Adrian dibawa ke rumah sakit dengan bantuan penjaga keamanan. Ia mulai sadarkan diri ketika mencium bau minyak angin. Tubuh kekarnya terbaring lemah. Entah apa yang telah terjadi dengan alat reproduksinya. Sebagai dokter ia juga butuh dokter lain untuk memeriksanya. Dokter memeriksa keadaan Adrian, tentu saja mereka ke rumah sakit yang lain. Tak ingin ketahuan kalau ia berbohong. "Apa yang terjadi dengan saya?" tanya Adrian masih merasakan perih dan nyeri di area inti. "Maaf, Pak. Anda terkena penyakit kelamin." Dokter menduga hal itu. Cairan bau keluar dari area itu. "Apa?" Wajah Adrian tampak Shock. Adrian tak percaya dan menoleh gadis yang berdiri tak jauh darinya. "Ini pasti ulah kamu. Kamu pembawa penyakit. Kamu penyakit itu!" Tunjuk Adrian tanpa bukti. "Enak saja kamu bicara. Aku bersih. Astaga kalau begitu aku bisa tertular." Gadis itu pergi meninggalkan Adrian yang berteriak memanggil namanya. Ia akan melakukan pemeriksaan juga takut tertular. "Tolong Tuan jangan beri
"Non Tiara, bangun!" Tubuh Tiara diguncang. Wanita itu terus berteriak. Tiara menyembutkan nama salah satu pelayan, Mimi. Mimi pekerja yang telah ia bunuh dengan tangannya sendiri. Tiara tak menyangka kalau Mimi juga anak dari mertuanya. Anak tanpa pernikahan hubungan dengan wanita lain. Ia harus disingkirkan karena memengaruhi jatah harta yang dimiliki keluarga Antoni. "Argh! Pergi kamu Mimi!" Tiara berteriak dan menutup wajahnya seakan-akan Mimi itu sedang menyerang. Ia mengamuk memukul ke udara. "Argh! Hentikan!" "Nona, bangun. Nona!" Lola, sang bodyguard menguncang tubuh Tiara. Saat ini janda cantik itu seperti orang tak waras. Berteriak, meraung seperti orang gila. "Nona Tiara! Nona!" Lola berusaha membuka tangan yang menutup wajah Tiara. "Tolong! Jangan ganggu aku!" Tiara berteriak histeris seakan-akan ia berada di tempat lain. Mereka yang terlihat jahat menyerangnya. Manusia bertopeng hitam tertawa meledek, tersenyum menyeringai bagaikan iblis yang siap menyantap mangs
Mereka memberikan sebuah aksesoris yang tertinggal di TKP dan ada juga Putung rokok dalam plastik. "Apa Anda tahu pemilik Bros ini?" Tiara terdiam menatap Bros berbentuk kupu-kupu kecil dengan mata merah yang menjadi ciri khas pemilik Bros itu. Tentu saja ia tahu tentang benda cantik ini. Benda kesayangan bergambar kupu-kupu. Ia memiliki banyak di dalam lemari. Untung saja ia tak mengenakan Bros itu hari ini. Wajah Tiara berubah pias. Ia berusaha agar embun itu keluar. Membayangkan kejadian yang menyakitkan hati. Dadanya berubah sesak mengingat masa-masa menyedihkan. Semua memori menyakitkan hatinya terulang kembali seperti kaset rusak. Cara ini ampuh untuk menurunkan air mata palsunya. Bukan menangisi Antoni, almarhum suami yang sering menyakiti hati. Pria itu pantas mati karena telah memberikan dua madu kepadanya. Mencintai tetapi menyakitinya. Tiara tak mau seperti gadis malang melakukan hal sama yaitu berselingkuh dengan dokter muda, Adrian. Tetesan embun beranak pinak, Tiara
Bab 68 Lola tak jadi pulang ke rumah Tiara. Wanita itu menghubungi bodyguardnya untuk ke apartemen saja. Lola baru saja membuka suara ingin bertanya, Tiara sudah menutup panggilan tanpa mau memberi kesempatan untuk Lola. "Pak supir kita ke apartemen Nona Tiara." Pria berusia empat puluh tahun menganggukkan kepala dan melajukan kendaraan ke lokasi apartemen Tiara. Ia sering mengantar Tiara tapi tak tahu tempat kamar apartemennya. Mereka masuk ke gedung tinggi. Lola mengingat nomor kamar apartemen."Uh, ngapain aku ke sini padahal dia di rumah. Pak Supir tunggu aku." "Siap, Non." Lola membuka pintu mobil dan melangkah ke arah lift. Di dalam lemari besi itu Lola tak memiliki firasat jelek. Ia hanya melakukan tugasnya. "Ini kamarnya." Lola menekan bel pintu tersebut tetapi tak nampak orang muncul dari balik pintu. "Ah, kenapa tak bisa dibuka." Gadis tomboy berpakaian serba hitam mengaruk kepalanya. Lola menghubungi Tiara dan memberitahukan kalau dirinya sudah berada di depan pin
Lola mentap keluar sel penjara. Bagaimana caranya ia bisa terlepas dari tuduhan kejahatan yang tak pernah dilakukannya. "Sial! Bagaimana caranya agar aku keluar penjara. Tak mungkin aku menghubungi saudara-saudaraku mereka pasti tak akan mau." Gadis malang tak memiliki keluarga yang peduli kepadanya. Mereka cuek dan tak mau tahu tentang masalah Lola kecuali mereka butuh uang baru mencarinya. Lola mengusar rambutnya kasar. Ia tak menyangka akan mengalami kesukaran seperti ini apalagi tuduhannya sadis, pembunuhan."Argh! Sial. Kenapa Nona Tiara tak menolongku. Apa jangan-jangan dia?" Lola bertarung dengan pemikiran mengingat kejadian sewaktu petugas Ansuransi datang. "Astaga, Bros itu miliknya." Lola pernah melihat di kamar Tiara terdapat Bros bergambar kupu-kupu cantik berbagai warna. Kali ini Lola baru sadar. Ia berada di tempat yang salah. "Nona Tiara. Anda sungguh licik!" Mengenggam erat jemari hingga telapak tangan memutih. Tubuh Lola terperosok ke lantai. Bagaimana agar diri
Tiara menatap layar di hadapannya. Saat ini perusahaan sedang tak baik-baik saja. Ia menoleh ke arah karyawan kepercayaan. "Mengapa bisa begini?" "Mereka membatalkan investasinya. Kita rugi banyak dan hutang semakin menumpuk." "Apa tak ada jalan lain agar mereka tak membatalkannya?" "Kami sudah berusaha untuk membujuk mereka. Tetapi, mereka tetap dengan jawaban masing-masing." Tiara tak menyangka kalau perusahaan Antoni bisa mengalami kebangkrutan tiba-tiba. "Bagaimana caranya agar perusahaan ini selamat?" "Kita tinggal mencari perusahaan lain yang mau bekerja sama dengan kita di berbagai bidang, Nona." Tiara duduk menyadarkan punggungnya. Ia harus mencari seseorang untuk membantunya. "Oke, aku akan mencarinya." Biasanya Tiara hanya melihat dari jarak jauh saja tetapi kali ini berbeda. Wanita itu akan turun tangan sendiri. "Aku yakin ia mau membantuku." Tiara berdiri di bagian resepsionis. Ia akan menemui Sebastian. Wanita itu tak bisa menghubungi pria tampan yang selalu m
Bab 72 Nico mendekati wajahnya ke arah Tiara. Mereka tampak dekat dan intim. "Anda mau apa?" Tiara masih berusaha untuk menjauhi wajahnya. "Ada kain menempel." Menunjukkan sehelai kain berbentuk seperti benang di bahu Tiara. Wanita itu tampak bernapas lega. "Apa syaratnya?" tanya Tiara setelah semua keadaan kembali normal."Syarat. Kamu tinggal menandatangi surat perjanjian hanya itu." Tiara tersenyum senang. Semuanya tampak mudah kalau hanya menandatangi kertas kecuali ia harus memberikan jaminan harta. Mereka mengobrol tentang bisnis. Nico yakin kalau Tiara tak begitu paham dengan perusahaan saat ini. Beberapa kali membicarakan hal itu. Wanita itu tampak tak nyambung. "Gampang. Ia mudah sekali dibujuk." Nico berbicara dalam hati terkekeh pelan. Satu jam bersama, Tiara dan Nico berbicara cukup banyak. Waktunya mereka mengakhiri pertemuan malam ini. "Kita baru berbincang sebentar. Kenapa sudah mau pergi?" Taira belum puas. Membicarakan bisnis membuat Tiara bersemangat. "Maaf
Bab 73Tubuh Tiara terasa sakit dan berat. Ia membuka perlahan ketika merasakan air dingin sedingin es batu menyentuh kulitnya. "Di mana aku?" Suara Tiara terdengar lirih, berat sekali membuka matanya. Tak ada suara atau tawa dari mereka. Tiara hanya menjadi tontonan saja. Hingga kedua mata terbuka sempurna melihat pria yang tak asing baginya. "So-soni." Tiara ingat pria berkacamata dengan sikap polosnya. Tetapi, Tiara mengubah sikap polos itu menjadi monster. Tiara membuat hatinya terluka hingga meninggalkan luka teramat dalam. Soni mendekat, mengusap lembut pipi wanita yang pernah ia cintai. Ia ingat sekali ketika Tiara menjadi istrinya. "Apa kabar Sayang. Senang berjumpa denganmu lagi. Aku rindu sekali." Soni mengecup pipi mulus Tiara, kulit wajahnya terasa dingin karena pria itu telah menyiramnya dengan air es. "Soni, aku di mana?" Tiara mengedarkan pandangan sekeliling ruangan. Ia berada di sebuah kamar kosong tanpa ada perabotan hanya ada satu kasur lipat. "Kenapa? Tak
Bab 88"Angel," sapa Tiara dengan suara tegas. Angelica menatap manik kembarannya. Ia bangkit dari duduk yang disediakan oleh petugas polisi untuk para pengunjung. Bagaimana bisa Tiara mengenalnya. "Angel? Aku Angelica." Wanita berparas manis tersenyum tipis. Bibirnya bergetar. Tak mungkin Tiara mengenalinya. Wajahnya saja tak seperti dulu lagi. "Kamu Tara, saudara kembarku. Aku yakin kamu Tara." "Siapa Tara. Siapa Angel?" Angelica berusaha untuk tenang. Ia tak boleh gegabah hingga Tiara curiga mimik wajahnya pasrah. "Tara kembaranku." "Loh, bukankah ia sudah kamu bunuh?" Tiara terdiam, ia ingat kejadian itu tapi penjelasan dari polisi membuat dirinya yakin kalau Angelica adalah Tara. "Ia tidak mati. Saudaraku masih hidup. Aku yakin itu kamu. Kamu adalah Tara." Suara Tiara meninggi, ia mengungkapkan apa yang dilihat dengan matanya sendiri. Walau wajahnya berbeda, ciri-ciri Angelica sama dengan Angel atau Tara. Ketika mereka berada di laut, Tiara merasa tak asing dan dekat d
Bab 87Luka Tiara sudah tak terlalu parah. Ia dapat berjalan seperti biasa. Para petugas berjaga di pintu masuk ruang inap Tiara. Mereka tetap mengawasi wanita itu. "Hai, bagaimana keadaanmu?" tanya Angelica menyapa Tiara. Ia membawa boneka beruang berwarna coklat. Tiara dan Lola mendapatkan izin khusus untuk keluar masuk ruangan Tiara. "Baik. Lebih baik." Tiara menyungingkan senyum. Ia menatap boneka di tangan wanita yang mengenakan dress coklat di atas lutut. Rambut panjangnya digerai indah hingga wajahnya semakin memesona. "Boneka ini?" tanya Tiara mengingat momen semasa kecil. Ia suka dengan boneka beruang. Entah ke mana boneka itu. Boneka pemberian almarhum ibunya. "Untukmu. Hanya ada warna ini tak ada yang lain." Tiara mencium aroma boneka berbau rosberry. Aroma yang ia sukai. "Dari mana kamu tahu aku menyukai boneka beruang dengan aroma rosberry?" "Hanya menebak saja. Tipe wanita sepertimu pasti suka boneka." Tiara hanya tersenyum simpul. Ia merasa ada teman dalam deka
Bab 86"Angelica!" panggil Lola melambaikan tangan. Gadis itu senang ketika teman barunya selamat. Angelica meletakkan tangan kanannya di bahu Tiara. Langkah Tiara terseok-seok. "Tolong bantu dia!" ujar Angelica kepada Lola."Ayo Non Tiara kita ke sana!" Tiara memilih diam, ia mengikuti langkah Lola ke sebuah tempat lebih aman. Lola melihat luka bakar Tiara. Ia segera berlari ke mobil dan mengambil kotak P3K. Lola menyobek celana panjang orange Tiara agar bisa melihat luka lebih jelas. "Astaga, lukanya terlihat parah. Kejam sekali pria itu." Tangan Lola mengunting celana panjang Tiara hingga ke paha. Tiara meringis ketika Lola menyentuh luka bakarnya. "Rumah sakit jauh, kita harus mengobatinya lebih dulu." Angelica berdiri dekat Lola, memperhatikan luka Tiara. Ia meringis melihat kulit Tiara melepuh seperti balon. "Aku kasih salep saja. Ini ada salepnya." Tiara tak berkata sepatah katapun. Ia hanya menatap kedua perempuan yang ada dihadapannya. "Ayo Nona kita ke mobil." L
Bab 85 Tubuh Angelica terjun ke dalam laut. Tangan dan kaki bergerak cepat mencari keberadaan sebuah mobil yang mulai tenggelam.Angelica menoleh ke sekitar, melihat bayangan hitam di kedalaman laut. Ia terus berenang menuju ke arah benda yang biasa di gunakan untuk menuju ke tempat lain dalam waktu singkat. "Tiara, bertahanlah!" ucapnya dalam hati. Tangan dan kaki berusaha mengapai mobil itu. Hingga ia berhasil mendekatinya. Angelica melihat isi mobil tak ada Tiara di dalamnya hanya ada bangku kosong tak berpenghuni.Ia melihat ke arah bagasi. Bisa jadi Tiara berada di dalamnya. Tangannya menyentuh pintu yang terbuka sedikit dan masuk ke dalam . Jari menyentuh tombol pembuka bagasi hingga seseorang keluar dari tempat itu. Tiara berusaha untuk berenang ke atas permukaan ketika mendapat cela. Angelica mengikuti tubuh adiknya hingga mereka berhasil muncul ke permukaan. Uhuk! Uhuk! Tiara menatap wanita yang berada dekat dengannya. Ia terkejut Angelica berusaha menolong. Padahal,
Bab 84 Angelica masih berusaha mencari keberadaan adiknya. Ia harus menemukan wanita itu sebelum Seno membunuh. "Ke mana lagi kita Nona?" tanya supir yang mengemudi di depan mereka. Sejak tadi hanya berkeliling saja tanpa tujuan jelas. "Jalan saja terus. Ikuti jalan ini hingga ke atas." Hanya ada satu jalan saja. "Baik, Nona." Pohon-pohon menjulang tinggi, jalan becek akibat hujan semalam. Tak ada rumah yang tinggal di daerah itu. Angelica dan Lola masih menatap jalan sekitar. Di kejauhan, Lola melihat sebuah mobil di antara pepohonan. Walau tak jelas benda itu berjalan menuju arah atas. "Lihat itu!" Tunjuk jari Lola. "Pak, kejar dia!" Jalan tanah dan bebatuan membuat kendaraan sulit untuk melaju. Kecepatan tak bisa ditambah lagi. Situasi dan keadaan tak mendukung. "Apa tak bisa cepat?" omel Angelica tak sabaran karena mobil Seno sudah tak terlihat. "Tidak bisa Nona. Jalannya hancur." Angelica hanya pasrah. Ia berpikir ke mana Seno membawa adiknya itu. "Seno pasti membawan
Bab 83 Setelah Angelica bekerja sama dengan polisi mencari mobil milik Seno. Mereka semua mencari keberadaan mobil itu dengan bantuan para polisi daerah lain terutama polisi lalu lintas. Angelica dan Lola mengikuti para polisi di belakangnya. "Kayaknya kita lewat jalan biasa saja jangan jalan tol. Aku yakin Seno tak lewat situ." "Tapi, para petugas bilang Seno menuju ujung kota." Lola menimpali ucapan Angelica. "Gak semua CCTV terpasang di jalan. Kita jalan lewat biasa saja, Pak," ucap Angelica kepada supir. "Kenapa kamu gak bawa anak buah?" "Gak mungkin aku bawa mereka sedangkan aku masih tahap penyamaran. Mereka gak akan kenal wajahku." "Itulah manusia kalau terfokus dengan dendam," sindir Lola. "Memangnya kamu tak dendam dengan adikku?" "Aku biasa saja. Karena aku tahu dendam itu akan membuat petaka." Angelica merasa tersindir. Sejak pertama penyamaran hingga sekarang hatinya penuh dengan dendam. "Bagaimana kamu bisa memaafkan mereka?""Biarkan saja karma yang akan memb
Bab 82 "Api! Panas!" Seno melihat Tiara tak merasa iba. Baginya kesakitan Tiara adalah kebahagiaan yang hakiki, harus ia resapi hingga masuk ke dalam hati. Suara penuh penderitaan terasa indah di telinga Seno. Pria itu tertawa terbahak-bahak menatap kesakitan Tiara. Tubuh Tiara merasakan panas di sekitarnya. Tiara bagai kambing yang siap di bakar. Asap tebal mulai memenuhi rumah tua itu. Tak ada yang tahu apa yang terjadi. Mereka hanya tahu ada seseorang yang membakar di sekitar rumah tua itu. Seno merekam Tiara yang kepanasan akibat ulahnya. Ia terkekeh berkali-kali. Adegan demi adegan ia rekam hingga wajah kesakitan Tiara terekam sempurna. Hingga Seno tak menyadari pakaian Tiara dibagian kaki mulai terkena api. "Api!" Tiara menatap api menyentuh celananya. Kulitnya terasa melepuh. Pria itu mengambil air untuk memadamkan api tersebut. Belum waktunya Tiara mati. Wanita itu harus mendapat siksaan secara perlahan. Uhuk! uhuk! Tiara terbatuk-batuk menghisap banyak asap. Kedua m
Bab 81 Seno mengikat tubuh Tiara di kursi kayu. Ia menatap wajah cantik mantan istrinya. "Cantik doang tapi hatinya busuk," maki Seno dengan tatapan benci. Seno tak pernah menyangka kalau dirinya akan seperti ini hanya karena cinta. Tangan kekar Seno melayang di udara dan berakhir di wajah Tiara. Wanita itu terbangun, merasakan perih di pipi kanan. Rintihan kecil terdengar di bibir Tiara."Bangun Tiara!" Wanita yang terikat di kursi kayu dengan pakaian serba orange membuka mata perlahan. Ia tahu hidupnya akan berakhir di tangan sang mantan. "Seno." "Selamat datang putri tidur. Sudah waktunya kamu bangun." "Aku di mana?" "Di istana yang akan menjadi tempat paling indah untukmu." Seno menyeringai menatap mangsa yang tak akan bisa pergi lagi dari hidupnya. Sudah waktunya untuk mengakhiri semuanya. "Seno aku ...." "Sst! Diam Sayang. Jangan berbicara. Sudah waktunya kamu menikmati indahnya dunia ini. Tanpa ada rasa sakit sedikitpun." Tiara menatap wajah Seno, pria yang dulu san
Bab 80 Angelica menetap beberapa barang yang diperlihatkan oleh Seno. Wanita itu tahu benda apa itu. Angelica harus menghentikan kegilaan Seno yang semakin merajalela. Ia takut Tiara akan mengalami hal yang lebih parah. Rasa benci Seno akan adiknya begitu besar. Hingga pria itu nekad melakukan hal gila. Angelica tak ingin Seno terjebak lebih dalam. Ia ingin Tiara mendapatkan hukum setimpal atas perbuatannya. "Ya Tuhan, semoga saja tak terlambat." Angelica menatap ponsel berharap ia bisa mencegah kejadian itu. Seno berdiri di tempat yang tepat. Ia menunggu sesuatu terjadi di kantor polisi itu. Tubuhnya terbalut jaket hitam. Seno memandang tempat Tiara berada, wanita yang telah membuat hatinya terluka. Menatap jam tangan yang melingkar di lengan. "Satu, dua, tiga, duar!" Seno tersenyum licik ketika dua mobil polisi meledak hingga terbakar. Semua petugas keluar dari dalam kantor. Mereka mencoba memadamkan api dalam mobil. "Cepat singkirkan kendaraan lain!" teriak salah satu petuga