"Nona Tiara!" Seorang wanita Menghampiri Tiara dan memberikan penerangan. "Lola itu kamu. Ya Tuhan akhirnya, kamu datang." Lola membuka ikatan tali di tangan Tiara. Wajah wanita cantik itu berubah pucat. Tiara hendak berdiri tetapi tubuhnya tak kuat menahan berat badan. Untung saja Lola menahannya. "Nona, apa Anda baik-baik saja?" "Menurutmu bagaimana? Kakiku lemas." "Aku akan suruh orang untuk menggendongmu." "Tidak, aku tak mau. Kita harus keluar dari sini atau mereka akan kembali lagi." "Baiklah, ayo kita segera pergi." Lola membantu Tiara untuk melangkahkan kaki. Tubuh Tiara tak terlalu berat. Tiara bernapas lega ketika melihat cahaya bulan dan bintang malam itu. Ia berpikir hidupnya akan tamat seperti saudara kembarnya atau pelayan itu, Mimi. Tiara pernah melakukan hal seperti tadi. Ternyata ia merasakan seperti korbannya juga apakah ini karma atau balas dendam. "Ya Tuhan, hari yang sangat lelah. Hari sial untukku," lirih Tiara menyandarkan tubuhnya setelah pintu mobil
Adrian sedang bergumul di atas ranjang bersama seorang gadis lebih muda dari Tiara. Ia telah berdusta kepada wanita itu. Padahal, Adrian masih berada di negara yang sama dengan Tiara. "Faster!" Adrian tak pernah puas dengan satu wanita. Ia memiliki banyak wanita rahasia untuk menemani hari-harinya. Setelah bermain-main dengan Tiara di rumah tua. Mereka memutuskan untuk ke apartemen meninggalkan Tiara seorang diri. Ide itu muncul seketika. Hingga mereka melakukan penculikan dan menyiksa wanita sombong. Tok! Tok! Mereka menoleh ke arah pintu ketika pintu kamar mereka diketuk. Mereka berada di apartemen gadis yang berada di bawah tubuh Adrian. "Siapa itu? Bukannya kamu sendirian?" Adrian menatap gadis dalam pelukannya. "Iya. Aku sendirian." Tok! Tok! Suara ketukan terdengar kembali kali ini suara begitu nyaring. Adrian bangkit dan menutup tubuhnya dengan kimono. "Jangan di buka! Mungkin itu polisi." Suara wanita di balik selimut terdengar takut. Ia tak ingin wajahnya viral seper
Adrian dibawa ke rumah sakit dengan bantuan penjaga keamanan. Ia mulai sadarkan diri ketika mencium bau minyak angin. Tubuh kekarnya terbaring lemah. Entah apa yang telah terjadi dengan alat reproduksinya. Sebagai dokter ia juga butuh dokter lain untuk memeriksanya. Dokter memeriksa keadaan Adrian, tentu saja mereka ke rumah sakit yang lain. Tak ingin ketahuan kalau ia berbohong. "Apa yang terjadi dengan saya?" tanya Adrian masih merasakan perih dan nyeri di area inti. "Maaf, Pak. Anda terkena penyakit kelamin." Dokter menduga hal itu. Cairan bau keluar dari area itu. "Apa?" Wajah Adrian tampak Shock. Adrian tak percaya dan menoleh gadis yang berdiri tak jauh darinya. "Ini pasti ulah kamu. Kamu pembawa penyakit. Kamu penyakit itu!" Tunjuk Adrian tanpa bukti. "Enak saja kamu bicara. Aku bersih. Astaga kalau begitu aku bisa tertular." Gadis itu pergi meninggalkan Adrian yang berteriak memanggil namanya. Ia akan melakukan pemeriksaan juga takut tertular. "Tolong Tuan jangan beri
"Non Tiara, bangun!" Tubuh Tiara diguncang. Wanita itu terus berteriak. Tiara menyembutkan nama salah satu pelayan, Mimi. Mimi pekerja yang telah ia bunuh dengan tangannya sendiri. Tiara tak menyangka kalau Mimi juga anak dari mertuanya. Anak tanpa pernikahan hubungan dengan wanita lain. Ia harus disingkirkan karena memengaruhi jatah harta yang dimiliki keluarga Antoni. "Argh! Pergi kamu Mimi!" Tiara berteriak dan menutup wajahnya seakan-akan Mimi itu sedang menyerang. Ia mengamuk memukul ke udara. "Argh! Hentikan!" "Nona, bangun. Nona!" Lola, sang bodyguard menguncang tubuh Tiara. Saat ini janda cantik itu seperti orang tak waras. Berteriak, meraung seperti orang gila. "Nona Tiara! Nona!" Lola berusaha membuka tangan yang menutup wajah Tiara. "Tolong! Jangan ganggu aku!" Tiara berteriak histeris seakan-akan ia berada di tempat lain. Mereka yang terlihat jahat menyerangnya. Manusia bertopeng hitam tertawa meledek, tersenyum menyeringai bagaikan iblis yang siap menyantap mangs
Mereka memberikan sebuah aksesoris yang tertinggal di TKP dan ada juga Putung rokok dalam plastik. "Apa Anda tahu pemilik Bros ini?" Tiara terdiam menatap Bros berbentuk kupu-kupu kecil dengan mata merah yang menjadi ciri khas pemilik Bros itu. Tentu saja ia tahu tentang benda cantik ini. Benda kesayangan bergambar kupu-kupu. Ia memiliki banyak di dalam lemari. Untung saja ia tak mengenakan Bros itu hari ini. Wajah Tiara berubah pias. Ia berusaha agar embun itu keluar. Membayangkan kejadian yang menyakitkan hati. Dadanya berubah sesak mengingat masa-masa menyedihkan. Semua memori menyakitkan hatinya terulang kembali seperti kaset rusak. Cara ini ampuh untuk menurunkan air mata palsunya. Bukan menangisi Antoni, almarhum suami yang sering menyakiti hati. Pria itu pantas mati karena telah memberikan dua madu kepadanya. Mencintai tetapi menyakitinya. Tiara tak mau seperti gadis malang melakukan hal sama yaitu berselingkuh dengan dokter muda, Adrian. Tetesan embun beranak pinak, Tiara
Bab 68 Lola tak jadi pulang ke rumah Tiara. Wanita itu menghubungi bodyguardnya untuk ke apartemen saja. Lola baru saja membuka suara ingin bertanya, Tiara sudah menutup panggilan tanpa mau memberi kesempatan untuk Lola. "Pak supir kita ke apartemen Nona Tiara." Pria berusia empat puluh tahun menganggukkan kepala dan melajukan kendaraan ke lokasi apartemen Tiara. Ia sering mengantar Tiara tapi tak tahu tempat kamar apartemennya. Mereka masuk ke gedung tinggi. Lola mengingat nomor kamar apartemen."Uh, ngapain aku ke sini padahal dia di rumah. Pak Supir tunggu aku." "Siap, Non." Lola membuka pintu mobil dan melangkah ke arah lift. Di dalam lemari besi itu Lola tak memiliki firasat jelek. Ia hanya melakukan tugasnya. "Ini kamarnya." Lola menekan bel pintu tersebut tetapi tak nampak orang muncul dari balik pintu. "Ah, kenapa tak bisa dibuka." Gadis tomboy berpakaian serba hitam mengaruk kepalanya. Lola menghubungi Tiara dan memberitahukan kalau dirinya sudah berada di depan pin
Lola mentap keluar sel penjara. Bagaimana caranya ia bisa terlepas dari tuduhan kejahatan yang tak pernah dilakukannya. "Sial! Bagaimana caranya agar aku keluar penjara. Tak mungkin aku menghubungi saudara-saudaraku mereka pasti tak akan mau." Gadis malang tak memiliki keluarga yang peduli kepadanya. Mereka cuek dan tak mau tahu tentang masalah Lola kecuali mereka butuh uang baru mencarinya. Lola mengusar rambutnya kasar. Ia tak menyangka akan mengalami kesukaran seperti ini apalagi tuduhannya sadis, pembunuhan."Argh! Sial. Kenapa Nona Tiara tak menolongku. Apa jangan-jangan dia?" Lola bertarung dengan pemikiran mengingat kejadian sewaktu petugas Ansuransi datang. "Astaga, Bros itu miliknya." Lola pernah melihat di kamar Tiara terdapat Bros bergambar kupu-kupu cantik berbagai warna. Kali ini Lola baru sadar. Ia berada di tempat yang salah. "Nona Tiara. Anda sungguh licik!" Mengenggam erat jemari hingga telapak tangan memutih. Tubuh Lola terperosok ke lantai. Bagaimana agar diri
Tiara menatap layar di hadapannya. Saat ini perusahaan sedang tak baik-baik saja. Ia menoleh ke arah karyawan kepercayaan. "Mengapa bisa begini?" "Mereka membatalkan investasinya. Kita rugi banyak dan hutang semakin menumpuk." "Apa tak ada jalan lain agar mereka tak membatalkannya?" "Kami sudah berusaha untuk membujuk mereka. Tetapi, mereka tetap dengan jawaban masing-masing." Tiara tak menyangka kalau perusahaan Antoni bisa mengalami kebangkrutan tiba-tiba. "Bagaimana caranya agar perusahaan ini selamat?" "Kita tinggal mencari perusahaan lain yang mau bekerja sama dengan kita di berbagai bidang, Nona." Tiara duduk menyadarkan punggungnya. Ia harus mencari seseorang untuk membantunya. "Oke, aku akan mencarinya." Biasanya Tiara hanya melihat dari jarak jauh saja tetapi kali ini berbeda. Wanita itu akan turun tangan sendiri. "Aku yakin ia mau membantuku." Tiara berdiri di bagian resepsionis. Ia akan menemui Sebastian. Wanita itu tak bisa menghubungi pria tampan yang selalu m