Yoga bertanya dengan dingin, "Ashila, apa maksud kalian?"Ashila menyahut, "Yoga, semalam ada yang melaporkan bahwa kamu menyimpan dan menjual obat terlarang. Kami dari Institut Obat Nasional datang untuk memeriksa, tapi kamu malah nggak bekerja sama dan memukul anggota kami. Itulah sebabnya kami datang untuk menangkapmu. Sebaiknya kamu terima saja hukumanmu."Yoga menanggapi, "Atas dasar apa kamu menangkapku?"Ashila tersenyum bangga dan menimpali, "Atas dasar apa? Oke, aku akan memberitahumu. Alasannya karena sekarang kami bekerja di Institut Obat Nasional. Apa itu cukup?"Yoga langsung memahaminya. Dia membalas, "Kalau tebakanku nggak salah, pasti kalian yang mencuri formula vaksinku, 'kan? Setelah itu, kalian memberikan formula itu kepada Siuco dan mendapatkan kesempatan untuk bergabung dengan Institut Obat Nasional."Yoga melanjutkan, "Sebelumnya aku kasihan kepada kalian, makanya aku setuju membiarkan kalian tetap bekerja di Perusahaan Farmasi Hansa. Tapi, kalian malah membalasku
Siuco memegang wajahnya dengan ekspresi terbengong-bengong. Sejak kecil, Ridwan tidak pernah memukul Siuco. Kemudian, Siuco bertanya, "Ayah, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa kamu memukulku?"Ridwan menyahut, "Kamu sudah membuat masalah besar!"Siuco yang gugup bertanya lagi, "Ayah, ada apa?"Ridwan menjelaskan, "Vaksin itu sudah dicoba pada manusia. Hasil eksperimennya menunjukkan bahwa vaksin menimbulkan efek samping yang kuat pada tubuh manusia. Kulit bernanah dan kerontokan rambut masih termasuk gejala yang ringan. Yang parah itu organ dalam melemah, bahkan juga berdampak pada otak. Sekarang, banyak partisipan eksperimen sedang diselamatkan di ruang ICU. Kondisi mereka sangat kritis."Siuco berseru, "Mana mungkin? Dalam penelitian pada hewan sebelumnya, sudah jelas membuktikan bahwa vaksin 100 persen efektif melawan Racun Jiwa ...."Ridwan menyergah, "Vaksin memang bisa membunuh Racun Jiwa. Tapi, vaksin itu juga merusak tubuh manusia pada saat yang sama. Tubuh hewan memang lebih
Ashila dan para karyawan Perusahaan Farmasi Hansa berkomentar."Apa? Formula vaksin itu belum sempurna? Sekarang eksperimen vaksin pada manusia juga bermasalah?""Sialan! Yoga pasti sengaja membiarkan kita mencuri formula vaksin. Benar-benar licik!""Sebelumnya Yoga begitu yakin kita akan meminta dia keluar dari penjara. Ternyata ini jebakan Yoga!""Dasar berengsek! Lebih baik aku mati daripada harus memohon kepada Yoga."Siuco berkata dengan dingin, "Kalau hari ini kalian nggak berhasil meminta Yoga keluar dari penjara, aku akan menghabisi kalian. Tenang saja, aku akan memegang janjiku."Ashila bertanya, "Pak Siuco, apa nggak ada cara lain lagi? Kami sudah mengkhianati Yoga. Kalau sekarang kami memohon kepadanya, dia pasti akan memanfaatkan kesempatan ini untuk menghabisi kami."Siuco menegur, "Kalau aku punya cara lain, untuk apa aku memohon kepada Yoga? Jangan banyak omong lagi. Kalian tetap harus meminta Yoga keluar biarpun dia mau menghabisi kalian. Kalau nggak, aku akan membunuh
"Semua ini gara-gara aku nggak mendidiknya dengan baik sampai dia melakukan hal bajingan seperti ini. Aku membawanya ke sini untuk minta maaf pada Anda.""Anak sialan, cepat minta maaf sama Pak Yoga!"Siuco dan beberapa orang lainnya membungkukkan badan dengan enggan dan meminta maaf. Yoga tersenyum sinis dan berkata, "Sudah kubilang sebelumnya, mudah untuk membuatku masuk ke sini, tapi nggak akan semudah itu menyuruhku keluar. Ingatanku kurang baik, aku sudah lupa syaratnya agar aku bisa keluar. Apa kalian masih ingat?"Siuco melampiaskan amarahnya pada Ashila dan yang lainnya. "Kenapa masih bengong saja? Cepat berlutut dan minta maaf sama Pak Yoga."Ashila dan beberapa orang lainnya berlutut dengan enggan. Namun, Yoga malah berkata, "Ashila nggak perlu berlutut lagi."Semua orang tercengang mendengar ucapannya. Kenapa Ashila adalah pengecualian? Ashila sontak bereaksi, dia mengira dirinya telah berhasil menggoda Yoga. Jangan-jangan pria ini benar-benar terpesona olehnya? Seketika, As
Yoga menjawab, "Kalau dia bisa menyempurnakan formula vaksin, berarti dia memang punya kemampuan yang hebat. Aku nggak keberatan untuk mendiskusikan ilmu medis dengannya. Kalau nggak bisa sempurnakan formulanya, berarti reputasinya cuma bohongan. Nggak pantas disebut sebagai Dewa Medis.""Hahaha!" Ridwan tertawa terbahak-bahak, "Diskusi ilmu dengan Dewa Medis? Memangnya kamu pantas?"Siuco menimpali, "Ayah, nggak usah banyak basa-basi dengannya lagi. Ayo cepat cari bantuan Dewa Medis.""Oke," jawab Ridwan. Setelah itu, dia langsung mengunci ruang penjara itu dan berkata, "Nak, kamu bersiap-siap saja dikurung seumur hidup."Yoga menjawab, "Selanjutnya kalau kalian mau aku keluar dari sini, bukan hanya Siuco lagi yang harus berlutut. Aku mau kalian berdua berlutut bersamaan padaku."Ridwan membalas, "Hahaha .... Kalau aku sampai harus memohon padamu, aku akan mengakumu sebagai kakekku!"Setelah itu, semua orang pun bergegas keluar dari ruangan. Namun baru saja dia berjalan beberapa langk
Yoga mengangguk pelan sebagai tanggapan terhadap Yenny. Yenny langsung membentak bawahannya, "Cepat buka kuncinya dan biarkan dia keluar."Sipir penjara bergegas membuka pintu sel. Namun, Yoga malah tidak mau keluar. "Sudah kubilang, mudah saja memasukkanku ke sini, tapi nggak semudah itu menyuruhku keluar."Ridwan dan Siuco langsung berjalan ke depan dengan kaku."Pak Yoga, mohon Anda jangan perhitungan dengan kami.""Aku ... minta maaf pada Anda. Mohon Anda beri kami kesempatan sekali lagi."Kedua orang itu membungkuk hingga 90 derajat. Namun, Yoga hanya menjawab dengan nada dingin, "Memangnya tadi aku bilang aku mau keluar hanya dengan kalian membungkukkan badan?""Ini ...." Ridwan dan Siuco langsung merasa kesulitan. Lebih baik mereka mati daripada harus berlutut kepada Yoga. Namun jika tidak berlutut, konsekuensi yang menunggu mereka adalah pembalasan dendam dari keluarga kedua orang itu di Kota Terlarang. Hidup mereka akan lebih menderita daripada kematian. Setelah mempertimbangk
Bahkan Dirga saja sudah angkat bicara, tentu saja Yoga terpaksa menyetujuinya. Hingga keesokan harinya, Siuco baru dibebaskan dari penjara. Dia telah disiksa habis-habisan oleh para narapidana di dalam penjara. Saat ini, kebencian Siuco sudah sangat memuncak terhadap Yoga hingga ingin mencabik-cabik tubuhnya,Namun, Yoga adalah majikan Ketua Lembaga Medis. Status mereka terlalu beda jauh. Sekejam apa pun Siuco, dia hanya bisa menelan kebencian ini dalam dirinya. Baru saja keluar dari Kota Terlarang, tiba-tiba muncul sebuah mobil mewah yang berhenti di depannya.Begitu jendela mobil diturunkan, terlihat wajah seseorang yang akrab menyapanya, "Halo, Pak Siuco. Lama nggak ketemu."Saat melihat orang itu, Siuco sontak terkejut! Ternyata orang itu adalah Buana! Dia adalah orang yang diduga terlibat dalam pelanggaran serius dan korupsi, dan sedang diburon di seluruh negeri. Namun sekarang dia malah berani menampakkan diri di Kota Terlarang!Reaksi pertama Siuco adalah mengeluarkan ponselnya
Yoga membalas, "Tenang saja, kujamin kamu bisa makan sepuasnya."Baru saja memutus panggilan dengan Nadya, Yoga kembali ditelepon oleh Ambar. Yoga merasa heran mengapa Ambar bisa meneleponnya tiba-tiba. Dengan ragu-ragu, Yoga menjawab panggilan itu."Yoga, kamu lagi di ibu kota sekarang, 'kan? Aku dan Karina sedang berada di Jembatan Nurho sekarang. Kami sedang dalam masalah dan nggak kenal dengan siapa pun di sini. Cepat datang ke sini untuk bantu kami." Nada bicara Ambar terdengar seperti sedang memerintahnya.Mendengarnya, Yoga langsung merasa kesal. Saat tidak dibutuhkan, mereka semua menyuruh Yoga untuk menghindar jauh-jauh dan jangan pernah lagi mengusik Karina. Terutama saat berada di acara Salep Sari Kristal saat itu, mereka bahkan lebih memilih untuk percaya pada Ulwan daripada dirinya. Namun begitu menemui masalah, mereka langsung "memerintahkan" Yoga untuk membantu menanganinya.Entah apa yang dipikirkan semua orang itu! Memangnya mereka menganggap Yoga bisa dipanggil dan di