Rani bekerja di kafe seperti biasa siang itu. Hingga saat sedang mengelap meja, dia melihat siaran berita yang membuatnya sangat terkejut. Dia sampai mematung di tempatnya karena beberapa foto di berita yang diblur gambarnya adalah dia.“Ran, kamu kenapa?” tanya Dandi saat melihat Rani terkejut sambil terus memandang ke televisi.Rani terkejut mendengar suara Dandi. Dia menoleh lalu menggeleng tapi tampak jelas kepanikan di wajahnya.“Kenapa wajahmu pucat? Kamu sakit?” tanya Dandi cemas.“Tidak, aku tidak apa-apa. Aku baik-baik saja,” jawab Rani lalu mencoba tersenyum meski agak terpaksa.Rani terlihat bingung hendak melakukan apa, hingga menatap Dandi yang masih memperhatikan dirinya.“Apa aku boleh istirahat sebentar?” tanya Rani sambil menatap dengan senyum.“Boleh, istirahatlah. Lagi pula kafe masih sepi,” jawab Dandi.Rani mengangguk mendengar jawaban Dandi. Dia lantas buru-buru pergi ke belakang. Rani pergi ke samping kafe, kemudian menghubungi Mirna.“Ma, Kak Farhan tertangkap?
Mirna terkejut mendengar ucapan Briana. Dia bingung harus bagaimana tapi sangat mencemaskan Rani.Briana sendiri hanya berusaha bersikap tegas serta mengajari Mirna jika apa yang tak semua yang diinginkan bisa didapatkan karena ada konsekuensi lain juga yang harus diterima.“Bagaimana? Jika kamu mau keluar sekarang, aku tidak menghalangi. Tapi kesempatanmu mendapatkan rumahmu lagi hilang dan aku hanya akan membayarmu seperti pelayan pada umumnya,” ujar Briana memancing keputusan Mirna.Briana ingin tahu mana yang akan dipilih Mirna, rumah atau keluarga.Mirna memberanikan diri menatap Brina hingga kemudian membalas, “Tidak apa jika aku kehilangan rumahku tapi tidak dengan putriku. Untuk saat ini, dia lebih dari apa pun.”Briana tak menyangka kalau Mirna akan lebih memilih Rani, tapi bukankah itu menunjukkan kalau Mirna sudah berubah dan tidak egois lagi. Tidak mementingkan diri sendiri lalu mengorbankan orang lain.“Oke, aku akan memberimu gaji yang setimpal. Berarti perjanjian kita b
Sandi sudah sangat panik karena berita perselingkuhannya terbongkar, lalu Toni juga ditangkap atas dugaan terlibat peretasan yang terjadi di perusahaan Dharu.“Pak, lebih baik Anda pergi dari sekarang sebelum terjadi sesuatu hal yang tak diinginkan,” ucap Ibra karena banyak wartawan yang mulai mencari keberadaan Sandi.Sandi mengepalkan erat. Dia merasa semua yang terjadi karena ulah Dharu. Sandi berpikir jika Dharu pasti sudah tahu kalau dia terlibat dalam peretasan sistem perusahaan, sehingga sekarang memberikan foto-foto perselingkuhannya ke publik agar dia mendapat masalah.“Apa kamu pikir aku akan kalah begitu saja?” Sandi menatap geram ke Ibra.Ibra sangat terkejut melihat tatapan Sandi, tapi berusaha untuk tetap tenang.“Pak, sekarang bukan masalah menang atau kalah. Tapi ini demi nama baik Anda. Saya akan berusaha mencari cara untuk menutup kasus ini, tapi Anda lebih baik bersembunyi dulu,” kata Ibra menjelaskan.“Di luar sana wartawan menanti Anda, meminta klarifikasi Anda at
“Dari kesaksian pelaku penculikan dan juga kesaksian Toni, apa kita bisa menjerat Sandi?” tanya Dharu ke kuasa hukum keluarga untuk mendiskusikan kasus yang menimpa Dhira juga.Dhira duduk dirangkul Briana dan terus ditenangkan karena masih gemetar.“Pelakunya saja sudah mengaku, masa tidak bisa membuat pria itu mendekam di penjara?” Dhira benar-benar tidak terima kalau sampai Sandi bebas begitu saja.“Anda tenang saja, polisi sudah membuat laporan percobaan penculikan Anda, lalu akan segera melakukan tindakan dengan menangkap dalang dari rencana penculikan itu. Kami akan memantaunya, Anda jangan cemas,” ucap pengacara.Setelah berdiskusi panjang, akhirnya pengacara undur diri.Dhira masih mengembuskan napas berulang kali untuk meredam kecemasannya. Dia benar-benar tak menyangka kalau Sandi berniat menculiknya.“Kamu tenang saja, pria itu pasti akan hancur,” ucap Dharu sambil menggenggam telapak tangan Dhira.Dhira mengangguk mendengar ucapan Dharu, tubuhnya masih terasa lemas karena
“Apa yang membuat kalian datang ke sini? Aku tidak membuat kesalahan, kan?” tanya Mirna setelah mempersilakan Briana dan Dharu masuk.“Tidak,” jawab Briana.Rani keluar membawa dua cangkir teh lalu disuguhkan untuk Briana dan Dharu.“Kami hanya punya teh karena setelah ini akan pergi dari sini,” ucap Rani setelah menyajikan teh itu.Briana cukup terkejut menengar ucapan Rani, hingga menatap iparnya itu lalu ke mantan mertuanya.“Kalian mau pindah kontrakan?” tanya Briana memastikan.Mirna menoleh Rani yang duduk di sampingnya, kemudian memandang ke Briana lagi.“Rani merasa tak nyaman dengan berita yang beredar, apalagi ada foto dirinya yang menjadi selingkuhan. Meski fotonya diblur, tapi tetap saja Rani takut kalau ada yang mengenalinya. Jadi aku memutuskan ingin mengajaknya pindah ke luar kota. Setidaknya kami juga bisa memulai kehidupan baru di sana,” jawab Mirna sambil tersenyum getir karena harus pergi dari kota itu.Briana cukup terkejut hingga menoleh Dharu. Mereka tak bercerit
“Apa ada masalah?” tanya Mirna terkejut karena ada yang mencarinya, bahkan sampai menemui saat dirinya baru keluar dari kantor polisi.“Bisa kita bicara di tempat yang lebih pribadi?” tanya pria itu sambil tersenyum.Mirna mengangguk-angguk pelan meski ragu. Dia lantas ikut pria itu yang mengajaknya pergi ke kafe di dekat kantor polisi.Mirna duduk dengan perasaan cemas, apalagi pria itu membuka tas yang dibawa lalu mengeluarkan sesuatu.Pria itu kembali memandang Mirna setelah mengeluarkan sebuah stopmap.“Saya mendapat amanat untuk memberikan ini kepada Anda,” kata pria itu memberikan stopmap yang dibawa ke Mirna.Mirna bingung hingga tak langsung menerima stopmap itu.“Ini apa dan dari siapa?” tanya Mirna.Pria itu tersenyum lalu berkata, “Sebaiknya Bu Mirna lihat dulu.”Mirna akhirnya menerima stopmap itu lalu membuka isinya. Dia terkejut ada kartu ATM dan juga surat pembayaran sebuah ruko dan rumah.“Apa ini?” tanya Mirna bingung.“Begini, Bu Briana meminta agar saya menyiapkan se
“Masih ada yang lain?” tanya Briana setelah menandatangani berkas yang disodorkan sekretarisnya.“Ini yang terakhir,” jawab sekretaris Briana.Briana mengangguk lalu memberikan berkas yang baru saja ditandatanganinya.Sekretaris Briana pergi meninggalkan ruangan itu, hingga beberapa saat kemudian telepon kabel di mejanya berdering, membuat Briana menjawab panggilan itu.“Selamat siang Bu Briana.”“Siang.” Briana menjawab sambil memperhatikan laptop.“Maaf, di lobi ada yang ingin bertemu dengan Anda tapi belum membuat janji. Apa Anda ingin menemuinya?” tanya resepsionis dari seberang panggilan.“Siapa?” tanya Briana.“Dia bilang namanya Mirna,” jawab resepsionis.Briana terlihat tak terkejut mendengar jawaban resepsionis, hingga akhirnya berkata, “Suruh tunggu, aku akan turun.”Setelah mendapat jawaban dari resepsionis. Briana menutup panggilan lalu keluar dari ruang kerjanya. Dia pergi ke lantai bawah, lantas berjalan keluar dari lift saat sampai di lobi.Briana melihat Mirna datang m
Dhira menunggu di sebuah kafe. Pria yang menolongnya mau datang menerima tawaran darinya hingga membuat Dhira sangat senang.Hingga saat sedang menunggu, Dhira melihat pria yang menolongnya datang menggunakan motor. Dia terus memperhatikan pria itu, penampilan pria itu sederhana tapi entah kenapa bisa membuat Dhira tertarik.Dhira duduk dengan benar ketika pria itu masuk kafe, saat pria itu menoleh ke arahnya, entah kenapa jantungnya berdegup dengan sangat cepat.“Apa kamu menunggu lama? Aku terjebak macet jadi agak lama sampai,” kata pria itu saat sudah bertemu Dhira.“Tidak, tidak lama. Aku juga baru saja sampai,” balas Dhira mendadak tegang.Pria itu mengangguk lantas duduk berhadapan dengan Dhira.Dhira memilih memanggil pelayan dulu untuk memesan, lalu kemudian menatap pria yang duduk berhadapan dengannya.“Apa penanganan kasusnya berjalan lancar?” tanya pria itu.“Bukti dan saksinya sudah cukup, dalangnya juga sudah ditangkap. Aku bersyukur hari itu ada kamu, kalau tidak entah b
Dhira dan Sean pergi ke IGD rumah sakit mereka berada sekarang. Renata di sana karena mengantar Briana yang mau melahirkan.“Ma.” Dhira langsung memanggil sang mama.“Kenapa kamu cepat sekali ke sini?” tanya Renata keheranan.“Karena aku baru periksa, jadi waktu Mama telepon, aku ada di sini,” jawab Dhira.“Periksa? Kamu sakit?” tanya Renata dengan kepanikan berlipat karena ucapan Dhira.Dhira melebarkan senyum, lantas menunjukkan hasil USG. “Tidak sakit, tapi sedang hamil. Ini, cucu kedua Mama dan Papa.”Dhira memberitahu dengan bangga, sampai membuat Renata sangat syok dan senang.“Ya Tuhan, mama tak percaya. Mama senang sekali mendengar kabar ini.” Renata langsung memeluk karena sangat bahagia.Dhira juga bahagia karena bisa menyenangkan hati sang mama.Saat keduanya saling berpelukan, tiba-tiba terdengar suara bayi yang membuat mereka terkejut.“Sudah lahir? Cepat sekali?” Dhira terkejut, apalagi melihat perawat keluar masuk ruang penanganan.Briana sudah melahirkan di ruang IGD se
“Dhira, kamu di mana?”Sean keluar dari ruang ganti mencari keberadaan Dhira yang tak menyahut padahal dia sudah memanggilnya sejak tadi. Dhira keluar dari kamar mandi, tentu saja hal itu membuat Sean keheranan.“Kenapa masuk kamar mandi lagi?” tanya Sean karena Dhira sudah mandi sejak tadi.Dhira menutup mulutnya seolah merasakan sesuatu yang ingin keluar, tapi dia tetap berjalan menghampiri Sean.Usia pernikahan mereka sudah berjalan tiga bulan. Sean sudah menerima Dhira sepenuhnya, hingga hubungan rumah tangga mereka berjalan dengan sangat baik.“Kamu baik-baik saja?” tanya Sean karena Dhira agak pucat.“Entah, sejak tadi rasanya pusing dan mual,” jawab Dhira.Sean langsung menyentuh kening Dhira, tapi tak merasa panas.“Apa sangat pusing?” tanya Sean memastikan.Dhira sibuk mengikat dasi Sean saat mendengar pertanyaan itu.“Iya lumayan, tadi seperti berputar lalu aku mual,” jawab Dhira kemudian menatap Sean dengan wajah memelas.“Kita ke rumah sakit untuk memastikan kamu sakit apa
Riana memang bertindak kejam, tapi semua itu semata-mata dilakukan untuk melindungi Sean dari hal-hal yang tak diinginkan.Milia diam mendengar ucapan Riana. Dia hanya menunduk sambil meremas jemari karena tak bisa berbuat apa-apa.Ibu Milia juga diam karena takut, lalu memberanikan diri menatap Riana.“Kalau kami pergi dari kota ini, bagaimana dengan usaha pakaian kami? Masa mau ditinggal begitu saja? Misal mau dijual juga tidak bisa cepat laku,” ujar ibu Milia yang takut jika masih di kota itu akan dipersulit Riana.Milia terkejut mendengar ucapan sang ibu, apa itu artinya ibunya mau pindah karena ancaman Riana.“Aku akan membelinya, kalau perlu rumah sekalian akan aku beli dua kali lipat dari harga aslinya, asal kalian pergi dari kehidupan putraku!” Riana tak segan memuluskan keinginan ibu Milia asal pergi dari kota itu.Ibu Milia membayangkan uang sangat banyak yang akan diterimanya jika dijual ke Riana. Dia yang mata duitan langsung setuju begitu saja.“Baik, saya setuju menjualny
Saat sore hari, Sean pulang dan menemui Riana yang sedang bersantai di ruang keluarga.“Sudah pulang? Kamu sudah mengosongkan jadwal agar minggu depan tidak ada kendala, kan? Ingat, pernikahanmu itu minggu depan,” ucap Riana langsung mengingatkan, jangan sampai Sean lupa dan masih membuat jadwal kegiatan di perusahaan.“Mama tenang saja, Vino sudah mengatur semuanya,” balas Sean.Riana mengangguk-angguk senang karena sekarang Sean mudah diatur.“Ma, aku mau menceritakan sesuatu, tapi aku harap Mama tidak berpikiran buruk atau panik dulu,” ucap Sean ingin memberitahu soal Milia.Sean hanya ingin sang mama tahu saja, agar kelak jika terjadi sesuatu atau Milia membuat ulah, sang mama tak benar-benar syok karena sudah tahu dan mendengar sendiri darinya.Riana menoleh Sean saat mendengar apa yang dikatakan oleh putranya itu. Dia menurunkan satu kaki yang sejak tadi disilangkan, dahinya berkerut halus karena penasaran.“Memangnya kamu mau menceritakan apa?” tanya Riana dengan pikiran negati
Dhira langsung bicara tegas agar Milia sadar diri. Dia tak akan kasihan meski Milia sedang hamil, dia sadar kalau wanita seperti Milia, tidak akan puas jika hanya dikasih hati. Begitu mendapat kebaikan, wanita itu akan melunjak tak tahu diri.Milia terdiam mendengar ucapan Dhira, hingga Dhira kembali bicara.“Kamu pikir dengan datang menemui Sean, kamu bisa memintanya bertanggung jawab atas janin yang bukan miliknya? Kamu mungkin tak tahu, Sean sudah tahu segalanya tentang kebusukanmu.” Dhira terus bicara untuk menyadarkan Milia.Milia sangat terkejut mendengar ucapan Dhira, hingga Dhira kembali bicara.“Bahkan tahu kalau kamu selama ini sering tidur dengan pria lain. Sungguh aku ingin tertawa, baru kali ini melihat wanita tak tahu diri sepertimu, sudah selingkuh dan tidur dengan pria lain, tapi minta pertanggungjawaban ke pria yang kamu buang.” Dhira menjejali telinga Milia dengan fakta bahkan tak peduli itu bisa mempengaruhi pikiran dan janin Milia.
Sean mulai nyaman bersama Dhira. Sikap Dhira yang apa adanya saat bicara, membuat Sean merasa tenang.Sean keluar dari lift sambil menatap ponsel, dia mencoba menghubungi Dhira karena ingin mengajak makan siang, tapi Dhira tak menjawab panggilan darinya.“Ke mana dia?” Sean bertanya-tanya karena Dhira mengabaikan panggilan darinya.Sean berpikir apa mungkin Dhira sedang rapat atau bertemu klien, membuatnya memilih mengirim pesan kalau akan datang ke perusahaan Dhira.Saat Sean baru saja keluar dari lobi, Sean terkejut karena ada yang mencegah langkahnya.“Sean.” Milia muncul di sana dengan mata bengkak dan wajah penuh linangan air mata.“Apa lagi yang kamu inginkan?” tanya Sean mulai malas, apalagi dia sudah tahu semua kebusukan Milia.“Sean, kumohon maafkan aku. Saat ini aku tidak tahu harus bagaimana, aku membutuhkanmu,” ucap Milia sambil menggenggam telapak tangan Sean.Sean me
Milia terduduk lemas di kursi selasar yang ada di poliklinik rumah sakit. Dia menatap hasil pemeriksaan akan kondisinya sekarang ini.Milia sangat syok dan bingung karena dia ternyata sedang hamil sembilan minggu.“Bagaimana ini?” Milia mengguyar kasar rambutnya ke belakang menatap hasil tes itu.Milia mencoba menghubungi Ryan tapi sayangnya panggilannya tidak dijawab. Akhirnya Milia memutuskan pergi ke perusahaan Ryan untuk membahas masalah kehamilannya. Apalagi Ryan pernah berjanji akan menikahinya setelah Milia putus dari Sean.Milia pergi ke perusahaan Ryan, lalu menemui bagian respsionis.“Pak Ryan ada di kantornya?” tanya Mila saat bertemu resepsionis.“Maaf, apa Anda sudah membuat janji sebelumnya?” tanya resepsionis.Milia bingung karena belum membuat janji. Kalau dia jujur belum membuat janji, dia pasti akan diusir dari sana. Dia kemudian mengeluarkan ponsel, lalu memperlihatkan chat lamanya saat Ryan mengajak bertemu tanpa memperlihatkan tanggal yang tertera.“Dia memintaku
Sean masih mencoba meminta maaf, dia sudah menyadari kesalahan dan ingin hubungannya dengan sang mama membaik.Riana akhirnya menatap Sean saat mendengar permintaan maaf putranya itu."Aku benar-benar sudah sadar, aku selama ini memang salah karena tak mempercayai apa yang Mama katakan," ucap Sean lagi."Kamu benar-benar sudah paham dengan apa yang mama lakukan?" tanya Riana sambil menatap Sean.Sean mendongak lalu menatap Riana sambil menganggukkan kepala.Riana lega saat melihat Sean sungguh-sungguh meminta maaf, dia lalu meminta Sean agar bangun."Aku sungguh-sungguh meminta maaf," ucap Sean.Riana tersenyum mendengar permintaan maaf dari Sean."Mama lega kalau memang benar kamu sudah sadar. Feeling orang tua itu tidak salah, Sean. Sejak awal, mama sebenarnya tak pernah masalah kamu mau sama siapa. Tapi, saat melihat attitude Milia yang buruk, mama langsung mundur. Bukan karena dia miskin, tapi karena memang dia memiliki sifat dan perilaku yang tidak baik. Jadi, kamu sekarang paham
Dhira pergi ke taman sesuai dengan permintaan Sean. Dia sebenarnya merasa agak aneh karena Sean meminta bertemu tak seperti biasanya.Dhira melihat Sean yang sudah duduk di taman menunggunya. Dia mendekat lalu duduk di samping Sean tanpa menyapa. Keduanya diam cukup lama tak ada yang bicara, Dhira sendiri tak mau buka suara sampai Sean yang mengawalinya.Setelah lama diam, Sean akhirnya menghela napas kasar. Dhira mendengar suara helaan itu tapi sengaja tak menoleh ke Sean.“Ternyata sekarang aku sadar jika sudah salah dan terlalu buta karena cinta,” ucap Sean lalu tersenyum getir.Dhira terkejut mendengar Sean tiba-tiba bicara seperti itu. Dia menoleh Sean, lalu membalas, “Memang benar, kenapa baru sadarnya sekarang?”Sean menoleh Dhira yang bicara blak-blakan, meski kesal tapi dia sadar jika Dhira hanya jujur saja.“Mama marah besar karena sikapku. aku merasa bersalah sudah membuat Mama sedih, padahal sebenarnya Mama selalu memberikan yang terbaik,” ucap Sean lagi lalu sedikit menun