kali ada pengiriman atau kunjungan medis, ia memastikan semuanya berjalan sesuai rencana, memastikan bahwa Olivia merasa nyaman dan aman. Namun, ia tidak bisa menyembunyikan kecemasannya setiap kali mobil