"Madoka bukan orang sembarangan, Vasili. Kekuatannya dua kali lebih besar dariku. Ketelitian dan intuisinya juga."Javier mencoba 'menjual' Madoka setinggi ia bisa. Pria ini sudah sampai tahap di mana ia ingin pergi saja dan memeluk istri serta putranya.Namun, Vasili mengomentari ucapan Javier dengan dengkusan yang bernada sarkas.Tak menyerah, Javier menambahkan, "Kau tahu dia kan? Mad Dog."Seolah semua orang langsung terpukau mendengar nama itu, tapi tidak untuk Vasili.Ia menyandarkan tubuhnya di dinding samping jendela itu lalu melirik Javier dengan tatapan yang jelas meremehkan ucapannya."Javier. Seharusnya kau juga menyadari, urusanku dengan Mad Dog tidak semudah itu. Ia sudah jadi mesin pembunuh sejak kecil, walau akhirnya Luca mengambilnya. Dia musuh alamiku."Tak membuka banyak tentang kisahnya, Vasili hanya memberikan petunjuk yang menggantung. Cukup membuat Javier tertegun lama, lalu tertunduk lesu.Tidak. ia tidak tahu cerita itu. Dan sekarang, ia merasa bahwa harapanny
"Jav, jangan pejamkan matamu! Oke?!" sentak Nata dengan nada sedikit panik. Ia mencoba mengecek respon Javier dan untungnya pria itu masih bisa mengangguk. Nata yakin, kalau kali ini ada mata-mata di dalam susunan pelayan rumah tangga Vasili. 'Pria itu benar-benar tidak punya tempat aman. Bahkan rumahnya sekalipun,' keluh Nata dalam hatinya. Tiba di ruang dokter, Nata langsung dibantu oleh seorang suster laki-laki untuk membaringkan Javier di atas sebuah kasur tinggi.Vasili membeli dokter tersebut untuk tinggal di kediamannya. Ia hanya bekerja untuk Vasili dan orang yang berada dalam daerah kekuasaan Nostra."Bantu aku membuka kemejanya." Dokter itu segera menurunkan perintah pada suster tersebut. Dengan sigap suster itu pun memotong kemeja Javier, untuk memudahkan sang dokter memeriksa pasiennya. Asisten rumah tangga yang ditempatkan untuk membantu sang dokter juga sudah menyiapkan air hangat untuk membasuh luka Javier.Dan karena Javier sudah berada di tangan yang tepat, Nata
“Dimitri.”Vasili mencoba menegurnya, karena ia bahkan tidak menjawab pertanyaannya barusan. Malah memberi pertanyaan lain padanya.Menyadari kesalahannya, Dimitri pun langsung tertunduk, “Maaf, Tuan Dimitri. Saya sedikit shock dengan kondisi Javier—”“Kau akan menggantikan Javier, Dimitri. Fokuslah!” sentak Vasili memotong.Ia cukup kecewa karena ternyata logikanya masih lebih memilih Javier ketimbang Dimitri. Menurut Nata Dimitri persis seperti Javier, tapi di mata Vasili saat ini, Dimitri terlihat seperti orang dungu.“Ba—baik, Tuan Vasili. Saya—”“Kau bisa mengecek Javier sekarang. Setelah itu, fokuslah dengan tugasmu. Kalau sampai Dynee lecet sedikit saja, nyawamu taruhannya, Dimitri!” Vasili menegaskan sekali lagi sebelum ia menyuruh Dimitri keluar.Begitu Dimitri sudah di luar, ia pun segera mencari Nata untuk mengantarnya melihat Javier. Tanpa banyak bicara ia mengikuti Nata melewati lorong menuju ke ruang dokter.Bertepatan dengan mereka tiba di depan ruang dokter, suster lak
“A—anu, Nona—“Visha mencengkeram kerah baju Varro sambil meneriaki dengan suara tertahan, “Anu apa?! Kau sebaiknya segera bergerak dan antar aku menemui Javier!”“Nah, nah. Jangan mulai membuat keributan di rumah orang lain, Navisha Cavallo. Suamimu aman.” Vasili terkekeh singkat sambil memberi isyarat pada Varro untuk mengantar Visha menjenguk Javier.Visha melebarkan netranya mendengar ucapan Vasili di akhir kalimat. Jelas sekali kalau sudah terjadi sesuatu terhadap Javier.“Aku titip anakku.” Visha melewati Vasili begitu saja, mengikuti Varro yang sudah berjalan lebih dulu di depannya, menuju ke lorong yang belum Visha ketahui akan membawanya ke mana.Degup jantung Visha cukup berisik untuk telinganya sendiri. Ia benar-benar tidak punya gambaran, seperti apa kondisi ‘aman’ yang disebutkan Vasili tadi.‘Brengsek! Aku takkan membiarkan Javier menerima tugas seperti ini lagi.’ Visha berjanji dalam hatinya.Varro berhenti di depan pintu sebuah ruangan yang tidak diketahui Visha. Ia pu
“Ah ... Nata. Kau benar. Baiklah aku akan menemui Vasili setelah aku membersihkan diri.”Nata mengangguk lalu pergi begitu saja, sementara Visha menolong Javier untuk bersiap. Dokter sudah memberitahu Visha untuk menghubunginya, kalau dalam 3 jam ke depan, Javier menunjukkan gejala yang tidak biasa.Walau masa kritis sudah lewat, respon tubuh Javier setelah operasi masih belum stabil. Apalagi ia diminta segera menghadap Vasili.Sembari menunggu Javier menghabiskan sarapannya, Visha pun berkata, “Kuharap kau sudah boleh pulang. Tidak mungkin dia tetap memintamu menjaga Dynee dengan kondisi seperti ini, kan?”“Well ... aku berharap demikian, Nana. Apa ada yang kau inginkan setelah aku selesai bertugas?” tanya Javier dengan tatapannya yang teduh.Entah kenapa, Visha merasa Javier terlihat lebih tenang. Biasanya, pria itu masih akan bersikap gugup di depan Visha.Visha mencoba untuk menggodanya dengan mengusulkan, “Bulan madu kedua?”Javier tertegun sesaat. Hanya sepersekian detik sebelum
“Nah ... tak ada. Jadi, apa kata Vasili?”Visha segera mengalihkan pembicaraan sementara dirinya menghampiri sang suami yang menyambut dengan tangan terbuka.“Dimitri akan menggantikanku. Well, sedikit ucapan terima kasih dari Nyonya Dynee. Itu saja. Tak banyak.” Javier mengangkat bahunya cuek.“Wah! Berarti—““Papa!” Pekikan suara Dante memotong ucapan Visha. Anak laki-laki itu baru saja terbangun dari tidurnya. Kemungkinan merasa kurang nyaman karena tidur di sofa.Menggantikan Visha, kini Dante sudah melompat ke dalam pelukan Javier.“Astaga! Kau tak apa, Jav?” tanya Visha yang tahu kalau dada Javier seharusnya tidak terkena benturan apapun. Tapi Dante malah menabrakkan dirinya ke tubuh Javier.Javier menggeleng, memberi isyarat pada Visha untuk tidak mengkhawatirkannya. Karena baginya, sambutan Dante adalah segalanya. Rasa sakit yang ia rasakan terbayar dengan kebahagiaan bahwa dirinya diinginkan oleh anak laki-lakinya itu.“Papa! Ayo pulang!” seru Dante tanpa tahu kejadian apapun
“Jadi, kau mau memilih nama seperti apa untuk anak kita?” Javier mengecup punggung tangan Visha sementara istrinya itu bersandar padanya.Tiba di apartemen, Javier dan Visha memanfaatkan waktu yang ada untuk saling mengobati rindu yang lama menyakiti. Dante juga sedang berada di sekolah, jadi mereka hanya berdua.Visha bersikeras untuk menemani Javier beberapa hari ke depan, walau sang suami sudah memberitahunya kalau ia bisa mengurus dirinya sendiri.Karena urusan perusahaan juga sedang lenggang, makanya Visha berani mengambil hari untuk meliburkan diir.Dan saat ini Javier tengah berendam di bak mandi berisi air penuh yang ditutupi busa putih beraroma vanila. Visha memaksanya melakukan ritual yang sejak dulu sangat ingin dilakukan oleh wanita itu.Berendam bersama pria yang dicintainya sambil berbincang santai.“Aku belum tahu. Tapi aku sudah mendapatkan beberapa nama yang menurutku bagus. Seperti Darren, Delona, Deborah, Claresta, Junior ... ugh! Aku lupa siapa lagi. Sudah kucatat.
“Luca Cavallo mengundurkan diri, Tuan Baltimore.”Tegukan cairan wine yang tadinya terdengar nikmat menggema dalam ruang makan megah di sebuah kediaman, pun terhenti seketika. Kekehan lembut menggantikannya bergema, sementara gelas berkaki jenjang itu diturunkan dari bibirnya ke atas meja.“Hanya masalah waktu, bukan?” suara pria yang terdengar parau itu membuat ruang remang itu bertambah mengerikan, walau tidak ada satupun orang yang bergidik di sana.Pria itu kembali bertanya, “Di mana Javier? Mad Dog?”Belum mendapat jawaban, ia kembali meraung girang, “Aku menginginkan mereka! Ha! Ha! Ha! Aku ingin melengkapi koleksiku, Gin!”“Dimengerti, Tuan Baltimore.”*** Sementara itu, dua pria yang tadi tengah dibicarakan saat ini sedang berjalan santai di dalam sebuah mall, menuju ke pintu keluar.Dante meminta Javier dan Visha untuk mengajaknya bermain dan saat ini mereka sudah selesai bermain. Visha berjalan di depan bersama Dante sementara Javier tengah bicara serius dengan Madoka
10 tahun berlalu.Pemandangan gedung sekolah dasar yang ramai dengan hamburan murid pulang sekolah sudah menjadi kesenangan Dante sejak sang ibu—Navisha, menambah cabang Viensha Co. di negara lain.Tahun ini, putra pertama Visha tersebut sudah menginjak usia 18 tahun. Dan minggu ini, seorang gadis muda Italia yang berbeda dari minggu lalu, menempel lagi padanya.“Dante ... kapan kita pulang? Di sini panas sekali,” rengek gadis yang sudah mengekornya sejak dari gedung SMA.Dante menghela napas singkat. Netranya tak kuasa untuk tidak berputar lelah. “Aku sudah bilang akan menjemput adikku. Kau yang bersikeras untuk ikut Danny, jangan rewel.”“Kau pasti bohong! Kau—““Dante!” suara lantang yang memanggil Dante itu adalah milik seorang gadis kecil.Wajahnya mirip seperti Visha. Netranya yang biru pun persis seperti Dante dan ibu mereka.“Ammy!” seru Dante yang langsung meninggalkan teman perempuannya untuk menyambut kepulangan sang adik.Buk!Pukulan kecil dari sang adik pun mendarat di b
“Cantik sekali ....”Javier ternganga di depan kaca besar yang menampilkan puluhan tempat tidur bayi. Netranya terfokus pada satu kreatur mungil yang diletakkan paling dekat dengan kaca tersebut.Putrinya. Buah hatinya dengan Navisha.“Kau belum lihat matanya, Jav. Biru langit sepertiku!” seru Ernesto dengan nada bangga.Javier mendengkus geli. Tentu saja. Matanya pasti seperti sang ibu. Keturunan dari Luca yang matanya juga berwarna biru.Tiba-tiba wajah Javier mengkerut kesal. Ia berpaling pada Ernesto dan bertanya, “Kau sudah menggendongnya?!”Nada cemburu terselip di setiap kalimat tanya yang dilontarkan Javier barusan. Ernesto pun tergelak.“Cemburu?! Aku bahkan sudah melihatnya mandi!” ledek Ernesto dengan wajah tenang, sementara Javier terlihat kesal, merasa kalah.“Bohong lah!” seru Ernesto tiba-tiba. “Aku tadi diseret Papa ke sana ke mari. Mencari baju untuk cucu perempuannya. Belum lagi sepatu bulu-bulu dan banyak lagi.”Mendengar pengakuan Ernesto, Javier pun terkekeh. “Ter
“Jav ... duduklah dulu. Kau membuatku ikut panik.” Luca menggeleng singkat sambil menghela napas pendek.“Ah! Sorry, Yah.”Javier kemudian duduk di samping Luca, tetapi tubuhnya tak berhenti bergerak. Kadang ia akan membungkuk, kadang bersandar. Bahkan pria muda itu tak berhenti menggerakkan kakiknya, seperti orang sedang menjahit pakaian dengan mesin manual.Ekor mata Luca menangkap gerakan berulang tersebut dan kembali menegur mantunya itu, “Jav.”“Ugh! Aku tak bisa tenang. Aku ingin masuk ke dalam sana, Yah. Aku khawatir apa kami terlambat. Air ketubannya keluar sangat banyak tadi. Kuharap tidak akan ada yang terjadi pada Visha.”Mereka tengah was-was menunggu proses c-section yang harus dilewati Visha. Kondisi bayinya tidak berada di jalur lahir, sementara air ketuban sudah pecah. Kalau dibiarkan terlalu lama, kemungkinan terburuk bisa menyapa sang jabang bayi.Akhirnya, Visha pun harus masuk ruang operasi. Walau ini adalah operasi Visha yang kedua, entah kenapa Javier merasa lebi
183“Javier, kau ada waktu siang ini?” Luca, tak diduga Javier, menghubunginya tiba-tiba. Tentu saja, Javier menyanggupinya. Tugas menjemput Dante ia serahkan sementara pada Madoka. Biasanya Javier akan ikut ke sekolah untuk menjemput. Javier pun merespon, “Tentu, Ayah. Kau mau aku membawa Visha atau?”“Nah ... kau saja. Kuharap Visha tak perlu tahu aku mengajakmu bertemu, Jav.”Suami sah Visha tersebut tertegun sesaat sebelum menyetujui ucapan Luca. ‘Mungkin ini soal Ernesto.’Setelah sambungan telepon itu terputus, Javier segera pamit pada Visha dengan alasan akan menjemput Dante bersama Madoka.Dominic berjaga di apartemennya bersama dengan beberapa anak buah. Tentu saja, Javier sudah sedikit lega, karena berita Ernesto menghabisi Gale semalam sudah sampai di telinganya. Semua orang kini membicarakan pria muda itu.“Aku titip kue tart tiramisu,” pesan Visha saat mengantar Javier sampai di ambang pintu. Hamil keduanya ini membuat Visha menginginkan makanan manis. ia bisa menghabis
Dhuar!Bang!Bang!Bang!“Ha! Ha! Ha! Mati kalian semua antek Cavallo!” raung Gale yang berdiri di atas kendaraan jeep terbuka.Mereka baru saja mengebom gerbang utama kediaman Luca dan melumpuhkan semua penjaga.Luca yang terbangun karena alarm dari gerbang utama pun langsung menyuruh semua staf rumah tangga membawa Bianca, bersembunyi di ruang bawah tanah.Ernesto dan Luca bersiap menghadapi mereka dengan anak buah yang ada. Tidak banyak mereka yang tinggal di dalam area Cavallo. Paling banyak mereka bisa mengumpulkan 50 orang untuk kejadian tak terduga ini.“Kau sudah memanggil anak-anak di luar sana?” seru Luca pada Ernesto, yang berjalan bersama menuju ke luar teras untuk melihat keadaan seperti apa yang menunggunya.“Beres, Pa. Mereka sudah dekat.”‘Andai ada Javier ... aku merasa lebih tenang. Kalau hanya Ernesto ... haaah ... aku harusnya bisa percaya pada anakku,’ batin Luca berkonflik.Luca tak punya muka untuk memanggil Javier, karena Ernesto dengan bodohnya sudah membuat C
"Uncle Madoka!" seru Dante yang baru saja keluar dari kelasnya.Tuan muda kecil Cavallo tersebut baru saja menyudahi proses belajarnya hari itu. Dari wajah Dante, Madoka bisa menebak kalau permintaan maaf dari Simon tadi sudah menghilangkan air muka sedihnya."Tuan Muda! Apa mau makan dulu di kantin? Dengan Simon?" tanya Madoka tanpa basa basi.Dante yang memang sudah terbiasa mengamati orang-orang dewasa itu di sekitarnya pun paham, bahwa ada hal yang ingin dibicarakan Madoka dengam Simon."Tentu! Akan kupanggilkan Simon." Dante tersenyum riang sambil berbalik kembali ke kelas untuk menghampiri anak tersebut."Simon, mau makan siang denganku? Kau sering lama menunggu di kelas, kan?" ajak Dante dengan senyum ramahnya.Simon sedikit tertegun mendapat perlakuan baik dari Dante. Walau ia sudah minta maaf, baginya tidak serta merta mereka menjadi teman. "Tidak ada alasan aku makan siang denganmu! Jangan urusi aku!" sentak Simon.Suara Simon yang keras sudah tentu membuat Madoka memunculk
"Saya sudah katakan pada Anda, bahwa Dante adalah keluarga Cavallo. Tapi Anda tidak menggubrisnya." Moses mengingatkan pria yang meneleponnya sambil mengamuk.Setelah kedatangan Javier yang sia-sia kemarin, hari ini ayah Simon—Richard Countesc, menghubungi sang kepala sekolah dan mengamuk.Richard menebak kalau orang yang sudah mengganggu bisnisnya pastilah orangtua Dante. Karena dalam pesan yang diterimanya, mereka menginginkan permintaan maaf dari Simon."Brengsek! Padahal Javier itu tidak ada urusannya dengan anak itu! Dari berita yang kudengar, anak itu hasil pemerkosaan! Tch! Keluarga berantakan!" raung Richard yang masih tidak paham dengan posisinya.Lagi, Moses menghela napas panjang. Ia tahu bahwa Richard adalah donatur terbesar di sekolah tersebut, tapi kalau selalu keras kepala seperti ini, tidak mungkin sang kepala sekolah mau pasang badan.Moses pun akhirnya berkata, "Tuan Richard, sebaiknya Anda selesaikan dengan baik-baik. Mau bagaimanapun masa lalu Dante, tidak akan per
“Well ... apa kau sudah siap untuk minta maaf pada temanmu? Dante?”Dante menelan ludah. Tidak siap untuk melakukan apa yang ditanyakan sang ayah. Javier sedikit was-was menantikan jawaban dari Dante. Ia cukup takut kalau-kalau putranya itu menolak dan memilih untuk mengabaikan saja masalah ini.“Ehem! Si—siap!” seru Dante dengan terbata.Kini mereka sudah berada di depan ruang kepala sekolah untuk membicarakan mengenai perkelahian Dante dengan temannya kemarin.Javier terkekeh pelan sementara buku jarinya mulai menghantam lembut pintu ruang kepala sekolah yang masih tertutup rapat.“Masuk!” Seruan dari dalam terdengar samar, sebagai izin untuk Javier menggeser terbuka pintu itu.“Selamat pagi, Mr. Moses,” sapa Javier dan Dante hampir berbarengan.Mendengar sapaan itu, pria tua bernama Moses itu pun segera berdiri dan membalasnya, “Ah ... selamat pagi, Tuan Javier, Dante. Ayo duduk dulu.”Masing-masing mereka pun mengambil posisi duduk berhadapan. Dante duduk di samping Javier dengan
“Ada apa?”Belum juga Javier membuka pintu ruang kerja Visha, sang istri ternyata sudah lebih dulu mempertanyakan percakapan telepon barusan.Padahal Javier masih butuh waktu untuk mengatur kata-katanya agar Visha tidak langsung marah karena Dante berkelahi.“Nana ... kau sudah selesai bekerja?” tanya Dante sambil mendorong Navisha kembali ke dalam dan mendudukkan sang istri di sofa.Yang didorong pun menurut saja. Ia duduk sementara manik matanya mengikuti tubuh Javier yang bergerak menyusulnya duduk di sisi kanan.Alih-alih menjawab pertanyaan Javier, Visha malah balik bertanya, “Kudengar kau seperti panik. Siapa tadi, Jav?”Javier masih butuh waktu lebih untuk memutuskan dari sisi mana ia akan mulai menjelaskan apa yang terjadi pada Dante.Kalau ia mulai dengan kalimat bahwa Dante dirundung di sekolah, jelas Visha akan mengamuk dan segera menuju ke sekolah.Namun, kalau dijelaskan bahwa Dante berkelahi, ia pasti akan marah pada Dante.‘Ugh! Sejak kapan membuat kalimat saja sulit bu