"Non Tiara, bangun!" Tubuh Tiara diguncang. Wanita itu terus berteriak. Tiara menyembutkan nama salah satu pelayan, Mimi. Mimi pekerja yang telah ia bunuh dengan tangannya sendiri. Tiara tak menyangka kalau Mimi juga anak dari mertuanya. Anak tanpa pernikahan hubungan dengan wanita lain. Ia harus disingkirkan karena memengaruhi jatah harta yang dimiliki keluarga Antoni. "Argh! Pergi kamu Mimi!" Tiara berteriak dan menutup wajahnya seakan-akan Mimi itu sedang menyerang. Ia mengamuk memukul ke udara. "Argh! Hentikan!" "Nona, bangun. Nona!" Lola, sang bodyguard menguncang tubuh Tiara. Saat ini janda cantik itu seperti orang tak waras. Berteriak, meraung seperti orang gila. "Nona Tiara! Nona!" Lola berusaha membuka tangan yang menutup wajah Tiara. "Tolong! Jangan ganggu aku!" Tiara berteriak histeris seakan-akan ia berada di tempat lain. Mereka yang terlihat jahat menyerangnya. Manusia bertopeng hitam tertawa meledek, tersenyum menyeringai bagaikan iblis yang siap menyantap mangs
Mereka memberikan sebuah aksesoris yang tertinggal di TKP dan ada juga Putung rokok dalam plastik. "Apa Anda tahu pemilik Bros ini?" Tiara terdiam menatap Bros berbentuk kupu-kupu kecil dengan mata merah yang menjadi ciri khas pemilik Bros itu. Tentu saja ia tahu tentang benda cantik ini. Benda kesayangan bergambar kupu-kupu. Ia memiliki banyak di dalam lemari. Untung saja ia tak mengenakan Bros itu hari ini. Wajah Tiara berubah pias. Ia berusaha agar embun itu keluar. Membayangkan kejadian yang menyakitkan hati. Dadanya berubah sesak mengingat masa-masa menyedihkan. Semua memori menyakitkan hatinya terulang kembali seperti kaset rusak. Cara ini ampuh untuk menurunkan air mata palsunya. Bukan menangisi Antoni, almarhum suami yang sering menyakiti hati. Pria itu pantas mati karena telah memberikan dua madu kepadanya. Mencintai tetapi menyakitinya. Tiara tak mau seperti gadis malang melakukan hal sama yaitu berselingkuh dengan dokter muda, Adrian. Tetesan embun beranak pinak, Tiara
Bab 68 Lola tak jadi pulang ke rumah Tiara. Wanita itu menghubungi bodyguardnya untuk ke apartemen saja. Lola baru saja membuka suara ingin bertanya, Tiara sudah menutup panggilan tanpa mau memberi kesempatan untuk Lola. "Pak supir kita ke apartemen Nona Tiara." Pria berusia empat puluh tahun menganggukkan kepala dan melajukan kendaraan ke lokasi apartemen Tiara. Ia sering mengantar Tiara tapi tak tahu tempat kamar apartemennya. Mereka masuk ke gedung tinggi. Lola mengingat nomor kamar apartemen."Uh, ngapain aku ke sini padahal dia di rumah. Pak Supir tunggu aku." "Siap, Non." Lola membuka pintu mobil dan melangkah ke arah lift. Di dalam lemari besi itu Lola tak memiliki firasat jelek. Ia hanya melakukan tugasnya. "Ini kamarnya." Lola menekan bel pintu tersebut tetapi tak nampak orang muncul dari balik pintu. "Ah, kenapa tak bisa dibuka." Gadis tomboy berpakaian serba hitam mengaruk kepalanya. Lola menghubungi Tiara dan memberitahukan kalau dirinya sudah berada di depan pin
Lola mentap keluar sel penjara. Bagaimana caranya ia bisa terlepas dari tuduhan kejahatan yang tak pernah dilakukannya. "Sial! Bagaimana caranya agar aku keluar penjara. Tak mungkin aku menghubungi saudara-saudaraku mereka pasti tak akan mau." Gadis malang tak memiliki keluarga yang peduli kepadanya. Mereka cuek dan tak mau tahu tentang masalah Lola kecuali mereka butuh uang baru mencarinya. Lola mengusar rambutnya kasar. Ia tak menyangka akan mengalami kesukaran seperti ini apalagi tuduhannya sadis, pembunuhan."Argh! Sial. Kenapa Nona Tiara tak menolongku. Apa jangan-jangan dia?" Lola bertarung dengan pemikiran mengingat kejadian sewaktu petugas Ansuransi datang. "Astaga, Bros itu miliknya." Lola pernah melihat di kamar Tiara terdapat Bros bergambar kupu-kupu cantik berbagai warna. Kali ini Lola baru sadar. Ia berada di tempat yang salah. "Nona Tiara. Anda sungguh licik!" Mengenggam erat jemari hingga telapak tangan memutih. Tubuh Lola terperosok ke lantai. Bagaimana agar diri
Tiara menatap layar di hadapannya. Saat ini perusahaan sedang tak baik-baik saja. Ia menoleh ke arah karyawan kepercayaan. "Mengapa bisa begini?" "Mereka membatalkan investasinya. Kita rugi banyak dan hutang semakin menumpuk." "Apa tak ada jalan lain agar mereka tak membatalkannya?" "Kami sudah berusaha untuk membujuk mereka. Tetapi, mereka tetap dengan jawaban masing-masing." Tiara tak menyangka kalau perusahaan Antoni bisa mengalami kebangkrutan tiba-tiba. "Bagaimana caranya agar perusahaan ini selamat?" "Kita tinggal mencari perusahaan lain yang mau bekerja sama dengan kita di berbagai bidang, Nona." Tiara duduk menyadarkan punggungnya. Ia harus mencari seseorang untuk membantunya. "Oke, aku akan mencarinya." Biasanya Tiara hanya melihat dari jarak jauh saja tetapi kali ini berbeda. Wanita itu akan turun tangan sendiri. "Aku yakin ia mau membantuku." Tiara berdiri di bagian resepsionis. Ia akan menemui Sebastian. Wanita itu tak bisa menghubungi pria tampan yang selalu m
Bab 72 Nico mendekati wajahnya ke arah Tiara. Mereka tampak dekat dan intim. "Anda mau apa?" Tiara masih berusaha untuk menjauhi wajahnya. "Ada kain menempel." Menunjukkan sehelai kain berbentuk seperti benang di bahu Tiara. Wanita itu tampak bernapas lega. "Apa syaratnya?" tanya Tiara setelah semua keadaan kembali normal."Syarat. Kamu tinggal menandatangi surat perjanjian hanya itu." Tiara tersenyum senang. Semuanya tampak mudah kalau hanya menandatangi kertas kecuali ia harus memberikan jaminan harta. Mereka mengobrol tentang bisnis. Nico yakin kalau Tiara tak begitu paham dengan perusahaan saat ini. Beberapa kali membicarakan hal itu. Wanita itu tampak tak nyambung. "Gampang. Ia mudah sekali dibujuk." Nico berbicara dalam hati terkekeh pelan. Satu jam bersama, Tiara dan Nico berbicara cukup banyak. Waktunya mereka mengakhiri pertemuan malam ini. "Kita baru berbincang sebentar. Kenapa sudah mau pergi?" Taira belum puas. Membicarakan bisnis membuat Tiara bersemangat. "Maaf
Bab 73Tubuh Tiara terasa sakit dan berat. Ia membuka perlahan ketika merasakan air dingin sedingin es batu menyentuh kulitnya. "Di mana aku?" Suara Tiara terdengar lirih, berat sekali membuka matanya. Tak ada suara atau tawa dari mereka. Tiara hanya menjadi tontonan saja. Hingga kedua mata terbuka sempurna melihat pria yang tak asing baginya. "So-soni." Tiara ingat pria berkacamata dengan sikap polosnya. Tetapi, Tiara mengubah sikap polos itu menjadi monster. Tiara membuat hatinya terluka hingga meninggalkan luka teramat dalam. Soni mendekat, mengusap lembut pipi wanita yang pernah ia cintai. Ia ingat sekali ketika Tiara menjadi istrinya. "Apa kabar Sayang. Senang berjumpa denganmu lagi. Aku rindu sekali." Soni mengecup pipi mulus Tiara, kulit wajahnya terasa dingin karena pria itu telah menyiramnya dengan air es. "Soni, aku di mana?" Tiara mengedarkan pandangan sekeliling ruangan. Ia berada di sebuah kamar kosong tanpa ada perabotan hanya ada satu kasur lipat. "Kenapa? Tak
Bab 73Tubuh Tiara terasa sakit dan berat. Ia membuka perlahan ketika merasakan air dingin sedingin es batu menyentuh kulitnya. "Di mana aku?" Suara Tiara terdengar lirih, berat sekali membuka matanya. Tak ada suara atau tawa dari mereka. Tiara hanya menjadi tontonan saja. Hingga kedua mata terbuka sempurna melihat pria yang tak asing baginya. "So-soni." Tiara ingat pria berkacamata dengan sikap polosnya. Tetapi, Tiara mengubah sikap polos itu menjadi monster. Tiara membuat hatinya terluka hingga meninggalkan luka teramat dalam. Soni mendekat, mengusap lembut pipi wanita yang pernah ia cintai. Ia ingat sekali ketika Tiara menjadi istrinya. "Apa kabar Sayang. Senang berjumpa denganmu lagi. Aku rindu sekali." Soni mengecup pipi mulus Tiara, kulit wajahnya terasa dingin karena pria itu telah menyiramnya dengan air es. "Soni, aku di mana?" Tiara mengedarkan pandangan sekeliling ruangan. Ia berada di sebuah kamar kosong tanpa ada perabotan hanya ada satu kasur lipat. "Kenapa? Tak