Terdapat dua orang yang sedang duduk di paling depan pasukan ini. Salah satu orang itu adalah Jarot, wakil ketua Asosiasi Perdagangan Kota. Dia baru saja terlepas dari masa-masa kritis dan seluruh tubuhnya masih dibalut perban. Namun, dia tetap bersikeras datang untuk melihat Pandu menghukum Yoga secara langsung.Begitu melihat musuhnya, Jarot berkata dengan marah, “Pak Pandu, aku mau membunuh Yoga dengan tanganku sendiri!”“Aku tahu,” jawab Pandu sambil mengangguk. Kemudian dia melirik pasukan Yoga sekilas dan berkata, “Yoga, aku memang terlalu meremehkanmu. Tak disangka, kamu mampu mengundang Johan dan Halim untuk membantumu.”Yoga bertanya dengan tatapan dingin, “Apa kamu tahu apa yang kupikirkan saat ini?”“Apa?” tutur Pandu.Yoga menjawab, “Aku lagi berpikir mau menghukummu seperti apa supaya bisa membalaskan seluruh penderitaan adikku.”“Haha!” Sekelompok orang tertawa terbahak-bahak, lalu Pandu bertanya, “Hanya dengan mengandalkan sekelompok pecundang yang kamu bawa datang ini?”
Pasukan Johan dan Halim langsung menjadi kacau. Mereka benar-benar tidak mengerti kenapa mereka sama sekali tidak menyadari bahwa ada begitu banyak orang yang menyelinap ke dalam pasukan mereka. Lagi pula, siapa orang-orang ini?Pada saat yang sama, anggota-anggota Asosiasi Perdagangan Kota juga mulai dijatuhkan secara berkelompok. Jika dilihat secara saksama, semua orang bisa melihat kemunculan banyak “hantu” di antara kerumunan orang itu.Mereka terlihat bagaikan mesin pengumpul nyawa yang membunuh setiap orang yang dilewati mereka. Kecepatan membunuh mereka terlalu tinggi hingga lawan mereka bahkan tidak sempat bersuara sebelum dijatuhkan. Di seluruh lokasi, hanya terdengar suara sayatan pedang dan udara yang dipenuhi dengan bau darah.Saat melihat situasi ini, Pandu merasa sangat ketakutan. Dia tidak mengerti kenapa tidak ada seorang pun yang menyadari bahwa ada begitu banyak pembunuh yang menyelinap ke dalam pasukannya. A ... apa orang-orang ini adalah hantu?“Bunuh! Bunuh mereka
“Satya?” Yoga bertanya, “Siapa itu Satya? Katakan semuanya yang jelas!”Pandu menjawab, “Satya Lingga itu putra sulung orang terkaya di Kota Lokuta. Lima tahun yang lalu, Asosiasi Perdagangan Kota masih hanyalah sebuah asosiasi kecil tak bernama yang kesulitan untuk bertahan hidup. Suatu hari, Satya tiba-tiba datang berkunjung. Katanya, lingkungan Balai Kumara lumayan bagus dan dia ingin pinjam pakai beberapa hari. Ini adalah kesempatan baik untuk menjalin hubungan dengan keluarga terkemuka. Jadi, aku tentu saja menyetujuinya.”“Malam di mana aku meminjamkan tempat ini padanya, Satya langsung menipu adikmu datang kemari dan menyiksanya dengan berbagai cara hingga hampir merenggut nyawanya. Setelah menyiksa adikmu semalaman, tiba-tiba ada 4 helikopter yang datang keesokan paginya bersama dengan keempat orang berpakaian hitam itu. Lalu, Satya pun menyerahkan adikmu kepada mereka,” jelas Pandu.Setelah mendengar cerita Pandu, Yoga mengepalkan tangannya erat-erat. Satya menyiksa Lili semal
Karina dan Nadya saling bertatapan, lalu menerjang keluar secara serentak dengan niat untuk pergi menolong Yoga. Tak disangka, baru saja keluar dari perusahaan, mereka pun melihat Yoga yang kembali dengan memimpin pasukan besar. Mereka semua terlihat sangat rapi dan bersih, tidak seperti orang yang baru saja selesai bertarung.Kedua wanita itu pun merasa agak kebingungan. Apa yang sudah terjadi?Nadya buru-buru bertanya, “Yoga, apa Pandu akhirnya mengampunimu demi menghormati Paman Johan dan Pak Halim?”Yoga menjawab, “Pandu dan Asosiasi Perdagangan Kota sudah dimusnahkan.”“Serius?” tanya Karina dengan kurang yakin.Johan menjawab, “Benar, Asosiasi Perdagangan Kota sudah bubar. Oh iya, Nadya, ini dokumen tadi. Kamu hancurkan saja sendiri. Setelah dipikir-pikir, aku merasa Grup Magani lebih bisa berkembang di bawah kelolamu.”Setelah menyerahkan dokumen itu, Johan buru-buru memimpin pasukannya untuk meninggalkan tempat ini. Nadya pun hanya bisa terdiam.Di sisi lain, Halim juga berkata
Nadya menjawab, “Omong kosong, tentu saja ke rumah sakit!”Yoga berkata, “Sudahlah, Bu Nadya, nggak usah sandiwara lagi. Tadi, aku sudah memeriksamu dengan teknik pengamatan, kamu sangat sehat dan nggak punya penyakit apa pun.”Ah! Begitu kebohongannya terbongkar, Nadya pun merasa agak malu. Namun, dia tentu saja tidak akan mengakuinya. Dia pun berkata dengan tenang, “Aku baru saja minum obat dan sudah sembuh. Antar saja aku pulang ke rumah, ada yang mau kuambil.”“Oke.” Yoga benar-benar tidak mengerti kenapa Nadya berpura-pura sakit. Namun, dia juga malas bertanya lebih banyak lagi. Berhubung suasananya menjadi agak membosankan, Nadya terlebih dahulu memecah keheningan dengan bertanya, “Yoga, kamu sudah cerai dengan Karina, ‘kan? Kenapa kalian masih berhubungan sih? Memangnya bagus kalau begitu?”Hmm? Yoga bisa merasakan sedikit perasaan cemburu dari nada bicara Nadya. Setelah memikirkan kembali tindakan Nadya yang berpura-pura sakit tadi, Yoga baru mengerti bahwa Nadya seharusnya be
Yoga memanfaatkan kesempatan ini untuk meraih gagang senapan dan kedua belah pihak mulai berebut untuk mendapatkan kendali atas senapan itu. Di sisi lain, Nadya juga segera mengeluarkan sebuah pistol dari saku pinggangnya dan melepaskan tembakan ke arah Bondan.Dor! Peluru itu menembus pergelangan tangan Bondan sehingga tangannya putus dan jatuh ke lantai.“Aaaaah!” teriak Bondan dengan kesakitan. Dia tersungkur dan berguling-guling di lantai sambil menutupi tangannya yang putus.Yoga melirik Nadya sambil tersenyum tipis. Wanita seperti apa yang keluar rumah membawa pistol dan juga bisa menembak orang tanpa ragu?Nadya menginjak dada Bondan, lalu menodong kepalanya dengan pistol sambil berkata, “Apa kamu mau meninggalkan wasiat? Waktumu sudah nggak banyak lagi.”Bondan lekas berteriak meminta ampun, “Bu Nadya, ampunilah aku! Berikanlah aku sebuah kesempatan lagi! Bagaimanapun juga, aku sudah melindungimu selama bertahun-tahun.”Nadya langsung murka dan menembak sebelah kaki Bondan tanp
Begitu melihat Karina, Satya langsung terpesona dan jantungnya juga berdegup kencang. Dia tidak menyangka ternyata ada wanita secantik Karina di dunia ini.Saat merasakan tatapan mesum Satya, firasat buruk langsung menyelimuti hati Karina. Dia berpura-pura tenang dan berkata, “Reza, ayo kita diskusi soal utang itu. Bagaimana kamu mau menyelesaikannya?”Reza menjawab, “Kalau kamu bekerja sama denganku, kita anggap saja utang itu lunas.”Karina pun merasa senang dan bertanya, “Oke, kerja sama seperti apa yang kamu inginkan?”Reza menjawab, “Kamu layani dulu Satya dengan baik.”Setelah mendengar ucapan Reza, ekspresi Karina langsung berubah drastis. Dia pun memaki, “Reza, nggak tahu malu banget kamu!”Reza mengangkat bahunya dan menjawab dengan acuh tak acuh, “Terserah kamu mau bilang apa. Asalkan hari ini kamu bisa menyenangkan Satya, aku nggak peduli dimaki kamu.”“Dasar bajingan!” maki Karina. Kemudian, dia pun berbalik dan hendak pergi. Namun, entah sejak kapan, tiba-tiba sudah ada se
Karina tidak lanjut memaki Satya lagi. Dia tahu bahwa semakin dirinya memaki Satya, Satya akan semakin bersemangat. Jadi, dia pun berteriak, “Tolong .... Tolong ....”Melihat sikap Karina ini, Satya langsung murka dan memaki, “Aku suruh kamu memakiku, bukan minta tolong! Berhubung kamu nggak patuh, aku akan menghukummu.”Kemudian, Satya membuang cambuknya dan mengeluarkan sebuah belati dan lanjut berkata, “Ayo, biarkan aku cicipi darahmu. Kamu cantik banget! Darahmu pasti juga sangat manis.”Satya menjilat bibirnya sambil berjalan mendekati Karina secara perlahan. Belati yang digenggamnya sangat tajam dan terlihat menakutkan. Karina tidak pernah merasa begitu putus asa dalam hidupnya. Tepat pada saat belati itu hendak menyayat pergelangan tangan Karina, pintu ruangan ini tiba-tiba ditendang buka. Kemudian, Yoga pun menerjang masuk.Begitu melihat Yoga, Karina langsung merasa sangat lega dan berkata sambil menangis, “Yoga, tolong ....”Pemandangan ini langsung membuat darah Yoga mendid