“Apa ada masalah?” tanya Mirna terkejut karena ada yang mencarinya, bahkan sampai menemui saat dirinya baru keluar dari kantor polisi.“Bisa kita bicara di tempat yang lebih pribadi?” tanya pria itu sambil tersenyum.Mirna mengangguk-angguk pelan meski ragu. Dia lantas ikut pria itu yang mengajaknya pergi ke kafe di dekat kantor polisi.Mirna duduk dengan perasaan cemas, apalagi pria itu membuka tas yang dibawa lalu mengeluarkan sesuatu.Pria itu kembali memandang Mirna setelah mengeluarkan sebuah stopmap.“Saya mendapat amanat untuk memberikan ini kepada Anda,” kata pria itu memberikan stopmap yang dibawa ke Mirna.Mirna bingung hingga tak langsung menerima stopmap itu.“Ini apa dan dari siapa?” tanya Mirna.Pria itu tersenyum lalu berkata, “Sebaiknya Bu Mirna lihat dulu.”Mirna akhirnya menerima stopmap itu lalu membuka isinya. Dia terkejut ada kartu ATM dan juga surat pembayaran sebuah ruko dan rumah.“Apa ini?” tanya Mirna bingung.“Begini, Bu Briana meminta agar saya menyiapkan se
“Masih ada yang lain?” tanya Briana setelah menandatangani berkas yang disodorkan sekretarisnya.“Ini yang terakhir,” jawab sekretaris Briana.Briana mengangguk lalu memberikan berkas yang baru saja ditandatanganinya.Sekretaris Briana pergi meninggalkan ruangan itu, hingga beberapa saat kemudian telepon kabel di mejanya berdering, membuat Briana menjawab panggilan itu.“Selamat siang Bu Briana.”“Siang.” Briana menjawab sambil memperhatikan laptop.“Maaf, di lobi ada yang ingin bertemu dengan Anda tapi belum membuat janji. Apa Anda ingin menemuinya?” tanya resepsionis dari seberang panggilan.“Siapa?” tanya Briana.“Dia bilang namanya Mirna,” jawab resepsionis.Briana terlihat tak terkejut mendengar jawaban resepsionis, hingga akhirnya berkata, “Suruh tunggu, aku akan turun.”Setelah mendapat jawaban dari resepsionis. Briana menutup panggilan lalu keluar dari ruang kerjanya. Dia pergi ke lantai bawah, lantas berjalan keluar dari lift saat sampai di lobi.Briana melihat Mirna datang m
Dhira menunggu di sebuah kafe. Pria yang menolongnya mau datang menerima tawaran darinya hingga membuat Dhira sangat senang.Hingga saat sedang menunggu, Dhira melihat pria yang menolongnya datang menggunakan motor. Dia terus memperhatikan pria itu, penampilan pria itu sederhana tapi entah kenapa bisa membuat Dhira tertarik.Dhira duduk dengan benar ketika pria itu masuk kafe, saat pria itu menoleh ke arahnya, entah kenapa jantungnya berdegup dengan sangat cepat.“Apa kamu menunggu lama? Aku terjebak macet jadi agak lama sampai,” kata pria itu saat sudah bertemu Dhira.“Tidak, tidak lama. Aku juga baru saja sampai,” balas Dhira mendadak tegang.Pria itu mengangguk lantas duduk berhadapan dengan Dhira.Dhira memilih memanggil pelayan dulu untuk memesan, lalu kemudian menatap pria yang duduk berhadapan dengannya.“Apa penanganan kasusnya berjalan lancar?” tanya pria itu.“Bukti dan saksinya sudah cukup, dalangnya juga sudah ditangkap. Aku bersyukur hari itu ada kamu, kalau tidak entah b
Kini Briana bisa bernapas lega karena akhirnya masalah Farhan sudah selesai. Proses hukum sudah berjalan karena Farhan melakukan banyak tindak pidana.“Sekarang kamu sudah bisa hidup tenang. Apa ada sesuatu yang sangat ingin kamu lakukan?” tanya Dharu saat duduk berdua dengan Briana di balkon kamar.Briana menoleh Dharu, lalu membalas, “Tidak ada. Aku hanya ingin hidup tenang seperti dulu meski takkan sama karena sudah tidak ada Papa di sini.”Briana tiba-tiba teringat dengan sang papa hingga membuatnya sedih.Dharu meraih telapak tangan Briana lalu menggenggamnya erat.“Papamu pasti sudah sangat lega karena akhirnya kamu bisa lepas dari hal yang membuatnya cemas,” ucap Dharu.Briana mengangguk mendengar ucapan Dharu, senang karena dia juga lega bisa keluar dari kehidupan yang sebenarnya tak diinginkan.“Bagaimana kalau kita menambah anggota keluarga?” tanya Dharu sambil memandang Briana.Briana terkejut mendengar ucapan Dharu hingga menatap bingung ke suaminya itu.“Menambah anggota b
Dhira menatap ponselnya terus menerus, ini sudah lebih dari satu minggu tapi Sean tak pernah menghubunginya lagi.“Tidak mungkinkan kalau aku tiba-tiba menghubunginya dan menanyakan keinginannya seperti yang pernah dia janjikan? Bukankah aku akan terkesan murahan?”Dhira berpikir dua kali meski sangat ingin sekali bertemu Sean. Dia juga sudah berusaha mencari di mana bengkel tempat Sean bekerja, tapi ternyata tidak bisa menemukan tempat kerja pria itu.“Kenapa kamu sangat misterius, Sean?” Dhira benar-benar dibuat penasaran dan tidak bisa mengabaikan pria itu sama sekali.Dhira menghela napas kasar, lalu meletakkan ponsel di nakas, kemudian keluar dari kamarnya.“Kak.” Aldric yang baru saja keluar dari kamar menghentikan langkah Dhira.Dhira menghentikan langkah lalu menoleh ke Aldric yang berjalan menghampirinya.“Ada apa?” tanya Dhira.“Kamu ada waktu? Apa hari ini ada rencana keluar?” tanya Aldric saat sudah berdiri di hadapan sang kakak.“Tidak,” jawab Dhira, “memangnya kenapa?” t
Sean pergi ke rumah orang tua Milia. Kekasihnya itu memang dari keluarga sederhana, kedua orang tua Milia hanya pengusaha kecil sebuah toko pakaian.“Ayo,” ajak Milia sambil menggandeng tangan Sean yang baru saja memarkirkan motor.Sean mengangguk sambil memulas senyum lalu berjalan bersama Milia menuju rumah sederhana keluarga kekasihnya itu.“Yah, Bu. Aku pulang.” Milia memberi salam sebelum masuk.Orang tua Milia keluar dari kamar dan melihat putrinya pulang bersama Sean. Mereka tampak tak senang meski sebelumnya berkata ingin bertemu dengan Sean.“Duduklah,” kata Milea meminta Sean untuk duduk.Sean mengangguk lalu duduk di sofa yang ada di sana.“Ini, Sean belikan buat Ayah dan Ibu.” Milia memberikan barang yang tadi dibeli Sean di mall.Orang tua Milia hanya menengok sekilas ke paper bag yang diberikan Milia.Sean melihat orang tua Milia yang terlihat tak senang, tapi dia berusaha untuk tenang.“Yah, Bu. Sean datang untuk membahas yang pernah aku ceritakan,” kata Milia sambil me
Milia masuk rumah saat Sean sudah pergi, lalu menemui kedua orang tuanya yang sedang melihat barang pemberian Sean.“Kamu tuh bisa nyari yang lebih kaya, kenapa harus sama Sean?” tanya sang ibu keheranan dengan keputusan Milia.“Bener, Sean itu kerjaannya apa? Hanya tukang bengkel saja, gajinya juga nggak seberapa. Aku yakin dia akan mundur karena nggak sanggup membayar maharnya. Jangan sampai dia utang buat bayar mahar,” timpal ayah Milia.Milia menatap kedua orang tuanya lalu berkata, “Kita lihat saja nanti Yah, Bu. Sean itu soalnya gampang banget aku mintai, aku minta apa pun dituruti. Andai dia nggak sanggup bayar mahar dan mau mundur, ya biarkan saja. Lagian aku usuh 50 juta juga biar dia mikir. Aku mau sama dia, karena hanya dia yang bisa mencukupi kebutuhan dan keinginanku.”“Ya, kalau memang kamu bisa dapat yang lebih kaya. Tinggalin saja Sean kalau memang tidak segera nikahin kamu,” ucap sang ibu.Milia hanya diam. Dia memang awalnya menyukai Sean, tapi saat tahu kalau Sean h
“Tumben kamu ambil cuti?” tanya Renata karena Dhira menemani Aldric membuat tugas lalu seharian di rumah.Dhira menoleh sang mama. Dia sejak tadi melamun lalu disadarkan dengan kedatangan sang mma.“Iya, pagi tadi sebenarnya agak malas karena sedang datang bulan, jadi izin libur, tapi Aldric malah mengajak keluar,” jawab Dhira lalu bangun dan duduk bersila di atas ranjang.“Tapi tidak sampai demam, kan?” tanya Renata lalu menyentuh kening Dhira.“Nggak, hanya sakit perut saja seperti biasa,” jawab Dhira.Renata mengangguk-angguk mendengar jawaban Dhira.“Ya sudah, mama pikir kenapa kamu tumben izin nggak ke kantor, padahal besok juga libur,” ucap Renata.Dhira hanya melebarkan senyum, lalu melihat sang mama meninggalkan kamar. Dhira mengambil bantal, lantas memeluk dan meletakkan dagu di atas bantal.Dhira sebenarnya sedang memikirkan Sean, apalagi tadi sangat jelas melihat pria itu di mall.“Apa Sean lupa, ya? Atau dia memang tak mengharapkan balasan? Kenapa aku sangat berharap dia m