Entah berapa lama kemudian, masuk panggilan dari Ivy."Ibu.""Janice, kenapa Pak Anwar suruh aku membawamu ke rumah sakit? Apa ada yang terjadi?" Suara Ivy terdengar cemas.Janice mendongak memandang langit-langit, memahami maksud Anwar. Dia hanya bisa membalas dengan tidak berdaya, "Nggak apa-apa, Ibu. Kamu tunggu aku saja di rumah sakit.""Oke."Setelah mengakhiri panggilan, Janice melihat Amanda yang menghampiri. "Kenapa masih di sini? Kalian nggak usah ikut rapat ya?"Karena khawatir terkena masalah, semua orang buru-buru memasuki ruang rapat. Janice datang ke hadapan Amanda dan berucap dengan nada menyesal, "Maaf, Bu. Aku ingin minta cuti untuk hari ini.""Pergilah, selesaikan urusanmu." Amanda sama sekali tidak menyalahkan Janice. Dia melirik leher Janice, lalu melepaskan syal sutranya dan berkata, "Tutup lehermu."Setelah mendengarnya, Janice menunduk dan baru menyadari syalnya ditarik oleh Vania hingga menjadi berantakan. Bekas gigitan itu mulai memudar sehingga terlihat sepert
Anwar berdiri dengan tangan di belakang punggung dan melirik Janice sekilas sebelum tatapannya tertuju pada Ivy."Begini caramu mendidik anak? Biaya sekolahnya semakin tahun semakin mahal, apa yang kurang diberikan Zachary sama dia? Ini balasannya?""Selama ini, aku berharap kamu mengerti sedikit tata krama dan menjadi pendamping yang baik, tapi bahkan mendidik seorang anak pun kamu nggak bisa. Apa lagi yang bisa kamu lakukan?"Kata-katanya tajam seperti pisau, membuat kepala Ivy semakin tertunduk. Bahkan lehernya juga merah padam. Tangannya yang kikuk mengepal erat.Melihat semua itu, hati Janice terasa perih. Amarah membakar sekujur tubuhnya, hingga napasnya pun terasa panas. Dia tahu dirinya tidak melakukan kesalahan apa pun, tetapi rasa bersalah itu tetap menekan hingga matanya terasa pedih.Dia sangat menyadari siapa sebenarnya yang ingin dimarahi oleh Anwar.Dulu, Janice benar-benar menganggap Anwar sebagai kakeknya sendiri. Saat ibunya merawat Anwar yang sakit, dia juga banyak m
Beberapa saat kemudian, di luar ruang perawatan.Anwar dan Jason berjalan keluar. Ayah dan anak itu masing-masing berjalan di satu sisi dengan memancarkan aura yang menakutkan. Anwar berdiri dengan tangan di belakang punggung dan bertanya dengan suara tenang, "Semalam sama Vania?""Ya," jawab Jason singkat.Anwar mengangguk. "Kamu juga sudah nggak muda lagi. Saatnya menetapkan hati, memang sudah seharusnya berkeluarga dan membangun masa depan. Kalau Vania bisa menyelesaikan masalah tambang, jangan terlalu keras sama Keluarga Tanaka.""Ya.""Baiklah, nggak usah antar lagi. Temani saja Vania, jangan sampai fokusmu terbagi." Anwar tidak banyak bicara. Namun, setiap katanya mengandung makna yang dalam dan dia tahu Jason memahaminya.Begitu pintu lift tertutup, Norman keluar dari pintu samping. "Tuan Jason, kepala pelayan memang sudah periksa rekaman CCTV di jalan kemarin.""Yoshua."Jason berjalan ke jendela dan menyalakan sebatang rokok. Alisnya yang setengah tertutup tampak kabur di bali
"Sekitar setengah jam lagi aku sampai di rumah," balas Janice.Dia yakin paket itu adalah ponselnya yang sudah selesai diperbaiki. Sebelumnya, dia sempat memberikan uang tambahan kepada pemilik toko servis agar ponselnya diperbaiki lebih cepat, karena dia tidak ingin ada penundaan.Kurir menjawab, "Baik, saya akan mengantarkan barangnya dalam waktu setengah jam."Begitu telepon ditutup, Janice segera memesan taksi untuk pulang.Sesampainya di apartemen, dia bertemu dengan kurir di lobi. Setelah menandatangani penerimaan, dia langsung naik ke atas dan membuka paket tersebut.Saat ponsel mulai menyala, rasa gugup tiba-tiba menyelimuti dirinya. Dia harus memastikan segalanya.Namun, ketika membuka galeri foto di ponselnya, dia tiba-tiba terdiam dan tubuhnya kaku di tempat. Pandangan matanya menjadi kosong seolah kehilangan fokus dan segalanya di sekitarnya terasa kabur.Brak!Ponsel itu terjatuh ke lantai dengan keras. Janice ikut terduduk lemas di lantai dan terdiam selama beberapa detik
Janice belum pernah pergi ke bar sebelumnya. Agar tidak terlihat mencolok, dia sengaja belajar cara membuat riasan smokey eyes dari internet dan membeli pakaian ala gadis bar yang paling umum.Atasan berkerah tinggi dan rok lipat mini berpinggang rendah. Menurut internet, itu adalah gaya paling laris dan umum untuk gadis bar. Dengan penampilan seperti ini, dia tidak akan terlalu mencolok dan juga sulit dikenali.Setelah sedikit menyesuaikan penampilannya, Janice memanggil taksi dan menuju ke bar.Namun, begitu tiba di tempat tujuan, dia langsung menarik perhatian semua orang di sekitarnya begitu keluar dari mobil.Janice agak bingung. Reaksi pertamanya adalah, "Apakah aku salah kostum?" Konon, orang-orang yang datang ke bar biasanya sangat modis. Jangan-jangan penampilannya terlalu biasa?Namun, saat dia berjalan menuju pintu bar, sepanjang jalan terdengar siulan dari orang-orang, membuatnya sadar apa arti tatapan mereka.Janice teringat panduan daring tentang kunjungan pertama ke bar.
Suara siulan dan sorak-sorai dari penonton di bawah panggung terus bergema.Diiringi musik yang semakin menggema, wanita itu melangkah perlahan ke arah seorang pria di bawah panggung. Akhirnya, dia melepaskan topengnya dan jatuh ke dalam pelukan pria tersebut.Karena kerumunan terlalu ramai, Janice tidak bisa melihat jelas wajah pria dan wanita itu. Namun, saat pria tersebut merangkul wanita itu, cahaya panggung kebetulan menyinari pergelangan tangannya dan memperlihatkan jam tangan yang dikenakannya.AC.Huruf yang dirangkai dari berlian kecil-kecil itu bersinar dengan mencolok. Janice langsung mengenalinya.Arya! Berarti wanita itu pasti Caitlin!Janice tidak menyangka bahwa Caitlin, seorang putri dari keluarga terpandang, akan menari di atas panggung hanya untuk menyenangkan seorang pria. Dia menyimpan kembali ponselnya, membawa gelas minuman, lalu mendekati area tempat duduk Arya dan rombongannya.Sebagai pemilik bar, Arya tentu mendapatkan posisi terbaik. Dari tempatnya bisa melih
Arya membuka sebuah pintu di ujung terdalam koridor. Di balik pintu itu terdapat sebuah taman kecil di tengah bangunan yang terhubung dengan kantor pemilik bar.Taman itu memiliki desain yang sangat berbeda dari gaya futuristik bar utama. Setiap pohon dan elemen dekorasi tampak dirancang dengan detail sehingga menciptakan suasana yang unik. Sama seperti kehidupan Arya yang memiliki dua sisi, tidak ada hubungannya satu sama lain.Arya tampak terburu-buru, sehingga sama sekali tidak menyadari kehadiran Janice yang mengikutinya diam-diam.Janice menyelinap masuk ke taman kecil itu dan bersembunyi di balik sebuah batu buatan. Dia baru berani mengintip setelah merasa aman. Saat itu, Vania berdiri di bawah pohon, sepertinya sudah menunggu cukup lama.Arya melangkah mendekat dan mencoba menggenggam tangannya, tetapi Vania menepis dan menghindar. "Kamu masih berani datang? Bukannya sibuk nyuapin pacarmu?"Vania berbalik hendak pergi, tetapi Arya menarik dan melingkarkan tangan di pinggangnya.
Saat itu, klien yang duduk di seberang Jason mengangkat gelasnya sambil tertawa. "Pak Jason, kamu benar-benar terlalu sungkan. Baru saja aku turun dari pesawat, kamu sudah menyambutku dengan begitu meriah.""Sudah seharusnya. Silakan." Jason menekan puntung rokok di asbak, membuat gerakan mempersilakan dengan ekspresi dingin.Mendengar hal itu, tubuh Janice sedikit gemetar. Dia langsung menyadari tujuan para wanita ini adalah untuk menemani minum atau mungkin lebih dari itu.Wajahnya semakin pucat. Dia tidak percaya Jason tidak mengenalinya. Namun, dia tetap berpura-pura tidak melihat, bahkan membiarkan kliennya memilih terlebih dahulu.Klien itu meletakkan gelasnya dan berdiri perlahan, pandangannya menyapu barisan wanita di depannya. Akhirnya, tatapannya berhenti pada Janice.Napas Janice tersendat. Dia menggigit bibir dengan keras, tangannya mengepal erat tanpa sadar. Meski panik, dia berusaha keras menyembunyikannya. Jika klien itu berani mendekatinya, dia sudah bersiap untuk melup
"Kamu tahu kamu sudah tidur berapa lama? Aku hampir saja mengira kamu sudah tiada, aku sampai berkali-kali pergi memeriksa napasmu," kata Naura."Hanya sedikit lelah," jawab Janice dengan lemah.Melihat wajah Janice yang agak pucat, Naura segera membantu Janice untuk duduk dan menyajikan semangkuk sup. "Aku terus menghangatkan sup ini di atas kompor agar kamu bisa meminumnya saat kamu bangun. Ayo coba."Setelah meminum seteguk supnya, seluruh tubuh Janice langsung terasa hangat. Tak lama kemudian, semangkuk penuh supnya sudah habis diminum. Setelah makan sepiring nasi dan beberapa potong iga yang kembali disajikan Naura, dia baru merasa lebih baik.Saat bangkit dan hendak membantu Naura membereskan piring, tas yang digantung Janice di belakang kursi tiba-tiba jatuh dan sebuah kotak berguling keluar. Itu adalah kotak yang diberikan Jason saat mengantarnya pulang dan menyuruhnya hari ini baru membukanya. Dia memungut kotak itu dengan curiga, lalu perlahan-lahan membukanya dan terlihat se
Jason berkata dengan tenang, "Sehari sebelum Elaine menjebak Ivy, Landon berhasil melamar Janice. Landon masih belum memberi tahu orang lain tentang hal ini, hanya keluarga saja."Rachel pun cemberut. "Bibi Elaine juga keluargaku."Jason berkata dengan dingin, "Alasannya cukup masuk akal, tapi kamu nggak cocok melakukan hal seperti ini."Setelah terdiam sejenak, Rachel menundukkan kepala dan berkata, "Mana Bibi Elaine?"Jason berdiri dan menjawab, "Tenang saja, kalian akan segera bertemu."Mendengar perkataan itu, Rachel menatap Jason dengan bingung.....Beberapa jam sebelumnya.Melihat popularitas siaran langsung putra Fenny, Elaine merasa sangat senang. Dia yakin Ivy pasti dalam masalah dan Jason juga pasti akan menyesal. Namun, saat dia membuka pintu, asap yang memenuhi udara membuatnya langsung waspada. "Siapa itu? Berani-beraninya merokok di kantorku."Kursi di depan meja Elaine pun perlahan-lahan berputar dan terlihat wajah Jason dengan ekspresi yang tajam dan berbahaya. Dia ber
Oleh karena itu, seluruh pihak kepolisian langsung memverifikasi semua bukti itu secepat mungkin. Saat petang, pernyataan resmi sudah dirilis di internet. Dalam sekejap, para netizen yang merasa ditipu pun langsung marah.[ Bocah yang baru berusia 15 tahun ternyata sudah punya target kecil di luar negeri, kita malah disuruh donasi untuk pengobatannya. Bagaimana kalau kasurnya itu kasih aku dulu. ][ Hari ini ada influencer yang bilang pencahayaan di siaran langsungnya sangat profesional, jelas ada tim di baliknya. Mana seperti anak yatim. ][ Rasa iri memang bisa buat orang berubah, sungguh mengerikan. Karena iri dengan kehidupan Pak Zachary dan Nyonya Ivy, jadi mati pun mau menghancurkan orang lain. ]Janice hanya membaca beberapa komentar saja. Saat melihat kata target kecil, dia langsung menyadari semuanya sesuai dengan perkataan Zachary. Karena takut dilacak, Elaine mengirim semua uangnya ke rekening Fenny untuk memutuskan hubungan mereka.Pada saat itu, tiba-tiba terdengar suara t
Melihat situasinya tidak beres, Naura segera menarik Janice untuk duduk. Dia berkata pada polisi sambil tersenyum dengan canggung, "Maaf. Dia terlalu khawatir dengan kondisi ibunya, jadi agak emosional."Setelah polisi itu memberi isyarat bisa memaklumi reaksi Naura, Zachary kembali berkata, "Orang yang mengumpulkan uang ilegal itu sebenarnya Fenny. Nggak ada aset atas namanya, tapi semuanya sudah dialihkan ke nama putranya. Dia bahkan sudah menyiapkan operasi transplantasi sumsum tulang untuk putranya, putranya juga tahu semuanya. Pengacaraku sudah menyerahkan semua buktinya.""Selain itu, putranya memanfaatkan usianya yang masih muda pun berbicara sembarangan di internet dan mencari simpati orang lain. Dia bahkan melakukan penipuan donasi dan sekarang jumlahnya sudah mencapai dua miliaran. Aku ingin putranya Fenny untuk minta maaf kepada publik di siaran langsungnya."Setelah mengatakan itu, Zachary membuka dokumen buktinya. Terlihat seorang pemuda bisa memiliki rekening bank luar ne
Di antara orang-orang yang bersimpati pada pemuda itu, sebagian besar berasal dari Kota Pakisa. Kabar menyebar dengan cepat dari mulut ke mulut, sehingga kini kerumunan orang mulai berdatangan ke kantor polisi untuk menuntut penjelasan. Melihat tatapan mereka sangat mengerikan, Naura melindungi Janice saat masuk ke kantor polisi.Saat melihat Zachary yang sudah menunggu bersama asistennya, Janice segera maju dan bertanya, "Paman, bagaimana keadaan ibuku?""Ibumu baik-baik saja, tapi Fenny tiba-tiba mulai menyakiti dirinya sendiri. Kabar itu sudah tersebar keluar, jadi publik sangat marah," jelas Zachary."Paman, tolong selidiki putranya Fenny. Aku curiga ada yang sengaja membantunya membangun citra ini," kata Janice."Ini ...." Mendengar perkataan Janice, Zachary menggigit bibirnya dan tidak langsung menjawab.Pada akhirnya, asistennya Zachary berkata dengan tidak berdaya, "Nona Janice, Pak Zachary sudah diskors perusahaan dan semua dananya juga sudah dibekukan Keluarga Karim.""Ini ..
Saat keluar dari lift, Janice kebetulan bertemu dengan Naura.Naura menatap ke arah Janice terlebih dahulu, lalu melihat ke belakang Janice. "Eh? Mana abang pengawal itu?""Sudah pulang ke tempat Pak Landon," kata Janice dengan tenang.Naura berdecak, lalu mengeluh, "Hah? Mereka hanya menjagamu sehari? Pak Landon ini jadi pacar terlalu santai. Tapi, kalian benar-benar romantis, semalam juga nggak peduli aku yang ada di sebelah."Mendengar perkataan itu, ekspresi Janice terlihat curiga. Dia ingin menjelaskan pada Naura bahwa semalam dia tidak tidur di rumah, tetapi dia tiba-tiba teringat sesuatu dan segera mengeluarkan kunci untuk membuka pintu. Begitu pintu terbuka, dia dan Naura langsung tercengang karena hampir seluruh isi rumah Janice sudah diubrak-abrik dan hanya tinggal lantai saja yang utuh.Naura terkejut dan berkata, "Rumahmu dirampok? Jangan-jangan semalam .... Aku kira kalian sedang bermesraan. Kalau begitu, aku lapor polisi dulu."Setelah mengatakan itu, Naura mengeluarkan p
Janice segera bangkit dari sofa, lalu merapikan pakaiannya sejenak setelah berdiri tegak. "Satu malam sudah berlalu."Mendengar perkataan itu, tangan Jason langsung terhenti dan tersenyum. "Sekarang kamu bahkan malas berbohong padaku."Melihat Janice hanya terdiam, Jason pun berdiri dan berkata, "Sarapan dulu baru pergi saja.""Nggak perlu, aku nggak lapar," jawab Janice.Namun, perut Janice tiba-tiba berbunyi sampai dia segera menutupi perutnya dengan tas karena malu.Pada saat itu, bel pintu berbunyi. Setelah berbunyi tiga kali, Norman baru membuka pintu dan masuk. Melihat dua orang yang berdiri di dalam, dia sempat tertegun sejenak dan bertanya-tanya apakah dia datang di waktu yang salah lagi. Padahal tadi dia sudah sengaja menekan bel terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam. "Pak Jason, Nona Janice, selamat ... pagi."Saat Janice tidak fokus, Jason langsung mengambil tasnya. Melihat Jason meletakkan tasnya di kursi, dia hanya bisa duduk dengan patuh.Norman meletakkan satu per satu
Masih pura-pura tidak tahu.Janice memejamkan mata rapat-rapat, bibirnya terkatup kuat.Beberapa detik kemudian, film langsung melompat ke bagian akhir yang penuh tarian dan nyanyian. Irama musiknya ceria dan menggembirakan.Janice diam-diam membuka satu mata, memastikan bahwa layar sudah aman. Kemudian, dia baru membuka matanya sepenuhnya.Harus diakui, adegan tarian dalam film musikal ini memang indah. Warna keemasan berkilau, air mancur yang menyala, kelopak mawar merah berserakan di tanah, dan para wanita cantik dengan pakaian mewah menari sambil menyanyi. Semuanya kontras dengan adegan sebelumnya.Janice refleks menoleh ke arah pria di sampingnya, tidak menyangka Jason masih menatapnya. Tatapan mereka bertemu dari jarak dekat. Sedikit saja dia bergerak, bibir mereka bisa langsung bersentuhan.Janice kaget. Saat dia mencoba menghindar dengan menyandar ke belakang, dia malah jatuh dari sofa.Jason langsung menangkapnya dan menariknya kembali. Gerakan itu membuat mereka berdua terjat
Namun, hal itu tetap tak bisa menyembunyikan pesona khasnya.Tangan Jason menyusuri rambut Janice dengan gerakan lembut, membuatnya merasa diperlakukan dengan penuh hati-hati.Tanpa sadar, Janice bahkan tidak tahu kapan suara pengering rambut itu berhenti. Saat pikirannya kembali, dia baru sadar Jason membawanya keluar dari kamar utama.Dia tak mengerti apa yang sedang direncanakan pria itu, sampai dia melihat tiga hidangan rumahan di atas meja makan.Jason menarik kursi untuknya, menyajikan sepiring nasi hangat di depan Janice. "Masakanku biasa saja, makan seadanya."Janice tidak tahu harus berkata apa, akhirnya hanya mengangguk pelan. "Hm."Dia tahu Jason bisa masak sedikit, tetapi dia hanya pernah mencicipi mie dan sandwich buatannya yang gagal.Hidangan di depan mata ini memang tak seindah buatan koki Keluarga Karim, tetapi tetap terlihat menggugah selera.Janice mencicipi telur orak-arik tomat. Ternyata enak. Tanpa sadar, dia memuji, "Enak.""Masih ada di panci.""Masih ada?" Jani