"Kamu saudaranya Riki? Ohh … pantesan selama ini aku merasa ada yang aneh dengan kamu, ternyata kamu saudara Riki." Nur mundur beberapa langkah dari Rizki."Nur, memang benar aku saudaranya Riki, tapi aku tidak ada niat jahat sama kamu, serius.""Sudah cukup dramanya, Rizki, mulai sekarang menjauhlah dari Nur," ucap Raihan tenang tapi penuh penegasan. "Diam kau, mending kau urus istrimu yang sudah menyakiti Nur, kalian berdua suami istri sama saja, taunya hanya bisa menyakiti Nur, iya memang benar aku saudara Riki, tetapi tidak ada niat sedikitpun buat menyakiti Nur, aku benar-benar jatuh hati pada kesederhanaannya.""Sudah Bang Rizki, cukup, jangan ngegombal lagi, mulai sekarang menjauhlah dariku." "Ayo Nur, kita pergi dari sini," ajak Raihan pada Nur, wanita berjilbab panjang itu tampak ragu. "Kamu lebih memilih pria yang masih berstatus suami orang, apa kamu mau dicap sebagai pelakor." "Aku sudah resmi bercerai dengan Fitri, Nur, tadi siang baru ketuk palu, jadi statusku duda b
Kembali ke POV Nur. Sontak saja aku kaget saat mamak berkata jika Rizki datang melamar, nekat juga tuh orang, ingin protes karena lelaki itu seenaknya datang begitu saja, tetapi melihat wajah bahagia mamak, jadi urung. "Apalagi Nur, cepat ganti baju, pakai gamis terbaikmu," ucap mamak yang sudah berganti busana dengan gamis batik yang aku belikan lebaran dua tahun yang lalu."Mak, sini dulu Mak.""Apa?""Walaupun si Rizki ngelamar tapi bukan berarti Nur menerima begitu saja," protesku pada mamak."Iya, setidaknya mamak pengen tau bagaimana rasanya jika anak dilamar, selama ini mamak hanya menyaksikan anak tetangga saja, barusan udah mamak telp Kak Biah buat minta tolong sama suaminya untuk belikan sekotak air mineral dan cemilan, makanya cepat ganti bajumu." Ya Allah … sebegitu bahagianya mamak saat ada orang yang melamarku, tidak peduli orang itu siapa, andai yang sedang melamar itu orang yang aku harapkan pasti lain ceritanya. "Apalagi … kok malah bengong, cepatlah Nur ganti baj
"Lamarannya mendadak ya, biasanya pasti ada sesuatu, jangan-jangan sudah tekdung atau sudah di grepe-grepe tuh si pertu alias perawan tua," ujar Bu Beti saat Bu Zubaidah membersihkan bunga-bunga yang berada di depan rumahnya dari rumput-rumput kecil yang mengganggu. "Hushh … jangan ngomong sembarangan, calonya Nur itu ganteng kali, badannya kekar, ga kalah sama Raihan– menantunya Bu Beti, eh udah jadi mantan menantu ya," celetuk Bu Miah, salah satu tetangga Bu Beti maupun Bu Zubaidah. "Palingan dapat jodoh karena main dukun, pikirlah pake logika, mana ada orang ganteng kayak gitu mau sama perawan tua," ucap Bu Beti dengan suara lantang, sengaja agar Bu Zubaidah mendengar. Bu Zubaidah hanya menghela nafas, buru-buru ia mengumpulkan rumput yang sudah sedari tadi ia cabuti dari pot-pot tanaman di halaman kecil depan rumahnya, setelah terkumpul bergegas Bu Zubaidah masuk ke dalam rumahnya dan tidak menghiraukan ucapan Bu Beti, wanita tua nan bersahaja itu menganggap jika Bu Beti iri ka
"Kenalin, aku Dimas, keka … eh–temannya Bang Rizki," ucap Dimas hampir keceplosan, lelaki itu mengulurkan tangannya hendak bersalaman dengan Nur, karena merasa bukan muhrim, Nur menangkupkan kedua tangannya sambil tersenyum sopan ke arah Dimas."Bukan muhrim Dimas," ucap Rizki pelan hampir seperti berbisik. "Andai dia tau kalau aku dan dia sebenarnya muhrim, tampilanku saja lelaki tapi khodamku perempuan hihihi," bisik Dimas langsung disikut oleh Rizki saat mereka masuk ke dalam restaurant. "Maya, bolehkan Bang Rizki dan temannya gabung makan sama kita?" Maya menoleh pada Nur, di belakang Nur berdiri Rizki dan Dimas. "Ya boleh kalilah, yuk silahkan duduk, makin rame makin seru," Maya mempersilahkan duduk. "Kebetulan aku lapar kalilah! " seru Dimas sedangkan Rizki duduk dengan canggung, Maya sedikit tertegun dengan tingkah Dimas yang seperti … tapi ia coba abaikan. "Kalian mau pesan apa?" Maya memberikan tabel menu pada Rizki. "Kamu nanyea? Kamu bertanyea-tanyea kami mau pesan a
"Sabar ya Nur, kelak Allah akan memberimu jodoh yang terbaik versi Allah, bukan versimu, sudah-sudah jangan menangis lagi, setidaknya Allah menunjukkan sisi lain seorang Rizki," ucap Bu Zubaidah menghibur Nur. "Iya Mak, tapi mamak enggak apa-apa kan? Karena ga jadi punya menantu.""Ya enggak apa-apa lah Nur, berarti bukan jodohmu.""Nggak malu kan nanti Mamak sama tetangga, karena mereka pasti ada yang mengejek kita nanti.""Mamak sudah kebal Nur, lagian ngapain mesti malu, kalau punya anak kayak si Fitri itu baru mamak merasa malu, sikapnya kriminal, dirimu cuma masih belum diberi jodoh, karena jodoh, rezeki dan kematian merupakan rahasia dan sudah diatur oleh Allah Swt, biar Allah yang mengatur, kita sebagai manusia hanya bisa berikhtiar, selama ini mamak lihat kau sudah berusaha, cuma kalau Allah masih belum memberi, ya kita bisa apa? Terus berpikir positif pada Allah karena dia tau mana yang terbaik untuk hambanya.""Ya Allah … terima-kasih banyak ya Mak."Nur merasa beruntung me
"Malu nih yee! Hahahaha, sampai kapanpun ga bisa kau mengalahkan si Fitri!""Kenapa, Nur?" "Biasalah Mak, tetangga depan rumah, ga anaknya ga ibunya, sama saja.""Apa katanya? Ga bisa tenang paling hidupnya kalau ga mengejek kita.""Dia ngejekin karena Bang Rizki gay, entah apa-apa lagi katanya, ga usah kita dengarkan Mak.""Tau dari mana dia kalau si Rizki gay?""Katanya tau dari si Fitri.""Ya Allah … biarpun dipenjara ga ketinggalan berita si Fitri itu ya.""Entahlah Mak, Nur juga heran.""Tidak berapa lama mobil pajero sport hitam berhenti di depan rumah Nur. " Itu paling si Raihan, siapkan hati Nur, kalau sempat si Beti tau kau dijemput si Raihan, pasti entah apa-apa kata yang keluar dari mulutnya itu.""Iya Mak, insya Allah Nur sudah kebal, Bang Raihan kan sudah duda dan Nur juga tidak ada ikatan dengan lelaki manapun jadi kami bisa memulai hubungan, mudah-mudahan Allah melancarkan segala sesuatunya.""Assalamualaikum," ucap Bang Raihan sudah berdiri di depan pintu. "Waalaiku
Mungkin sekitar dua puluh menitan Nur dan Umi Maryani mengobrol, awalnya obrolan masalah ibunya Nur dan berlanjut ke masalah pemahaman agama, semakin banyak mengobrol semakin kagum wanita yang telah melahirkan Raihan itu, dia merasa wanita ini memang pantas untuk pendamping anaknya yang mana akan mewarisi pondok pesantren milik keluarga mereka, Nur juga jago akunting bisnis sesuai bidangnya dan posisinya dimana tempat ia bekerja, kebetulan keluarga Raihan memiliki sekitar seratus hektar lahan sawit yang mana kelak bakalan Raihan yang meneruskan, maka dari itu Umi Maryani senang jika Raihan mendapatkan istri yang pas, ilmu agamanya mumpuni dan ilmu bisnisnya tidak diragukan, sebagai orang tua pasti menginginkan terbaik untuk anaknya. "Lagi ngobrolin apa sih, kok sepertinya seru banget," ucap Raihan yang baru saja turun dari lantai atas. "Biasa obrolan wanita," ucap umi. "Nur, temenin masak yuk," ajak Raihan. "Eh kamu itu, kasihan Nur nanti capek, pesen lewat aplikasi saja.""Yah …
"Nur, apa tidak sebaiknya untuk sementara waktu tinggal di apartemen, entah mengapa perasaan abang tidak tenang kefikiran terus sama keselamatan Nur," ucap Raihan melalui sambungan telepon. "Mana mungkin Nur tinggal di apartemen Bang, sedangkan pernikahan kita tinggal satu minggu lagi, banyak yang harus Nur persiapkan bersama mamak.""Entahlah Nur, benar-benar risau hati abang.""Insya Allah semua akan baik-baik saja Bang, ya sudah abang istirahat ya, ini juga Nur hendak tidur karena besok pagi harus ngantor."." Iya Nur, kamu jaga diri baik-baik ya Nur.""Baik, Abang juga ya, semoga kita semua selalu dalam lindungan Allah swt."Nur mematikan sambungan telepon lalu beranjak untuk tidur.Adzan yang berkumandang dari masjid terdengar merdu mengalun menyapa gendang telinga wanita yang baru saja dilamar itu, Nur ngulet sebentar lalu bangun dan mandi. "Nur, ikut jamaah ke masjid?" "Ikut Mak, tunggu ya Mak.""Nur, mamak tadi udah masak sop ayam buatmu, nanti dimakan ya Nak, kau harus jag