“Tugas makalah harus dikumpulkan minggu depan. Jika tidak ada pertanyaan, maka pelajaran sudah selesai. Sampai jumpa besok.” Ucap Natasha mengakhiri kelasnya.
Tatapan wanita itu tertuju pada kursi kosong yang biasanya diduduki oleh Leon. Sudah dua hari berlalu dan Leon masih belum kunjung sadarkan diri. Sialnya Natasha tidak bisa berhenti memikirkan pria itu.
"Sebenarnya ke mana Leon pergi, ya?"
Pertanyaan itu mengalihkan perhatian Natasha. Dia bisa melihat dua wanita yang sedang membahas tentang Leon.
"Entahlah. Apa mungkin dia sakit?" Jawab wanita lainnya.
"Sayang sekali. Padahal aku masuk kelas ini berharap bisa melihat dia setiap h
Natasha sudah punya perasaan sama Leon. Apakah dia akan memilih Leon? Atau dia memilih kesempatan emas itu dan meninggalkan Leon?
"Lepaskan tanganku! Bagaimana aku bisa menyuapimu jika kau terus menggenggam tanganku?" omel Natasha karena sudah satu jam Leon tidak mau melepaskan tangannya. "Aku masih ingin menggenggam tanganmu. Tidak bisakah kau menggunakan tangan lainnya?" Leon justru menggenggam tangan Natasha semakin erat. "Tidak bisa. Aku bukan kidal. Sulit menggunakan tangan kiri. Sebaiknya kau lepaskan tanganku atau aku tidak mau menyuapimu." Ucap Natasha dengan nada tegas. Akhirnya Leon memilih melepaskan tangan Natasha. Pria itu mengamati Natasha yang mengambil mangkuk. Terlihat wanita itu menyendokkan bubur berwarna putih dan meniupnya lembut. Leon tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari wanita itu. Saat bom
“Leon. Leon, kau mendengarku tidak?” tanya Gavin yang terus memanggil Leon beberapa kali. Akhirnya Leon yang sedari tadi sibuk dengan pikirannya sendiri langsung menoleh ke arah sahabatnya. “Kau bicara apa, Gavin?” Gavin menghela nafas berat. Sejak tadi dia mengoceh panjang lebar tapi tidak satupun yang didengar oleh Leon. “Ada apa denganmu, Leon? Kita sedang membicarakan rencana kita untuk menghancurkan Igor. Tapi kau sama sekali tidak bisa fokus.” Omel Gavin. “Maafkan aku, Kawan. Ada sesuatu yang kupikirkan dari tadi.” “Jadi kamu punya rencana apa untuk menghancurkan Igor?” tanya Gavin.
Natasha bisa bernafas lega setelah muntah. Dia keluar dari bilik toilet dan berjalan menghampiri wastafel. Dia mencuci tangan dan mulutnya. Kemudian dia mengambil tisu untuk mengeringkan tangannya. Setelah membuang tisu itu ke tempat sampah, wanita itu memekik terkejut saat seseorang menariknya masuk dalam bilik toilet. Matanya langsung melebar saat melihat Leon menutup bilik toilet itu. “Leon? Apa yang kau lakukan di sini? Ini toilet wanita.” Omel Natasha. Leon menundukkan kepalanya sehingga wajahnya sejajar dengan Natasha. Tangannya menyentuh kulit pipi wanita itu. Mengelusnya dengan sangat lembut membuat tubuh Natasha merinding akibat hasrat yang ditimbulkan pria itu. “Aku merindukanmu, Moy lev.” “Ta-tapi
Katerina berjalan masuk ke dalam apartemen miliknya. Apartemen ini digunakan wanita itu ketika suaminya tidak berada di rumah. Berada dalam rumah suaminya membuat Katerina tidak bisa bebas. Wanita itu menendang sepatu hingga terlepas dan membiarkannya berada di atas lantai. Dia melangkah dengan lelah menuju kamarnya. Saat wanita itu membuka kamar, dia berteriak ketakutan. Pasalnya di atas ranjangnya, dia melihat pakaian putranya yang sudah bersimbah darah. Ketakutan terjadi hal buruk pada putranya, Katerina segera menelpon Igor. “Ada apa, Mom?” Kelegaan membanjiri Katerina hingga membuat wanita itu menangis. “Igor. Kau tidak apa-apa, Nak?” “Aku baik-baik saja. Mengapa kau bertanya seperti itu, Mom?”
Natasha tak bisa berhenti memikirkan apa yang dikatakan oleh sang penelpon misterius kemarin. Bahkan wanita itu tidak bisa tidur karena menebak-nebak apa hubungan ayah Leon dengan kedua orang tuanya. Tapi wanita itu tidak bisa mengingatnya. Natasha berpikir mungkin saja itu kakak tiri Leon yang berusaha menghancurkan hubungannya dengan Leon. Dengan begitu pria itu bisa menyakiti Leon lebih dalam. Namun pertanyaan ‘bagaimana jika informasi apapun yang diketahui penelpon misterius itu memang benar?’ terus berputar dalam pikirannya. “Mengapa kau meninggalkanku, Moy lev?” Tanpa menoleh, Natasha bisa tahu jika itu adalah Leon. Tak ada seorangpun yang memanggilnya dengan panggilan seperti itu. Wanita itu terus berjalan tanpa mempedulikan panggilan Leon. “Bagaimana bisa kau t
Ivan meletakkan ponselnya di atas meja. Perhatiannya kembali tertuju pada Josef yang duduk sambil meminum kopi hitamnya. Beberapa saat yang lalu Josef menelponnya dan memintanya bertemu di sebuah restoran tertutup. “Apa itu Leon?” tanya Josef mengamati Ivan. Ivan menganggukkan kepalanya. “Benar, Tuan besar. Tuan muda mencari Nona Natasha.” “Biarkan dia mencarinya sendiri. Sekarang katakan padaku, Ivan. Kau sebenarnya mengetahui siapa yang melukai Leon, bukan?” Josef meletakkan cangkir kopi di atas piring kecil. Josef bisa melihat Ivan tampak ragu menjawab pertanyaannya. Dia bahkan tidak berani memandang pria itu. “Sebenarnya kau bekerja untuk siap
Dua orang pria mengenakan setelan hitam mendorong tubuh Katerina ke lantai sebuah bangunan yang belum selesai dibangun. Kedua tangan wanita itu diikat menggunakan kabel ties. Wanita itu mengerang sakit saat lantai yang tidak rata menggores kulitnya. “Keparat! Apa kalian tidak tahu siapa aku? Aku adalah istri bos besar Zeno. Kalian berani memperlakukanku sekasar ini?” omel Katerina. “Mom.” Suara itu mengalihkan perhatian Katerina. Dia bisa melihat Igor juga di dorong ke arahnya. Segera Katerina memeluk putranya. “Igor, kau tidak apa-apa?” Katerina memandang wajah putranya yang babak belur. “Mom, kau harus menghubungi Dad. Dia yang bisa menolong kit
Leon menggandeng tangan Natasha berjalan melewati jembatan yang menghubungkan dermaga dengan kapal Flotila Radisson. Kapal layar mewah yang akan memanjakan pengunjung selama berkeliling sungai Moskow. Wanita itu bisa melihat sungai yang besar itu. Merasakan angin dingin berhembus, Natasha merapatkan jaket berbulunya untuk menjaga tubuhnya tetap hangat. “Anak muda, ini bukan tempat untukmu bermain-main. Sebaiknya kau turun saja.” Seorang petugas menghentikan langkah Leon. “Kalian menghentikanku karena aku masih muda?” tanya Leon tidak percaya. Bodoh! Mereka sudah berurusan dengan iblis mengerikan. Gumam Natasha dalam hati. Petugas itu mendengus sinis. “Tentu saj