“Se-sebaiknya Tuan Yavid yang menjelaskan, bukan saya.”Gavin segera berjalan mundur beberapa langkah dan berdiri di belakang Yavid. Rita mengulum senyum melihat Gavin kikuk.Aleya mengerutkan dahinya, ia semakin bingung melihat tingkah aneh Gavin. Wanita berambut hitam itu menatap Yavid, menunggu jawaban darinya.“Ya, toko itu, perusahaan itu, sudah aku akusisi. Namanya hanya berbeda sedikit.”Yavid menjawab dengan nada dingin, kemudian dia hendak beranjak pergi.“Tunggu! Kenapa kamu akuisisi?” Aleya menghampiri Yavid.“Tidak semua hal bisa kamu dapatkan jawabannya. Aku, sedang tidak mau menjawab,” jawab Yavid ketus.“Semua peralatan di ruangan itu kamu boleh pakai sepuasmu,” ujar Yavid sebelum pergi meninggalkan ruangan tersebut.Aleya terkejut, “Benarkah?” tanya Aleya antusias.“Ya,” sahut Yavid sambil berjalan lurus tanpa menoleh.Aleya tersenyum bahagia, ia kembali melihat dan memegang peralatan lukis di ruangan itu.“Ini semua bukan punya Gavin.” Suara Rita membuat Aleya mematun
“Kita kembali ke kamar.”Aleya kembali ke hendak kembali ke kamarnya, tapi perhatiannya tertuju kepada seorang perempuan berusia empat puluh enam tahun. Dia berpakaian rapi dengan kemeja putih lengan panjang dengan aksen renda di kerahnya, dipadukan dengan rok selutut berwarna hijau toska terlihat elegan ditambah sepatu warna senada dengan roknya.Penampilan elegannya kontras dengan wajahnya dengan struktur tegas, bahkan dengan lirikan matanya saja membuat orang meringis ketakutan.“Siapa dia?” tanya Aleya menghentikan langkahnya.Rita yang berdiri di belakang Aleya segera menjelaskan.“Beliau adalah Ibu Wanda Waliwatu. Beliau mantan tentara yang sudah pensiun dini karena cidera parah di tubuhnya. Sekarang dia bekerja sebagai guru kepribadian. Tugasnya mendidik anak-anak bermasalah agar menjadi anak yang disiplin.”Mendengarkan penjelasan Rita membuat Aleya mengangguk mengerti. Pertama kali melihat wanita tersebut membuat Aleya takut. Sosoknya terlihat tidak ramah.“Hoo. Untuk apa dia
“Aleya! Cepat masuk!”Suara teriakan Wanda menggema dari dalam rumah, sontak membuat Aleya dan Rita terlonjak. Tanpa pikir panjang keduanya ke dalam rumah menghampiri sumber suara.Di ruang tamu, Wanda sudah berdiri tegak dengan tatapan tajam, seolah akan menerkam mereka berdua.“Apa kamu melamun di luar? Jangan melamun seperti orang bodoh!” sentaknya.Napas Aleya memburu, suaranya tercekat, tubuhnya gemetar ketakutan. Mendengar teriakan dari Wanda membuka rasa trauma mendalam pada saat masih menjadi istri Jarvis. Hampir setiap hari Jarvis atau Belina berteriak kepadanya kemudian memukulnya tanpa sebab.Wanda menghampiri Aleya yang terlihat ketakutan, “Kamu takut mendengar suaraku?” tanya Wanda sambil menunjuk ke arah Aleya.Aleya menahan tangis, “I-iya.” Suaranya bergetar.“Bagus! Itu yang aku inginkan. Kamu takut kepadaku.”Wanda tidak menunjukkan rasa iba melihat Aleya ketakutan. Namun, Rita malah khawatir dengan psikologi Aleya yang mempunyai rasa trauma dalam hidupnya.“Ibu Wanda
“Kenapa banyak yang memusuhiku?”Aleya termenung dan memikirkan ucapan Wanda yang mengira dia berpura-pura takut. Ucapan yang sering di lontarkan oleh Belina. Hatinya benar-benar tercabik oleh ucapan Wanda. Dadanya kini merasa sesak.“Nyonya, tenanglah. Mereka tidak mengenal Nyonya, mereka tidak tahu apa-apa.” Rita berjongkok di hadapan Aleya dan berusaha menatap kedua matanya.“Sama seperti Nyonya yang tidak mengenal Tuan. Apa yang Nyonya pikirkan? Saat itu Nyonya mengira Tuan orang yang kejam dan tidak berperasaan, tapi sekarang Nyonya bisa merasakan sendiri sifat asli Tuan yang mulai terkuak setelah mengenal lebih dekat, bukan?”Semua ucapan Rita membuat Aleya tertegun, “Mungkin kamu benar. Bu Wanda tidak tahu apa-apa mengenai aku. Tapi, hati ini rasanya ...” suara Aleya tercekat, ada emosi luar biasa yang menekan hatinya sehingga sulit untuk mengutarakannya.“Tenanglah, Nyonya. Aku dan Tuan Yavid akan terus menjagamu.” Rita memberikan perhatian penuh kepada majikannya tersebut.Al
“Semoga saja ibumu di sana tidak menyesal melahirkan kamu.”Wanda melanjutkan ucapan tajamnya. Hal tersebut membuat kecemasan di dalam diri Aleya kembali muncul. Ia kemudian berdiri sambil mengepalkan tangannya.“To-tolong jangan libatkan ibuku,” ujar Aleya menahan air matanya, ia mulai meremas-remas tangannya sendiri, tanda-tanda kecemasan mulai muncul lagi.Melihat Aleya cemas malah membuat Wanda tersenyum, seolah belum puas ia ingin membuat wanita berambut hitam sebahu itu marah.“Kenapa? kamu menyesal menjadi penyebab meninggalnya ibumu?” Wanda terlihat sengaja memancing amarah Aleya.Aleya marah, tapi dia tidak berani memukul Wanda. Rasa takut dalam dirinya membuatnya hanya bisa menangis dan meremas kedua tangannya dengan kuat, sehingga membuat kedua tangannya lecet terkena kuku jarinya sendiri.“Anda tidak tahu apa-apa mengenai kehidupan saya. Jangan bicara seperti itu,” teriak Aleya sambil menangis.Rita kemudian menghampiri Wanda, “Bu. Anda terlalu jauh mencampuri urusan priba
“Aku tidak suka dibohongi. Jika semua ucapanmu bohong, maka aku sendiri yang akan menghabisimu!”Wanda menatap Rita dengan wajah serius. Cerita yang dia dengar dari Rita masih belum membuatnya percaya sepenuhnya. Karena cerita Belina mengenai kejelekan Aleya benar-benar membuat semua orang tersihir dan mempercayainya, termasuk Wanda.Rita merasa diposisi yang benar, maka ia tidak takut dengan ancaman dari Wanda.“Aku yang menyaksikan sendiri bagaimana Nyonya bertahan selama setahun di rumah Jarvis. Aku sendiri yang melihat langsung bagaimana ayah kandungnya sendiri memperlakukan Aleya seperti budak peliharaan. Jadi, aku tidak takut dengan semua ancaman dari Bu Wanda.”Rita kali ini tidak gentar berhadapan dengan Wanda. Karena melihat sikapnya yang menghakimi Aleya secara menyakitkan, tanpa tahu cerita yang sebenarnya.“Rita,” panggil Aleya dari dalam kamar, suaranya masih lemah.Rita segera menghampiri Aleya, disusul oleh Wanda yang berjalan sambil menatap mereka berdua dengan sinis.
“Ternyata kamu masih hidup, Aleya.”Mila tersenyum sinis, ia merasa masih ada kesempatan untuk mendapatkan tanda tangan Aleya. Mila tidak merasa bersalah sama sekali, padahal ia hampir membuat Aleya meninggal.Aleya hanya bisa menatapnya dengan kebencian. Ia tidak punya nyali jika harus memukul atau menyakiti Mila dan Belina.Terkadang Aleya membenci dirinya sendiri karena terlalu diperbudak oleh rasa takut yang berlebihan dalam hatinya.“Aku akan menghubungi Mamaku untuk segera ke sini membawa dokumen yang harus kamu tanda tangani, kakak.” Mila tertawa setelah melihat Aleya menangis.“Aku tidak akan tanda tangan,” pekik Aleya.Belina kemudian menghampiri Aleya dengan wajah kesal.“Wanita sialan! Kenapa kamu keras kepala, hah? Jika kamu ingin hidup tenang, maka tanda tangani dokumen itu dan aku akan melepaskanmu.”Belina menarik rambut Aleya dari belakang, sehingga kepada Siti terdongak.“Aku sudah berakting sangat luar biasa, sehingga semua orang di Endosiana pasti mempercayai ucapan
“Mama Belinaaa, tolong aku!”Pekik Mila yang kesakitan akibat goresan kaca yang membuat lehernya berdarah. Tangan Aleya bergetar melakukan hal mengerikan tersebut untuk pertama kalinya, tangannya juga berdarah karena memegang pecahan kaca yang tajam di setiap sisinya. Tindakannya ini berseberangan dengan suara hatinya yang ketakutan setengah mati.Aleya mencoba membuang jauh rasa takut dan iba yang selalu membuatnya terus mengalah kepada Mila. Kali ini ia menjadi sosok yang menakutkan bagi Mila.Belina melihat leher Mila yang mulai terluka, sebagai tanda jika Aleya tidak main-main dengan ancamannya.“Sial! Hentikan!” teriak Belina sambil terus meringis kesakitan.Akhirnya semua penjaga yang memukuli Wanda berhenti atas perintah Belina. Perlahan Aleya berjalan memutari Belina dan mendekati Wanda.“Kalian semua pergi ke sisi Belina, cepat!” teriak Aleya.Suaranya bergetar, napasnya memburu, tapi ia mencoba bertahan agar tidak hilang kesadaran.Wanda yang segera bangkit, lalu menatap sem
“Numa akan tetap menemanimu di kamar bersama Rita. Aku ingin kamu di jaga dengan baik.”James tetap bersikukuh untuk menempatkan Numa di kamar agar bisa mengawasi Rita. James takut jika Rita akan mempengaruhi Aleya agar tidak mempercayainya.Aleya menyetujui saran James, “Baiklah, asalkan ada Rita aku setuju.”Rita yang mendengar ucapan Aleya merasa terharu. Bahkan di saat majikannya hilang ingatan, ia masih dibutuhkan oleh Aleya.Rita menghampiri Aleya, “Saya akan menjaga Nyonya sepenuh hati,” ujarnya sambil tersenyum.Aleya ikut tersenyum mendengar ucapan Rita, sedangkan James dan Numa terlihat cemberut. Seolah tidak mau kalah dari Rita, Numa juga berusaha meberikan perhatian kepada Aleya.“Nona muda, sebaiknya Anda istirahat di kamar. Saya sudah menyiapkan kamar yang istimewa untuk Nona Muda. Anda begitu cantik dan layak di panggil Nona Muda,” ujar Numa menyindir Rita.Perangai Numa menunjukkan jika Rita tidak disukai olehnya. Aleya dan Rita menyadari hal itu dan berusaha bersika
“Kita mau ke mana?”Pertanyaan yang terlontar dari mulut Aleya ketika mobil yang membawanya keluar dari area rumah sakit.“Ke rumah aku, sayang. Rumah kita. Beberapa hari lagi kita akan menikah, sesuai dengan rencana kita sebelumnya.”James membohongi Aleya, ia sengaja memanfaatkan hilangnya ingatan Aleya untuk bisa menikahinya.“Menikah?” tanya Aleya semakin bingung, karena ia sama sekali tidak mengingat James sebagai tunangannya apalagi tentang rencana pernikahannya.“Ya, sayang. Sebelum kecelakaan itu, kita sudah merencanakan pernikahan kita,” jawab James mencoba meyakinkan Aleya.Dion yang duduk di samping sopir terkejut mendengar ucapan tuannya itu. Jauh di lubuk hati Dion, ia merasa kasihan kepada Aleya yang menurutnya sebagai wanita baik-baik. Karena semua wanita yang dekat dengan James akan mendapatkan gangguan dari para musuhnya James.James yang dikenal memiliki ego tinggi dalam kekuasaan, membuatnya mempunyai banyak musuh. James tidak segan menghabisi musuhnya jika tertangk
“Tenanglah, aku akan coba hubungi nomor ini.”Suster Rose menuliskan kalimat itu di secarik kertas dan memperlihatkannya ke Rita yang berjalan menjauh darinya. Beruntung Rita masih sempat membacanya dan tersenyum sambil menganggukkan kepalanya berkali-kali sebagai ucapan terima kasih kepada Suster Rose yang bersedia membantunya.Rita menghela napas lega, kini ia tinggal menunggu kedatangan Yavid yang diyakini akan segera mencarinya.“Diam di sini! Kamu tidak boleh jauh dari Tuan James!” ujar Pedro mendorong tubuh Rita ke tempat duduk di depan ruang perawatan intensif.Sementara itu, James sedang berada di dalam ruangan menemani Aleya yang terbaring di kasurnya. Berkali-kali James mengecup dahi dan pipi Aleya bergantian, ia menunjukkan kasih sayangnya kepada Aleya walaupun wanita yang dicintainya itu terlihat canggung. Semua adegan itu dilihat oleh Rita dari balik pintu ruangan yang memiliki kaca transparan.“Dasar Mesum!” hardik Rita kepada James dengan suara pelan.Tatapan Rita begi
“Kenapa kamu terlihat senang tunanganmu kehilangan ingatannya?”Dokter Dani melihat gelagat aneh James, biasanya keluarga atau orang yang disayangnya mengalami hilang ingatan akan sedih, tapi James malah sebaliknya.“Ma-maksudku, aku bersyukur Aleya masih hidup. Kalau mengenai ingatannya, aku juga sangat sedih karena banyak kenangan kita berdua yang tidak dia ingat lagi,” jawab James kembali berakting meyakinkan Dokter Dani.Rita yang mendengar ucapan James terlihat kesal, “Aku sudah muak dengan sikap James yang licik, aku harus cari cara meninggalkan pesan untuk Tuan Yavid,” bisik Rita dalam hatinya.Kemudian ia melihat ada kertas kosong di meja suster, kemudian diam-diam ia mengambil kertas tersebut dan pulpen yang ada di meja tersebut dan mengantonginya.Sementara itu, Dokter Dani akhirnya mempercayai ucapan James.“Kamu tenang saja, aku rasa ingatan Nona Aleya akan kembali dalam beberapa bulan atau mungkin lebih cepat. Kenangan kalian akan diingatnya lagi,” ucap Dokter Dani mengua
“Siapa wanita itu? Kenapa dia berteriak?”Aleya menatap James dengan rasa penasaran, tapi belum mendapatkan jawaban dari James, dokter datang dan segera memeriksa Aleya.“Mohon maaf, Anda silakan di luar dahulu, dokter akan memeriksa pasien.” Safira menuntun James keluar ruangan.Lelaki muda dan tampan itu terpaksa menuruti perintah Safira dan meninggalkan Aleya dengan dokter yang akan memeriksa keadaannya.Di luar ruangan, Rita terlihat khawatir dengan kondisi Aleya. Ia berdiri tidak jauh dengan James. Wanita yang menjadi penjaga sekaligus asisten Aleya terpaksa harus menuruti dan melihat wajah lelaki yang kini ia benci karena sudah membohongi Aleya.Sementara itu, James terlihat sedang berdiskusi dengan Dion dan Tedy.“Rapikan kamar tamu sekarang. isi lemari dengan pakaian untuk Aleya, beritahu semua orang di rumah termasuk penjaga rumah agar memanggil Aleya dengan panggilan Nona muda, dia adalah tunanganku yang sebentar lagi akan menikah denganku. Orang tua Aleya sudah meninggal d
“Di mana aku?”Pertanyaan itu berasal dari suara parau Aleya yang mulai tersadar. Perlahan ia membuka kedua matanya dan melihat sekeliling ruangan berwarna putih.Kedua pandangan matanya tertuju kepada selang infus yang terpasang di tangan kanannya. Kemudian ia tersadar sedang berada di rumah sakit, di ruang perawatan intensif.“Ada apa ini?” ia mencoba mengingat kejadian yang menyebabkan dirinya berada di ruangan tersebut.Aleya mencoba bangun, tapi tubuhnya terasa seperti remuk.“Aaarrh,” pekiknya menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya.Tubuhnya kembali terkulai di atas kasur, seolah menyerah untuk bangkit. Ia memilih untuk tetap merebahkan tubuhnya di atas kasur.“Suster!” teriak Aleya dengan suara parau.Suster segera masuk ke ruangan tempat Aleya di rawat.“Nona Aleya sudah sadar?” tanya suster bernama Safira dengan suara lembut. Lalu ia mengecek keadaan Aleya yang terlihat kebingungan.“Aku kenapa, Suster?” pertanyaan Aleya membuat Safira tertegun.“Nona Aleya, Anda tidak bisa m
“Tinggalkan saja aku!”Aleya membuat James terkejut hingga ia melepaskan pelukannya.“Kenapa?” tanya James mengerutkan dahinya seolah tidak percaya dengan apa yang didengarnya.“Jika aku merepotkanmu, jauhi aku, lepaskan aku!” Aleya mencoba melepaskan diri dari James.James menghela napas panjang, mencoba mengatur emosinya, biasanya semua wanita akan menuruti semua keinginan dan perintahnya, apalagi mendapatkan perilaku lembut darinya. Namun, tidak dengan Aleya yang selalu membuat James harus ekstra sabar menghadapinya.“Aleya, dengarkan aku!” James memegangi kedua bahu Aleya dengan lembut, “kamu sama sekali tidak merepotkan aku, justru aku merasa bersalah karena telah melibatkanmu dengan semua permasalahanku dengan persaingan bisnisku. Aku ingin kamu tetap bersamaku, aku akan melindungimu.”James justru bersikukuh ingin Aleya tetap bersamanya tanpa mengetahui jika Aleya ingin segera pergi darinya.Aleya bingung harus berkata apalagi untuk melepaskan dirinya dari James.“Ya Tuhan, izi
“Mereka adalah musuhku.”James memberitahu mengenai musuhnya kepada Aleya. Ia tahu betul jika suatu saat nanti Aleya pasti akan mengetahui kehidupan James yang penuh tantangan.“Musuhmu? Kenapa mereka mengincarku?” Aleya semakin penasaran dengan ucapan James.“Sebenarnya mereka mengincarku, kamu hanya sebagai umpan agar aku mendatangi mereka,” jawab James dengan wajah serius.Aleya tersentak mendengar jawaban James, hal yang ia takuti akhirnya terjadi juga.“Ta-tapi kenapa aku yang menjadi umpannya? Memangnya tidak ada orang lain?” hatinya sudah ketakutan sedari tadi, sekarang ditambah dengan pengakuan James yang mempunyai banyak musuh.“Mungkin mereka menyaksikan kita berdua di siaran langsung televisi ketika gedung pameran di serang oleh mantan mertuamu.” James menghela napas panjang.Jauh di lubuk hatinya yang dalam, James merasakan penyesalan karena telah melibatkan Aleya dalam kehidupannya. Wanita yang dia cintai kini harus berjibaku dengan kehidupan keras James. Musuhnya yang ba
Bab 94Penolong“Cepat, Nyonya! Jangan buang waktu kami!” Lelaki yang memakai masker putih terdengar tidak sabar.Aleya yang ketakutan terpaksa ikuti langkah lelaki lain yang ada di hadapannya. “Habisi mereka, hanya wanita itu yang kita butuhkan,” ujar lelaki bermasker putih itu memberikan perintah kepada anak buahnya yang memakai masker hitam setengah berbisik.Secara tidak sengaja Aleya mendengar ucapan yang membuatnya bergetar ketakutan.Aleya menghentikan langkahnya, ia sadar bahwa sasaran utama mereka adalah menangkapnya dan menjadikannya sandera. “Aku akan ikuti perintah kalian, tapi dengan syarat,” ujar Aleya memberanikan diri bicara walau suaranya bergetar ketakutan.“Astaga! Apa lagi?” lelaki bermasker putih itu semakin terlihat kesal dengan Aleya yang seolah mengulur waktu.“Aku ingin mereka berdua ikut aku!” Aleya berusaha menepikan rasa takutnya dan menatap lelaki yang memakai masker putih.Lelaki yang memakai masker putih itu menatap Aleya dengan tatapan taja