Gemesin sekali Karl dan Liev ini
Tiga belas tahun kemudian. Karena banyak mahasiswa yang baru saja masuk Universitas Lomonosov Moscow State, sehingga kampus itu terlihat lebih riuh dari biasanya. Mahasiswa baru membicarakan kekaguman mereka terhadap kampus itu. Sedangkan mahasiswa lama ada yang sedang membicarakan tugas-tugas mereka dan ada juga beberapa mahasiswa yang sedang bergosip membicarakan liburan mereka. "Oh, God. Mereka datang. Mereka datang." Seru seorang mahasiswa membuat semua orang menoleh ke arah tempat parkir. Terlihat sebuah hypercar berwarna putih terparkir dengan mulus. Lalu ada sebuah motor sport berwarna merah hitam terparkir di samping mobil itu. Seorang laki-laki mengenakan jaket kulit hitam turun dari atas motor lalu melepaskan helmnya. Pemuda itu mengusap rambutnya ke bel
Evelina berjalan menuju kelas pertamanya hari ini yaitu kelas manajemen investasi. Sebenarnya Evelina dan kedua saudaranya mengambil jurusan yang sama. Tapi karena Liev masih ada urusan dengan organisasi mahasiswa dan Karl entah pergi ke mana, sehingga Evelina pergi sendiri menuju kelasnya. “Dewi Evelina, tunggu sebentar.” Suara itu membuat langkah gadis itu berhenti melangkah. Dia menoleh sehingga rambut pirangnya yang tergerai itu bergerak. Dia bisa melihat seorang laki-laki tampan berjalan menghampirinya. “Kamu sedang memanggilku?” tanya Evelina menunjuk dirinya sendiri. Pria bernama Moritz itu menganggukkan kepalanya. “Ya, aku memanggilmu Dewi Evelina.”
Karl berjalan menuju toilet dengan tatapan tertuju pada ponselnya. Dia membuka game yang sudah didownload oleh Karl. Dia melihat berbagai karakter muncul. Ada bermacam-macam hero dengan penampilan yang memukau yang memiliki kelebihan dan kekurangannya masih-masing. Tangan Karl berhenti menggeser saat melihat seorang hero yang pakaian seperti bajak laut berwarna merah. Dia mengenakan penutup untuk menutupi mata kanannya. Kedua tangannya mengeluarkan api. Penampilannya tampak begitu keren dengan wajahnya yang tampan. Karl langsung memilih karakter itu sebagai hero-nya. “Aku kasih nama apa? Liev mengatakan jika aku bisa menggunakan nama palsu.” Karl memikirkan nama yang cocok untuk karakter itu. “Aku pikir nama Ares cocok untuk karakter ini. Ares adalah Dewa perang
Mini Cooper berwarna merah berhenti di dekat gedung Universitas Lomonosov Moscow State. Di balik kemudi seorang wanita dengan rambut pirang menoleh ke samping. Dia bisa melihat sang kakak menyampirkan tas di bahunya. Karena jarak mereka hanya dua tahun membuat Darya dan sang kakak, Zoya Pegova, terlihat seperti saudara kembar. “Kamu benar-benar yakin dengan hal ini, Zoya? Kamu bahkan belum pernah mengajar.” Darya tidak yakin dengan keputusan sang kakak. Wanita yang memiliki mata abu-abu keperakan itu menganggukkan kepalanya tanpa rasa ragu. “Aku sangat yakin, Darya. Jangan cemas berlebihan seperti itu. Aku hanya akan mengajar, bukan berperang. Lagipula aku hanya ingin mengubah suasana. Duduk hampir seharian di depan komputer sangat melelahkan. Aku ingin coba berinteraksi dengan banyak orang.”
“Darimana saja kamu sampai bolos kuliah, HUH?” Natasha menjewer telinga Karl saat pulang. Laki-laki dengan rambut coklat itu meringis sakit. “Ah… Mom. Sakit.” “Baru bisa merasakan sakit, Huh? Berani kamu membolos kelas?” “Bagaimana Mom tahu aku membolos? Apakah Mom meretas kamera CCTV di kampus?” heran Karl yang masih berjuang dengan rasa sakit yang ditimbulkan oleh sang ibu. “Mom tidak perlu meretas kamera CCTV kampus, Karl. Dia punya mata-mata. Siapa lagi kalau bukan Eve.” Liev mendengus kesal ke arah saudara perempuannya. Eve tidak mempedulikan tatapan kesal kakaknya dan melingkarkan lengannya di bahu sang kakak. “Jangan kesal seperti itu, Liev. Aku hanya setuju pada Mom tidak membi
“Permisi, apakah ini pertama kalinya kamu bermain game ini?” Ares mendengar suara itu dan langsung menoleh. Saat itulah nafas Karl tercekat saat melihat seseorang di hadapan Ares. Seorang gadis dengan rambut pirang panjang tampak begitu cantik. Gadis itu mengenakan gaun biru sebatas lutut. Di atas kepalanya mengenakan mahkota berwarna perak. Dan tangannya membawa sebuah pedang berwarna perah dengan ornamen salju. “Bagaimana kamu tahu aku baru pertama kali main?” tanya Ares. Gadis itu mengulurkan tangannya ke arah Ares. Laki-laki itu meraih uluran tangan gadis itu dan berdiri. Gadis itu tersenyum pada Ares. Sialnya melihatnya tersenyum membuat Karl yang melihat berdebar-debar. “Namaku Lucia. Siapa namamu?” ta
Sudah satu minggu Zoya mengajar di Universitas Lomonosov Moscow State. Dia sama sekali tidak mengalami kesulitan apapun. Dia mulai bisa beradaptasi dengan lingkungan kampus. Dia juga lumayan dekat dengan anak-anak. Dan juga setiap kali berinteraksi dengan mahasiswa, nama tiga anak keluarga Matvey selalu saja masuk dalam pembicaraan mereka. Zoya pernah bertemu dengan salah satu anak dari keluarga Matvey. Laki-laki tampan yang membantunya memungut beberapa bukunya yang terjatuh. Namun Zoya tidak mau terlihat dengan pria tampan sehingga tidak mempedulikannya. Lalu saat mengajar, Zoya juga bertemu satu-satunya gadis dari kelaurga Matvey bernama Evelina. Gadis itu tidak terlalu memperhatikan pelajaran karena sibuk menggoda laki-laki bertubuh gendut bernama Aleksey Litvinova. Namun yang membuat Zoya heran adalah nilai Evelina ya
Zoya masuk ke dalam mobil adiknya dengan nafas terengah-engah. Bahkan wajahnya berubah pucat jika memikirkan apa yang baru saja terjadi. Darya yang duduk di belakang kemudi menatap sang kakak dengan tatapan yang bingung. “Ada apa, Zoya? Wajahmu tampak pucat dan kamu terlihat sangat ketakutan. Apakah kamu baru saja melihat hantu di kampus ini?” tanya Darya. Zoya menoleh menatap adiknya. “Hantu? Aku baru saja bertemu orang yang jauh lebih mengerikan dari hantu, Darya. Aku tidak percaya aku melihatnya.” Darya yang mendengar ucapan kakaknya benar-benar tidak bisa memahaminya. “Apa maksudmu bertemu dengan orang yang jauh lebih mengerikan dari hantu? Apakah dia monster? Atau vampir?” Zoya menghela nafas berat mendengar ucapan adiknya. “Kamu terlalu banyak menonton film, Da