"Kita ke perbatasan!" ucap Nicholas.Ricky menginjak pedal gas dan melaju menuju tempat tujuan. Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Pria yang duduk di kursi belakang termenung menatap langit cerah lewat jendela.Entah mengapa belakangan ini bayangan sekertarisnya itu memenuhi isi kepalanya. Mungkinkah posisi Flora sudah tergeser oleh wanita itu?Satu jam berlalu. Langit cerah sudah berubah menjadi jingga. Ricky sudah mempersiapkan segalanya. Mulai beberapa anak buah yang bersembunyi di sekitar pepohonan dan senjata yang tersembunyi di balik jas.Mobil hitam denga lambang jaguar di cap berhenti di tepi jalan, tepat di bawah ridangnya pohon. Ricky melempar pandangan ke arah flyover yang tak jauh dari pandangan. Markas para gengster itu berada tak jauh dari Flypver dan harus melewati jalan setapak kurang lebih seratus meter."Tuan bisa tunggu di dalam mobil saja, biar kami yang menyelidi ke dalam," ucap RickyPria paruh baya itu khawatir jika ada sesuatu terjadi di dalam. Tuannya mema
Nicholas melangkah memasuki rumah sakit, menuju kamar rawat sang sekertaris. Pria itu perlahan memutar ganggang pintu. Dia melihat seorang wanita masih terlelap.Tidak mau mengganggu, Nicholas masuk dengan perlahan tanpa suara. Pria itu menatap paras cantik yang begitu tenang. Entah mengapa hatinya terenyuh melihat Olivia. Hatinya merasa bersalah karena telah berprasangka buruk padanya.Dia kira sekertarisnya sama seperti wanita lain yang mengorbankan dirinya demi uang. Andai saja dia tau lebih cepat, dia tidak akan menjamah wanita ini.Nicholas melangkah mendekat, membelai lembut wajah pucat itu dan mendekatkan wajahnya. Di waktu bersamaan mata Olivia terbuka. Pria itu mengecup sesaat bibir wanita yang baru saja membuka mata tersebut."Tuan, wajah Anda?" Olivia terkejut melihat banyak goresan luka baru. Sepertinya Tuanya baru saja berkelahi.Nicholas berdiri dan menggeser tubuhnya. Dia melangkah kemudian duduk di sofa. Olivia turun dari ranjang lalu mengambil kotak obat di laci meja
Mentari pagi bersinar cerah, secerah perasaan seorang pria yang sudah siap dengan penampilan menawannya. Pria ini menatap pantulannya di cermin dan tersenyum kecil.Ricky masuk ke dalam kamar Tuan besarnya sambil membawa map. Pria itu tersenyum melihat Tuannya begitu ceria pagi ini. Senyuman hangat yang menghilang tiga tahun lalu akhirnya kembali."Semuanya sudah siap Tuan." Ricky menyodorkan map.Nicholas meraih dan membaca lembar demi lembar. Kepalanya mengangguk pelan tanda kalau semua berkas itu sesuai dengan keinginannya. Sekarang dia harus membereskan hama pada perusahaan Soetedjo terlebih dahulu, setelah itu mencari siapa dalang di balik kekacauan ini.Pria dengan jas coklat mewah itu melangkah keluar kamar yang diikuti Ricky yang melangkah di belakang. Kaki panjang tersebut menuruni tangga, sayangnya langkah itu terhenti saat seorang wanita paruh baya menghadang."Kau tidak menepati janji, itu artinya kau harus segera menikah dengan gadis pilihan Mama," ucap Nita memicing.Ni
Olivia meremas selimutnya. Dia tau persyaratannya tidak mungki di setujui dengan mudah. Tapi tidak ada salahnya untuk usaha bukan?"Apa syaratnya?" Nicholas masih menampakkan wajah dinginnya."Perusahaan Soetedjo Grup sepenuhnya berjalan atas kendaliku. Aku tidak mau kau ikut campur di dalamnya." Olivia menatap icholas penuh keyakinan."Oke!" Nicholas masiih dengan posisinya.Mulut Olivia membulat. Dengan mudahnya p;ria itu menyetujuinya. Ini sangat tidak mungkin. Apakah tugasnya di atas ranjang begitu memuaskannya sampai pria kutub utara ini bertekukk lutut begitu saja.TIdak mau terlihat bodoh, Olivia segera melanjutkan rencana selanjutnya. Jika perusahaan bisa di berikan begitu mudah.Seharusnya permintaannya ini tidaklah sulit bagi Nicholas. Olivia turun dari ranjang dan berdiri di depan Tuannya."Aku ingin kita jaga jarak, aku tidak mau terlalu intim dan melayani ..." Bibir Olivia berhenti seketika."Tidak! Tidak akan,"Alis Olivia berkerut seketika. Nicholas bisa mengorbakan per
Melihat mantan pembantunya datang. Nita melangkah mendekat dan menatapanya dengan tatapan memicing."Siapa yang menyuruhmu datang kembali?" tanya Nita menahan amarahnya.Napas Nita kembang kempis saat melihat orang yang amat dia benci kembali datang. Dirinya tidak akan pernah melupakan bagaimana wanita ini membuat Putranya gila."Tiba-tiba aku ingin Pizza mozarella langganan Mama, bisa kau ajak Olivia dan dua anak itu jalan-jalan?" Nita melempar senyum merekahnya ke arah NIcholas dan Olivia.Nicholas masih membatu. Dia tidak percaya dengan apa yang dia lihat di hadapannya. Wanita yang selama ini dia rindukan muncul di hadapannya. Di saat bersamaan Ricky keluar dari pintu dan memberi hormat. Pria paruh baya itu melangkah mendekati Nicholas dan membuka pintu mobil."Silahkan Tuan, saya akan mengantar Anda dan Nona Olivia," ucap Ricky membungkukkan badan.Boy dan gadis sedikit kecewa. Namun wajah mereka kembali cerah saat mendengar akan pergi ke restoran pizza.Dua anak itu kembali naik
Hari yang cerah untuk jiwa yang sepi. Mungkin kata-kata ini sangat tepat untuk mendeskripsikan suasana hati Olivia saat ini.Sejak melihat kecantikan Flora, jiwa minder dalam hatinya meronta. Sudah satu jam dia berada di kamar gonta-ganti baju kantor yang cocok. Semua jasnya terasa tidak cocok dia pakai."Astaga, Olivia!" Mata Fika melebar melihat kamar Olivia yang sudah seperti pesawat terjun bebas."Semua nggak cocok banget sama aku Tan, lihat ini, yang ini, dan ini juga." Flora menempelkan beberapa jas ke tubuhnya."Cocok kok, kamu cantik." Fika melihat penampilan Olivia."Nggak cocok Tan, ini terlalu mewah!" Olivia menghempaskan tubuhnya ke kasur."Olivia, sudah jam tujuh lebih. Nanti kamu telat ke kantor loh. Bukankah sekarang hari yang kau nantikan?" Fika meraih kas putih dan kemeja hitam lalu menyodorkan ke Olivia."Siap-siap sekarang. Aku jamin kau cocok pakai jas ini. Lima menit, kau mau belum keluar. Tante akan seret kamu! Oke," lanjut Fika keluar kamar.Lima menit berlalu,
Dua mobil berhenti di sebuah kontruksi yang masih delapan puluh persen penyelesaian. Hanya menunggu dua puluh hari saja bangunan ini bisaberoprasi. Di dalam gedung. Beberapa kios dengan pintu kaca sudah berjajar rapi. Eskalator juga sudah bisa di fungsikan. Olivia melangkah menuju salah satu tempat mall tersebut.Tepat di lantai tiga, terdapat sebuah ruangan seperti aquarium besar. Di dalam aquarium itu sudha di hias demikian rupa sehingga menyerupai dasar laut. Mulai dari terumbu karang dan beberapa ikan kecil."Seperti yang sedang hits belakangan ini, Soetedjo grup akan memiliki seorang putri duyung," ucap Olivia memamerkan senyuman cerahnya."Apakah Nona Olivia sudah mempersiapkan semuanya?" tanya Kenzo ragu."Ya, pemainnya sudah datang. Kita hanya perlu memberinya surat kontrak." Olivia memandang remeh Kenzo.Dia tau pria itu pasti mencari celah untuk menjatuhkannya. Semua konsep sudah tersusun rapi hanya tinggal eksekusi saja. Sejauh ini Kenzo sudah menghancurkan perusahaan deng
Di tempat berbeda, seorang dengan bekas luka di wajahnya meneguk anggur merah. Dia tidak percaya pria itu akan datang menemuinya. "Kau sudah menyimpan bangkai terlalu lama, sudah aku bilang. Habisi dia lebih awal, sekarang lihat! Bahkan kau tidak bisa berbuat apapun." seorang pria bertubuh tegap yang biasa di panggil Jordan menatap remeh Max.Ingatan Max kembali di enam tahun ke belakang. Dimana dia masih menjadi bawahan seorang gangster terkenal. Wajah sang ketua tidak pernah nampak, karena memang itulah ciri khasnya.Setiap tugas akan di berikan ke bawahan dan akan di tuntaskan. Dia hanya perlu mengatur strategi agar permainan berjalan mulus yang yang tentunya menjamin Client tetap aman.Semua berjalan lancar sampai sang bawahan, Max. Merasa dia hanyalah seperti budak yang mengemis belas kasih, sedangkan dia orang yang paling kompeten."Ini untukmu dan ini untukku," ucap Mark membagi pendapat yang tidak seimbang.Max hanya melihat dollar yang di dapat tidak seberapa dengan bagian
Suatu malam, Nicholas duduk sendirian di balkon penthouse-nya, memandangi langit yang gelap. Di tangannya ada gelas whiskey, tapi minuman itu tidak memberikan kelegaan yang dia cari.Dia memejamkan mata, membiarkan kenangan tentang Olivia membanjiri pikirannya.Dia ingat tawa Olivia, bagaimana wanita itu selalu membuatnya merasa hidup meskipun dia berada di tengah dunia yang mati. Dia ingat cara Olivia memandangnya, seolah dia bukan hanya seorang mafia, tetapi seorang pria yang layak dicintai.Namun, dia juga ingat ketakutan di mata Olivia ketika dia mengungkapkan kebenarannya. Ketakutan yang membuatnya sadar bahwa dunia mereka terlalu berbeda.“Aku bodoh,” gumam Nicholas pelan. “Aku membawa dia masuk ke dalam hidupku, padahal aku tahu itu hanya akan menghancurkannya.”Dia menggenggam gelas di tangannya lebih erat, sampai akhirnya gelas itu retak dan pecah. Pecahan kaca melukai tangannya, tapi Nicholas tidak peduli. Luka fisik itu tidak sebanding dengan rasa sakit di hatinya.Keesokan
Olivia duduk di tepi ranjangnya, menatap bulan yang mengintip malu-malu dari balik awan. Udara malam terasa dingin, tapi hatinya jauh lebih beku. Sejak Nicholas mengungkapkan siapa dirinya sebenarnya, hati Olivia seolah tenggelam dalam lautan dilema.Dia mencintai Nicholas—itu tidak bisa dia sangkal. Dia telah mencintai pria itu sejak pertama kali mereka bertemu, sejak dia hanya mengenalnya sebagai seorang CEO yang tampak kuat namun penuh perhatian. Namun kini, dia tahu kebenaran yang menghancurkan: Nicholas bukan hanya pria yang dia cintai, tetapi juga seorang pemimpin dunia gelap, seorang pria yang sudah menikah dengan wanita lain.Flora. Nama itu seperti duri di hatinya. Olivia tahu tentang pernikahan Nicholas, tapi dia selalu menganggapnya sebagai pernikahan tanpa cinta, sebuah aliansi bisnis. Namun, fakta bahwa Flora tetap istri sah Nicholas membuat Olivia merasa seperti orang asing yang mencuri sesuatu yang bukan miliknya.Malam itu, Olivia tidak bisa tidur. Di benaknya, ada per
Flora tahu sejak awal bahwa pernikahannya dengan Nicholas adalah perjanjian, bukan cinta. Pernikahan mereka adalah hasil dari aliansi antara dua keluarga mafia besar untuk menguatkan kekuasaan mereka. Flora menerimanya tanpa keluhan, dengan harapan waktu akan membawa cinta yang tulus di antara mereka. Tapi sejak hari pertama, dia menyadari bahwa hati Nicholas tidak pernah benar-benar menjadi miliknya.Ada nama yang selalu berbisik di sela-sela diam Nicholas: Olivia. Wanita itu, meski telah lama pergi, masih menjadi bayangan yang menghantui rumah mereka.Flora sering memperhatikan Nicholas duduk di ruang kerjanya, menatap gelang kecil di tangannya, barang yang dia tahu milik Olivia. Kadang, Nicholas menghabiskan malam memandangi foto lama wanita itu yang dia simpan dalam laci meja kerjanya.Flora mencoba menahan diri. Dia tahu Nicholas adalah pria yang kompleks, dan masa lalunya sulit dilupakan. Tapi semakin lama, kecemburuannya berubah menjadi luka. Setiap kali Nicholas mengucapkan na
Nicholas pikir dengan menjaga jarak dengan Olivia dan menikah dengan Flora. Membuat Olivia aman, ternyata dia salah besar. Wanita yang dia cintai juga terseret masuk ke dunia kelamnya. Dia menyesal telah mencari tau siapa dirinya sebenarnya.Sekarang, identitasnya sudah terbongkar. Entah itu Nicholas ataupun lainnya. Yang jelas musuh sekaligus pembunuhan kedua orangtuanya sudah tau kalau dirinya masih hidup.Mendengar kabar buruk tentang Olivia, dia segera menuju apartemen wanita tersebut. Tidak butuh waktu lama untuk menemukan tempat persembunyiannya.Nicholas melangkah menuju lift. Lift berhenti tepat di depan kamar Olivia. Matanya tertuju pada pintu yang sedikit terbuka. Terlihat lampu yang berkedip-kedip. Naluri tajamnya langsung menyadari ada sesuatu yang salah. Dia masuk dengan pistol ditangan.Kamar Olivia berantakan. Vas bunga pecah, tidak hanya itu. Beberapa perabotan juga berserakan. Kamar ini sangat kacau. Dan yang paling membuatnya terkejut adalah, Olivia tidak ada di sin
Mata Kenzo masih membulat saat melihat dua orang beridi di hadapannya. Bagaimana ini bisa terjadi? Karena kalut dengan emosinya, dia sampai lupa kalau Nicholas sudah menikah."Siapa wanita yang kau maksud?" tanya Flora menyapa tajam."Bukankah harusnya perusahaanmu sangat sibuk sekarang?" Alis Nicholas bertaut.Tubuh Kenzo kaku tidak bisa di gerakan. Tepukan Ricky pada bahu Kenzo membuat pria itu bangun dari lamunannya. Dengan cepat dia berlutut dan meminta maaf pada wanita yang berdiri di samping Nicholas."Maafkan saya Nyonya, saya tidak tau kalau di dalam adalah Nyonya Flora." Kenzo menundukkan pandangannya.Flora mencoba merendam amarahnya. Dia tau siapa wanita yang di maksud Kenzo. Hanya saja dia tidak mau masalah ini semakin panjang hingga membuat Nicholas berubah pikiran.Tingkat perkembangan hubungan mereka semakin bagus. Belakang ini Flora juga tidak melihat Suaminya menemui prempuan itu.Lalu saat ini, dengan wajah datarnya sang suami yang tidak pernah menerima kehadirannya
Angel membuka matanya. Di hadapannya sudah terlihat pemandangan yang begitu indah. Seorang pria tampan sedang terlelap dengan tenang. Dadanya naik turun beraturan. Wanita itu menarik selimut untuk menutupi dada bidang yang terpampang nyata. Angel mendaratkan kecupan kecil di kening Kenzo dan beranjak dari kasur.Angel memunguti pakaian yang berserakan di lantai. Kamar ini begitu berantakan akibat pertarungan hebat semalam. Setelah semua beres, dia memutuskan untuk membersihkan diri di kamar mandi.Dia memutar kran dan mengisi bath up dengan air hangat. Angel masuk dan duduk di dalam bathtub. Matanya terpejam menikmati kehangatan air yang merendam tubuhnya.Ucapan Kenzo semalam masih terngiang di telinganya. Obsesi? Ini terlalu sederhana jika di katakan sebuah obsesi. Lalu cinta ini? Apakah ini juga bisa di katakan obsesi?Angel bisa melakukan apapun demi Kenzo. Merelakan semua yang dia punya, bahkan harga dirinya hanya demi mewujudkan mimpi kekasihnya tersebut.Tiga puluh menit berla
Mobil Kenzo melaju melesat melewat jalanan ramai lancar ibu kota. Ujung matanya sesekali mencuri pandang ke sebelah. Melhat keadaan seorang wanita yang sedang menahan amarahnya.Angel menatap jauh ke langit senja yang terlihat indah saat ini. Di berusaha meredam amarahnya. Dia tau bahwa Kenzo hanya bermain-main dengan mantan istrinya. Namun, entah mengapa hatinya tetap diliputi rasa cemburu."Kau masih marah padaku?" tanya Kenzo lembut."Tidak," jawab Angel singkat.Wajahnya masih menatap jendela yang memperlihatkan pemandangan mege merah. Masih terlalu sakit untuk menatap wajah pria yang amat dia cintai.Cinta ... Apakah benar cinta sesakit ini? Setelah apa yang dirinya perbuat. Apakah Kenzo akan meninggalkannya sama dengan dia meninggalkan Olivia? Pertanyaan itu kembali menghantui pikirannya. Terlebih prilaku Kenzo terhadap Olivia tadi sangat natural. Sangat jauh jika di katakan sebuah sandiwara."Maafkan aku, aku tid
Seorang wanita cantik berkulit sawo matang lengkap dengan seragam baby sister nya melangkah memasuki sebuah kamar. Wanita itu membawa nampan yang berisi sarapan pagi dan segelas susu."Ayo bangun! Kau harus menyisihkan energi dan meminum obatmu," ucap Flora yang menaruh nampan itu di meja.Seorang pria masih menikmati selimut tebalnya. Matanya masih terpejam, wajahnya begitu tenang dan hanyut dalam mimpinya.Flora menyibak rambut ikal yang menutupi sebagian wajah tampannya. Wanita itu tersenyum manis. Jemarinya membelai lembut wajah yang di bingkai kumis tipis terawat itu."Sayang, bangun! Sudah waktunya," bisik Flora.Dengan malas pria yang tertidur itu membuka mata. Dia tersenyum tipis saat melihat wanita yang amat dicintainya.Tangan kekar menarik tubuh Flora dalam dekapan pria itu dan menarik selimut untuk menutupi keduanya. Terdengar tawa canda dari balik selimut tersebut."Nicholas, kamu nakal! Ayo bangun," ucap Fl
Olivia turun dari taxi. Wanita itu segera melangkah masuk ke dalam gedung megah yang sudah siap untuk beroperasi. Setiap ruangan di pisah oleh dinding kaca tebal. Pintunya juga terbuat dari kaca sehingga Olivia bisa melihat antusias para penjual.Tanpa terasa air mata Olivia menetes. Dia tidak percaya mimpinya akan terwujud. Ingatannya kembali ke lima belas tahun yang lalu. Saat itu dia masih kecil dan nakal."Papa, besok kalau aku besar aku akan membangun mall ku sendiri," ucap Olivia sambil menjilat es krim di tangannya."Oiya, apakah kau tidak puas dengan mall ini?" tanya Tuan Soetedjo."Tidak Paa, aku tidak mau uang Papa habis karena setiap hari kita ke Mall untuk membeli es krim," jawab Olivia polos.Soetedjo tidak percaya dengan ucapan putrinya. Ternyata anak manja seperti dia juga memikirkan uang. "Kau tidak perlu membangun Mall, kita hanya perlu bekerja keras untuk mendapatkan banyak uang untuk beli es krim," jawab Soetedjo meraih tubuh mungil Olivia dan menggendongnya."Pap