"Mau apa kalian!" Nirmala berusaha tenang bertanya dengan nada yang tegas dan sorot mata yang tajam. "Kami mau bermain-main denganmu, lebih tepatnya mengajakmu bersenang-senang," ucap pria yang baru Nirmala ingat namanya Rudi, saat di bandara bersama Melda, dua lelaki itu semakin beringas menatap Nirmala dengan kulit bersih mengilap sungguh menggelitik sukma kelaki-lakian mereka. "Kalian sudah bosan hidup! Aku bisa saja melaporkan kalian pada pihak berwajib, apa kalian mau mendekam di penjara?""Setelah kami menikmati sari-sari manis kewanitaan mu, nyawamu kami lenyapkan, agar kau tidak berkicau pada polisi."Rudi berucap lagi dan berhasil membuat jantung Nirmala berdegup lebih kencang membayangkan rencana busuk mereka, tapi yang satu Nirmala yakini, ia punya Allah, Dzat yang maha penolong. "Kalian berpikir bisa lolos begitu saja, keluargaku pasti akan mencariku dan sebelum aku sampai di jalan ini aku bertemu dengan beberapa orang, kalian fikir Polisi itu bodoh tidak bisa menangkap
"Bang, ini rumah saya, mampirlah sebentar, saya akan buatkan minuman." Nirmala berhenti di depan pagar rumahnya. "Tidak, terima-kasih Kak, saya langsung pulang saja.""Tunggu sebenar," ucap Nirmala sambil sedikit berlari menghampiri Raihan"Ini Bang, ada sedikit rezeki lagi, terima ya," ucap Nirmala lagi sambil menyelipkan uang tiga ratus ribuan di saku kemeja Raihan, lelaki itu sempat kaget dan melihat gerak tangan Nirmala yang memasukkan uang ke saku kemejanya, belum sempat berkata tapi Nirmala sudah buru-buru masuk ke halaman rumahnya. Sedangkan Melda yang sedang berdiri di lantai dua menatap Nirmala dengan geram lalu meraih ponselnya dan menghubungi seseorang. "Kamu itu gimana sih Rud? Cuma menghabisi nyawa perempuan saja tidak bisa.""Adik iparmu itu bukan wanita lemah seperti yang dilihat.""Masa kalah tenagamu sama dia! Dasar lemah.""Ini bukan masalah tenaga, dia itu otaknya cerdas, jadi bisa mempengaruhi orang, si Burhan terpengaruh sama tipu dayanya, dan sekarang dia dit
"Arghh sudahlah Nirmala, asal kau tau saja, di atas langit masih ada langit, jangan sombong jadi manusia, jangan kau pamerkan gelar S1 mu itu untuk menghina orang, gelar itu ga akan dibawa mati." Setelah berkata seperti itu, Melda pergi sambil mencebikkan bibirnya sinis ke arah Nirmala. 'Dasar aneh, semoga Allah selalu melindungiku.' Nirmala membatin. Setelah menghabiskan makannya, Nirmala pergi masuk ke kamar, baru saja hendak duduk di pinggir ranjang miliknya terdengar pintu kamar diketuk. "Siapa?" Nirmala melongok, ternyata Yati yang ada di balik pintu. "Nirmala, boleh bicara sebentar.""Boleh, masuk Kak Yati." Yati masuk lalu menutup pintu kamar. "Ada apa Kak? Kok jam segini belum pulang, nanti kesorean jalanan sepi, bahaya loh kak.""Iya Nirmala, Kak Yati harus bicara padamu, penting.""Masalah apa, Kak?""Nirmala harus berhati-hati dengan Melda ya, tadi aku tidak sengaja mendengar dia berbicara melalui sambungan telepon, dia bicara gini, 'campakkan saja ke sungai barumun itu
"Besok Saya minta ktp dan KK abang ya, Nirmala punya kenalan orang dinas pendidikan agar data abang bisa masuk ke daftar guru honorer, kalau rezeki abang bagus bisa jadi PNS, insya Allah abang orang baik rezeki juga akan baik selama terus berusaha." Raihan hanya diam dan Nirmala sibuk memotivasi tentang rezeki halal, amal jariyah dan sepanjang Nirmala bercerita Raihan sesekali mengangguk menghargai. "Oiya Bang, kenalin ini Pak Mukhlis, dia yang akan memperbaiki sekolah ini, kalau masalah biaya tidak perlu dipikirkan, insya Allah Nirmala yang handle, abang cuma fokus mencerdaskan anak-anak kampung sini saja dalam bidang agama, nanti Nirmala akan sering memantau ke sini, kalau ada perlu apa-apa jangan sungkan ya Bang, kalau untuk kebaikan, insya Allah Nirmala bantu, segera siapkan apa yang Nirmala bilang tadi, agar abang segera terdaftar jadi guru honorer," ucap Nirmala lalu pamit pergi sedangkan Raihan tidak diberi kesempatan untuk berbicara. "Setelah ini kita ke beting Pak." Nirmal
"Sepertinya ini masalah keluarga kalian.""Iya Koh, memang ini masalah keluarga tapi lahan yang Koh Aliang beli dari Melda itu tidak sah, saya akan mempertahankan lahan saya, karena itu peninggalan almarhum ayah saya, jadi Koh Aliang tuntut saja Melda.""Kalau begini amsyong lah, terus uang saya satu Milyar lebih itu bagaimana? Kamu tidak bisa berkata tidak sah, karena saya beli pada keluargamu dan belum tentu juga itu lahan kamu, siapa tau itu punya Melda!""Tidak ada sejarahnya harta warisan jatuh ke menantu, selama masih ada istri dan anak ya jatuhnya ke mereka, kecuali bagian abang saya kalau mau diserahkan ke istrinya baru bisa, itu juga tidak bisa semua karena mereka punya anak semua ada aturan tertulis di Alquran, kalau Koh Aliang keberatan, saya juga keberatan karena lahan saya dijual tanpa sepengetahuan saya, ini kasus penipuan, Koh Aliang harus membawa ini ke ranah hukum," ucap Nirmala panjang lebar dan Koh Aliang hanya memijit-mijit kepalanya yang terasa pusing tampak kulit
Pintu terlihat terbuka, akhirnya Melda keluar kamar juga. "Bang, tolong Bang, kepalaku pusing sekali." Setelah berkata seperti itu Melda pun jatuh ke dalam pelukan Roni dan berpura-pura pingsan. "Ya Allah sayang! Kamu kenapa!" Roni berteriak dan mengira kalau Melda pingsan, sedangkan Nirmala sangat yakin jika itu akal-akalan Melda. "Nirmala, kamu jangan diam saja, bantu aku mengangkat istriku ke kasur," titah Roni pada Nirmala. Nirmala memandangi tubuh Melda yang barusan saja dibaringkan di tempat tidur lalu dia merogoh benda pipih yang ada di tas sandang kecil miliknya. " Halo Dokter Andrew, bisa kerumah saya sekarang, kakak saya tiba-tib–""Hentikan Nirmala! Hentikan!" Melda merampas ponsel Nirmala lalu mematikan sambungan telepon, Nirmala kaget dan menatap heran pada Melda. "Kenapa? Katanya sakit, aku mau panggil dokter kenapa dilarang?""Iya Sayang, kenapa kau larang Nirmala memanggil dokter?' Roni juga heran dengan sikap Melda barusan. " Keluar kau Nirmala, aku ingin bicar
"Apapun rencanamu, aku akan ikut, yang penting bagiku lahan itu tidak jatuh ke tangan yang lain. Tapi … kamu yakin rencana ini akan berjalan dengan lancar?" Koh Aliang ingin meyakinkan lagi dengan ide yang disarankan oleh Melda. "Jika kita sepakat berkata seperti ini dan tidak berubah-ubah, aku yakin pasti berhasil karena Nirmala tidak mempunyai bukti bahwa aku yang menjual lahan tersebut.""Terus, bagaimana masalah sertifikat. Nirmala mengatakan kalau ia juga menyimpan sertifikat lahan tersebut. ""Itu tidak masalah Koh, Nirmala tidak menyimpan sertifikat, dia hanya menyimpan surat kepala desa saja, Koh Aliang kan sudah mensertifikatkan lahan tersebut, berarti posisi Koh Aliang kuat."" Oke kalau begitu. Jadi untuk sekarang kita sepakat, mulai detik ini akan berkata seperti yang kau katakan, jika Nirmala menuntut lagi. ""Iya Koh, aku yakin wanita itu tidak akan bisa menuntut kita ataupun merebut lahan itu lagi, karena Koh Aliang yang sudah mempunyai sertifikat lahan tersebut. ""Ka
Nirmala menatap heran pada Roni, begitu juga Raihan, dibelakang Roni berdiri Melda yang sedari tadi sibuk membenarkan rambutnya dan sesekali menatap Raihan cukup lama. "Jangan bicara seperti itu Bang, tidak boleh merendahkan orang seperti itu.""Lelaki ini memang rendah, kalau mau kaya ya kerja, bisnis, jangan taunya cuma memanfaatkan harta dari perempuan yang berasal dari keluarga kaya.""Apanya maksud Abang?""Gara-gara lelaki ini kau habis-habisan ngasih uang ke dia." Roni menunjuk-nunjuk Raihan, sedangkan Raihan bersikap santai sambil melipat tangan ke dada berdiri di depan pintu agar anak didiknya tidak melihat tingkah keangkuhan Roni. "Ya Allah, habis-habisan bagaimana Bang, aku cuma ngasih sedekah buat Bang Raihan.""Oh, namanya Raihan," ucap Melda lembut, senyumnya merekah dan matanya membulat tak berkedip melihat Raihan yang sedari tadi santai melihat perdebatan antara Nirmala dan Roni. "Sedekah? Sedekah kau bilang? Kau jual lahan sawit bagianmu terus kau kasihkan sama dia
Sehari sebelum lamaran, Nirmala dan ibunya sudah kembali ke rumah mereka, jangan ditanya rasa hati Bu Herlina, doa yang ia langitkan di sepertiga malam untuk anaknya, diijabah sama Allah, kini, Roni sudah kembali ke jalan yang benar, bukan lagi secara membabi buta marah-marah tidak jelas tanpa mencari tahu masalahnya dari dua belah pihak, padahal selama ini Bu Herlina selalu berkata pada Roni agar bertabayyun dalam menyikapi masalah, mencari kejelasan tentang sesuatu masalah hingga jelas dan benar keadaannya, karena selama ini, Roni hanya mendengar kata istrinya. Bu Herlina senang jika rumah tangga anaknya akur dan Roni begitu menyayangi istrinya tapi lihat dulu istri yang bagaimana, jika mempunyai istri seperti Melda yang banyak mudharatnya dan yang lebih parahnya tega berselingkuh, memfitnah dan ingin menghabisi nyawa Nirmala, jadi lebih baik dilepas/dicerai."Nirmala, kalau bisa nanti setelah lamaran, jangan terlalu lama jaraknya ke acara pernikahan, kalau bisa lebih cepat lebih b
Roni tidak langsung pulang kerumah, tiba-tiba saja hatinya dilanda rasa curiga yang datang menyerang begitu saja, saat itu Roni masih berada di rutan, tepatnya di parkiran, pikirannya berkecamuk, ia juga heran, biasanya ia selalu percaya pada Melda, tapi tidak kali ini.Roni kembali masuk ke dalam bukan untuk menemui Melda tetapi menemui sipir untuk meminta ponsel Melda yang dititipkan di bagian loker, siapa tau dengan memeriksa ponsel Melda, ia menemukan titik terang tentang kecurigaan yang baru saja datang menghinggap. "Saya ingin mengambil ponsel istri saya," ucap Roni."Maaf Pak, semua barang napi diberikan saat napi selesai masa jabatannya, eh, apa nih, Pak? Oh iya, iya, bisa diatur Pak. Selow saja Bapak," ucap penjaga sambil senyum sumringah menerima sejumlah uang dari Roni. Kini, ponsel dengan logo apel terbelah berwarna gold itu berada di genggaman Roni, ia tidak memeriksa ponsel itu sekarang, melainkan nanti saat di rumah. Bagai disayat sembilu, bagai mendengar petir di s
Roni terlihat keluar dari sebuah Bank sambil menenteng tas berisi sejumlah uang, ia dikawal oleh beberapa anggota ormas kelapa burung garuda. Lelaki berdarah Batak–Melayu itu terlihat masuk ke dalam mobil fortuner berwarna dark grey menuju kediaman AKP( Ajun Komisaris Polisi) Tegar Nasution. Maksud kedatangan Roni ke tempat AKP Tegar, untuk memberi uang sogok agar istrinya– Melda dapat keluar dari jeruji besi atas kasus yang menjeratnya, tak tega rasa hati Roni melihat kondisi Melda yang semakin hari badannya semakin menyusut, kulit glowingnya kini tampak menghitam disertai munculnya beberapa flek di area pipi, padahal Roni kerap kali membawakan semua kebutuhan Melda saat berada di dalam penjara, peralatan mandi, skincare, kosmetik tapi semua nihil dan tak berhasil membuat Melda tampak cantik, yang ada semakin tak terawat dan tak sedap dipandang mata. Melda tidak serasi dengan air yang ada di rutan tersebut, apalagi di dalam rutan ia harus bekerja bahkan kerap disiksa oleh beberapa
Pov Mela. Cantik, kaya, dan mendapatkan suami tampan dan tajir plus sholeh, sudah pasti menjadi impian semua wanita, tapi stock lelaki kaya di kampungku ini amatlah sedikit maklum karena rata-rata penduduknya masih berada di bawah garis kemiskinan, entah kenapa, padahal daerahku ini penghasil sawit yang lumayan tinggi di sumatera ini, bahkan pabrik kelapa sawit juga ada di daerah ini, apa karena tingkat pendidikan rendah? Adapun lelaki kaya yaitu Bang Roni–abang iparku, tapi aku tidak seberuntung Kak Melda, kakak kandungku yang bisa mendapatkan lelaki kaya, banyak yang mengatakan jika wajah Kak Melda lebih cantik daripada aku, tapi, menurutku sama cantiknya. Kak Melda berubah jadi cantik juga setelah bekerja di Pekan baru, katanya dia bekerja di sebuah perusahaan eksport import minyak, tapi aku tak yakin, secara Kak Melda cuma tamatan SD. Syarat masuk perusahaan itu pasti harus mengantongi ijazah perguruan tinggi. Ah, tidak perlu aku permasalahkan dia bekerja apa di Pekanbaru sana
Dia lagi, dia lagi, batin Raihan kesal. "Kenapa kau menatapku seperti itu? Kau tidak suka jika aku memeluk calon suamiku, biasa aja lah melihatnya, nanti buta pulak mata kau itu karena tatapanmu kayak, setan! " Mela berbicara dengan nada judes pada Nirmala"Perasaan aku biasa saja menatapmu, kau Lah yang sinis melihatku.""Ya wajarlah aku sinis, ngapain kau dekat-dekat calon suamiku, apa selama ini kau buta, tidak bisa melihat tatapan mesra Bang Raihan padaku."Nirmala malas menanggapi Mela, wanita secantik purnama itu pun beranjak hendak pergi. "Nirmala, tunggu." Raihan mencegah. "Biarin saja dia pergi, Bang. Ada Mela disini," ujar Mela seraya bergelayut manja di lengan Raihan. "Jaga sikapmu, Mela.""Sikap apa? Sikap apa, Bang. Jangan sebut namaku Mela jika tidak bisa membuat Abang bertekuk lutut padaku!""Ya Allah!" Raihan menjerit seraya menutup wajahnya karena Mela menaburkan sesuatu ke wajahnya lalu mengenai mata. Melihat Raihan yang seperti kesakitan, cepat Nirmala berlari m
"Mela, hei! Jangan bertindak nekat, jauhkan pisau itu dari lehermu.""Enggak. Enggak mau. Sebelum Abang janji akan menikahiku, kalau perlu pakai perjanjian hitam di atas putih.""Ga mungkin Mela, menikah ga segampang itu.""Gampang kok, tinggal panggil penghulu, udah beres. ""Menikah harus dengan pasangan yang sesuai hati kita, tidak ada keterpaksaan diantara lelaki dan perempuan.""Aku ga terpaksa, aku ikhlas, Bang.""Tapi aku yang terpaksa." Mau tidak mau Raihan harus jujur, agar wanita itu mengerti, tapi yang namanya Mela, mungkin urat malunya juga sudah putus, dia malah berteriak seperti orang kesurupan. "Tidak! Tidaak! Aku akan bunuh diri sekarang.""Apalagi, cepatlah kau bunuh diri," ucap Afis dengan geram. "Diam kau, aku tidak bicara sama kau, marbot setan!""Astaghfirullah," ucap Raihan lalu mengajak Afis untuk meninggalkan tempat itu. "Bang Raihan! Bang Raihan! Baaaaanng!" Raihan terus keluar dan tidak memperdulikan Mela. Mela yang melihat Raihan keluar setelahnya mende
Mela menghubungi nomor Raihan sambil berjalan mundur agar jaraknya jauh dengan Roni. "Bang Roni, aku bukan, Kak Melda." "Melda Sayang," ucap Roni lagi dengan parau sambil tangannya berusaha menggapai tubuh Mela. Sambungan telepon tersambung. "Bang, Bang Raihan, tolong Bang! Aku hendak di nodai Bang Roni, tolong Bang!""Posisi kamu dimana?" tanya Raihan. "Di rumahnya, tolong Bang Raihan, sepertinya Bang Roni sangat menginginkanku karena kecantikanku yang pari–"Tut tut tut sambungan telepon dimatikan, sebelum Mela menyelesaikan ucapannya. Mela mendengus kesal, lalu melemparkan Roni dengan benda apapun yang bisa ia raih. Bugh. Botol parfum milik Melda berhasil mendarat dengan indah di kening Roni, lelaki setengah mabuk itu ambruk dan tergolek di lantai. "Bang. Bang." Mela memanggil, tapi Roni tanpa reaksi, lalu ia berjalan mendekat memeriksa kondisi lelaki itu, ia meraba hidung, ternyata masih ada nafas. "Huh, pake pingsan segala, padahal kan seru tuh kalau saat aku sedang din
"Ampun Mak! Ampun!" pekik Syifa. Terdengar suara tangisan Syifa memilukan hati, Nirmala mencoba untuk menolong tapi ponselnya berdering dan nama Abdul yang tertera di layar. "Assalamualaikum Dul, kamu dimana?""Kak, Kak Nirmala, tolong aku kak.""Dul, kamu dimana?""Masih mending Pak Dedi mau sama kau Syifa, kita ini orang miskin, jangan bermimpi terlalu tinggi, Mamak saja umur 15 tahun sudah menikah." Bu Salamah masih terdengar meracau sambil sesekali terdengar suara Syifa menjerit, mulut dan tangan Bu Salamah bekerja, mulut menyakiti hati, tangan menyiksa badan gadis kecil itu. Nirmala posisinya sudah di luar, karena tadi Bu Salamah sempat mendorongnya keluar dengan penuh emosi, lalu menutup pintu dengan kasar. Dalam keadaan bimbang, harus menolong siapa, Nirmala memprioritaskan Abdul terlebih dahulu, setelahnya baru dia mengurus masalah Syifa. Dengan perasaan sedih merintih, Nirmala melangkah dengan gamang meninggalkan kediamanan Syifa. "Aku tidak tau kak, tapi, disini gelap,
"Ya Allah … apalagi ini, pelakor?""Iya, kau lah pelakor, kau tau sedang makan sama siapa?" Mela berdiri dengan mengangkat dagu sambil tangan dilipat ke dada. "Sama, Bang Raihan.""Kau tau Bang Raihan itu, siapa? Nirmala memutar bola mata malas menanggapi Mela lalu mengangkat bahu, matanya fokus menatap makanan yang terhidang, ia tidak ingin berakhir sakit, sebisa mungkin ia harus makan karena kegiatannya akan padat, apa yang Raihan katakan tadi memang benar, ia tidak boleh menzalimi tubuhnya sendiri dengan tidak menjaga kesehatan, ketika rasa lapar dibiarkan, maka penyakit akan ramah menghampiri, beda konteks jika sedang berpuasa. "Heh! Aku sedang mengajak kau bicara! Jangan diam saja, sombong kali kau jadi manusia.""Mela, apa-apaan kau? Jangan mempermalukan dirimu sendiri seperti ini, lebih baik kau pulang saja." Raihan jengah juga dengan tingkah Mela yang menunjuk-nunjuk Nirmala seolah dialah nyonya besar yang sedang berbicara pada kacungnya. "Apa Bang? Abang menyuruhku pula