Setelah bermain di pantai, Leon merasa Natasha menjauhinya. Entah apa yang terjadi. Tapi wanita itu selalu menghindarinya. Meskipun tidak secara langsung, tapi Leon bisa merasakannya jika Natasha menghindarinya.
Akhirnya setelah anak-anak tidur, Leon yakin Natasha akan tidur bersamanya. Pria itu berpikir dia bisa menanyakan keanehan sikap Natasha hari ini. Leon yang saat ini sudah duduk di atas ranjang dan bersandar pada ujung ranjang mendengar pintu terbuka. Dia bisa melihat istrinya berjalan menghampiri ranjang. Wanita yang saat ini sudah mengenakan baju tidur berwarna peach itu berusaha menghindari kontak mata dengan suaminya. Hingga akhirnya dia menarik selimut dan langsung berbaring di samping Leon. Bahkan wanita itu memunggungi istrinya.
“Apakah aku sudah melakukan kesalahan padamu hari ini, Moy lev?” tanya Le
Hadiah yang dimaksud oleh Natasha adalah sesuatu yang membuat Leon terkejut. Dia tidak pernah menyangka Natasha akan melakukannya. Tatapannya tertuju pada Natasha yang membungkuk di hadapannya. Kedua tangannya menyentuh ujung celana Leon dan menurunkannya. Tampak kejantanan leon yang sudah menegang melihat betapa seksinya sang istri.“Jika kau tidak yakin, kau bisa menghentikannya sekarang, Moy lev. Dan biarkan aku yang melakukannya.” Ucap Leon melihat Natasha tercengang.Natasha mendongak menatap suaminya. Kemudian wanita itu menggelengkan kepalanya. “Tidak. Aku tidak mau berhenti. Aku akan memberikan hadiah untukmu.”Nafas Leon tercekat saat tangan Natasha menyentuh kejantanannya. Wanita itu menunduk dan mencumbu kejantanan Leon. Membuat pria itu ti
“Tidak mau. Aku tidak mau pergi.” Liev yang masih tertidur terus saja mengigau. Karl yang mendengar suara Liev perlahan membuka matanya. Dia mengucek kedua matanya yang masih mengantuk. Lalu tatapannya tertuju pada sang kakak yang bergerak gelisah dalam tidur. Karl langsung duduk dan mengguncangkan bahu Liev. “Liev. Liev, bangunlah!” Karl berusaha membangunkan saudaranya. Dia bisa melihat air mata mengalir di sudut mata Liev yang terpejam. Karl yakin dia pasti sedang bermimpi sangat buruk. “Liev, jangan takut. Aku akan ada disini melindungimu. Jadi bangunlah sekarang.” Ucap Karl dengan begitu lembut. Akhirnya Liev membuka matanya perlahan. Dia langsung duduk di atas ranjang. Tatapannya melihat sekelilingnya. Seakan mencari sesuatu. “Ada apa, Liev?” Karl menyentuh bahu saudaranya itu. Tatapan Liev pun tertuju pada adiknya. Kemudian tangisnya mulai pecah. “Aku bermimpi buruk, Karl. Tadi ada seseorang dengan kepala ular yang mengejarku dan mau menggigitku. Aku benar-benar takut.”
Tiga belas tahun kemudian. Karena banyak mahasiswa yang baru saja masuk Universitas Lomonosov Moscow State, sehingga kampus itu terlihat lebih riuh dari biasanya. Mahasiswa baru membicarakan kekaguman mereka terhadap kampus itu. Sedangkan mahasiswa lama ada yang sedang membicarakan tugas-tugas mereka dan ada juga beberapa mahasiswa yang sedang bergosip membicarakan liburan mereka. "Oh, God. Mereka datang. Mereka datang." Seru seorang mahasiswa membuat semua orang menoleh ke arah tempat parkir. Terlihat sebuah hypercar berwarna putih terparkir dengan mulus. Lalu ada sebuah motor sport berwarna merah hitam terparkir di samping mobil itu. Seorang laki-laki mengenakan jaket kulit hitam turun dari atas motor lalu melepaskan helmnya. Pemuda itu mengusap rambutnya ke bel
Evelina berjalan menuju kelas pertamanya hari ini yaitu kelas manajemen investasi. Sebenarnya Evelina dan kedua saudaranya mengambil jurusan yang sama. Tapi karena Liev masih ada urusan dengan organisasi mahasiswa dan Karl entah pergi ke mana, sehingga Evelina pergi sendiri menuju kelasnya. “Dewi Evelina, tunggu sebentar.” Suara itu membuat langkah gadis itu berhenti melangkah. Dia menoleh sehingga rambut pirangnya yang tergerai itu bergerak. Dia bisa melihat seorang laki-laki tampan berjalan menghampirinya. “Kamu sedang memanggilku?” tanya Evelina menunjuk dirinya sendiri. Pria bernama Moritz itu menganggukkan kepalanya. “Ya, aku memanggilmu Dewi Evelina.”
Karl berjalan menuju toilet dengan tatapan tertuju pada ponselnya. Dia membuka game yang sudah didownload oleh Karl. Dia melihat berbagai karakter muncul. Ada bermacam-macam hero dengan penampilan yang memukau yang memiliki kelebihan dan kekurangannya masih-masing. Tangan Karl berhenti menggeser saat melihat seorang hero yang pakaian seperti bajak laut berwarna merah. Dia mengenakan penutup untuk menutupi mata kanannya. Kedua tangannya mengeluarkan api. Penampilannya tampak begitu keren dengan wajahnya yang tampan. Karl langsung memilih karakter itu sebagai hero-nya. “Aku kasih nama apa? Liev mengatakan jika aku bisa menggunakan nama palsu.” Karl memikirkan nama yang cocok untuk karakter itu. “Aku pikir nama Ares cocok untuk karakter ini. Ares adalah Dewa perang
Mini Cooper berwarna merah berhenti di dekat gedung Universitas Lomonosov Moscow State. Di balik kemudi seorang wanita dengan rambut pirang menoleh ke samping. Dia bisa melihat sang kakak menyampirkan tas di bahunya. Karena jarak mereka hanya dua tahun membuat Darya dan sang kakak, Zoya Pegova, terlihat seperti saudara kembar. “Kamu benar-benar yakin dengan hal ini, Zoya? Kamu bahkan belum pernah mengajar.” Darya tidak yakin dengan keputusan sang kakak. Wanita yang memiliki mata abu-abu keperakan itu menganggukkan kepalanya tanpa rasa ragu. “Aku sangat yakin, Darya. Jangan cemas berlebihan seperti itu. Aku hanya akan mengajar, bukan berperang. Lagipula aku hanya ingin mengubah suasana. Duduk hampir seharian di depan komputer sangat melelahkan. Aku ingin coba berinteraksi dengan banyak orang.”
“Darimana saja kamu sampai bolos kuliah, HUH?” Natasha menjewer telinga Karl saat pulang. Laki-laki dengan rambut coklat itu meringis sakit. “Ah… Mom. Sakit.” “Baru bisa merasakan sakit, Huh? Berani kamu membolos kelas?” “Bagaimana Mom tahu aku membolos? Apakah Mom meretas kamera CCTV di kampus?” heran Karl yang masih berjuang dengan rasa sakit yang ditimbulkan oleh sang ibu. “Mom tidak perlu meretas kamera CCTV kampus, Karl. Dia punya mata-mata. Siapa lagi kalau bukan Eve.” Liev mendengus kesal ke arah saudara perempuannya. Eve tidak mempedulikan tatapan kesal kakaknya dan melingkarkan lengannya di bahu sang kakak. “Jangan kesal seperti itu, Liev. Aku hanya setuju pada Mom tidak membi
“Permisi, apakah ini pertama kalinya kamu bermain game ini?” Ares mendengar suara itu dan langsung menoleh. Saat itulah nafas Karl tercekat saat melihat seseorang di hadapan Ares. Seorang gadis dengan rambut pirang panjang tampak begitu cantik. Gadis itu mengenakan gaun biru sebatas lutut. Di atas kepalanya mengenakan mahkota berwarna perak. Dan tangannya membawa sebuah pedang berwarna perah dengan ornamen salju. “Bagaimana kamu tahu aku baru pertama kali main?” tanya Ares. Gadis itu mengulurkan tangannya ke arah Ares. Laki-laki itu meraih uluran tangan gadis itu dan berdiri. Gadis itu tersenyum pada Ares. Sialnya melihatnya tersenyum membuat Karl yang melihat berdebar-debar. “Namaku Lucia. Siapa namamu?” ta