Terima kasih Kak Mohd Asri, Kak Usman, Kak Juz, dan Kak Rosmini atas dukungan Gem-nya. Sebagai ucapan terima kasih othor, othor akan UP 2 bab hari ini. Bab selanjutnya mungkin agak sorean othor UP. Ditunggu. (◠‿・)—☆
Ryan melangkah mantap memasuki area jalan perbelanjaan di dalam taman Golden City, X-Banner tersampir di bahunya. Matanya menyapu deretan kios yang mulai bermunculan di kanan-kiri jalan setapak. Beberapa pedagang tampak sibuk menata barang dagangan mereka, sementara yang lain sudah mulai melayani pengunjung yang datang lebih awal.Ryan bukannya tidak bersedih atas ucapan Adel. Tapi ia hanya ingin berfokus untuk mencari uang demi meracik pil yang mendukung peningkatan ranah kultivasinya."Nah, di mana ya kiosku?" gumam Ryan, matanya menyipit mencari-cari di antara deretan kios yang tampak serupa.Setelah beberapa saat mencari, Ryan akhirnya menemukan kios kecil yang telah ia sewa. Dengan cekatan, ia mulai menata barang-barangnya dan mendirikan meja kecil sederhana di depan kios."Yosh, semuanya sudah siap!" Ryan menepuk tangannya puas, mengamati hasil kerjanya. Namun, senyumnya segera memudar ketika ia menyad
Suasana di depan kios Ryan semakin memanas. Kerumunan yang awalnya penasaran kini berubah menjadi massa yang marah dan curiga. Bisik-bisik sinis mulai terdengar di antara kerumunan. "Pasti dia hanya anak ingusan yang baru lulus SMA dan berpikir bisa menipu orang dengan omong kosongnya." "Aku bertaruh dia bahkan tidak bisa membedakan aspirin dengan vitamin C." "Mungkin 'pengobatan' yang dia maksud adalah memukul pasien sampai pingsan agar tidak merasakan sakit lagi." Suara-suara ini bercampur menjadi satu, menciptakan atmosfer yang semakin tegang dan berbahaya di sekitar kios Ryan. "Ini buruk, Nak Ryan akan mendapat masalah," kata Paman Zidane dengan cemas, matanya menyapu kerumunan yang semakin bertambah besar. Ryan, masih duduk dengan tenang di kursinya, mengamati situasi dengan seksama. Ia bisa merasakan ketegangan yang meningkat, tapi wajahnya tetap tak terbaca. Dalam hati, ia sedikit geli melihat reaksi orang-orang terhadap tarifnya yang memang sengaja ia buat tinggi.
Dua gadis muda berdiri di hadapannya, namun satu di antaranya langsung mencuri perhatian Ryan.Gadis itu terlalu cantik.Meski mengenakan topi hitam yang menutupi separuh wajahnya, kecantikannya tak bisa disembunyikan. Bahkan Ryan, yang biasanya tenang, merasa sedikit terpana.Gadis cantik itu melirik spanduk Ryan, ekspresinya campuran antara ragu dan penasaran. "Permisi, apakah Anda benar-benar bisa menyembuhkan semua penyakit?" tanyanya dengan suara lembut.Ryan mengangguk mantap, senyum percaya diri tersungging di bibirnya."Baiklah, kalau begitu ikutlah bersamaku," ujar gadis itu dengan nada tegas yang mengejutkan Ryan.Belum sempat Ryan merespons, gadis berambut pendek di sam
Ryan melangkah masuk ke kamar di lantai dua, matanya langsung tertuju pada sosok pria yang terbaring lemah di ranjang. Tuan Besar Blackwood, ayah Melanie, tampak seperti bayangan dari dirinya yang dulu. Tubuhnya kurus kering, kulitnya pucat pasi, dan bibirnya telah berubah warna menjadi keunguan. Selang infus terpasang di lengannya, seolah menjadi penghubung terakhir antara hidup dan mati.Melanie berdiri di samping Ryan, matanya berkaca-kaca melihat kondisi ayahnya yang memprihatinkan. "Inilah ayahku," bisiknya lirih.Ryan mengangguk pelan, matanya menyipit saat ia mengamati Tuan Blackwood lebih dekat. Sebagai seorang kultivator Teknik Matahari Surgawi, Ryan bisa melihat hal-hal yang tidak bisa dilihat oleh orang biasa. Dan apa yang dilihatnya saat ini sungguh mengkhawatirkan.Aura kematian menyelimuti tubuh Tuan Blackwood, hampir menutupi seluruh dadanya. Ryan tahu, jika aura itu sampai mencapai kepala, bahkan kultivator tingkat tinggi pun tidak akan bisa menyelamatkannya."Bag
Melanie menatap ibunya yang baru saja diselamatkan Ryan dari percobaan bunuh diri. Napas lega keluar dari mulutnya, dan ia hendak mengucapkan terima kasih. Namun, kata-kata Ryan berikutnya membuatnya tertegun.Melanie merasakan kepalanya berdenyut. Berbagai pikiran berkecamuk dalam benaknya.'Bukankah kau hanya seorang penipu?' batinnya. 'Mengapa kau masih terus berbohong? Apakah kau bodoh? Tidak bisakah kau membaca situasi saat ini?'Namun, sebelum Melanie bisa mengutarakan pikirannya, ibunya, Nyonya Vira Blackwood, sudah bergerak lebih dulu. Wanita paruh baya itu mengangkat kepalanya, menatap Ryan tanpa berkedip. Tangannya menggenggam erat tangan pemuda itu."Kau... Apakah kau serius Anak muda?" Nyonya Blackwood berkata dengan suara bergetar. "Bisakah kau benar-benar menyembuhkan Jeremy?"Ryan mengangguk mantap, tanpa mengatakan apa-apa lagi. Keyakinan terpancar dari matanya, membuat Nyonya Blackwood sedikit tersentak.Tawa sinis Morris memecah ketegangan. "Ibu, bagaimana mungkin
"Sembuhkan dia! Aku akan membayarnya!" teriak Nyonya Blackwood, suaranya bergetar penuh keputusasaan. Semua mata di ruangan itu tertuju pada wanita paruh baya yang baru saja mengambil keputusan mengejutkan ini. Morris, yang masih memegangi pipinya yang memerah akibat tamparan Ryan, menatap ibunya dengan tatapan tidak percaya. "Ibu! Apa yang Ibu lakukan?" protes Morris. "Kita tidak bisa mempercayai orang ini!" Namun, Nyonya Blackwood mengabaikan protes putranya. Matanya terpaku pada Ryan, seolah-olah pemuda itu adalah satu-satunya harapan yang tersisa. "Tolong," bisiknya, "tolong selamatkan suamiku." Ryan mengangguk pelan, ekspresinya tetap tenang meski situasi di sekitarnya tegang. "Baiklah," ujarnya sambil melangkah menuju kamar Tuan Blackwood. "Siapkan seratus juta, dan aku akan melakukan perawatan pertama untuk membangunkannya. Saat aku bekerja, tidak boleh ada seorang pun yang masuk!" Tanpa menunggu tanggapan dari yang lain, Ryan memasuki kamar dan menutup pintu di belakangn
"Anak muda," Nyonya Blackwood berkata dengan suara bergetar, "kau tidak sedang mempermainkan kami, kan? Benarkah Jeremy akan segera sadar?"Ryan mengangguk mantap, matanya memancarkan keyakinan meski wajahnya menunjukkan kelelahan. "Saya jamin, Nyonya. Saya bukan tipe orang yang suka membual tentang kemampuan saya."Air mata haru mengalir di pipi Nyonya Blackwood. Dengan tangan gemetar, ia mengeluarkan kartu debit dari tasnya. "Terima kasih, oh, terima kasih, Tuan! Kau sungguh penyelamat kami. Ini kartu debitku, PIN-nya 222888."Namun, tepat saat Nyonya Blackwood hendak menyerahkan kartu itu kepada Ryan, sebuah tangan menyambarnya dengan kasar. Morris berdiri di sana, wajahnya merah padam karena amarah."Ibu, sadarlah!" bentak Morris, menunjuk ke arah kamar. "Lihat Ayah!
Melanie berdiri terpaku di sudut kamar, matanya terbelalak menatap sosok ayahnya yang kini duduk tegak di ranjang. Meski bibirnya bergetar, ia berusaha keras menahan diri untuk tidak berteriak. Pikirannya berkecamuk, antara tidak percaya dan takjub. "Ini... ini bukan mimpi, kan?" bisiknya pada diri sendiri, tangannya mencubit lengannya sendiri untuk memastikan ia benar-benar terjaga. Saat ini, mata Jeremy Blackwood dipenuhi dengan kehidupan, seolah-olah dia baru saja kembali dari ambang kematian. Pancaran emosi yang terpancar dari matanya begitu nyata, begitu manusiawi. Melanie merasakan dadanya sesak oleh perasaan yang campur aduk. Tiba-tiba, gambaran punggung Ryan terlintas dalam pikirannya. Pemuda itu, dengan sikapnya yang sombong, dingin, dan kesepian, telah melakukan sesuatu yang mustahil. Melanie menutup mulutnya dengan tangan, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. "Dia... dia benar-benar melakukannya," gumam Melanie, suaranya bergetar. "Tapi bagaimana...?" B
Salah satu dari mereka bangkit dengan wajah merah padam. Energi qi menguar dari tubuhnya saat ia membentak, "Siapa kau yang berani membuatku...!"Namun sebelum kalimatnya selesai, Ryan telah bergerak. Dalam sekejap mata, tangannya mencengkeram leher pria itu dan melemparkannya ke dinding terdekat.KRAK!Suara tulang retak memenuhi ruangan saat tubuh pria itu menghantam tembok dengan keras. Para tamu terkesiap ngeri melihat demonstrasi kekuatan itu.Tanpa menghiraukan keterkejutan di sekitarnya, Ryan membantu Jeremy duduk sebelum melangkah menghampiri Paman Wong dan Bibi Sandra. Tatapannya menggelap melihat wajah pucat keduanya.'Organ dalam mereka terluka parah,' Ryan menganalisis dengan cepat. Amarah dingin mulai bergolak dalam dadanya. Bagaimanapun, mereka hanyalah warga biasa. Tang San keterlaluan melibatkan orang-orang tak berdosa dalam dendam pribadinya.Ryan mengeluarkan dua butir pil lagi, memberikan satu pada Wong Ren yang berdiri gemetar menahan amarah di samping orang t
Di salah satu meja, mata Juliana Herbald terbuka, menatap Ryan dengan rasa ingin tahu. Sudut bibirnya melengkung membentuk senyum tipis.Ini pertama kalinya dia melihat pemuda semenarik ini di Nexopolis.Sementara itu, wajah Frederick dan seluruh anggota keluarga Pierce serta Snowfield memucat."Apa yang Tuan Ryan lakukan di sini?" Frederick berbisik putus asa. "Dia terlalu gegabah!"Ryan melangkah tenang membawa peti mati menuju Tang San. Namun lima praktisi bela diri dari Asosiasi langsung menghadangnya dengan senjata terhunus."Ryan, beraninya kau muncul di sini! Kau cari mati!"Mata Ryan berkilat merah penuh nafsu membunuh. Ia mengangkat peti mati dari bahunya dan menggunakannya sebagai senjata.BOOM! BOOM! BOOM!Peti mati menghantam tubuh para praktisi satu per satu, membuat mereka terpental menabrak dinding dan lantai. Darah segar mengucur dari luka-luka mereka yang menganga.Namun sebelum mayat mereka menyentuh lantai, sepuluh praktisi lain telah maju menggantikan, memotong
Tatapan Tang San beralih pada Jeremy. Ia melangkah maju dan menginjak lengan orang tua itu dengan sepatu kulitnya yang mengilap.KRAK!Suara tulang patah memenuhi ruangan."Kudengar kau punya hubungan baik dengan Ryan dan telah bekerja keras untuknya," ujar Tang San. "Apa kau pikir anak itu akan datang menyelamatkanmu?""Karena ini ulang tahunku yang ke-60, katakan sesuatu yang baik. Mungkin aku akan memaafkanmu jika itu membuatku senang."Jeremy menahan rasa sakitnya dan mengangkat wajah, menatap Tang San dengan sorot mata dingin. "Aku baru mengenal Tuan Ryan beberapa bulan," ujarnya tegas. "Tapi ada satu hal yang pasti kuketahui–siapa pun yang menyinggungnya akan mati. Kau tidak akan jadi pengecualian!"Kalimat terakhir Jeremy teriakkan penuh amarah.**Sementara itu di luar Paviliun Riverside, sebuah truk pikap berhenti. Di baknya terdapat sebuah peti mati.Seorang pemuda melangkah turun, tatapannya lebih dingin dari es."Ketua Guild, Guild Round Table siap menunggu perintah Anda,"
Franklin Pierce, Fabian Pierce, dan Herold Snowfield duduk di meja yang sama, wajah mereka dipenuhi kekhawatiran. Tak seorang pun menyangka Ryan akan melakukan hal segila ini."Pengaruh dan sumber daya kita tak akan mampu menyelamatkannya kali ini," bisik Franklin gelisah."Bahkan jika orang-orang penting ingin turun tangan, situasinya terlalu rumit," Fabian menimpali. "Ini juga alasan Eagle Squad tidak muncul."Mereka hanya bisa berharap Ryan cukup bijaksana untuk tidak muncul hari ini.Di meja lain, seorang gadis cantik duduk dengan anggun, kakinya disilangkan dengan apik. Matanya yang cerah memancarkan kecerdasan, dan setiap gerak-geriknya menunjukkan keanggunan alami.Juliana Herbald–mungkin sosok paling menarik di Paviliun Riverside saat ini.Di sampingnya duduk seorang pria paruh baya–Wilhem Herbald, kepala Keluarga Herbald. Matanya terus melirik ke arah pintu dengan gelisah."Jika Ryan benar-benar datang," bisiknya pada Juliana, "apakah kita benar-benar akan melindunginya?""
"Saya berada di peringkat 307 dalam ranking grandmaster Nexopolis," ujarnya cepat. "Saya bersedia bekerja untuk Tuan Ryan, membantu menghadapi Tang San!"Namun tanpa pikir panjang, Ryan langsung menjawab dingin, "Kau tidak layak. Mati saja!"WHAM!Kaki kanan Ryan menghantam dada Tetua Jobs dengan kekuatan penuh. Meski sang tetua bereaksi cepat, mengumpulkan energi qi ke telapak tangannya untuk bertahan...KRAK! KRAK!Organ dalamnya hancur seketika oleh tendangan mematikan itu. Tubuhnya terpental jauh, menabrak pohon besar hingga tulang belakangnya patah."Uhuk!"Darah segar menyembur dari mulutnya sebelum kehidupan meninggalkan tubuhnya yang remuk.Hao Yuan menyaksikan semua itu dengan takjub. Namun ia tak merasa takut–ia tahu pemuda ini datang untuk menyelamatkan, bukan membunuhnya.Setelah membereskan ketiga tetua, tatapan Ryan beralih pada Selly. Dengan gerakan santai ia mengeluarkan sebatang rokok dan menyalakannya, menghisap dalam-dalam sebelum melangkah mendekati gadis yang ge
Di ambang pintu, seorang anak berusia tujuh tahun gemetar hebat menyaksikan semua itu. Kakinya nyaris tak mampu menopang tubuhnya yang bergetar ketakutan.Tetua Jobs melesat bagai kilat, tangannya yang dipenuhi energi qi bergerak untuk mencabik tubuh mungil itu.BOOM!Mendadak ledakan dahsyat mengguncang halaman vila. Telinga semua orang berdenging saat mereka menoleh ke arah sumber keributan.Di sana, sosok pemuda mengendarai motor hitam melaju kencang ke arah mereka dengan aura membunuh yang pekat.Selly seketika mengenali siapa pendatang baru itu. Wajahnya memucat."Ryan Pendragon!"Ketakutan memenuhi matanya saat ia berseru pada ketiga tetua, "Hentikan dia! Itu Ryan Pendragon! Jika kalian bisa menangkapnya, kalian akan dapat hadiah besar!"Mata ketiga tetua itu berbinar mendengar janji hadiah. Aura membunuh menguar dari tubuh mereka saat mereka melesat menyambut motor yang melaju kencang itu.Ryan yang melihat Selly dan ketiga tetua dari kejauhan mengeluarkan raungan murka. Ene
Dengan gerakan cepat, Ryan mengeluarkan dua puluh butir pil dan memberikannya pada para penjaga. "Minumlah untuk menyembuhkan diri kalian."Tanpa membuang waktu, Ryan melompat ke atas sepeda motor yang terparkir di depan gedung, milik salah satu penjaga yang terluka itu. Ini cara tercepat untuk berkeliling Kota Golden River.Sambil memacu motornya, ia menghubungi Sammy Lein. "Lacak koordinatku. Dari Golden Dragon Group Jalan Bambu Runcing, kuharap tidak ada halangan. Dan satu lagi, cari di mana Selly Hilton berada.""Baik."Motor Ryan melaju bagai kilat membelah jalanan Kota Golden River. Namun betapa kecewanya ia saat tiba di kedai Paman Wong dan Bibi Sandra.Pemandangan mengenaskan menyambutnya. Panel kaca hancur berkeping-keping, dapur porak poranda, meja dan kursi berserakan.Genangan darah segar memenuhi lantai."Sialan!" Ryan mengumpat penuh amarah.Matanya memerah, aura pembunuh yang pekat menguar dari tubuhnya. Energi qi berputar ganas di sekelilingnya, membentuk ilusi nag
Keesokan paginya, Ryan membuka mata setelah sesi kultivasi malamnya. Energi qi mengalir tenang dalam meridiannya saat ia menghembuskan napas panjang.Tangannya bergerak meraih ponsel, namun layarnya tetap gelap. Untuk menghindari pelacakan, Lancelot telah memblokir semua sinyal di area persembunyian mereka.Namun entah mengapa, Ryan merasakan firasat tidak enak sejak pagi. Indra keenamnya terus bergetar, seolah memperingatkan bahaya yang mengintai.'Ada yang tidak beres,' batinnya gelisah.Tanpa pikir panjang, ia bergegas menemui Lancelot. "Jika aku ingin menelepon, ke mana aku bisa pergi?""Ketua Guild, silakan ikuti saya."Lancelot membawa Ryan menyusuri lorong rahasia menuju sebuah ruangan khusus. Dinding-dinding baja tebal mengelilingi ruangan yang dipenuhi perangkat elektronik canggih itu.Di tengah ruangan, sebuah telepon terhubung ke beberapa komputer dengan konfigurasi yang
"Tuan Jackson," si pria kurus melanjutkan, "meski tindakan anak ini menggemparkan Provinsi Riveria, tapi dia akan mati di tangan Tang San dalam waktu kurang dari dua hari.""Ulang tahun ke-60 Tang San adalah lusa. Dia telah mengundang banyak praktisi bela diri dari Provinsi Riveria. Dan yang lebih penting..." ia menelan ludah sebelum melanjutkan, "Tang San telah mengeluarkan surat perintah hukuman mati untuk Ryan. Itu harus dilaksanakan sebelum ulang tahunnya yang ke-60!"Kilatan aneh melintas di mata Jackson Jorge. Ia bangkit dari kursinya dan berjalan ke jendela, memandang ke arah Kota Riverpolis di kejauhan."Meski dia anak haram Eleanor Jorge dengan orang lain," gumamnya pelan, "darah Keluarga Jorge masih mengalir dalam nadinya, meski hanya setetes.""Apakah Tuan ingin saya turun tangan?" tanya si pria kurus dengan nada terkejut.Jackson Jorge menggeleng mantap. "Tidak perlu bergerak. Dia hanyalah seekor semut kecil." Ia berbalik mena