“Kau sudah melenyapkannya?” tanya Leon sedang menelpon Gavin di kamarnya.
Pria itu sudah mengenakan celana jeans biru belel dengan kaos putih lengan panjang. Tatapannya tertuju pada pintu kamar mandi di mana terdengar suara guyuran air. Dia bisa membayangkan Natasha dengan tubuh telanjang berada di bawah guyuran shower.
“Aku sudah membereskan pria pirang beserta dengan ekor-ekornya. Apa kau tahu jika bukan pria pirang itu dalang penculikan kekasihmu, Leon?”
“Jadi masih ada seseorang di balik ini?”
“Sepertinya kalian benar-benar menjadi sepasang kekasih. Kau bahkan tidak membantahnya saat aku menyebut Natasha adalah kekasihmu.”
“Dia milikku, Gavin.
Ehem...Leon mulai ada rasa nih. Lalu kira-kira apa yang akan dilakukan Leon sama Galina? Tunggu besok ya...
Leon duduk di bangku kelas dengan tatapan yang tidak bisa lepas dari Natasha. Seakan Natasha adalah objek menarik yang membuatnya tidak bisa mengalihkan perhatiannya. Saat Natasha berbalik untuk menulis sesuatu, tatapan Leon tertuju pada bongkahan pantat Natasha. Pria itu ingat bagaimana dia meremas bongkahan pantat itu. Dan sekarang dia ingin sekali melakukannya lagi. Meremas dan memberikan pukulan di bokong menawan itu. Smartphone Leon yang berada di atas meja bergetar. Awalnya Leon tidak mau peduli dengan notifikasi itu. Tapi ketika melihat sebuah nama yang sangat dikenalnya muncul dalam pesan Gavin, akhirnya pria itu membukanya. Gavin Leon, kau tidak akan percaya siapa yang baru saja kulihat. Igor. Leon Kau pasti salah lihat. Dad mengirim Igor ke Monako tahun lalu. Gavin Mungkin dia sudah pulang. Leon Jika dia pulang, Dad
“Natasha.” Viktor melambaikan tangan saat melihat wanita itu berjalan menghampirinya. “Apa kau baik-baik saja? Kau tidak menjawab telpon dan tidak membalas pesan dariku. Aku dan juga Mom sangat mengkhawatirkanmu.” Karena kejadian bertubi-tubi semalam membuat Natasha lupa untuk menghubungi Viktor. Dia juga merasa bersalah karena harus membuat ibu dari pria itu menunggu dirinya. “Aku baik-baik saja sekarang, Viktor. Aku benar-benar minta maaf karena sudah membuat ibumu menunggu semalam.” Pria itu menyunggingkan senyuman lalu menggelengkan kepalanya. “Tidak apa-apa, Nat. Hanya saja Mom cemas karena berpikir terjadi hal buruk padamu. Jadi katakan padaku apa yang terjadi kemarin? Apakah kau mengalami kecelakaan atau hal buruk lainnya?” “Sebenarnya semalam beberapa orang menculikku.” Pria yang saat ini mengenakan setelan biru tua itu melotot kaget mende
Natasha tahu Leon sangat jahat, arogan dan keras kepala. Tapi untuk sifat ‘kejam’ dia baru melihatnya sekarang. Saat ini Natasha duduk di dalam rumah bersama dengan Leon di sampingnya. Mulut wanita itu terbuka tak percaya melihat pemandangan mengerikan di dalam kamar yang terbuka. Terlihat di dalam kamar itu, Galina sedang diikat di atas ranjang. Pakaian yang dikenakannya sudah koyak. Air mata terus mengalir membasahi pipi wanita itu. Teriakan pilu membuat Natasha tidak tega melihatnya. Pasalnya Ada sepuluh orang pria yang berdiri mengelilingi ranjang dan siap menunggu giliran untuk menikmati tubuh Galina. Kejadian itu sama persis seperti yang dirasakan oleh Natasha kemarin. Hanya saja kali ini pria yang memperkosa Galina jauh lebih banyak. “Ampuni aku. Kumohon, hentikan!” Seru Galina putus asa.
“Huuwaa…” Teriak Viktor penuh dengan amarah. Pria itu bahkan melemparkan gelas yang ada di meja. Gelas malang itu membentur dinding ruang tamu membuat pecahannya berserakan di lantai. “Bocah sialan! Apa yang membuat bocah sialan itu lebih unggul dariku? Mengapa kau justru memilihnya, Natasha?” geram Viktor. Seorang pria paruh baya berjalan menghampiri Viktor setelah mendengar suara pecahan gelas. Tatapan pria itu tertuju pada pecahan gelas di lantai. Segera dia memerintahkan seorang pelayan membersihkannya. “Tuan muda, tidak biasanya anda semarah ini. Apakah ada sesuatu yang mengganggu anda?” tanya pria bernama Edmon itu. “Sesuatu yang mengganggu? Lebih tepatnya seseorang yang sangat mengganggu.”
Natasha selesai mengajar di kelas terakhir. Namun dia merasa aneh. Karena sejak pagi Leon tidak menampakkan batang hidungnya. Meskipun Natasha tidak menginginkan kehadiran pria itu, tapi dia penasaran apa yang terjadi padanya. Natasha berjalan keluar kampus. Saat hendak naik taksi, sebuah mobil berhenti di hadapannya. Kaca mobil itu terbuka dan memperlihatkan Viktor tersenyum padanya. “Naiklah, Natasha. Kita pergi bersama.” Wanita itu menganggukkan kepalanya. Dia membuka pintu belakang dan duduk di samping Viktor. Setelah itu sopir Viktor melajukan mobil itu. “Kupikir kita akan bertemu di sana.” “Karena pekerjaanku lebih cepat selesai jadi lebih b
Saat kedua pria itu membawa Natasha ke dalam kamar Viktor, wanita itu terkejut melihat banyaknya foto dirinya di dalam kamar itu. Kedua pria itu meletakkan tubuh Natasha di atas ranjangnya. Setelah itu mereka menghilang dari kamar. “Apa kau menyukai kamarku, Natasha?” tanya Viktor berjalan masuk. “Kau benar-benar sakit, Viktor.” Natasha mendengus jijik melihat pria itu. “Aku sakit karenamu, Natasha. Aku terlalu jatuh cinta padamu.” Natasha mengelengkan kepalanya. “Tidak. Itu bukan cinta, Viktor. Tapi obsesi. Kau perlu ke dokter untuk memeriksakan mentalmu yang sakit.” Viktor tersenyum sinis. “Aku tidak perlu dokter, Nat. Aku hanya perlu kamu.”
"Jangan lakukan itu, Sergei. Kumohon." Pinta Natasha dengan suara lemas. Saat ini gadis yang mengenakan seragam sekolah itu sedang berbaring di atas ranjang rumah sakit. Kedua tangan diikat Sedangkan kedua kakinya dilebarkan dan diikat pada penyangga kaki. "Tenanglah, Sayangku. Kau tidak akan merasakan sakit. Dalam beberapa menit kau akan menjadi Natasha yang kucintai." Laki-laki memakai seragam sama dengan Natasha menyentuh pipi gadis itu. Air mata Natasha kembali menetes dari sudut matanya. Dia menggelengkan kepalanya. "Tidak, Sergei. Aku tidak menginginkan cara ini. Aku akan merawatnya jika kau tidak mau bertanggung jawab. Tapi jangan ambil dia dariku. Kumohon, Sergei." Sebuah tamparan mengenai pipi Natas
Seminggu berlalu. Butuh waktu bagi Natasha untuk memulihkan kondisinya. Satu minggu ini sangat menyiksa bagi wanita itu. Dia menjadi mudah sakit kepala dan mual karena efek benturan yang keras di kepalanya. Namun yang membuat Leon merasa aneh, dia tidak ingin meninggalkan wanita itu sebentar saja. Pria itu ingin terus menjaganya. Bahkan sikap pria itu sedikit melunak pada Natasha. Leon merasa lega saat dokter mengatakan jika kondisi Natasha tidak parah. Tidak ada pendarahan dalam otak yang perlu dikhawatirkan. Sehingga setelah seminggu, kondisi Natasha jauh lebih baik. Meskipun Natasha masih butuh banyak istirahat, tapi sekarang sakit kepalanya sudah mulai berkurang. Dia bahkan bisa duduk tanpa merasakan matanya berkunang-kunang. “Kau tidak ingin menghabiskannya?” tanya Leon mengambil mangkuk berisi bubur yang sudah dimakan seten