“Yang mulia … Yang mulia ….”
Panggilan dari seseorang yang memanggil Adam membuatnya terbangun dari mimpi menyeramkannya.
“Hah!” Adam terlonjak kaget ketika di depan matanya ada Cerrish, ajudan pribadi Adam.
“Ada apa Yang Mulia? Keringatmu banyak sekali, apakah kamu bermimpi buruk?” tanya Cerrish.
Adam menghela napasnya dengan teratur dipandu oleh Cerrish, kepalanya berat sekali. Pikiran alam bawah sadarnya masih memproses apakah selama ini dia hanya bermimpi? Atau justru kali ini dia benar-benar mengulang waktu?
“Cerrish, hari apa ini?” tanya Adam.
Ajudan yang dibuat binggung oleh majikannya itu mau tak mau hanya bisa menjawab, “Sekarang hari Senin, hari di mana Yang Mulia akan diangkat menjadi Putra Mahkota.”
Setelahnya napas Adam tercekat. Tidak! Entah yang sebelumnya terjadi adalah mimpi atau kenyataan, Adam tidak akan pernah mau untuk mengulangnya.
“Di mana Ayahanda dan Ibunda?” tanya Adam.
“Kaisar dan Permaisuri sedang berada di singgasana untuk mengatur pesta yang akan berlangsung malam ini,” jawab Cerrish.
Adam segera bangkit dari kasurnya, dengan masih menggunakan pakaian tidur dia berlari dengan kencang menuju singgasana. Kakinya berpacu dengan cepat seolah tak akan ada hari esok. Adam mengabaikan panggilan Cerrish yang menyuruhnya untuk berganti pakaian dulu sebelum bertemu dengan Kaisar dan Permaisuri.
“Ayahanda … Ibunda … aku berharap semuanya hanya mimpi,” ucap Adam.
Sampai pada ruang singgasana, semua mata tertuju pada Adam yang tiba dengan napas tersenggal-senggal.
“Adam?” panggil Yurize, Kaisar.
Semuanya menatap bingung pada Adam yang justru termenung melihat Adrellina dan Yurize masih berdiri tegak di depannya. Adam segera mendekat ke arah Kaisar dan Permaisuri tanpa memedulikan pandangan orang lain.
“Adam, ada apa denganmu? Apakah kamu tidak tahu sedang berada di mana?” tanya Adrellina mempertanyakan kesopanan Adam.
Acuh pada perkataan Adrellina, Adam beralih memeluk Ayahanda dan Ibundanya dengan air mata yang sudah jatuh. Semuanya bingung, sampai Kaisar menyuruh semua orang untuk keluar dari ruang singgasana karena tingkah Adam yang aneh.
“Hey, Adam … ada apa denganmu?” tanya Yurize.
“Nak, mengapa kamu menangis? Apa ada hal yang membuatmu sakit?” tanya Adrellina menjadi khawatir.
Adam menggelengkan kepalanya pertanda tidak. Dia semakin memeluk erat kedua orang tuanya, Adam masih tidak mengerti pada apa yang sudah terjadi. Namun, yang Adam yakini dia akan menyesal jika tidak memeluk kedua orang tuanya sekarang.
“Tidak … aku tidak apa-apa. Aku hanya … senang kalian baik-baik saja,” kata Adam mengusap air matanya.
Yurize dan Adrellina Nampak tidak mengerti apa yang Adam katakan. Memangnya mereka berada di mana sampai Adam mengkhawatirkan keselamatan Kaisar dan Permaisuri kekaisaran Vanrize?
“Ayahanda dan Ibunda tidak mengerti. Apa kamu benar baik-baik saja?”
Senyuman Adam menjawab pertanyaan tersebut.
“Apakah malam ini akan diadakan pesta untuk pengangkatanku?” tanya Adam memastikan.
“Iya! Ayahanda dan Ibunda sedang mempersiapkannya secara sempurna untuk malam nanti. Kamu pasti akan senang!” kata Adrellina semangat.
Rasanya Adam ingin menabrakkan kepalanya di dinding agar tidak membayangkan kejadian mengerikan yang dia lihat di mimpinya. Bagaimana ekspresi Yurize dan Adrellina yang meregang nyawa dan bagaimana darah keluar dari mulut mereka. Sungguh, Adam akan berusaha agar hal itu tidak pernah terjadi.
“Terima kasih karena telah mempersiapkannya begitu megah untukku. Tapi ayahanda … ibunda, bolehkah aku meminta untuk tidak menghidangkan minuman anggur nanti?” kata Adam.
Minuman itu adalah cikal bakal Adam kehilangan kedua orang tuanya. Adam pastikan malam ini tidak ada yang akan meminum itu.
“Hmm? Kenapa? Anggur adalah ciri khas sebuah pesta, lagipula kita adalah kekaisaran dengan penghasil anggur terbaik. Tidak mungkin kita tidak menyajikan anggur di pesta nanti,” balas Yurize menentang permintaan Adam.
Bukan tanpa sebab tetapi alasan apa yang harus dia berikan jika anggur tidak disajikan?
Adam cemas, andai ayahnya tahu jika minuman yang membuat kekaisaran vanrize Makmur juga minuman yang menorehkan sejarah kelam bagi Vanrize.
“Aku mohon Ayahanda … aku tidak ingin menjumpai anggur saat pesta pengangkatanku nanti. Aku hanya minta itu, tolong kabulkanlah!” mohon Adam.
Adrellina yang melihat Adam begitu memohon ikut membujuk Yurize juga, entah bagaimana alasannya nanti Adam tidak mau tahu anggur itu harus lenyap.
“Baiklah, aku akan memikirkan caranya nanti.” Yurize menyerah, biarlah dia yang akan berpikir untuk mengganti anggur dengan yang lain.
“Terima kasih!”
“Adam, kamu jangan mengalihkan pembicaraan ya! Setelah pesta ini kamu harus mendapat pembelajaran tambahan mengenai kesopananmu itu!” tukas Adrellina yang membuat Adam tertawa tak berdosa.
“Hehe, baik Ibunda!”
Lekas setelahnya, Adam pergi meninggalkan singgasana karena persiapan pesta yang belum selesai. Dia berjalan menuju kamarnya untuk bersiap dengan rasa khawatir, apakah Adam akan siap jika harus mengulang penderitaan yang sama? Bagaimana jika yang dialaminya bukan mimpi? Bagaimana jika dia memang mengulang waktu dan akan menjumpai lagi kematian Ayahanda dan Ibundanya?
“Tidak! Tidak mungkin kejadian mengerikan itu terulang Kembali!” Adam menjerit tak tertahan ketika Ayahanda dan Ibundanya jatuh mengenaskan dengan darah yang keluar dari mulut mereka. Mimpi mengerikan itu ternyata memang benar pernah terjadi dan Adam mengulang waktu untuk membalaskan dendam terkait kematian orang tuanya. Adam Kembali lagi pada waktu sebelum kematian Yurize dan Adrellina, tetapi mengapa tidak ada yang berubah? “AYAHANDA! IBUNDA!” Adam berlari secepat kilat, meninggalkan bunyi barang pecah dari gelas yang dia bawa. “Ini salahku, aku meninggalkan mereka. Aku tidak di sisi mereka,” pikir Adam berkecamuk. Minuman Anggur tersebut ternyata digantikan dengan minuman lain. Menggantikan minuman itu ternyata tidak berdampak apapun pada takdir. Malam kelam itu berlalu dengan mengenaskan, mengulang Kembali tragedi yang Adam anggap dapat dia cegah. Nyatanya pengulangan waktu ini tidak dapat membuatnya mengembalikan nyawa yang memang sudah ditakdirkan tiada. - Di taman kerajaa
“Lagi-lagi … kejadiannya sama persis, tidak ada yang berubah di sini,” desis Adam berjalan dengan tergesa menuju penjara bawah tanah.Dikabarkan 1 hari setelah kematian Ayah dan Ibunya, seorang pembunuh itu menyerahkan dirinya. Semuanya sama persis seperti sebelum Adam memutar waktu, kepala dapur bunuh diri, dan kali ini ….Adam berharap kali ini pembunuh itu bukanlah Sandress.“Hormat kami pada Yang Mulia Putra Mahkota,” sapa para prajurit di sana yang dihiraukan Adam.Bibirnya mengatup, jantungnya berdegup tak karuan saat nampak sosok yang terduduk kaku dengan rantai besi itu ternyata adalah Sandress. Orang yang sama, pembunuh yang sama seperti di kejadian sebelumnya.“Paman Sandress?” tanya Adam, di sana hening, nampak ikut tidak percaya pada apa yang terjadi.Apakah mungkin sosok sahabat dari sang Kaisar tega membunuh jantung kekaisaran? Apakah mungkin semua kebaikan dan kesetiaan yang selama ini Sandress tunjukan hanya tipuan belaka?“Sesuai peraturan kekaisaran Vanrize, Sandress
“Apa? Sandress tidak dihukum mati?” tanya Jean pada prajurit yang merupakan salah satu informannya.Jean telah pulang dari kepergiaannya mengunjungi brahmana tepat sehari setelah kematian dari Yurize dan Adrellina. Pada jamuan teh bersama dengan Clarence istrinya, Jean tiba-tiba saja mendengar berita yang janggal.“Apa alasannya? Bukankah sesuai peraturan kekaisaran Sandress akan dipenggal hari ini?” tanya Jean lagi.“Yang Mulia Putra Mahkota melarangnya, Tuan. Beliau berkata mati begitu saja terlalu ringan untuk Sandress yang telah membunuh ayah dan ibunya. Dia akan menyiksa Sandress setiap harinya seumur hidup Sandress sebagai pengganti hukuman mati,” jelas Prajurit tersebut.Clarence yang dikabarkan sakit itu kini mengakhiri sandiwaranya. Dia ikut terheran pada keputusan Adam yang tidak biasanya. Seharusnya anak itu akan taat pada perkataan Penasihat Edward dan peraturan kekaisaran.“Hmm … kau boleh pergi,” titah Jean dan prajurit itu pun pergi.Namun, sebelum itu, “Tapi Tuan, saya
“Sandres … katakan saja apa yang sudah diketahui oleh Adam. Apa kamu melupakan perjanjian kita hingga berani-beraninya kamu membocorkan rahasia kita?!” pekik suara itu menggema di sel penjara Sandres yang sunyi. Dalam penjara itu para prajurit diperintahkan untuk meninggalkan Jean dengan Sandres. Kuasa Jean tidak dapat diremehkan begitu saja apalagi selepas kepergian dari Yurize. “Tidak Jean! Aku tidak mengatakan apa pun, aku juga tidak mengetahui mengenai alasan Adam. Tolong! Aku sudah memenuhi janjiku, aku sudah ikut andil dalam rencana kejimu ini! Tolong kali ini biarkan aku mati dengan tenang,” isak Sandres memohon sembari bersujud. Sebegitu lemahnya dia dihadapan Jean, entah kelemahan Sandres yang mana yang membuatnya seperti ini. Rendah diri, ketakutan, pasrah, dan tidak dapat melawan sama sekali bukan kepribadian Sandres yang orang lain kenal. “Apa yang bisa membuatku percaya pada ucapanmu?” tanya Jean. Sandress kebingungan, apalagi yang harus dia lakukan agar Jean bisa per
“Siapa kau? Dan apa maksudmu dengan apa yang kau katakan tentang Duke Cesilio?” Adam terkejut, bisa-bisanya ada orang asing yang menguping di Kamar Putra Mahkota. Bagaimana bisa pria itu lolos dari penjagaan prajurit?Orang Misterius itu membungkuk hormat, “Maafkan gangguan ini, Yang Mulia. Namaku Marcellus, Pengawal pribadi Duke Cesilio. Aku telah mendengar sebagian percakapanmu dan ingin memberikanmu beberapa informasi yang mungkin berguna.”Adam merasa tertarik ketika mendengarnya, tetapi apakah kata-kata darinya bisa dipercaya? “Baiklah, Marcellus. Silakan lanjutkan. Apa yang kau ketahui tentang Duke Cesilio?”Marcellus memejamkan matanya sejenak, seakan meminta izin pada Mendiang Tuannya untuk memberitahukan rahasia ini kepada orang lain. Marcellus pikir tidak masalah jika orang tersebut adalah Adam.“Menurutku, Duke Cesilio memang memiliki kelemahan yang sangat dalam. Seperti yang telah ku sebutkan, ada insiden di masa lalunya yang melibatkan cinta terlarang antara dia dan seora
“Paman- ups maaf, Kaisar Jean, sudah waktunya kita berlatih berpedang. Aku ingin melihat sejauh mana kemampuanmu,” ucap Adam dengan nada meremehkan dia bertengger di depan pintu kamar Jean dengan pedang di tangannya. Adam berencana mengukur kekuatan Jean dalam berpedang, apakah selain otaknya yang cerdas, kemampuan fisiknya juga bagus? Adam ingin mengetahuinya, sebab Jean begitu tertutup pada hal berkaitan dengan militer. Jean juga tidak pernah mengikuti perang dengan banyak alasan yang masuk akal. Kira-kira Adam bisa menemukan jawaban dari latihan pedang kali ini atau tidak? Jean Mengangkat alisnya, tidak biasanya Adam bersikap tak sopan seperti ini. “Oh, jadi Sang Putra Mahkota ingin menguji kemampuan lamaku? Baiklah, siapkan dirimu, Adam.” Jean tidak ambil pusing, dia segera menerima tantangan dari bocah ingusan itu. Dengan senyum mengejek, Adam berkata, “Oh, aku tidak ingin menyakitimu, Paman. Hanya ingin melihat apakah ketangguhanmu sebanding dengan tahtamu.” Perkataan Adam me
Jilid : Berkalana pada masa lalu Adam. “Persetan dengan kalian semua! Apakah kalian tidak tahu? Tuanku adalah orang paling berkuasa di kekaisaran!” teriak pemberontak yang tertangkap oleh prajurit di wilayah utara, Denara. Wilayah Denara tengah mengalami terror yang tak ada habisnya. Para warga tak bisa keluar pada malam hari karena sekelompok pembunuh akan menyerang mereka. Wilayah utara adalah tempat di mana para rakyat jelata hidup dengan sumber daya alam yang baik. “Kau sudah tertangkap tetapi masih menyombongkan diri akan Tuanmu itu? Tuanmu yang paling berkuasa itu bahkan tidak bisa menolongmu!” balas salah satu warga dengan geram. Penangkapan pemberontak itu menjadi tontonan warga di malam yang dingin. Dia tertangkap ketika berencana membakar rumah warga miskin. Ketika teman-temannya lari, hanya dia yang ketinggalan dan akhirnya terjerat oleh prajurit. “Yang Mulia Adam akan menghukummu dengan keji! Tunggu saja balasanmu, dasar pembunuh!” Seruan dari para warga mengundang ta
“Sudah lama aku tidak terbebas seperti ini, rasanya berkeliling di tamanku sendiri membuatku canggung,” kata Adam sambil berjalan menyusuri bunga-bunga yang bermekaran bersama Jean.Jean tersenyum pada Adam, bocah itu dielu-elukan akan menjadi Kaisar masa depan yang lebih bijaksana dari pada pendahulunya. Jean tersenyum meremehkan ketika mendengarnya, omong kosong itu membuatnya ingin segera membunuh Adam hidup-hidup.“Jangan terlalu memikirkan masalah kekaisaran yang tidak ada habisnya Adam. Bermain sebentar tidak akan mempengaruhi apapun, kau juga butuh waktu untuk menghibur dirimu sendiri. Terlebih di umurmu yang masih belum cukup untuk mengemban tanggung jawab ini,” jelas Jean menasihati yang lebih tepatnya justru menjerumuskan.“Hahh, aku berharap begitu paman. Aku sedih sekaligus senang akan kepercayaan dan empati semua orang padaku, terutama rakyat-rakyatku yang tercinta. Namun, jujur saja ini terlalu berat untukku.” Adam mengeluh, dia merasa kelimpungan dalam menyelesaikan tug