Saat itu, klien yang duduk di seberang Jason mengangkat gelasnya sambil tertawa. "Pak Jason, kamu benar-benar terlalu sungkan. Baru saja aku turun dari pesawat, kamu sudah menyambutku dengan begitu meriah.""Sudah seharusnya. Silakan." Jason menekan puntung rokok di asbak, membuat gerakan mempersilakan dengan ekspresi dingin.Mendengar hal itu, tubuh Janice sedikit gemetar. Dia langsung menyadari tujuan para wanita ini adalah untuk menemani minum atau mungkin lebih dari itu.Wajahnya semakin pucat. Dia tidak percaya Jason tidak mengenalinya. Namun, dia tetap berpura-pura tidak melihat, bahkan membiarkan kliennya memilih terlebih dahulu.Klien itu meletakkan gelasnya dan berdiri perlahan, pandangannya menyapu barisan wanita di depannya. Akhirnya, tatapannya berhenti pada Janice.Napas Janice tersendat. Dia menggigit bibir dengan keras, tangannya mengepal erat tanpa sadar. Meski panik, dia berusaha keras menyembunyikannya. Jika klien itu berani mendekatinya, dia sudah bersiap untuk melup
Janice terperangkap di atas paha Jason, sementara tangan besarnya mencengkeram pinggang Janice dengan erat dan menyentuh kulitnya yang terekspos oleh atasan pendek yang dia kenakan.Jari-jarinya yang hangat bergerak dengan tekanan yang keras dan membuat area di pinggang Janice memerah dengan cepat."Pakai baju begini? Nggak takut kedinginan, ya?" ucap Jason dengan nada yang seolah-olah mencela.Janice menahan napas, tubuhnya meronta sambil berbisik dengan nada kesal, "Bukan urusanmu. Lepaskan aku."Mengingat bagaimana Jason sengaja membiarkannya berada dalam situasi berbahaya sebelumnya, kemarahan langsung menyala di mata Janicee.Jason menyeringai tipis. Satu tangannya yang lain meraih tinju Janice, membuka telapak tangannya, dan memperhatikan bekas merah yang ditinggalkan oleh kuku-kukunya "Kalau aku nggak mengurusmu, lain kali mungkin kamu akan cakar aku," gumamnya sambil mencubit lembut telapak tangan Janice."Kamu ... jadi Paman menganggap ini semua lucu? Apa lagi kali ini? Mau me
Rasa pedas dari minuman keras itu belum sepenuhnya melewati tenggorokan Janice ketika tangan Jason menariknya lebih dekat dan membuat tubuhnya terjerat dalam pelukan Jason.Tangan Janice yang baru saja terangkat, diarahkan melingkar di lehernya. Sementara itu, bibir Jason menyambar bibirnya dengan agresif dan menuntut semua minuman keras yang baru saja dia teguk.Meskipun alkohol itu sudah habis, ciuman Jason tetap berlangsung dengan semakin mendalam dan mendominasi. Sampai ketika Janice hampir kehabisan napas, barulah dia melepaskannya.Dengan jari-jarinya, Jason menekan bibir Janice dan mencegahnya berbicara. Suaranya serak dan rendah ketika berkata, "Tuh, cukup hebat, bukan?"Janice yang tangannya masih melingkar di bahu Jason, mencubit bahunya dengan kuat dan memberi isyarat agar dia melepaskannya. Namun, Jason tampak tak terpengaruh. Dia menurunkan tangan Janice dan menggenggamnya di telapak tangannya, lalu mengelusnya dengan lembut.Janice mengutuknya dalam hati sebagai orang gil
Caitlin dihentikan di depan pintu kantor Arya dan menimbulkan keributan di sekitarnya. Banyak orang yang mulai berkumpul untuk menikmati drama yang sedang berlangsung.Janice hanya melihat bayangan Jason melintas di depannya. Saat dia kembali fokus, Jason sudah berjalan menuju arah di mana Vania berada. Sambil berjalan, dia melirik Norman dan sepertinya sedang memberi instruksi.Norman yang terkenal memiliki kemampuan luar biasa, tentu diperintahkan untuk memastikan Vania tidak terluka.Melihat Jason pergi, Janice tidak lagi mampu bertahan. Dia terjatuh ke lantai dengan lemas. Sampai ketika keributan di depan kantor Arya semakin keras, dia menguatkan dirinya dengan mengusap wajahnya dan berdiri untuk melihat apa yang terjadi.Benar saja, di luar kantor Arya terdapat alarm pengaman. Begitu Caitlin mendekati pintu kantor, alarm itu berbunyi. Bukannya mundur, dia malah memutuskan untuk nekat masuk, tetapi langsung dihentikan oleh petugas keamanan."Suruh wanita jalang itu keluar! Berani-b
"Bu Janice sudah pulang naik taksi. Ini rekamannya," ujar Norman sambil menyerahkan laporan pengawasan."Besok," jawab Jason dengan nada dingin."Baik."....Saat tiba di rumah, Janice merasa sangat lelah. Setelah mandi, dia langsung menjatuhkan tubuhnya ke tempat tidur.Begitu dia memejamkan mata, air mata mulai mengalir tanpa bisa dikendalikan. Dia memendam wajahnya ke bantal, dan dalam waktu singkat, bantal itu menjadi basah. Rasa sakit yang mendalam membuatnya mengepalkan sudut bantal untuk menahan tubuhnya yang gemetar.Namun tiba-tiba, dia merasakan suhu di sekitarnya turun drastis. Dengan perasaan takut, dia bangkit dan melihat bayangan hitam yang perlahan mendekatinya."Siapa?" tanyanya dengan suara bergetar."Aku," jawab suara dingin yang tidak asing.Dengan bantuan cahaya lampu malam yang redup, Janice akhirnya melihat siapa pria yang berdiri di ujung tempat tidurnya. Jason.Karena merasa ketakutan, Janice langsung meraih bantal dan melemparkannya ke arah Jason. "Pergi! Kenap
Sepanjang malam, perhatian Caitlin sepenuhnya terfokus pada Arya. Namun kini dia baru menyadari bahwa pakaian Vania sangat mirip dengan yang dikenakan wanita dalam video tersebut."Kamu ...." Caitlin menatap Vania dengan dahi berkerut.Vania segera menunjukkan ekspresi terkejut dan berkata dengan nada cemas, "Kamu nggak mengira aku yang melakukannya, 'kan? Aku terus sama Jason tadi."Tatapan Caitlin tampak ragu, seperti masih setengah percaya.Arya mematikan rokoknya di lantai, lalu menginjaknya beberapa kali. "Sepertinya ini ditujukan untuk Vania. Caitlin cuma dimanfaatkan. Vania, apa kamu menyinggung seseorang akhir-akhir ini?"Vania berpura-pura berpikir dengan cermat, lalu menjawab dengan hati-hati, "Mungkin ... Janice.""Meski kami pernah berselisih, aku nggak nyangka dia akan menggunakan Caitlin seperti ini. Apa dia masih punya video yang sudah diedit dan dipalsukan?""Kalau sampai diunggah ke internet, gimana kami mau menghadapi orang lain?" Vania menunjukkan ekspresi khawatir.
Janice menggertakkan giginya dengan erat dan berusaha keras untuk menenangkan dirinya."Diedit? Itu yang dibilang Vania sama kamu? Nggak heran kalau kamu ditipu sampai akhirnya nggak punya apa pun. Ternyata, kamu mudah sekali dibohongi!" ejek Janice dengan sinis."Kamu!" Caitlin mendesis marah. "Sepertinya kamu benar-benar butuh diberi pelajaran supaya sadar aku ini nggak main-main. Proyek renovasi keamanan di kawasan ini diurus sama ayahku. Kalau aku bilang, di dunia ini nggak akan ada lagi yang namanya Janice!""Jadi begitu caranya ayahmu menjalankan tugasnya sebagai pejabat? Kelihatannya keluarga kalian nggak sedikit melakukan perbuatan curang di balik layar," balas Janice sambil tertawa dingin.Mendengar ucapannya, wajah Caitlin berubah menjadi penuh kebencian. "Lempar dia lagi!"Janice kembali dijatuhkan ke kolam renang yang kotor, berulang kali, hingga hampir tenggelam. Ketika dia ditarik keluar lagi, napasnya sangat lemah, tetapi tatapannya yang keras kepala tidak berubah sediki
Anak buah Caitlin menyerahkan tas Janice padanya. Janice dengan cepat menyebutkan kata sandi untuk membuka kunci perangkatnya.Caitlin memeriksa setiap file di ponsel dan laptop Janice. Namun, yang dia temukan hanya pekerjaan dan percakapan santai tanpa ada video atau foto yang dicurigai.Dahinya berkerut, masih merasa tidak percaya.Sementara itu, di bawah permukaan, Janice menggunakan pecahan keramik untuk memotong tali yang mengikat dirinya dengan hati-hati. Dia tahu harus terus mengalihkan perhatian Caitlin."Kalau kamu merasa aku masih menyembunyikan sesuatu, kamu bisa minta seseorang yang ahli untuk memeriksa perangkat ini lebih dalam," kata Janice dengan nada tenang, meskipun pikirannya bekerja keras.Caitlin mengangguk setuju dan memerintahkan seseorang untuk melakukan pencarian mendalam. Di layar laptop dan ponsel, bilah kemajuan mulai berjalan.Janice merasa lega sedikit. Dia tahu bahwa mencari data dari semua file desain dan dokumen kuliahnya akan memakan waktu. Itu memberik
Di antara orang-orang yang bersimpati pada pemuda itu, sebagian besar berasal dari Kota Pakisa. Kabar menyebar dengan cepat dari mulut ke mulut, sehingga kini kerumunan orang mulai berdatangan ke kantor polisi untuk menuntut penjelasan. Melihat tatapan mereka sangat mengerikan, Naura melindungi Janice saat masuk ke kantor polisi.Saat melihat Zachary yang sudah menunggu bersama asistennya, Janice segera maju dan bertanya, "Paman, bagaimana keadaan ibuku?""Ibumu baik-baik saja, tapi Fenny tiba-tiba mulai menyakiti dirinya sendiri. Kabar itu sudah tersebar keluar, jadi publik sangat marah," jelas Zachary."Paman, tolong selidiki putranya Fenny. Aku curiga ada yang sengaja membantunya membangun citra ini," kata Janice."Ini ...." Mendengar perkataan Janice, Zachary menggigit bibirnya dan tidak langsung menjawab.Pada akhirnya, asistennya Zachary berkata dengan tidak berdaya, "Nona Janice, Pak Zachary sudah diskors perusahaan dan semua dananya juga sudah dibekukan Keluarga Karim.""Ini ..
Saat keluar dari lift, Janice kebetulan bertemu dengan Naura.Naura menatap ke arah Janice terlebih dahulu, lalu melihat ke belakang Janice. "Eh? Mana abang pengawal itu?""Sudah pulang ke tempat Pak Landon," kata Janice dengan tenang.Naura berdecak, lalu mengeluh, "Hah? Mereka hanya menjagamu sehari? Pak Landon ini jadi pacar terlalu santai. Tapi, kalian benar-benar romantis, semalam juga nggak peduli aku yang ada di sebelah."Mendengar perkataan itu, ekspresi Janice terlihat curiga. Dia ingin menjelaskan pada Naura bahwa semalam dia tidak tidur di rumah, tetapi dia tiba-tiba teringat sesuatu dan segera mengeluarkan kunci untuk membuka pintu. Begitu pintu terbuka, dia dan Naura langsung tercengang karena hampir seluruh isi rumah Janice sudah diubrak-abrik dan hanya tinggal lantai saja yang utuh.Naura terkejut dan berkata, "Rumahmu dirampok? Jangan-jangan semalam .... Aku kira kalian sedang bermesraan. Kalau begitu, aku lapor polisi dulu."Setelah mengatakan itu, Naura mengeluarkan p
Janice segera bangkit dari sofa, lalu merapikan pakaiannya sejenak setelah berdiri tegak. "Satu malam sudah berlalu."Mendengar perkataan itu, tangan Jason langsung terhenti dan tersenyum. "Sekarang kamu bahkan malas berbohong padaku."Melihat Janice hanya terdiam, Jason pun berdiri dan berkata, "Sarapan dulu baru pergi saja.""Nggak perlu, aku nggak lapar," jawab Janice.Namun, perut Janice tiba-tiba berbunyi sampai dia segera menutupi perutnya dengan tas karena malu.Pada saat itu, bel pintu berbunyi. Setelah berbunyi tiga kali, Norman baru membuka pintu dan masuk. Melihat dua orang yang berdiri di dalam, dia sempat tertegun sejenak dan bertanya-tanya apakah dia datang di waktu yang salah lagi. Padahal tadi dia sudah sengaja menekan bel terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam. "Pak Jason, Nona Janice, selamat ... pagi."Saat Janice tidak fokus, Jason langsung mengambil tasnya. Melihat Jason meletakkan tasnya di kursi, dia hanya bisa duduk dengan patuh.Norman meletakkan satu per satu
Masih pura-pura tidak tahu.Janice memejamkan mata rapat-rapat, bibirnya terkatup kuat.Beberapa detik kemudian, film langsung melompat ke bagian akhir yang penuh tarian dan nyanyian. Irama musiknya ceria dan menggembirakan.Janice diam-diam membuka satu mata, memastikan bahwa layar sudah aman. Kemudian, dia baru membuka matanya sepenuhnya.Harus diakui, adegan tarian dalam film musikal ini memang indah. Warna keemasan berkilau, air mancur yang menyala, kelopak mawar merah berserakan di tanah, dan para wanita cantik dengan pakaian mewah menari sambil menyanyi. Semuanya kontras dengan adegan sebelumnya.Janice refleks menoleh ke arah pria di sampingnya, tidak menyangka Jason masih menatapnya. Tatapan mereka bertemu dari jarak dekat. Sedikit saja dia bergerak, bibir mereka bisa langsung bersentuhan.Janice kaget. Saat dia mencoba menghindar dengan menyandar ke belakang, dia malah jatuh dari sofa.Jason langsung menangkapnya dan menariknya kembali. Gerakan itu membuat mereka berdua terjat
Namun, hal itu tetap tak bisa menyembunyikan pesona khasnya.Tangan Jason menyusuri rambut Janice dengan gerakan lembut, membuatnya merasa diperlakukan dengan penuh hati-hati.Tanpa sadar, Janice bahkan tidak tahu kapan suara pengering rambut itu berhenti. Saat pikirannya kembali, dia baru sadar Jason membawanya keluar dari kamar utama.Dia tak mengerti apa yang sedang direncanakan pria itu, sampai dia melihat tiga hidangan rumahan di atas meja makan.Jason menarik kursi untuknya, menyajikan sepiring nasi hangat di depan Janice. "Masakanku biasa saja, makan seadanya."Janice tidak tahu harus berkata apa, akhirnya hanya mengangguk pelan. "Hm."Dia tahu Jason bisa masak sedikit, tetapi dia hanya pernah mencicipi mie dan sandwich buatannya yang gagal.Hidangan di depan mata ini memang tak seindah buatan koki Keluarga Karim, tetapi tetap terlihat menggugah selera.Janice mencicipi telur orak-arik tomat. Ternyata enak. Tanpa sadar, dia memuji, "Enak.""Masih ada di panci.""Masih ada?" Jani
Janice berjalan dalam keadaan linglung sepanjang perjalanan, hingga akhirnya dia masuk ke rumah yang hangat. Saat itu, dia mulai tersadar kembali. Melihat tangannya yang masih digenggam oleh Jason, dia segera menariknya seolah-olah tersengat listrik.Dengan wajah dingin, dia berkata, "Jason, kamu nggak perlu melakukan ini. Aku nggak akan setuju untuk mendonorkan hatiku!"Jason berhenti melangkah, menatapnya tanpa ekspresi, lalu perlahan mendekatinya. Janice mundur selangkah demi selangkah hingga punggungnya menempel pada dinding kaca yang dingin.Tubuh Jason basah kuyup, kemejanya menempel pada otot-ototnya yang tegang, memancarkan kekuatan yang tak terbantahkan."Kalau aku butuh hatimu, sekarang kamu sudah di rumah sakit," kata Jason sambil mendekat.Janice segera mengangkat tangan untuk menahan. "Jangan seperti ini!"Yang terdengar hanya suara klik. Seluruh rumah menjadi terang benderang. Ternyata Jason hanya menyalakan lampu.Dengan tangan menempel pada dinding kaca, Jason berta
Jadi, begitu kenyataannya.Mata Janice yang indah membelalak karena kaget dan takut. Hujan yang tertiup angin membasahi bulu matanya yang panjang, lalu menetes masuk ke mata. Semu dan kabur.Anwar menatapnya dingin. "Janice, dunia ini nggak pernah peduli pada keinginanmu."Begitu kata-kata itu diucapkan, dia menutup jendela mobil. Sopirnya perlahan menginjak gas dan mobil pun melaju pergi.Janice terdiam, tak menyangka Anwar akan membiarkannya begitu saja. Namun, dia segera sadar, dirinya terlalu naif.Begitu mobil Anwar meninggalkan lokasi, lampu sebuah mobil di seberang jalan tiba-tiba menyala. Dari dalam, keluar tiga pria bertubuh tinggi dan kekar.Janice baru sadar, dia sudah diawasi sejak tadi. Alasan kenapa Anwar pergi dulu baru menyuruh orang bertindak karena dia tidak ingin dirinya terseret secara langsung.Janice langsung merasa dadanya sesak. Tanpa peduli pada hujan, dia langsung berlari secepat mungkin.Namun, tiga pria itu seperti sudah tahu ke mana dia akan lari. Mereka se
Begitu membahas tentang Ivy, Janice akhirnya berhenti melangkah.Anwar memang punya kemampuan untuk menyelamatkan Ivy, tetapi Janice tahu pria tua itu pasti datang dengan maksud tertentu.Janice menarik napas panjang, lalu perlahan berbalik. "Kalau ada yang mau dibicarakan, bicaralah langsung. Nggak usah mutar-mutar."Anwar menatapnya sejenak, lalu langsung berkata terus terang, "Aku butuh satu hal dari tubuhmu."Tubuh? Janice menunduk, menatap dirinya sendiri. Apa yang berharga darinya? Barang-barang yang dimilikinya bahkan tidak sebanding dengan mobil Anwar.Dia sungguh tidak mengerti apa yang dimaksud Anwar. Dengan bibir terkatup rapat, dia bertanya, "Hal apa?"Tatapan tajam Anwar menyapu tubuh Janice. "Setengah dari livermu."Janice terdiam, sempat berpikir dirinya sedang berhalusinasi. Liver? Bisa diminta begitu saja?Angin sore berembus dingin, membuat Janice menggigil dan langsung sadar. Dia mundur, menjauh dari mobil."Untuk apa kamu butuh liverku?""Untuk Rachel," jawab Anwar
Dia bahkan menirukan suara perempuan itu. "Kak Norman, maaf, aku salah kirim, jangan dilihat ya ...."Norman dan Arya langsung merinding."Kak Norman, ajarin dong, gimana caranya bikin cewek kirim uang dalam satu menit?" Usai berbicara, Zion meninju ringan dada Norman.Norman menahan napas. Apa Zion tidak tahu betapa keras pukulannya? "Dasar gila."Norman menerima uang itu, lalu langsung menghapus kontak si perempuan. Tindakannya sangat cepat dan tegas.Arya bengong. "Hah? Kamu langsung hapus? Kamu nggak rugi sama sekali lho! Sudah liat fotonya, dapat duit pula!""Mau direkomendasikan ke kamu?""Eh, jangan! Aku nggak sanggup. Mending kasih ke Zion saja, dua-duanya genit, pasti cocok." Arya menunjuk Zion.Zion menikmati teh sambil selonjoran. "Aku sukanya yang tinggi semampai kayak aku.""Gila." Norman menjelaskan, "Pak Jason sempat bilang bakal ada yang hubungin aku buat balikin uang. Sepertinya dia orangnya."Ketiganya sedang asik minum teh saat seorang pengawal tiba-tiba masuk dan me