Bab 61 Perlahan tubuh Lola menghadap pria yang kini berdiri gagah tepat di depannya. Wajah pria dan tubuh pria itu berwibawa. "Selamat malam," sapanya sopan. "Selamat ma-malam." Lola tak bisa menahan dirinya agar tak gugup. Tatapan tajam menusuk ke hati Lola hingga ia sulit untuk bernapas. "Apa yang Anda lakukan di sini Nona?" tanya seorang penjaga keamanan berseragam coklat dari kejauhan memperhatikan Lola gelisah sejak tadi hingga ia terlihat mencurigakan. "Menunggu seseorang." "Apa tak ada tempat lain selain di sini? Penerangan di tempat ini kurang bagus. Saya khawatir Anda bisa menjadi korban kejahatan." "Iya, terima kasih atas tegurannya." "Lebih baik Anda pergi saja." "Baik, Pak. Permisi."Lola bernapas lega setidaknya ia tak dibawa ke kantor polisi. Lola menghampiri Tiara yang menunggu di tempat lain tepatnya di dalam mobil. Tangan gadis itu membuka pintu dan hendak masuk ke dalam mobil. "Kenapa kamu ke sini?" Tiara menatap tak suka gadis tomboi itu. "Ada polisi sa
Tubuh Tiara diikat di kursi kayu. Tubuhnya melemas tak berdaya. Dua orang menatap Tiara, tak ada rasa iba dari keduanya. Wajah mereka terlihat bahagia. "Siram tubuhnya!" ucap salah satu dari mereka menatap ember besar yang sengaja di siapkan"Silahkan kamu saja." Memberikan ember berisi air dengan campuran batu es yang sudah mencair. BYUR!Tubuh Tiara tersentak ketika air dingin menguyur ke seluruh tubunya. Rasa dingin menembus ke tulang. Air dalam wadah begitu dingin hingga kulit Tiara terlihat mengigil.Tiara membuka mata perlahan, ia menatap dua orang bertopeng. Suara tawa mengema di ruangan kosong itu, Tiara berusaha memejamkan mata dan membuka kembali memastikan kalau ini bukan mimpi. "Siapa kalian!"Tiara membuka mata lebar-lebar. Air terus mengalir ke seluruh tubuh. "Kamu taj usah tahu siapa kami. Cukup duduk manis dan menikmati permaiana dari kami."Suara wanita terdengar di balik topeng, Tiara tak pernah mendengar suara itu."Kamu siapa?" tanyanya tanpa mau menurunkan kes
"Nona Tiara!" Seorang wanita Menghampiri Tiara dan memberikan penerangan. "Lola itu kamu. Ya Tuhan akhirnya, kamu datang." Lola membuka ikatan tali di tangan Tiara. Wajah wanita cantik itu berubah pucat. Tiara hendak berdiri tetapi tubuhnya tak kuat menahan berat badan. Untung saja Lola menahannya. "Nona, apa Anda baik-baik saja?" "Menurutmu bagaimana? Kakiku lemas." "Aku akan suruh orang untuk menggendongmu." "Tidak, aku tak mau. Kita harus keluar dari sini atau mereka akan kembali lagi." "Baiklah, ayo kita segera pergi." Lola membantu Tiara untuk melangkahkan kaki. Tubuh Tiara tak terlalu berat. Tiara bernapas lega ketika melihat cahaya bulan dan bintang malam itu. Ia berpikir hidupnya akan tamat seperti saudara kembarnya atau pelayan itu, Mimi. Tiara pernah melakukan hal seperti tadi. Ternyata ia merasakan seperti korbannya juga apakah ini karma atau balas dendam. "Ya Tuhan, hari yang sangat lelah. Hari sial untukku," lirih Tiara menyandarkan tubuhnya setelah pintu mobil
Adrian sedang bergumul di atas ranjang bersama seorang gadis lebih muda dari Tiara. Ia telah berdusta kepada wanita itu. Padahal, Adrian masih berada di negara yang sama dengan Tiara. "Faster!" Adrian tak pernah puas dengan satu wanita. Ia memiliki banyak wanita rahasia untuk menemani hari-harinya. Setelah bermain-main dengan Tiara di rumah tua. Mereka memutuskan untuk ke apartemen meninggalkan Tiara seorang diri. Ide itu muncul seketika. Hingga mereka melakukan penculikan dan menyiksa wanita sombong. Tok! Tok! Mereka menoleh ke arah pintu ketika pintu kamar mereka diketuk. Mereka berada di apartemen gadis yang berada di bawah tubuh Adrian. "Siapa itu? Bukannya kamu sendirian?" Adrian menatap gadis dalam pelukannya. "Iya. Aku sendirian." Tok! Tok! Suara ketukan terdengar kembali kali ini suara begitu nyaring. Adrian bangkit dan menutup tubuhnya dengan kimono. "Jangan di buka! Mungkin itu polisi." Suara wanita di balik selimut terdengar takut. Ia tak ingin wajahnya viral seper
Adrian dibawa ke rumah sakit dengan bantuan penjaga keamanan. Ia mulai sadarkan diri ketika mencium bau minyak angin. Tubuh kekarnya terbaring lemah. Entah apa yang telah terjadi dengan alat reproduksinya. Sebagai dokter ia juga butuh dokter lain untuk memeriksanya. Dokter memeriksa keadaan Adrian, tentu saja mereka ke rumah sakit yang lain. Tak ingin ketahuan kalau ia berbohong. "Apa yang terjadi dengan saya?" tanya Adrian masih merasakan perih dan nyeri di area inti. "Maaf, Pak. Anda terkena penyakit kelamin." Dokter menduga hal itu. Cairan bau keluar dari area itu. "Apa?" Wajah Adrian tampak Shock. Adrian tak percaya dan menoleh gadis yang berdiri tak jauh darinya. "Ini pasti ulah kamu. Kamu pembawa penyakit. Kamu penyakit itu!" Tunjuk Adrian tanpa bukti. "Enak saja kamu bicara. Aku bersih. Astaga kalau begitu aku bisa tertular." Gadis itu pergi meninggalkan Adrian yang berteriak memanggil namanya. Ia akan melakukan pemeriksaan juga takut tertular. "Tolong Tuan jangan beri
"Non Tiara, bangun!" Tubuh Tiara diguncang. Wanita itu terus berteriak. Tiara menyembutkan nama salah satu pelayan, Mimi. Mimi pekerja yang telah ia bunuh dengan tangannya sendiri. Tiara tak menyangka kalau Mimi juga anak dari mertuanya. Anak tanpa pernikahan hubungan dengan wanita lain. Ia harus disingkirkan karena memengaruhi jatah harta yang dimiliki keluarga Antoni. "Argh! Pergi kamu Mimi!" Tiara berteriak dan menutup wajahnya seakan-akan Mimi itu sedang menyerang. Ia mengamuk memukul ke udara. "Argh! Hentikan!" "Nona, bangun. Nona!" Lola, sang bodyguard menguncang tubuh Tiara. Saat ini janda cantik itu seperti orang tak waras. Berteriak, meraung seperti orang gila. "Nona Tiara! Nona!" Lola berusaha membuka tangan yang menutup wajah Tiara. "Tolong! Jangan ganggu aku!" Tiara berteriak histeris seakan-akan ia berada di tempat lain. Mereka yang terlihat jahat menyerangnya. Manusia bertopeng hitam tertawa meledek, tersenyum menyeringai bagaikan iblis yang siap menyantap mangs
Mereka memberikan sebuah aksesoris yang tertinggal di TKP dan ada juga Putung rokok dalam plastik. "Apa Anda tahu pemilik Bros ini?" Tiara terdiam menatap Bros berbentuk kupu-kupu kecil dengan mata merah yang menjadi ciri khas pemilik Bros itu. Tentu saja ia tahu tentang benda cantik ini. Benda kesayangan bergambar kupu-kupu. Ia memiliki banyak di dalam lemari. Untung saja ia tak mengenakan Bros itu hari ini. Wajah Tiara berubah pias. Ia berusaha agar embun itu keluar. Membayangkan kejadian yang menyakitkan hati. Dadanya berubah sesak mengingat masa-masa menyedihkan. Semua memori menyakitkan hatinya terulang kembali seperti kaset rusak. Cara ini ampuh untuk menurunkan air mata palsunya. Bukan menangisi Antoni, almarhum suami yang sering menyakiti hati. Pria itu pantas mati karena telah memberikan dua madu kepadanya. Mencintai tetapi menyakitinya. Tiara tak mau seperti gadis malang melakukan hal sama yaitu berselingkuh dengan dokter muda, Adrian. Tetesan embun beranak pinak, Tiara
Bab 68 Lola tak jadi pulang ke rumah Tiara. Wanita itu menghubungi bodyguardnya untuk ke apartemen saja. Lola baru saja membuka suara ingin bertanya, Tiara sudah menutup panggilan tanpa mau memberi kesempatan untuk Lola. "Pak supir kita ke apartemen Nona Tiara." Pria berusia empat puluh tahun menganggukkan kepala dan melajukan kendaraan ke lokasi apartemen Tiara. Ia sering mengantar Tiara tapi tak tahu tempat kamar apartemennya. Mereka masuk ke gedung tinggi. Lola mengingat nomor kamar apartemen."Uh, ngapain aku ke sini padahal dia di rumah. Pak Supir tunggu aku." "Siap, Non." Lola membuka pintu mobil dan melangkah ke arah lift. Di dalam lemari besi itu Lola tak memiliki firasat jelek. Ia hanya melakukan tugasnya. "Ini kamarnya." Lola menekan bel pintu tersebut tetapi tak nampak orang muncul dari balik pintu. "Ah, kenapa tak bisa dibuka." Gadis tomboy berpakaian serba hitam mengaruk kepalanya. Lola menghubungi Tiara dan memberitahukan kalau dirinya sudah berada di depan pin