Jason menyentuh rambut Janice, sedangkan Janice mengepalkan tangannya dengan erat dan tidak berbicara.Kemudian, Janice menatap Jason seraya berbicara dengan ekspresi dingin, "Berhubungan intim nggak menandakan apa pun. Kamu nggak peduli, begitu pula aku. Asalkan ada kesempatan, aku pasti pergi.""Kamu nggak akan pergi," timpal Jason.Tubuh Janice menegang. Jason mengancamnya. Dia tahu ibunya Janice berada di kediaman Keluarga Karim.Tiba-tiba, Jason mengecup bibir Janice. Saat Janice tertegun, Jason menarik kalung di lehernya dan menegaskan, "Kamu nggak akan pergi."Janice hendak merebut kalung itu, tetapi Jason menghindar. Janice berujar, "Aku lupa melepaskannya."Jason tidak bertanya lagi. Dia menggendong Janice, lalu meletakkannya di sofa dan mengambil obat. Jason berkata, "Arya bilang harus ganti perban lagi sebelum tidur."Janice mengulurkan tangan dan membalas, "Aku ganti sendiri saja.""Jangan bergerak," sergah Jason. Dia menepis tangan Janice, lalu mengangkat kaki Janice dan m
Andrew menampar Vania. Tamparannya sangat kuat hingga Vania terjatuh. Vania yang kesakitan tidak berani bersuara.Risma yang kasihan kepada Vania membelanya, "Apa gunanya kamu pukul Vania? Sekarang yang terpenting itu jangan sampai Keluarga Karim tahu!"Andrew sangat geram. Dia menunjuk Vania sembari bertanya, "Siapa pria yang berhubungan denganmu?"Vania tidak berani berbicara jujur. Dia hanya berkata, "Ayah, kamu tenang saja. Pasti nggak ada yang kepikiran orang itu, termasuk Jason. Aku sudah putus hubungan dengan orang itu. Waktu itu aku mabuk karena temani Caitlin ...."Emosi Andrew sedikit mereda setelah mendengar nama Caitlin. Anwar masih membutuhkan Vania untuk mendekati Caitlin. Jadi, Vania aman untuk sementara waktu.Andrew mengingatkan, "Cepat cari cara supaya Jason berinvestasi pada Grup Tanaka."Vania mengangguk. Tiba-tiba, ponselnya berdering. Ternyata Malia mengirim 2 video kepada Vania. Salah satu isinya adalah rekaman saat Janice menguji Arya.Wajah Vania memucat. Terny
Seiring dengan perkembangan zaman, beberapa tahun ini perhiasan pria makin digandrungi. Bahkan, terkadang pria lebih mementingkan desain daripada wanita. Jadi, bukan hal yang aneh lagi jika pria memakai perhiasan.Yang membuat Janice terkejut adalah Howard mencarinya. Orang kaya seperti Howard paling mementingkan koneksi. Seharusnya dia mencari Vania.Begitu memikirkan hal ini, Janice langsung merasa gelisah. Howard meminum teh, lalu menjelaskan, "Minggu ini, Grup Hariwan berencana mengadakan acara perayaan. Kebetulan aku mendapatkan barang bagus. Aku ingin membuat perhiasan dan memakainya di acara perayaan."Amanda menimpali dengan antusias, "Barang bagus yang dimaksud Pak Howard ...."Howard menepuk tangannya. Pengawal berjalan masuk dengan membawa kotak. Sebuah borgol yang membelenggu pergelangan tangan pengawal terhubung ke kotak itu.Pengawal melepaskan borgol, lalu memasukkan sandi dan kotak tersebut pun terbuka. Janice dan Amanda melihat batu safir kashmir berkualitas tinggi sek
Janice menyimpan jam tangan pemberian Jason di dalam tasnya. Dia tidak memahami maksud Jason berbuat seperti ini.Saat Janice merenung, Vania mengangkat tangan untuk menunjukkan jam tangannya kepada semua orang. Jam tangan itu dihiasi dengan banyak berlian dan batu rubi. Orang yang jeli pasti tahu jam tangan Vania hanya bisa dibeli di pelelangan dan harganya pasti sangat mahal.Seorang rekan kerja memegang tangan Vania dan memuji, "Jam tangan ini pasti barang antik. Kualitasnya sangat bagus. Yang paling penting jam tangan ini sangat cocok denganmu. Pak Jason benar-benar perhatian padamu, harganya pasti mahal, 'kan?"Vania menarik tangannya, lalu melirik pergelangan tangan Janice sekilas dan menimpali seraya tersenyum, "Jason nggak pedulikan harganya, yang penting aku suka. Sebenarnya, kemarin Jason mau belikan aku jam tangan yang sama dengan punya dia, tapi aku nggak suka. Jadi, dia belikan jam tangan antik ini untukku di pelelangan."Vania ingin menunjukkan Jason sangat mencintainya.
Janice berpikir sejenak, lalu teringat dengan Arya. Ternyata Janice terlalu menganggap remeh Arya. Sekarang Janice harus memikirkan cara untuk menghadapi masalah ini.Janice yang gelisah bergegas keluar dari pantri setelah menuang kopi ke cangkirnya. Dia melihat Vania berdiri di samping meja kerjanya. Janice buru-buru menghampiri meja dan bertanya, "Bu Vania, ada apa?"Vania menunjuk ponsel di meja dan bertanya dengan tenang, "Kamu ganti ponsel baru?"Saat Vania hendak menyentuh ponselnya, Janice segera merebutnya dan menjawab, "Nggak. Aku cuma ganti casing baru.""Oh," sahut Vania. Dia tidak mengatakan apa pun lagi dan kembali ke tempat duduknya.Janice segera menyimpan ponsel di tasnya.....Saat jam istirahat makan siang, Janice pergi memperbaiki ponselnya dengan menaiki taksi. Bos toko mengernyit setelah memeriksa ponsel lama Janice yang jatuh ke dalam air.Bos menjelaskan, "Bu, ini ponsel lama 3 tahun yang lalu. Di tokoku nggak ada layar dan baterai untuk ponsel ini, harus pesan d
Klang! Kaca mobil bukan hanya utuh, tetapi tidak ada retakan sedikit pun. Janice bersandar pada pintu mobil dengan agak bingung.Saat ini, jendela mobil perlahan-lahan turun, memperlihatkan tatapan dingin Jason. Pada saat yang hampir bersamaan, pintu mobil terbuka dan lengan panjang melingkari pinggang Janice. Jason mengangkatnya dan menendang pria yang mendekat.Begitu melihat Jason, pria itu segera berdiri dan menarik rekannya pergi. Jason melirik Norman sekilas. Norman mengangguk dan diam-diam pergi.Ketika melihat keduanya pergi, Janice baru saja ingin menghela napas lega. Namun, terdengar suara dingin di atas kepalanya. "Apa yang terjadi?"Janice mengerutkan bibirnya. Beberapa kata yang ingin dikeluarkannya terpaksa ditarik kembali. Dia yakin orang-orang itu dikirim oleh Vania. Vania pasti merasa ponselnya terlalu baru, jadi mengutus orang untuk merampok ponsel lamanya.Namun, apakah Jason akan percaya? Itu tidak mungkin. Dia adalah orang yang rela menghabiskan banyak uang untuk V
"Siapa yang bilang begitu?""Menurutmu? Pokoknya aku nggak mau! Aku nggak akan pakai yang sama denganmu ...."Janice merasakan dasi di pergelangan tangannya mengencang. Tubuhnya terhuyung ke depan. Saat berikutnya, Jason menciumnya dengan kuat, membuatnya tidak bisa berbicara lagi.Janice berusaha melawan sekuat tenaga. Di tengah perlawanannya, dia merasakan dingin pada pergelangan tangannya. Jam tangan itu akhirnya terpasang.Beberapa saat kemudian, Jason melepaskan dasi dari pergelangan tangannya dan membawanya turun dari mobil. Janice menjulurkan tangan untuk melepaskan jam tangannya.Jason memegang dasi yang ada di tangannya dan berkata, "Kalau kamu berani, lepaskan saja."Janice mengutuk dalam hati, merasa pria ini gila. Namun, dia tahu Jason bisa melakukan apa saja. Pada akhirnya, Janice menurunkan tangannya dan mengikuti langkahnya.Jason membawanya ke restoran di sekitar. Sepertinya dia sudah memesan tempat sebelumnya. Manajer langsung mengantar mereka ke meja yang sudah dipesa
Setelah pulang kerja, Vania langsung pergi ke tempat reparasi ponsel. Orang itu menyalakan komputer dan menghubungkan ponsel lama yang diberikan Vania.Ketika melihat layar komputer yang terus berkedip, senyuman tersungging di bibir Vania. 'Janice, sebaik apa pun kamu menyembunyikannya, aku tetap menemukannya. Apa yang bisa kamu banggakan tanpa bukti?'"Sudah terbuka.""Aku mau lihat."Vania mengambil ponsel itu dengan tidak sabar, lalu memeriksanya. Namun, selain catatan obrolan yang normal, tidak ada apa pun yang berkaitan dengan dirinya.Dengan perasaan enggan, Vania membuka galeri Janice untuk memeriksa foto dan video. Alhasil, tidak ada apa-apa."Ini nggak mungkin! Dia bahkan melarangku menyentuh ponselnya yang jelek ini. Pasti ada sesuatu! Coba cari apa ada file yang dia sembunyikan?""Baik." Orang itu kembali mengutak-atik komputer dan menemukan sesuatu."Memang ada sebuah album foto yang disembunyikan.""Perlihatkan kepadaku!" ucap Vania dengan antusias.Dalam waktu kurang dari
Janice terpaku sejenak. Saat dia mencoba menutup pintu lagi, Jason sudah melangkah masuk ke kamar. Bunyi pintu tertutup membangunkannya dari keterkejutan. Dia segera berdiri di hadapan Jason dan mencoba menghalangi langkahnya."Aku cuma pesan kamar dengan tempat tidur biasa. Nggak ada tempat untukmu tidur," katanya dengan nada tegas."Bukan pertama kalinya kita tidur bersama," balas Jason dengan nada santai, sambil memindahkan tangan Janice dari jalannya dan berjalan ke dalam kamar.Wajah Janice langsung memanas. Tiba-tiba dia teringat pakaian yang masih berserakan di atas tempat tidur. Dia segera berlari ke tempat tidur dan dengan panik menutupi semuanya dengan selimut.Sambil menekan selimut dengan tangannya, dia menunjuk ke sekitar kamar. "Paman, kamu lihat sendiri, ini kamar standar, sederhana sekali. Sebaiknya kamu kembali saja. Bukankah ada kehangatan yang menunggumu?""Kehangatan?" Jason menyandarkan tubuhnya ke lemari TV, memasukkan kedua tangannya ke saku, dan menatap Janice d
Janice langsung menjawab, "Borgol itu harus sepasang."Baru saja kata-katanya selesai, pemilik stan langsung paham maksudnya. Dia mengambil satu gelang capybara lagi dan memasangkannya di pergelangan tangan Jason."Lihat! Sepasang! Kalau kalian bergandengan tangan, itu jadi seperti borgol."Saat itulah Janice menyadari bahwa sejak selesai menembak tadi, Jason terus menggenggam tangannya. Dia mencoba menarik tangannya beberapa kali, tetapi cengkeraman Jason tetap tak tergoyahkan. Dengan nada kesal, dia berkata, "Kamu sengaja, ya?"Jason tidak membalas, hanya menggenggam tangannya erat dan berjalan pergi sambil berkata, "Benda ini jelek sekali."Jelek, tapi kamu tetap membujuk pemilik stan untuk memakaikannya. Gelang murah seharga belasan ribu itu kini terlihat aneh berdampingan dengan jam tangan Jason yang harganya setara sebuah mobil mewah.Janice menoleh ke belakang, mendapati bahwa pria-pria yang tadi mengikutinya sudah menghilang. Dia menatap Jason dengan penuh curiga. "Mereka itu s
Melihat wajah Janice yang pucat, Amanda berusaha menenangkannya, "Istirahatlah lebih awal. Jangan terlalu mikirin apa yang terjadi hari ini."Namun, setelah kembali ke kamarnya, Janice tidak bisa tidur. Marco mengatakan bahwa dia telah "dijual".Siapa yang menjualnya?Lalu, ada Vania yang tampaknya tahu sesuatu ketika dia muncul. Namun, Vania terus bersama Jason sepanjang waktu. Yang paling membingungkan adalah potongan-potongan kenangan aneh yang muncul di pikirannya.Janice mencoba mengingat, tetapi dalam dua kehidupan yang diingatnya, tidak pernah ada memori seperti itu. Semakin dipikirkan, semakin rumit rasanya. Pada akhirnya, dia bahkan merasa lapar.Janice bangkit untuk mengambil menu di samping telepon dan membukanya. Semua harga makanan di hotel itu berjumlah puluhan juta ke atas.Meskipun Zachary telah memberinya kartu, Janice tahu dia harus mulai mengatur keuangannya untuk masa depan.Setelah berpikir sejenak, dia memutuskan untuk keluar. Dia pernah membaca bahwa jajanan mala
Seorang polisi lain membuka tas yang ditemukan di samping Marco. Setelah melihat isinya, ekspresinya berubah serius.Dengan mengenakan sarung tangan, dia mengeluarkan sesuatu dari dalam tas. Selembar kulit manusia yang telah diproses, tampaknya bagian punggung seseorang. Beberapa desainer yang melihatnya langsung merasa mual dan muntah di tempat.Polisi yang memimpin segera berdiri di depan para tamu untuk mencegah mereka mendekat dan berkata, "Jangan sebarkan kabar ini. Polisi akan meminta keterangan kalian nanti."Mendengar hal itu, ekspresi Vania menjadi tidak terkendali. Urat di pelipisnya terlihat menonjol dan dia mundur beberapa langkah dengan panik. Namun, gerak-geriknya itu tidak luput dari pengamatan polisi."Bu Vania, Anda juga perlu tinggal untuk dimintai keterangan.""Aku? Kenapa aku? Aku nggak tahu apa-apa ...." Vania belum selesai bicara saat tubuhnya menabrak seseorang.Ketika berbalik, dia melihat Jason. Matanya langsung dipenuhi rasa sedih dan tertekan. "Jason, aku cum
Sebagian besar orang yang hadir di jamuan tersebut baru pertama kali melihat tes narkoba seperti ini, sehingga mereka memandang dengan rasa penasaran. Namun, hanya Vania yang tampak berbeda. Matanya memerah dan dia mulai menangis pelan."Pak, bisa nggak Anda kasih toleransi? Janice masih muda. Kalau masalah ini tersebar, reputasinya akan hancur," ujarnya dengan nada penuh belas kasihan.Polisi tetap menjaga ekspresi tegasnya. "Hukum adalah hukum, tidak seorang pun diizinkan untuk melanggarnya."Begitu mendengar hal itu, beberapa desainer yang sebelumnya berdiri di dekat Janice segera mundur karena takut ikut terseret.Janice mengangkat kepalanya memandang Vania dengan tenang, lalu berkata, "Bu Vania, hasilnya bahkan belum keluar. Kenapa kamu bisa yakin aku pasti bersalah? Kamu punya kemampuan meramal?"Vania sedikit terpaku, lalu buru-buru menghapus air matanya. "Aku cuma khawatir. Aku takut sesuatu terjadi padamu. Maafkan aku kalau aku terlalu ikut campur."Kerumunan mulai memandang J
Tak ingin memprovokasi pelaku, polisi tidak menyebutkan langsung soal narkoba. Namun, semua orang di ruangan itu mengerti maksudnya.Mendengar itu, Amanda terkejut dan langsung menggeleng keras. "Nggak mungkin! Pasti ada kesalahan."Sebelum polisi sempat menjelaskan lebih jauh, sebuah suara tiba-tiba menyela, "Ada apa ini? Kenapa ribut sekali?"Itu suara Vania.Begitu masuk, dia tampak terkejut melihat Amanda. "Bu Amanda, ternyata Anda juga di restoran ini. Eh? Di mana Janice? Ke mana dia?"Polisi yang mendengar bahwa ada orang yang tidak hadir langsung merasa khawatir. Mereka tahu bahwa pengguna barang terlarang sering bertindak di luar kendali, dan jika orang tersebut pergi, itu bisa membahayakan orang lain.Salah satu polisi segera bertanya dengan tegas, "Siapa lagi yang nggak ada di sini? Sekarang dia ada di mana? Kalau kalian nggak jujur, kalian akan dianggap melindungi pelaku dan itu adalah tindak pidana."Amanda mengerutkan alisnya dengan kesal dan melirik ke arah Vania.Vania b
Janice terdiam, bingung dengan maksud Jason. Kata-katanya terdengar seperti sedang meminta pengakuan atau status hubungan. Namun, mana mungkin ada status seperti itu di antara mereka?Orang yang paling dicintai Jason adalah Vania, sedangkan Janice hanyalah alat yang dia gunakan. Bagi Jason, Janice adalah seseorang yang bisa dia korbankan kapan saja.Hati Janice terasa sesak. Dengan suara dingin, dia berkata, "Aku lupa, kamu adalah pamanku."Mendengar itu, mata Jason menyipit, emosinya bergolak seperti gelombang yang dalam. Akhirnya, dia kehilangan kesabaran. Dia menekan belakang kepala Janice dan kembali mencium bibirnya dengan kasar.Napas mereka bertaut dan dia sepenuhnya kehilangan kendali. Dia tidak memberi Janice sedikit pun ruang untuk melawan. Sampai Ketika Janice kehilangan seluruh tenaganya dan hanya bisa pasrah membiarkan Jason mengambil alih, suara lirih keluar dari tenggorokannya."Mm ...."Jason terengah-engah memeluk pinggang Janice erat-erat. Dengan suara serak, dia berk
Melalui jaket yang menutupi tubuhnya, Janice mendengar suara pukulan yang menghantam tubuh, diikuti oleh suara tulang yang patah atau terpelintir.Klang! Pisau bedah jatuh ke lantai.Marco bahkan tidak sempat mengeluarkan suara sebelum tubuhnya ambruk ke lantai. Tali yang mengikat keempat anggota tubuh Janice segera dilepaskan. Tubuhnya yang lemas diangkat dalam pelukan seseorang.Saat tubuhnya digerakkan, jaket yang menutupi wajahnya melorot. Akhirnya, Janice melihat wajah pria yang memeluknya.Jason.Wajahnya sama seperti bayangan di pikirannya ... dingin tanpa ekspresi, tetapi mata itu penuh dengan amarah yang membara dan menyiratkan aura membunuh yang pekat.Dengan sisa kekuatannya, Janice perlahan mengangkat tangannya untuk menyentuh wajah Jason. Dia berkata dengan suara lemah, "Kamu datang menyelamatkanku ...."Sebelum kata-katanya selesai, tangannya jatuh lemas, dan dia pingsan.Jason merasakan sesuatu menyusup ke hatinya, tetapi auranya tetap dingin dan tajam. Dia menatap Marco
Melihat Marco yang semakin mendekat, Janice berusaha keras untuk meronta. Namun, tubuhnya tetap tak dapat digerakkan. Bahkan ketika dia mencoba menjatuhkan dirinya dari kursi, tubuhnya tetap tak bergeser sedikit pun.Tanpa tergesa-gesa, Marco berhenti di depannya, lalu berjongkok. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh wajah serta punggung Janice dengan penuh kesadaran."Benar-benar kulit yang sempurna. Nggak heran hargamu jauh lebih mahal daripada yang lain. Tenang saja, aku akan berhati-hati."Kulit?Janice terkejut dan matanya membelalak. Dengan susah payah, dia membuka mulut dan tergagap, "Ku ... kulit apa? Ha ... harga apa?"Setelah mengatakan itu, rasanya dia telah menghabiskan seluruh tenaganya. Tubuhnya langsung terkulai di lantai, tak mampu bergerak lagi.Mendengar pertanyaannya, Marco sepertinya teringat sesuatu yang membuatnya semakin bersemangat. Tangannya bergerak dengan gelisah, sulit menahan kegembiraannya. Tiba-tiba, dia membungkuk lebih dekat ke Janice, dengan senyum yan