Seminggu berlalu. Butuh waktu bagi Natasha untuk memulihkan kondisinya. Satu minggu ini sangat menyiksa bagi wanita itu. Dia menjadi mudah sakit kepala dan mual karena efek benturan yang keras di kepalanya. Namun yang membuat Leon merasa aneh, dia tidak ingin meninggalkan wanita itu sebentar saja. Pria itu ingin terus menjaganya. Bahkan sikap pria itu sedikit melunak pada Natasha.
Leon merasa lega saat dokter mengatakan jika kondisi Natasha tidak parah. Tidak ada pendarahan dalam otak yang perlu dikhawatirkan. Sehingga setelah seminggu, kondisi Natasha jauh lebih baik. Meskipun Natasha masih butuh banyak istirahat, tapi sekarang sakit kepalanya sudah mulai berkurang. Dia bahkan bisa duduk tanpa merasakan matanya berkunang-kunang.
“Kau tidak ingin menghabiskannya?” tanya Leon mengambil mangkuk berisi bubur yang sudah dimakan seten
Bahaya akan segera datang nih. Kira-kira Leon berhasil selamat enggak ya?
Mobil yang dikendarai Leon berhenti di depan rumah besar milik pria itu. Setelah mematikan mesin mobilnya, pria yang saat ini mengenakan kemeja lengan pendek putih bergaris-garis itu melepaskan sabuk pengamannya. “Tidak bisakah aku pulang ke apartemenku?” tanya Natasha terdengar tidak bersemangat. “Tidak.” Jawab Leon dengan singkat. “Tapi aku merasa lebih nyaman di apartemenku.” Leon mendengus kesal kemudian menoleh menatap Natasha. “Tidak bisakah kau berhenti membantahku, Moy lev?” “Selama aku bisa melakukannya, maka aku akan selalu membantahmu, Leon. Sayang sekali aku harus mengecewakanmu. Aku bukanlah robot yang hanya bisa patuh padamu.”
Leon mengendarai mobilnya menuju distrik Dmitrovskoe Shosse, di mana apartemen Gavin berada. Seharusnya dia pergi menuju apartemen mungil milik Natasha. Namun dalam perjalanan, Gavin menghubunginya dan meminta pria itu untuk datang ke apartemen. Dia berhasil mendapatkan informasi mengenai keberadaan organisasi gelap yang dibentuk oleh kakak tirinya.Setelah memarkirkan mobilnya di depan beberapa bangunan yang berwarna-warni, Leon bergegas keluar. Pria itu membenarkan kemejanya yang kusut sembari memandangi bangunan apartemen yang mengembangkan desain fasad dan lansekap berwarna-warni. Membuat area itu tampak sangat mencolok di antara pepohonan yang tumbuh di sekitarnya.Segera Leon masuk ke dalam satu bangunan apartemen itu. Naik lift menuju lantai sepuluh. Setelah sampai, dia bergegas menghampi
Natasha berjalan menyusuri lorong rumah Leon. Dia merasa sangat bosan berada di dalam kamar. Sama halnya dengan kamar tidur, bagian rumah lainnya juga mengusung tema minimalis. Langkah Natasha terhenti saat samar-samar dia mendengar suara tembakan. Segera wanita itu berlari menuju arah sumber suara.Kaki wanita itu membawanya sampai di halaman belakang rumah. Di sanalah Natasha bisa melihat Leon berdiri dengan mengangkat sebuah pistol. Pria itu mengarahkan pistol itu ke sebuah papan menembak berbentuk lingkaran. Terlihat di bagian tengah papan tampak berlubang karena tembakan Leon yang tepat sasaran.“Apa aku membangunkanmu?”Tatapan Natasha beralih pada Leon. Wanita itu tidak bisa menghentikan kekaguman dalam dirinya. Entah mengapa Leon terlihat cocok deng
Leon meletakkan sebuah pistol semi otomatis berwarna hitam di atas tangan Natasha. Wanita ini memandang pistol itu dengan tatapan terkejut. Dia mendongak menatap Leon bingung. “Pistol?” Natasha menggenggam pistol itu. Dia bisa merasakan pistol itu lebih ringan daripada pistol yang kemarin dipakai Leon. “Ini adalah Glock-17 dengan peluru caliber 9 milimeter. Pistol ini jauh lebih ringan daripada pistol yang kemarin kau pakai.” “Tapi untuk apa kau memberikanku pistol ini?” “Untuk melindungi dirimu.” “Melindungi diriku? Dari apa?” bingung Natasha. “Dari orang jahat yang ingin menyakitimu,
Mobil yang membawa Leon berhenti di depan sebuah gudang terbengkalai yang terletak di Podolsk. Pria Itu mengamati gudang itu. Tampak dindingnya sudah kusam dan banyak sekali coretan. Sedangkan atapnya tampak sangat kotor. Terlihat jelas gudang itu sudah ditinggalkan bertahun-tahun yang lalu. "Apa kau yakin ini tempatnya, Ivan?" Leon menoleh ke arah Ivan yang duduk di belakang kemudi. Pria berusia empat puluh dua tahun itu menganggukan kepalanya. "Sangat yakin, Tuan muda. Tempat ini sama persis seperti yang diberitahukan oleh tuan muda Gavin." "Kalau begitu, kita segera masuk dan selesaikan pekerjaan ini." Leon membuka pintu. "Baik, Tuan muda." Ivan mengikuti Leon keluar dari mobil.
Gavin dan Natasha tiba di rumah sakit Maternity. Mereka bergegas menuju Unit Gawat Darurat. Langkah mereka terhenti saat melihat Ivan duduk di bangku lorong tunggu rumah sakit. Gavin dan Natasha bergegas menghampiri pria itu. Ivan tertunduk memandangi lantai. Pria itu masih terguncang dengan apa yang baru saja terjadi. Karena sebagai pengawal yang dipercaya penuh oleh Josef Matvey, sudah seharusnya Ivan melindungi Leon bahkan jika harus mempertaruhkan nyawanya. "Ivan." panggil Gavin. Pria itu mendongak dan melihat Gavin dan Natasha menatapnya dengan ekspresi penuh kekhawatiran. "Di mana Leon?" tanya Natasha yang ingin segera melihat pria yang sudah mengikatnya. &n
“Putraku. Leon.” Josef meraih tangan Leon yang diinfus. Memegangnya dengan begitu hati-hati. Josef terkenal sangat kejam dan dingin. Tapi ketika bersama keluarganya, dia berubah menjadi pria yang hangat. Bahkan dia tidak menutupi tatapan penuh kasih sayangnya. Jika orang melihat Josef saat ini, mereka tidak akan percaya jika pria itu adalah pemimpin organisasi gelap paling berbahaya di Rusia. “Siapa yang telah melakukan ini, Ivan?” tanya Josef menatap Ivan yang masuk bersama pria itu. “Saya masih menyelidikinya, Tuan. Saya membutuhkan waktu.” Ivan menunduk takut jika Josef akan marah. “Apapun yang terjadi temukan orangnya, Ivan. Aku tidak akan menunjukkan belas kasihanku kepada orang yang sudah menyakiti put
“Tugas makalah harus dikumpulkan minggu depan. Jika tidak ada pertanyaan, maka pelajaran sudah selesai. Sampai jumpa besok.” Ucap Natasha mengakhiri kelasnya. Tatapan wanita itu tertuju pada kursi kosong yang biasanya diduduki oleh Leon. Sudah dua hari berlalu dan Leon masih belum kunjung sadarkan diri. Sialnya Natasha tidak bisa berhenti memikirkan pria itu. "Sebenarnya ke mana Leon pergi, ya?" Pertanyaan itu mengalihkan perhatian Natasha. Dia bisa melihat dua wanita yang sedang membahas tentang Leon. "Entahlah. Apa mungkin dia sakit?" Jawab wanita lainnya. "Sayang sekali. Padahal aku masuk kelas ini berharap bisa melihat dia setiap h